Golongan
Al Qur’aniun (hanya menerima Al-qur’an dan menolak sunnah-sunnah Nabi
shallallahu 'alihi wa sallam yang shahih)
Nabi shallallahu 'alihi wa sallam bersabda:
لاَ أُلْفِيَنَّ أحدَكم مُتَّكِئًا على
أريكته يأتيه الأمر من
أمري مما أمرت به
أو نهيت عنه فيقول
لا ندري ما وجدنا
في كتاب الله اتبعناه
“Aku sungguh tidak ingin mendapati salah seorang dari kalian
dalam keadaan bertelekan di atas dipannya, datang kepadanya suatu perkara agama
baik perintahku maupun laranganku lalu ia berkata, “Kami tidak tahu, apa yang
kami temui dalam Al-Qur’an maka kami laksanakan””[1]
Berkata Al-Mubarokfuri, “Hadits ini adalah salah satu dari dalil-dalil dan
tanda-tanda kenabian. Sungguh apa yang dikabarkan Nabi shallallahu 'alihi wa
sallam ini telah menjadi kenyataan. Ada seseorang di Funjab di daerah India
menamakan dirinya Ahli Qur’an, namun sungguh jauh berbeda antara dia dan ahli
Qur’an yang hakiki. Yang benar ia adalah ahli kekufuran. Padahal sebelum itu ia
adalah termasuk orang-orang yang sholeh lalu syaitanpun menyesatkannya dan
menggelincirkannya dan menjauhkannya dari jalan yang lurus. Maka akhirnya
diapun mengucapkan kata-kata yang bukan merupakan perkataan orang-orang yang
beragama Islam. Dia menolak keras seluruh hadits-hadits Nabi shallallahu 'alihi
wa sallam dan sibuk dengan penolakan ini. Ia berkata, “Seluruh hadits-hadits
ini merupakan kedustaan dan kebohongan atas nama Allah, yang benar hanyalah
wajib mengamalkan Al-Qur’an yang agung saja, tidak perlu mengamalkan
hadits-hadits Nabi shallallahu 'alihi wa sallam walaupun hadits-hadits tersebut
shahih dan mutawatir. Barangsiapa yang beramal tidak hanya dengan Al-Qur’an
saja maka dia termasuk dalam firman Allah
(وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا
أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْكَافِرُونَ﴾ (المائدة: من الآية44)
“Barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. 5:44)
Dan perkataan-perkataannya yang lain yang merupakan kekufuran. Dia telah
memiliki pengikut yang banyak yang merupakan orang-orang bodoh. Para
pengikutnya menjadikannya sebagai imam (pemimpin) mereka. Para ulama di
zamannya telah memvonis akan kafirnya orang ini.”[2]
أَلآ إني أُوْتِيْتُ الكتابَ
ومثلَه معه لاَ يُوْشِكُ
رَجُلٌ شبعان على أريكته
يقول عليكم بهذا القرآن
فما وجدتم فيه من
حلال فأَحِلُّوْهُ وما وجدتم فيه
من حرام فحرموه ألا
لا يحل لكم لحم
الحمار الأهلي ولا كل
ذي ناب من السَّبُعِ
ولا لُقَطَةُ مُعاهَدٍ إلا أن يستغني
عنها صاحبُها ومن نزل
بقوم فعليهم أن يَقْرُوْهُ
فإن لم يَقْرُوْهُ فله
أن يُعْقِبَهم بمثلِ قِرَاه
“Ketahuilah, sesungguhnya aku telah diberikan (oleh Allah)
Al-Quran dan yang semisalnya (yaitu sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam)
bersama Al-Qur’an. Sungguh hampir ada seorang laki-laki yang duduk di atas
dipannya dalam keadaan kekenyangan berkata, “Wajib bagi kalian (untuk
berpegang) dengan Al-Qur’an ini, apa yang kalian temui dalam Al-Qur’an dari
hal-hal yang halal maka halalkanlah dan apa yang kalian temui berupa hal-hal
yang diharamkan maka haramkanlah”. Ketahuilah tidak halal bagi kalian daging
keledai negri dan tidak halal juga semua hewan bertaring dari binatang buas dan
tidak halal juga apa yang terjatuh dari orang kafir mu’ahad (yaitu yang
memiliki perjanjian damai dengan kaum muslimin) kecuali jika ia sudah tidak
membutuhkannya. Barangsiapa yang mampir di suatu kaum maka wajib bagi kaum
tersebut untuk menjamunya. Jika mereka tidak menjamunya maka boleh baginya
untuk mengambil ganti seharga nilai jamuan mereka”[3]
Berkata At-Thibi, “Pada pengulangan perkataan tanbih (yaitu perkataan أَلآ dan لاَ) menunjukan buruk dan
penghinaan yang timbul dari kemarahan yang sangat besar terhadap orang yang
meninggalkan sunnah dan meninggalkan beramal dengan hadits Nabi shallallahu
'alihi wa sallam dan mencukupkan beramal dengan Al-Qur’an saja. (Kemarahan ini
timbul akibat meninggalkan hadits karena Al-Qur’an-pen) bagaimana lagi dengan
orang yang mengutamakan akalnya (sehingga meninggalkan hadits karena
akalnya)??[4]
Apa yang dikawatirkan Nabi shallallahu 'alihi wa sallam sekarang telah terjadi.
Betapa banyak orang yang menolak hadits-hadits Nabi shallallahu 'alihi wa
sallam dengan dalih Al-Qur’an sudah cukup sebagai petunjuk dan kita tidak butuh
kepada sunnah-sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam. Lupakah mereka dengan
firman Allah
( وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ
فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ﴾ (الحشر: من الآية7)
Apa saja yang datang dari Rasul kepada kalian maka terimalah
dia, dan apa saja yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. 59:7)
Tidakkah mereka membaca firman Allah:
(وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ
إِلَّا الْبَلاغُ الْمُبِينُ﴾ (النور: من الآية54)
“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk.
Dan tiada lain kewajiban rasul hanya menyampaikan (amanat Allah) dengan terang” (QS
24:54)
Allah telah menyebutkan tentang kewajiban taat kepada Rasulullah shallallahu
'alihi wa sallam dalam Al-Qur’an sebanyak 33 kali, apakah mereka tidak
membacanya??
عن عبد الله قال
لعنَ اللهُ الواشماتِ والمُوْتَشِمَاتِ
والْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجاَتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ فبلغ
ذلك امرأة من بني
أسد يقال لها أم
يعقوب فجاءت فقالت إنه
بلغني أنك لعنت كيت
وكيت فقال ومالي لا
ألعن من لعن رسول
الله صلى الله عليه
وسلم ومن هو في
كتاب الله فقالت لقد
قرأت ما بين اللوحين
فما وجدت فيه ما
تقول قال لئن كنت
قرأتيه لقد وجدتيه أما
قرأت وما آتاكم الرسول
فخذوه وما نهاكم عنه
فانتهوا قالت بلى قال
فإنه قد نهى عنه
قالت فإني أرى أهلَك
يفعلونه قال فاذْهبِي فانْظُرِي
فذهبت فنظرتْ فلم تر
من حاجتها شيئا فقال
لو كانت كذلك ما
جامعَتْنَا
Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata, “Allah melaknat para
wanita pembuat tato, para wanita yang minta untuk di tato, para wanita yang
menghilangkan rambut yang tumbuh di wajah, para wanita yang meminta untuk
dihilangkan rambut yang tumbuh di wajahnya, para wanita yang mengkikir giginya
(sehingga timbul kerenggangan diantara gigi-giginya) untuk memperindah
gigi-giginya, yaitu para wanita[5] yang merubah ciptaan Allah”.
Perkataan Ibnu Mas’ud inipun sampai kepada seorang wanita dari bani Asad yang
dikenal dengan Ummu Ya’qub lalu iapun mendatangi Ibnu Mas’ud dan berkata
kepadanya, “Telah sampai kepadaku bahwasanya engkau melaknat demikian dan
demikian”. Ibnu Mas’ud berkata, “Kenapa aku tidak
melaknat orang yang telah dilaknat oleh Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam
dan telah disebutkan dalam Al-Qur’an (bahwa dia terlaknat)”. Wanita
itu berkata, “Aku telah membaca apa yang diantara dua sampul (yaitu tempat
diletakkannya lembaran-lembaran Al-Qur’an) namun aku tidak mendapatkan apa yang
engkau katakan[6]”. Ibnu Mas’ud berkata, “Kalau engkau telah membaca Al-Qur’an (seluruhnya) tentunya
engkau telah mendapatkan hal itu. Tidakkah engkau membaca firman Allah
(وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ
فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ﴾ (الحشر: من الآية7)
Apa saja yang datang dari Rasul kepada kalian maka terimalah
dia, dan apa saja yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS.
59:7)??”
Wanita itu berkata, “Tentu saya telah membacanya”. Ibnu Mas’ud berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam telah
melarang perbuatan-perbuatan tersebut”. Wanita tersebut berkata, “Sesungguhnya istrimu (yaitu Zainab binti Abdillah Ats-Tsaqofi)
telah melakukan hal-hal terlarang tersebut!”. Ibnu Mas’ud berkata, "pergilah engkau dan lihatlah (apa benar hal itu)!”.
Maka wanita itupun pergi dan sama sekali tidak mendapatkan apa yang dia
katakan. Maka Ibnu Mas’ud berkata, “Kalau memang istriku
sebagaimana yang engkau katakan maka ia tidak akan berkumpul denganku (yaitu
akan aku ceraikan dia)[7]!!”
عن عبد الله بن
أبي بكر بن عبد
الرحمن أنه قال لعبد
الله بن عمر إنا
نجد صلاة الحضر وصلاة
الخوف في القرآن ولا
نجد صلاة السفر في
القرآن فقال له عبد
الله بن عمر ابن
أخي إن الله جل
وعلا بعث إلينا محمدا
رسول الله صلى الله عليه
وسلم ولا نعلم شيئا
فإنما نفعل كما رأيناه
يفعل
Dari Abdullah bin Abu Bakr bin Abdurrahman ia berkata kepada Abdullah bin Umar, “Kita menemukan sholat orang mukim (yiatu sholat biasa tatkala
tidak safar) dan sholat khouf (sholat dalam keadaan perang) dalam Al-Quran
namun kita tidak menemukan solat safar dalam Al-Qur’an”. Maka Abdullah bin Umar
berkata kepadanya, “Wahai anak saudaraku sesungguhnya Allah telah mengutus
kepada kita Muhammad sebagai rasul (utusan) Allah sedangkan kita tidak
mengetahui apa-apa, kita hanya tinggal melakukan sebagaimana yang kita lihat
Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam melakukannya”[8]
Dari Abu Nadroh atau selainnya berkata, “Kami sedang duduk
bersama ‘Imron bin Husain dan kami sedang mengulang-ngulang ilmu, lalu ada
seseorang yang berkata, “Janganlah kalian berbicara kecuali dengan apa yang
terdapat dalam Al-Qur’an”. Imronpun berkata, “Sungguh engkau adalah orang yang
goblok, apakah engkau temui dalam Al-Quran (penjelasan) bahwa sholat dhuhur
dan sholat ashar empat rakaat, bacaan dalam kedua sholat tersebut tidak
dikeraskan?, sholat magrib tiga rakaat, pada dua rakaat pertama dibaca dengan
suara keras adapun rakaat yang ketiga tidak?, sholat isya empat rakaat, dua
rakaat yang pertama dibaca dengan suara yang keras adapun dua rakaat yang
terakhir tidak??”[9]
Kita tanyakan kepada para pengingkar sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam,
“Bagaimana cara kalian sholat dan haji??, bukankah dalam Al-Qur’an Allah hanya
mengatakan وَأَقِيْمُا الصَّلاَةَ “Dan dirikanlah
sholat!” dan hanya berfirman ( ﴿وَلِلَّهِ
عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ
اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً﴾ (adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan
ke Baitullah) tanpa menjelaskan tata cara sholat dan tata cara haji??. Ataukah
kalian katakan bahwa Allah memerintahkan sholat dan haji tanpa menjelaskan tata
caranya??, ataukah kalian mengatakan bahwa ibadah sholat dan haji tidak wajib
karena tidak jelas tata caranya?? Apakah masuk akal Allah memerintahkan
seseorang untuk melaksanakan suatu perkara tanpa menjelaskan tata cara
pelaksanaannya??. Apakah kalian juga mengingkari adanya adzan sholat karena
tidak terdapat dalam Al-Qur’an?? Demikian juga zakat, tidak terdapat tata cara
penunaiannya dalam Al-Qur’an apakah juga kalian ingkari??, bahkan bisa
dikatakan hampir seluruh hukum-hukum yang disebutkan dalam Al-Qur’an hanya
secara global adapun perinciannya dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu 'alihi
wa sallam, apakah lantas kalian menolak hampir seluruh syari’at Islam???? Maka
tidak diragukan lagi akan kekafiran kalian.
Umar bin Al-Khottob berkata,
إِنَّهُ سيأتي ناسٌ يُجادلونكم
بشُبُهاتِ القُرآن، فَخذوهم بالسُنَنِ فَإن
أصحابَ السنن أعلمُ بكتاب
الله
“Sesungguhnya akan datang golongan manusia yang mereka mendebat
kalian dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an yang syubhat[10] maka lawanlah
mereka dengan sunnah-sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam, karena
sesungguhnya orang-orang yang menguasai sunnah-sunnah Nabi shallallahu 'alihi
wa sallam merekalah yang paling paham dengan kandungan Al-Qur’an”[11]
Firanda Andirja
www.firanda.com
Catatan Kaki:
[1] HR At-Thirmidzi no 2800,
Abu Dawud no 4605, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani
[2] Tuhfatul Ahwadzi 7/461
[3] HR Abu Dawud, Dishohihkan oleh syaikh Al-Albani dalam silsilah shahihah
6/871. Dikatakan bahwa hukum yang terakhir ini (boleh bagi sang tamu untuk
mengambil ganti senilai hara jamuan) adalah jika tamu tersebut adalah orang
yang dalam keadaan darurat (‘Aunul Ma’bud 12/232)
[4] Sebagaimana dinukil oleh Al-Mubarokfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi 7/462
[5] Dan sifat ini (yang merubah ciptaan Allah) mencakup seluruh wanita yang
disebutkan sebelumnya (yang mentato, yang minta di tato, yang menghilangkan
rambut yang tumbuh di wajah, yang meminta untuk dihilangkan rambut yang tumbuh
di wajahnya, dan yang mengkikir giginya hingga ada kerenggangan diantara
gigi-giginya). Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam
mengatakan المُغَيِّرَاتِ
tanpa huruf wawu وَ
(Umdatul qori’ 19/225)
[6] (yaitu aku tidak mendapatkan dalam Al-Qur’an penyebutan bahwa para
wanita-wanita tersebut terlaknat)
[7] Umdatul Qori 19/226. dalam riwayat yang lain مَا
جَامَعْتُهَا “ aku tidak
akan manjimaknya (menggaulinya)”. HR Al-Bukhati no 4886, 4887, 5931, 5939,
5943, dan 5948
[8] Mawarid Adz-Dzom’an 1/56
[9] At-Tamhid, karya Ibnu Abdilbar 1/151
[10] Ayat-ayat Al-Qur’an ada yang muhkam dan ada yang syubhat. Adapun yang
muhkam yaitu ayat-ayat yang jelas maknanya sehingga tidak bisa ditarik ulur
maknanya. Adapun ayat yang sybuhat adalah ayat yang jelas maknanya bagi
orang-orang yang dalam ilmunya namun kurang jelas maknanya bagi orang-orang
yang ilmunya kurang. Sehingga oang-orang yang di dalam hatinya ada kesesatan
akan memanfaatkan ayat-ayat seperti ini untuk mendukung hawa nafsu mereka.
[11] Atsar riwayat Ad-Darimi no 119