Kota Bejat Itu Bernama Qom
Oleh : Fairuz Ahmad
Gelar Republik “Islam” yang disandang negeri Iran ternyata tak
seindah yang kita bayangkan. Bagi yang belum mengerti kerusakan agama Syi’ah,
boleh jadi berpikiran bahwa gelar itu merupakan manifestasi dari penerapan
hukum Islam di negara itu. Lantas, bagaimana halnya jika asumsi itu kita
tabrakkan dengan judul artikel di atas?
Berikut ini kami sajikan sebuah
tulisan ringkas yang akan membuka mata kita, tentang potret kebobrokan Iran,
tepat di jantung pusat keagamaan Syi’ah, kota Qom.
Kerusakan kota-kota suci Iran ternyata erat
kaitannya dengan para mollah. Sebab hanya para mollah itulah yang dapat masuk
ke pusat-pusat pendidikan yang dikhususkan untuk gadis-gadis, meski pada
dasarnya mengajar di tempat-tempat tersebut terlarang bagi laki-laki di kota
Qom. Begitu juga dengan pusa-pusat kesehatan, rumah sakit dan tempat-tempat
wisata yang dikhususkan buat wanita, banyak dijumpai para mollah berjalan-jalan
dengan bebasnya seakan mereka adalah kelompok orang yang telah dihalalkan atas
semua wanita yang masuk ke tempat-tempat tersebut.
Bahkan kerusakan di kota Qom jauh melebihi
kerusakan kota Teheran yang merupakan kota yang lebih terbuka di banding Qom.
Angka
bunuh diri di kalangan wanitanya dengan jalan minum racun sangatlah tinggi, dan
hal itu disebabkan oleh beban mental yang banyak dirasakan oleh para wanita dan
gadis-gadis yang tinggal di kota itu sebagai dampak dari situasi yang telah
memaksa mereka dan juga cara-cara yang diterapkan oleh “syurthatul akhlaqil hamidah”
yaitu polisi penegak akhlak terpuji di bawah kekuasaan para mollah.
Kondisi kejiwaan inilah yang di saat
tertentu dapat memicu tindak kejahatan dari kaum laki-laki Iran untuk melakukan
penculikan dan pemerkosaan, bahkan tak jarang berakhir dengan dibunuhnya sang
korban karena takut dilaporkan. Dan sebagian wanita dan gadis korban perkosaan
pun tak jarang yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri karena malu
dengan apa yang menimpanya.
Nyatanya, wanita di kota Qom selalu
dalam resiko penghinaan dan pelecehan seksual, khususnya yang dilakukan oleh
kalangan pelajar agama di Hauzah. Setiap kali mereka melihat wanita atau gadis
yang sedang berada dijalan, maka buru-buru mereka membuka percakapan dengannya
tentang nikah mut’ah, bahkan sedikit pun mereka tidak membuka ruang tanya jawab
meski si wanita atau gadis tersebut merasa keberatan. Hal itu dikarenakan apa
yang mereka inginkan adalah perkara yang disyari’atkan dan telah ditegaskan
oleh pemerintah, di samping mut’ah dalam keyakinan mereka adalah perbuatan
terpuji dan telah diwasiatkan oleh para Imam mereka sebagaimana tertulis dalam
kitab-kitab Imam mereka.
Karena itulah wanita-wanita di Qom harus menanggung penghinaan
dan pelecehan seksual ini dari para mollah, pemuda dan juga kaum laki-laki.
Mereka hanya mempunyai dua pilihan; tetap tunduk dengan aturan itu atau hidup
dalam situasi kepahitan jiwa.
Sebagian besar kehidupan rumah tangga di kota Qom juga mengalami
kegagalan, karena sebagian besar dari mereka hidup dengan tetap menjalani
kebiasaan dan mengikuti adat yang menguasai di kota itu. Adat kebiasaan ini
kadang bertentangan dengan tingkat pengetahuan dansosial mereka, dan adat
inilah yang sering kali mendorong kaum laki-laki untuk melakukan mut’ah sebab
mereka meneladani para mollah. Dan sebaliknya banyak para istri yang kemudian
membalas perbuatan suaminya dengan menjalin hubungan dengan laki-laki lain.
Inilah yang menyebabkan kehidupan rumah tangga mereka berakhir dengan kegagalan
lalu dilanjutkan dengan perceraian. Menurut penelitian tentang keadaan sosial
di kota Qom, ternyata angka perceraian di kota itu menduduki peringkat terbesar
kedua di negara Iran.
Seperti diketahui bahwa pengadilan
yang khusus menangani kasus-kasus perdata di Iran dilaksanakan dengan perantara
hakim-hakim yang selalu memotivasi para wanita dan gadis untuk melakukan
perceraian, dan segera setelah perceraian itu mereka dipindahkan ke
Yayasan-yayasan sosial dengan dalih menolong mereka agar cepat mendapatkan
pekerjaan, namun pada kenyataannya mereka terjebak dalam perangkap para mollah
untuk dijadikan budak dengan alasan mut’ah. Yayasan Az-Zahra’ termasuk Yayasan
paling terkenal yang menjadi tempat tinggal para janda dan tempat
bersenang-senangnya para mollah dan para pelajar agama di Hauzah yang sangat
menginginkan berbuat mesum atas nama mut’ah.
Sampai ada hal yang sangat sulit dipercaya, jika dikatakan ada
data yang tidak resmi menegaskan bahwa kota Qom telah mencatat angka tertinggi
dalam masalah aborsi dengan cara yang tidak diatur oleh undang-undang. Sehingga
sangat mustahil bila dalam sehari tidak ditemukan janin-janin yang telah
dibuang di tempat-tempat sampah atau selokan air.
Kerusakan kota Qom tidak hanya itu, sebab kerusakan-serusakan
lain juga telah mencatat angka yang sangat tinggi seperti pertikaian dan
perkelahian antar kelompok dan perorangan yang menyebabkan menumpuknya korban
luka-luka di rumah sakit Nakui di Qom setiap harinya. Salah satu jalan yang
sering terjadi perkelahian adalah jalan Bajik.
Kota Qom juga mencatat angka tertinggi
kedua penderita AIDS. Demikian juga dengan angka pecandu kokain jenis “crack”,
tercatat bahwa satu dari tiga orang di kota Qom adalah pecandu opium.
Kota Qom juga tercatat sebagai kota yang
paling banyak menggunakan minuman keras oplosan yang mengandung bahan kimia
yang dapat menyebabkan kematian atau hilangnya penglihatan, sebagaimana yang
pernah terjadi dalam peristiwa peringatan “Iedun Nairuz”.
Sedang
kondisi mata pencaharian masyarakat dan tingkat kemiskinan di kota Qom juga
sangat memprihatinkan. Angka kemiskinan dan kelaparan di kota ini sangat tidak
bisa dipercaya. Banyak masyarakat di kota ini yang sulit bahkan sekedar
melindungi diri mereka dari cuaca dingin yang ekstrim atau musim panas yang
menyengat. Makanan mereka sehari-hari adalah roti dan air, dan agak lebih baik sedikit
adalah makaroni. Sering kali orang tua mereka menyaksikan kematian anak-anaknya
di depan mata mereka karena ketidakmampuan berobat, bahkan mereka juga tidak
memiliki kartu jaminan kesehatan.
Di antara keluarga-keluarga miskin di kota
Qom juga sangat banyak yang mempekerjakan anak-anak kecil mereka di pabrik
pembuatan batu bata dari malam hingga siang hari untuk sekedar bertahan hidup.
Sedang
pemandangan seperti ini berlangsung di tengah banyaknya mollah yang hidup dalam
kondisi serba mewah yang dihasilkan dari kekuasaan mereka atas proyek-proyek
ekonomi dan kepemilikan saham pada banyak perusahaan-perusahaan besar. Mereka
dapatkan bagian itu dari apa yang dinamakan harta “humus” yaitu berhak atas 5%
dari harta yang diambil dari para pengikutnya. Harta humus ini bisa mencapai
milyaran Tuman dalam setahunnya sehingga memungkinkan para mollah memiliki
bangunan-bangunan istana di kawasan elit seperti Salarie, Amin Boulvare dan
lain-lain di samping kepemilikan mereka atas rumah-rumah mewah di kawasan Niavaran
utara Teheran.
Sumber :
Meneropong Masyarakat Iran
(Tiga Dasawarsa Pasca Revolusi)
Politik
Shah Iran sebelum revolusi berkiblat ke Barat. Iran saat itu merupakan sebuah
negara dengan praktek korupsi yang terjadi di mana-mana. Pada tahap
selanjutnya, Revolusi Islam Syi’ah
pimpinan Khomeini mengklaim datang untuk mewujudkan cita-cita Islam yang luhur:
moralitas, stabilitas, kesetaraan, kesejahteraan, keadilan, perang terhadap
narkoba dan prostitusi, dll.
Pertanyaannya, setelah
lewat 30 tahun lebih revolusi, apakah cita-cita luhur tersebut telah terwujud?
Fakta menunjukkan bahwa problem yang
membelit masyarakat Iran semakin berat.
Problem Pertama :
Penyalahgunaan Narkoba
Problem pertama adalah penyalahgunaan
narkoba. Peneliti memperkirakan bahwa di Iran terdapat 2,5 juta pecandu narkoba.
Bila rata-rata keluarga terdiri dari 5 orang anggota, maka 12,5 juta anggota
masyarakat Iran sibuk mengurus pecandu narkoba dengan segala persoalan yang
ditimbulkannya.
Laporan United Nations Office on Drugs and
Crime tahun 2005 yang memonitor statistic pengguna opium dunia menunjuk Iran
sebagai negara dengan pengguna narkoba terbesar di dunia. 2,5% penduduk yang
berusia di atas 15 tahun merupakan pecandu salah satu jenis narkoba. Menyusul
Iran dalam penyalahgunaan narkoba di atas 2% ialah Mauritius dan Kyrgyzstan.
Laporan kawat diplomatik yang dirilis
Wikileaks menyebut Iran sebagai negara terbesar pemasok obat-obatan terlarang
di dunia. Menteri luar negeri Azerbaijan pernah menyinggung bahwa operasi
pengedaran narkoba dikendalikan langsung oleh petugas keamanan Iran. Dia
menyebut bahwapengedar narkoba asal
Iran yang berhasil
dibekuk keamanan negaranya dan diekstradisi ke Iran justru dapat segera lepas
dari tuntutan hukum.
Problem Kedua :
Prostitusi/Pelacuran
Adapun prostitusi, Radio Liberty merilis
berdasarkan laporan resmi bahwa di Iran terdapat 300 ribu perempuan yang
bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK). Koran-koran lokal menegaskan
bahwa angka tersebut secara konsisten mengalami peningkatan. Rasool Nafisi,
sosiolog dan analis politik Iran di Strayer University, Washington
mengungkapkan bahwa peningkatan tersebut akibat tekanan ekonomi, tingginya
tingkat perceraian, dan eksploitasi perempuan-perempuan keluarga miskin yang
lari dari wilayah desa.
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa
sebelumnya prostitusi hanya menyebar di kalangan yang belum
menikah, namun kini berpindah ke kalangan yang telah menikah. Usia PSK pemula
juga mengalami kecenderungan turun hingga ke usia 15 tahun. Padahal, di dua
dasawarsa pertama revolusi, PSK pemula berusia rata-rata 30 tahun. Motif
prostitusi juga mengalami pergeseran, dari yang sebelumnya pemenuhan kebutuhan
primer menjadi sekadar tuntutan kebutuhan sekunder.
Penelitian mutakhir bahkan menunjukkan
fakta yang lebih jauh, yaitu mulainya profesi PSK di kalangan anak-anak usia
8-10 tahun. Sebuah laporan yang pernah menimbulkan reaksi keras dari parlemen
Iran.
Laporan Iran yang dirilis pertama pada
tahun 2000 silam mengakui adanya fenomena dan peningkatan konsisten praktek
prostitusi dan penyalahgunaan narkoba, khususnya di kalangan remaja. Sesuai
laporan tersebut, peningkatan tajam terjadi khususnya pada rentang waktu
1998-1999. Laporan tersebut disusun oleh Mohamad Ali Zam, Ketua Bidang Budaya
dan Seni di Teheran, dan punya pengaruh politik.
Problem Ketiga : Shalat
Laporan yang sama merilis tingkat
kedisiplinan melakukan shalat. Hasilnya, 75% penduduk, dan khususnya 86%
pelajar dan remaja, tidak melakukan shalat.
Problem Keempat : Kemiskinan
Selanjutnya, ada laporan yang menyebut
angka antara 10-15 juta penduduk miskin di Iran. Sosiolog dan ekonom Dr.
Muhammad Jawwad Zahidi memperingatkan dalam penelitiannya tentang apa yang dia
sebut sebagai bahaya “Tsunami Kemiskinan” yang mengancam Republik Iran. Bahaya
tersebut, menurutnya, merupakan dampak dari berbagai sebab: inflasi, korupsi,
diskriminasi ekonomi, dan lemahnya sektor swasta.
Tidak adanya jaminan sosial turut menyeret
kelompok menengah dan rendah ke tingkat kemiskinan akut. Kemiskinan ini
selanjutnya menimbulkan berbagai problem sosial lainnya, seperti penyalahgunaan
narkoba, kekerasan, dan prostitusi. Bank Dunia melaporkan pada 2010 berdasarkan
indikator pekerjaan dan penghasilan bahwa Iran menduduki ranking 137 dari 187
negara di dunia.
Problem Kelima : Kriminalitas
Problem lain yang membelit Iran adalah
penduduk kawasan kumuh yang diperkirakan mencapai 5 juta jiwa. Laporan lain
menyebut angka hingga 20 juta jiwa. Kondisi ini laten menimbulkan perilaku
kriminalitas. Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap penduduk di daerah
pedesaan pinggiran Teheran menyimpulkan bahwa 59% mereka adalah kriminalis.
Problem
Keenam : Pendidikan
Pada medio
tahun 2010 Iran tersadar akan krisis serius yang menimpa sektor pendidikan.
Kesadaran tersebut lahir pasca evaluasi pemimpin-pemimpin Iran terhadap
pemerintah revolusi yang silih berganti namun gagal mentransformasikan
nilai-nilai revolusi Islam Syi’ah.
Menindaklanjuti hal tersebut, Pemerintah Iran mendeklarasikan piagam nasional
pendidikan dalam rangka islamisasi Syi’ahisasi pendidikan. Perumusan piagam tersebut memakan waktu hingga lima
tahun dan telah diumumkan sendiri oleh presiden yang lalu, Ahmadinejad.
Jelas
bahwa kriteria masyarakat yang bersih, disiplin, menjaga nilai-nilai moral,
keadilan, persamaan, pemerataan pendapatan, dan yang sejenisnya merupakan
karakter pokok masyarakat yang menerapkan nilai-nilai ajaran Islam. Setidaknya,
kriteria tersebut semakin lama semakin jelas dan tampak setelah sebelumnya jauh
dari nilai-nilai Islam. Sehingga kebersihan, kedisiplinan, moralitas, keadilan,
kehidupan layak, dll semakin merata dan dirasakan.
Demikian
itulah seharusnya. Namun, hal tersebut sama sekali tidak terjadi di Republik
Islam Iran. Kenapa? Penulis mengajak untuk melihat ke dalam ajaran Syiah dengan
komposisinya yang spesifik. Menurut hemat penulis, ada dua faktor yang dominan:
(1) kelas mullah, dan (2) konsep wilayah versi Syiah.
Bagian
berikut akan mengurai peran kedua faktor tersebut dalam menciptakan
kebangkrutan dan amoralitas.
Pertama,
Kelas Mullah
Salah satu
perbedaan fundamental antara Islam dengan agama-agama sebelumnya, khususnya
Nasrani, adalah dihapuskannya kelas pendeta.
Nasrani,
misalnya, memosisikan gereja sebagai pengatur urusan agama. Kelas pendeta
mengelola gereja dan menjadi mata rantai penghubung antara penganut Nasrani
dengan Allah. Kelas pendeta ini dahulu memberikan pengampunan, memonopoli
pemahaman agama, mengancam neraka kepada pihak-pihak yang menyelisihi gereja,
serta bisa mengkavling Syurga bagi yang mampu menyerahkan bayaran kepada
gereja.
Kelas
pendeta inilah yang dalam masyarakat Eropa merupakan faktor penting mewabahnya
kerusakan moral. Inilah yang menjadi latar belakang bangkitnya revolusi Martin
Luther di Jerman. Revolusi yang melahirkan Protestanisme di awal abad ke-16 M.
Latar belakang sama yang membangkitkan Revolusi Prancis di akhir abad ke-18
(1789 M), yang berhasil mengakhiri koalisi antara feodalisme tuan tanah dengan
gereja dan melahirkan era modern.
Islam
menghapuskan konsep kependetaan dan menetapkan bahwa hubungan antara hamba
dengan Rabbnya tidak memerlukan perantara. Lantaran itu, Al-Qur’an mengecam
kaum Musyrik yang menjadikan patung berhala sebagai perantara kepada Allah.
أَلا
لِلَّهِ الدِّينُ الْـخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا
نَعْبُدُهُمْ إلَّا لِيُقَرِّبُونَا إلَى اللَّهِ زُلْفَى
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama
yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain
Allah (berkata): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya.” (QS. al-Zumar/39: 3)
Al-Qur’an mengajarkan kepada setiap Muslim
untuk hanya berdoa kepada Allah, tidak kepada selain-Nya dan tanpa perantara.
وَقَالَ
رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ
عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan
hina dina.” (QS. Ghafir: 60)
Patut dicatat bahwa Syiah mewajibkan kepada
setiap pengikutnya untuk terikat kepada seorang marja’ Syiah kontemporer.
Selanjutnya, dia harus komitmen taat kepadanya, menyetor khumus(1/5
harta), taklid kepada ajaran ibadahnya, menjadikannya sumber fatwa, serta loyal
kepadanya.
Dengan
begitu, secara relatif para mullah dalam Syiah mirip dengan pendeta dalam gereja
Nasrani. Dan mullah menjadi faktor yang juga berperan dalam mewabahnya
kerusakan moral dalam masyarakat Iran. Terlebih karena kelompok mullah termasuk
kelas borjuis lewat fasilitas khumus yang mereka nikmati.
Pemerintah
Iran sendiri berusaha menutup-nutupi kejahatan para mullah tersebut. Pemerintah
menutup segala informasi terkait kejahatan mullah. Politik ini diambil rezim
Iran sejak periode awal pemerintahan revolusi saat terkuaknya skandal Sadegh
Khalkhali, seorang tokoh kunci revolusi Iran tahun 1979.
Eksistensi
pemuka agama dalam puncak rantai keagamaan penganut Syiah berakibat langsung
terhadap dua hal: pribadi penganut Syiah itu sendiri, yang pasif serta terikat
kepada mullahnya; dan masyarakat, yang bukti-bukti kerusakannya tampak dalam
masyarakat Syiah klasik maupun kontemporer. Hasil investigasi, studi, serta
laporan media memuat banyak sekali contoh tindakan amoral kelas mullah Syiah.
Kedua,
Konsep Wilayah
Islam
dibangun di atas dua fondasi: wahyu dan akal. Keselarasan antara keduanya akan
membawa umat kepada kemajuan dan inovasi. Sebaliknya, kerapuhan terhadap salah
satunya akan menjatuhkan dan melemahkan posisi umat Islam.
Kita
berkeyakinan bahwa wahyu telah terputus dengan wafatnya Rasulullahshallallahu
alaihi wasallam. Sehingga yang tersisa bagi kita adalah optimalisasi peran akal
dalam proses ijtihad dan menerapkan ajaran syariat.
Sebaliknya, doktrin Syiah menetapkan bahwa
wahyu belum terputus sehingga terdapat 12 imam pasca Rasulullah yang menerima wahyu
lewat ilham. Perkataan para imam itu setingkat dengan wahyu dan melengkapi
syariat yang dibawa Nabi Muhammadshallallahu alaihi wasallam.
Tidak cukup sampai di situ, Syiah menunggu
Mahdi al-Muntazhar yang diklaim hidup abadi dan menampakkan diri pada segelintir
manusia. Dia mengajar manusia-manusia tertentu dan meluruskan
pendapat-pendapatnya.
Doktrin-doktrin semacam ini mengkultuskan
pendapat-pendapat manusia biasa dan membuka pintu bagi suburnya khurafat,
takhayul, dan angan-angan.
Dalam ajaran Syiah, konsep wilayah
merupakan bagian dari “irfan.” Al-Jabiri mencatat dalamal-Aql al-Arabiybahwa
konsep “irfan” Syiah terpengaruh dengan peninggalan hermetisisme. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Henry
Corbin dalam bukunyaHistoire de la philosophie Islamique.
Corbin
menulis tentang Syiah sebagai“kelompok pertama yang mengalami hermetisisme
dalam Islam.” Padahal, secara umum diketahui bahwa “irfan” mengklaim ilmu
berasal darikasyf/penampakan, bukan dari hasil penalaran akal. Konsep yang
membuka pintu bagi berkembangnya dongeng dan kepercayaan semu serta mematikan
akal kritis.
Konsep
wilayah pada gilirannya melahirkan dua konsekuensi serius dalam ajaran Syiah.
Di bidang naql/wahyu, penambahan perkataan manusia yang nisbi (imam dua belas)
sejajar dengan wahyu yang suci. Sedangkan di bidang nalar, berkembangnya
paham-paham irrasional akibat “irfan hermetisisme.”
Jelaslah
bahwa struktur sosial masyarakat Iran sangat rapuh. Revolusi “Islam” Syi’ah gagal memberantas prostitusi,
penyalahgunaan narkoba, korupsi, kriminalitas,broken home yang diwariskan dari
pemerintahan Shah silam. Data-data yang ada bahkan menunjukkan kecenderungan
peningkatan yang berbanding lurus dengan mewabahnya problem sosial.
Kajian ini
menelusuri problem tersebut dalam perspektif ajaran Syiah dan menemukan saham
penting kelas mullah dan konsep wilayah versi Syiah di dalamnya.
Sumber : Moslem Channel‘s status.
https://salafytaubat.wordpress.com/2013/10/02/meneropong-masyarakat-iran/