Oleh DR. Abdul Chair Ramadhan
Dalam acara yang digelar oleh Majelis Taqarrub
Ilallah (MTI) / Temu Pembaca Suara Islam (TPSI) di Masjid Abu Bakar As-Shiddiq
Cawang, Jakarta Timur, Sabtu 28 Februari 2015 saya sangat mengapresiasi acara
ini, semoga terus diberdayakan dan dikembangkan oleh seluruh elemen organisasi
Islam. Sebagai pembicara utama dalam kajian tersebut, selain itu hadir pula KH.
Lutfie Hakim (Ketua Umum FBR) dan KH Ahmad Sobri Lubis (Waketum FPI), saya
nyatakan – dengan sejumlah informasi dan data – bahwa Syiah Iran benar-benar
ancaman nyata terhadap NKRI, selain tentunya terhadap aqidah Islam. Syiah Iran
adalah Rafidhah, semua Syiah di Inonesia tunduk dan patuh kepada Iran.
Dalam acara kajian tersebut, saya menilai masih
banyak diantara kita yang tidak mengerti apa dan bagaimana sebenarnya ideologi
Syiah. Imamah memang merupakan sebagai pokok ajaran elementer bagi Syiah,
terutama Syiah Imamiyyah. Syiah Imamiyyah yang paling mendominasi saat ini
adalah Itsna Asyariyah yang berpusat di Iran. Pasca Revolusi Iran tahun 1979,
Syiah telah mengalami suatu evolusi dan transformasi ideologi Imamah, yakni
dengan hadirnya kelembagaan Wilayat al-Faqih yang notabene produk pemikiran
kaum Syiah Ushuli. Syiah Ushuli inilah yang sangat progresif revolusioner, menganggap
semua pemerintahandi dunia ini tidak sah kecuali atas keberlakuan Imamah.
Secara jelas dan nyata hal ini dapat dilihat pada Konstitusi Iran tepatnya,
Pasal 2 jo Pasal 5 jo Pasal 12 jo Pasal 56 jo Pasal 57. Melalui kelembagaan
Wilayat al-Faqih dengan Waly al-Faqih (Iran: Rahbar) semua orang di dunia ini
harus tunduk dan patuh pada Rahbar, karena posisi Rahbar adalah sebagai Wakil
Imam Kedua Belas (Imam Mahdi as) selama masa ghaib. Semua orang wajib
mengangkat baiat kepada Imam Mahdi as yang dalam praktiknya diberikan kepada
Rahbar, karena ia sebagai penguasa sementara selama masa ghaibnya sang Imam .
Syiah Iran menginginkan keberadaan Rahbar selalu
abadi, boleh berganti orangnya namun tidak dapat dihapuskan jabatan Rahbar
dalam kelembagaan Wilayat al-Faqih, untuk kepentingan ini, maka Iran melarang
adanya penghapusan Imamah dan Wilayat al-Faqih dalam konsitusinya (Lihat: Pasal
12 jo Pasal 57). Maksud dan tujuan pelarangan itu tidak lain adalah dimaksudkan
untuk melanggengkan jaran Syiah dengan menginduk kepada Iran untuk mewujudkan
kembali kekuasaan Persia yang telah dihancurkan oleh Khalifah Syaidina Umar bin
Khathab ra. Syiah Iran sengaja mengkultuskan Syaidina Husein bin Ali bin Abi
Thalib ra, mengingat beliau ra menikah dengan Syahbanu putri Kaisar terakhir
Persia yakni Yazirgid.Syiah Iran mengklaim dari keturunan Syaidina Husein ra
akan muncul Imam Mahdi as. Padahal Imam Mahdi kelak nanti akan dilahirkan
melalui keturunan Syaidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. Menurut riwayat
hadits Nabi Muhammad SAW disebutkan bahwa Imam Mahdi, namanya seperti namaku
dan nama bapaknya seperti dengan nama bapakku, beliau adalah Muhammad bin
Abdullah dan kemunculannya dari Madinah. Sedangkan Syiah mengklaim munculnya
dari Isfahsan (daerah Iran) yang akan membangkitkan Syaidina Abu Bakar
As-Shiddiq ra dan Syaidina Umar bin Khathab ra lalu kemudian menghukumnya dalam
rangka pembalasan dendam, karena Syiah Iran menuduh kedua sahabat mulia Nabi
Muhammad SAW telah merebut hak imamah Syaidina Ali bin Abi Thalib ra.
Sesungguhnya yang dinantikan oleh Syiah Iran
adalah Al-Masikhul Dajjal Al-Muntazar Laknatullah, bukan Imam Mahdi. Kondisi
yang demikian, hampir serupa dengan keyakinan kaum Yahudi yang mengetahui akan
hadirnya Nabi terakhir dari keturunan Nabi Ibrahim as, mereka menginginkan dari
ras mereka melalui Nabi Ishak as, namun ternyata Nabi terakhir dari keturunan
Nabi Ismail as. Nabi Ishak as melahirkan para Nabi , tidak demikian halnya
dengan Nabi Ismail as. Ketika Nabi Muhammad SAW menjadi Nabi terakhir, mereka ingkar
dan berbuat makar hingga saat ini dan berlanjut kelak sampai hadirnya Perang di
Akhir Zaman (Al-Mahamah Al-Khubro/Armageddon). Hal yang sama terjadi pada Syiah
Iran, mereka menduga Imam Mahdi dari keturunan Syaidina Husein ra, namun
ternyata nanti dari keturunan Syaidina Hasan ra. Inilah siasat Yahudi untuk
mengeksodus umat Islam menjadi Syiah dan otomatis menjadi pengikut Dajjal
laknatullah dimasa yang akan datang.
Salah seorang pendeta Syiah Indonesia, Husein Ali
Al-Habsyi turut hadir pada acara Asyuro di Balai Samudra, Jakrta Utara. Dia
merupakan tokoh utama pada kasus peledakan di gereja Katholik Sasana Budaya dan
gedung Seminari Alkitab Asia Tenggara (24 Desember 1984), Malang, Jawa Timur.
Juga, kasus peledakan Candi Borobudur (21 Januari 1985), Magelang, Jawa Tengah.
Serta, rencana peledakan gagal di Bali (Maret 1985).
Dalam acara Majelis Taqarrub Ilallah juga saya buktikan bahwa Syiah Iran
merekrut berbagai preman-preman untuk menjadi tameng menghadang acara-acara
sosialisasi tentang kesesatan Syiah, seperti yang terjadi di Karawang (2014),
Bintaro (2014), Sentul (2015) hingga kasus Az-Zikra. Fakta telah berbicara,
bahwa Syiah menggunakan tangan-tangan para preman, ditambah lagi dengan
maraknya para imigran Syiah di berbagai wilayah seperti kawasan Bogor (Puncak)
dan Kalimantan. Selain itu sejumlah pasukan siap mati mereka organisasikan,
seperti pasukan Badar pimpinan Mayor (Laut) Isa Al-Mahdi Al-Habsyi, Pasukan
Garda Kemerdekaan yang didirikan oleh Prof. Dawam Rahardjo, dan sejumlah
pasukan lainnya yang tersebar di berbagai daerah. Wacana pembunuhan terhadap
para ulama Ahlussunnah dan tokoh-tokoh pegiat anti Syiah bukan “omong kosong”,
terbukti pada tahun 2013 Syiah telah mengirim 16 orang untuk berlatih militer
di Lebanon dengan kekhususan sebagai penembak jitu.
Saya siap untuk bermubahalah dengan siapa saja
yang menolak pernyataan ini: bahwa Organisasi Syiah yang ada di Indonesia
seperti IJABI ataupun ABI semuanya menginduk kepada Rahbar Iran.
Penamaan Republik Islam Iran harus kita tolak,
jangan menyebut Revolusi Islam Iran dan jangan pula mengatakan Republik Islam
Iran, cukup katakana Revolusi Iran dan Republik Iran. Wahai para pendukung dan
simpatisan Syiah sadarlah akan sinyal ancaman Syiah Iran ini. Tidak benar jika
dikatakan “tidak Sunni tidak Syiah tapi Jumhur Islamiyah”, itu adalah bahasa
kamuflase Syiah dalam ranah taqiyyah. Kelak nanti ketika mereka (baca: Syiah)
kuat taqiyyah akan berubah menjadi tabiah, yakni mobilisasi untuk melakukan
perlawanan yang lebih dahsyat terhadap Islam dan NKRI.
Takutlah akan catatan sejarah yang akan menuliskan
nama-nama pendukung dan simpatisan Syiah di Republik Indonesia yang akan
menjadi bahan bacaan generasi selanjutnya. Terlebih lagi tanggung jawab kepada
Allah SWT dan bagaimana kita ketika berhadapan dengan sang idola Nabi Muhammad
SAW yang telah mewasiatkan kepada umat yang memiliki ilmu tentang kewajiban
untuk membela sahabat-sahabat beliau SAW dari caci-maki Syiah Rafidhah, jika
tidak maka laknat Allah, laknat seluruh malaikat dan seluruh manusia kepadanya
(Lihat: Qanun Asasi Nahdlatul Ulama).
Syukur Alhamdulillah, penjelasan dari KH. Ahmad
Sobri Lubis yang mewakili FPI sangat memuaskan. Beliau berkali-kali menegaskan
bahwa FPI tidak akan membiarkan Syiah melaknat para sahabat Nabi SAW, Syiah
Rafidah harus ditindak oleh aparat penegak hukum. Sebelumnya, saya mendengar
ceramah Habib Rizieq Syihab dalam acara Maulid di Jl. Wedana Jakarta Timur,
beberapa hari yang lalu, dikatakan bahwa Syiah tidak ada yang baik, Syiah sama
dengan “Kecoa” suka dengan kotoran. Selanjutnya, Habib Rizieq Syihab mengatakan
jika mereka menyerang, umat kita harus siap!. Suatu pernyataan yang sangat
mendukung bagi umat Islam dalam rangka melawan radikalisme Syiah.
Begitupun pernyataan KH. Luthfie Hakim yang
menegaskan, bahwa dirinya bukan Syiah, adalah suatu pernyataan klarifikasi yang
tepat. Selama ini media Syiah selalu menggunakan nama besar FBR untuk
kepentingan Syiahisasi. Dengan pernyataan ini, maka FBR bukan alat Syiah dan
FBR sangat mendukung gerakan perlawanan terhadap aksi-aksi brutal/premanisme
darimanapun datangnya, FBR akan tampil di depan, bukan di belakang.
Kita berharap kedua kekuatan ini (FPI dan FBR)
senantiasa aktif menjaga aqidah Ahlussunnah wal Jamaah dari segala aksi
penyimpangan dan penodaan agama, amin ya Robbal alamin.
Kepada KH. Muhammad Al-Khaththat (Sekjen FUI) saya
mengucapkan terima kasih yang sangat besar, jazakumullah khoiron katsier,
semoga Suara Islam sebagai penyelenggara tetap Jaya, amin ya Robbal alamin
Jakarta, 28 Februari 2015
*Sumber: arrahmah.com