Ada istilah
yang cukup terkenal dalam dunia komunikasi: “Siapa yang menguasai informasi,
dialah yang menguasai dunia.” Ungkapan ini dapat dibenarkan, karena secara
objektif bidang apa pun di dunia ini hampir tidak ada yang mampu melepaskan
dirinya dari informasi. Jika
itu diterapkan dalam diskurus Islam, sebenarnya Islam itu adalah informasi.
Wahyu adalah informasi, yaitu informasi tentang Allah, alam, manusia, dunia,
akhirat, dan seterusnya.
Al-Qur’an juga mengandung banyak informasi.
Ada informasi tentang mikrokosmos; ada pula informasi tentang dunia
makrokosmos. Di dalamnya juga terkandung informasi sains, sejarah, kedokteran,
hukum, ekonomi, politik, dan sebagainya. Salah satu cara untuk memperoleh
informasi adalah dengan komunikasi. Tidak berlebihan kalau kita katakan bahwa
Al-Qur’an sebenarnya sudah empat belas abad silam berbicara tentang informasi
dan komunikasi sekaligus. Mari kita simak kandungan dan pemahaman ayat berikut.
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang
kepadamu orang fasik membawa berita, maka cek dan riceklah berita itu, agar
kamu tidak menimpakan suatu malapetaka kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya, sehingga kamu menyesal atas perbuatan itu.” (Al-Hujuraat: 6).
Pada ayat di atas, Allah memperingatkan
kaum beriman agar bersikap waspada dan kritis pada dua unsur: (1) berita, dan
(2) sumber berita. Jika direnungkan, ayat di atas akan sangat berarti dalam
menjaga ketenteraman dan ketahanan secara individual maupun nasional. Sebab
jika diamati, memang kedua unsur inilah yang banyak berperan dalam menimbulkan
gejolak atau ekses yang kurang baik dalam kehidupan. Banyak orang terjerumus ke
dalam “kesesatan” karena tidak kritis dalam menerima informasi, atau menelan
“bulat-bulat” apa yang diterimanya dari suatu sumber. Apalagi, bila kita
perhatian, yang memegang “kantong-kantong” informasi di dunia ini adalah
tangan-tangan non-Islam. Mereka tidak sekadar orang fasik, seperti yang
disebutkan Al-Qur’an, bahkan orang yang tidak percaya kepada Tuhan. Jadi, dari unsur ini (baca: sumber) saja menuntut
kita harus ekstra ketat dalam menerima informasi.
Ketika umat Islam–yang menjadi konsumen
terbesar informasi–tidak bersikap waspada dan kritis, maka apa yang
dikhawatirkan oleh ayat tersebut sudah tentu dengan mudah menjadi kenyataan.
Akibat yang dikhawatirkan itu adalah ikut sertanya dalam menyesatkan orang
lain. Dalam dunia kontemporer, kondisi yang perlu diwaspadai itu ialah turut
sertanya dalam membentuk opini publik yang tidak benar.
Memang yang diminta dari kita bukanlah
menutup diri sama sekali (eksklusif) dari berbagai sumber informasi, karena
sikap ini kurang menguntungkan dalam persaingan hidup, khususnya pada era
globalisasi ini. Bahkan, suatu hal yang sulit sekarang ini adalah menghindar
dari arus informasi. Akan tetapi, yang sangat dituntut ialah meningkatkan daya
filter, kewaspadaan, dan kemampuan membedakan antara informasi yang layak
diterima dengan informasi yang harus ditolak, karena tidak relevan dan tidak
objektif dalam penyajian dan analisanya.
Orang yang “kebal” terhadap arus akan
cenderung lebih aman dari berbagai ancaman, kendatipun ia hidup di tengah arus
informasi yang serba membingungkan. Di sinilah, barangkali, rahasia pemilihan
kata “tabayyun” yang digunakan Al-Qur’an, bukan “radd” yang berarti menolak
mentah-mentah, sebab informasi yang dibawa oleh suatu sumber, walaupun
orientasinya tidak jelas, tidak seluruhnya merugikan dan bersifat negatif. Tabayyun lebih mengarahkan pada sikap kritis dengan melakukan check
and recheck. Artinya, menumbuhkan potensi untuk dapat memilah-milah
informasi.
Secara
validitas, informasi dapat dibagi tiga.
Di sini
diperlukan kekritisan pembaca atau pemirsa. Informasi tentang suatu kejadian un
sich–katakan saja umpamanya–serangan balasan yang dilakukan oleh
pejuang HAMAS di Palestina terhadap pasukan Israel dalam rangka mempertahankan
diri–adalah dibenarkan. Akan tetapi, biasanya pers Barat selalu menuduh bahwa
kelompok HAMAS itu teroris, sementara Israel itu bangsa yang perlu dilingungi.
Padahal, kenyataan yang terjadi itu sebaliknya, Zionis Israel adalah bangsa
penjajah, sementara HAMAS adalah kelompok perlawanan yang berusaha
mempertahankan dan memperjuangkan haknya, yang selama ini dirampas oleh Israel.
Nah, bila
pembaca atau pemirsa kurang arif betul dengan trik-trik jurnalistik Yahudi dan
kurang selektif, akan dengan mudah terpengaruh dan akhirnya terjebak dalam
pembentukan opini publik yang tidak benar, bahkan menyesatkan. Inilah yang
diperingatkan Al-Qur’an tadi.
Ketika media
massa Barat berbicara tentang sejumlah konsep ajaran Islam, seperti hijab,
kedudukan wanita, emansipasi, penerapan syariat Islam, jihad, toleransi
beragama, kebebasan berpikir, dan yang sejenisnya, maka berbagai kerancuan akan
segera muncul. Mungkin dalam bentuk pemutarbalikkan fakta, menutup-nutupi
kebenaran, “perkosaan” terhadap teks, memberikan interpretasi semaunya,
memahami teks agama secara keliru, dan sebagainya. Di sini barangkali perlu
diperhatikan ayat-ayat berikut.
“Dan
tidaklah senang kepadamu orang-orang Yahudi dan Nasrani, hingga kamu mengikuti
agama mereka ….” (Al-Baqarah: 120).
“Pasti
akan kamu jumpai orang-orang yang paling keras permusuhannya kepada orang-orang
beriman adalah Yahudi dan orang-orang musyrik ….” (Al-Maaidah: 82).
“….
Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu, hingga mereka sanggup memurtadkan
kamu dari agamamu, jika mereka sanggup ….” (Al-Baqarah: 217).
Oleh karena
itu, dianjurkan bagi setiap muslim yang belum kuat imannya untuk tidak
mengonsumsi berita atau analisis yang menjurus ke arah itu.
Trik-Trik Pers Barat
Contoh
pemutarbalikkan fakta yang cukup terang ialah seperti telah disebutkan di atas,
yaitu tentang Palestina. Media Barat benar-benar tidak seimbang (memihak) dalam
menyajikan berita–apalagi analisis–tentang perjuangan bangsa Palestina. Bangsa
Palestina yang memperjuangkan hak-haknya yang legal dan sangat asasi dari
rampasan bangsa Israel digambarkan oleh pers Barat sebagai “pemberontak”.
Perjuangan HAMAS yang didukung oleh mayoritas rakyat Palestina dianggap sebagai
tindakan “terorisme”.
Sementara, pemerintah Israel yang
sesungguhnya perampok digambarkan sebagai pemerintah yang legal dan benar.
Kejahatan tentara-tentara Israel yang “menyembelih” rakyat Palestina hampir
setiap hari tidak disebut sebagai tindakan terorisme. Serangan-serangan militer
Israel ke Lebanon Selatan yang setiap hari memakan korban–tewas dan
luka-luka–tidak dianggap sebagai tindakan terorisme.
Menutup-nutupi kejahatan sebagai trik biasa
dilakukan pers Barat bila berkaitan dengan kepentingan bangsa Yahudi. Sebagai
contoh adalah kasus pembantaian terhadap kaum muslimin Bosnia pada tahun 1991.
Enam bulan lamanya pers Barat “bungkam”, tidak memberitakan sedikit pun sejak
awal terjadinya malapetaka kaum muslimin di Bosnia. Hingga dunia Islam mulai
“ribut”, barulah pers Barat memuat berita-berita Bosnia. Pertanyaannya, apakah
peristiwa Bosnia tidak mereka ketahui sejak awal atau sekitar enam bulan
sebelumnya? Suatu hal yang tidak masuk akal, melihat kecanggihan sarana
informasi pada zaman modern ini.
Salah satu trik jurnalistik Barat adalah membesar-besarkan
orang-orang yang “berani” mengkritik Islam, apalagi bila pengkritik itu dari
kaum muslim sendiri. Pers Barat menyanjung habis-habisan Salman Rushdi dan
menggambarkannya seolah-olah sebagai “pahlawan” karena berani mengkritik Islam,
melecehkan ayat-ayat Allah, dan menghina Nabi saw. dalam bukunya, The
Satanic Verses. Foto Salman dimuat di hampir setiap media massa dan
diagung-agungkan sebagai orang ilmiah karena berani mendobrak kemapanan dan
mampu berpikir bebas. Tak tanggung-tanggung, Presiden
Bill Clinton mengundang Salman ke Gedung Putih dan disambut secara meriah.
Dominasi
Zionisme Yahudi dalan dunia media massa begitu hebat kita rasakan, khususnya
pers. Seolah-olah kehidupan kita sekarang bagai dikepung oleh kekuatan Zionis
internasional. Kita mengetahui sesuatu itu “salah”, tetapi kita kesulitan
mendapatkan sarana untuk menyalurkan pendapat agar suara kita didengar atau
dibaca oleh orang banyak, sebab mereka telah menguasai link media massa yang utama, yaitu
mencakup:
Bagaimana Yahudi Berhasil Menguasai Media
Massa?
Dahulu Yahudi pernah menjadi bahan pelecehn
orang, termasuk di Eropa dan Amerika. Dalam karya-karya sastranya, pujangga dan
penyair-penyair besar sering merangsang kebencian orang pada insan Yahudi. Tak
kurang Shakespeare, penyair terkenal Inggris, mengikuti tren ini. Dalam salah
satu novelnya yang berjudul “Pedagang Senjata”, Shakespeare menampilkan
Sheluck, sang pedagang, sebagai sosok Yahudi yang bersifat kerdil, licik,
kotor, dan pendengki. Begitulah kesan orang Barat dahulu terhadap orang Yahudi.
Akan tetapi, belakangan ini, kesan itu
secara drastis berubah seratus delapan puluh derajat. Yahudi berhasil mem-brain washing ‘mencuci otak’ opini publik dunia,
khususnya Amerika dan Eropa, dan mengubah kesan dunia dari sosok manusia yang
bengis, keji, menakutkan, kikir, bejat, haus darah, pengkhianat, pengecut,
egois, dan sebagainya menjadi sosok manusia yang pintar, cerdas, trampil,
intelek, dan sebagainya.
William Ghai Kar dalam bukunya, Ahjar
‘ala Ruq’at asy-Syatrani (edisi
bahasa Arab), menyebutkan bahwa seorang profesor pengajar ilmu teologi dan
hukum internasional di Universitas Ingoldstadt, Jerman, bernama Adam Weishaupt,
pemeluk Yahudi, pada tahun 1776 mendirikan sebuah organisasi rahasia Yahudi
dengan nama “Perkumpulan Orang-Orang Nuraniy”. Nama ini berasal dari
simbol-simbol Freemasonry yang anggotanya terdiri atas dua ribu orang Yahudi.
Adam meletakkan anggaran dasarnya untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu
menguasai dunia. Dalam pasal empat dari anggaran dasar itu disebutkan, “Bagi
anggota Nuraniy harus berusaha untuk mendominasi pers berita seluruh saluran
media massa dan menguasai berita.”
Pada tahun 1869, Rashoron, seorang rabi
Yahudi, berpidato di Praha, menggambarkan perhatian Yahudi yang cukup besar
terhadap media massa. Katanya, “Jika emas merupakan kekuatan kita yang pertama,
maka pers harus merupakan kekuatan kita yang kedua.” (Fou’ad ibn Sayyid Abdur
Rahman ar-Rifa’i, An-Nufuz al-Yahudy fi al-Ajhizat
al-I’lamiyah wa al-Mu’assasat as-Dawliyyah [Mesir: Dar al-Yaqin al-Manshurah,
1992], hlm. 2).
Tahun 1897 telah diselenggarakan “Kongres
Zionisme Internasional I” yang diprakarsai oleh Theodore Hertzl di kota Paal,
Swiss. Pertemuan itu telah melahirkan “Protocole of Zion”. Dalam protokol nomor
12 disebutkan sebagai berikut.
Sebenarnya jauh sebelum Kongres
Zionisme 1897 itu, pers Barat sudah dikuasai oleh Yahudi. Itu dapat dibaca dari
surat kabar Inggris The Graphic No. 22, Juli 1879, yang menulis, “Pers
benua Eropa berada di bawah cengkeraman Yahudi.” Hanya saja, waktu itu dominasi
itu kurang efektif untuk dapat mengubah sosok insan Yahudi. Bahkan, kendatipun
mereka bekerja keras untuk mengubah asumsi bangsa-bangsa Eropa dan Amerika
tentang Yahudi, namun belum berhasil hingga dekade keempat dari abad ke-20 ini.
Akan tetapi, kesan itu serta merta berubah
total setelah terjadinya pembantaian atas orang-orang Yahudi oleh Hitler dengan
gerakan Nazime-nya. Peristiwa ini benar-benar dimanfaatkan media massa Barat
yang dikuasai kaum Zionis untuk menarik rasa simpati dan rasa kasihan
orang-orang Eropa terhadap bangsa Yahudi. Zionis berhasil membesar-besarkan isu
itu melalui pers, film, dan cerita-cerita novel tentang “cerita” pembantaian
massal, pembakaran bangsa Yahudi di dalam oven gas oleh Nazi Hitler (holocaust). Ada foto
menggambarkan satu orang Yahudi yang tanggannya sedang diborgol di dinding
tembok dikerumuni oleh puluhan tentara yang akan menembakinya. Ada pula foto
tentang puluhan Yahudi yang diawasi oleh seorang pasukan Nazi. Dari wajah
mereka terlihat rasa sendu dan minta dikasihani. Kisah pembantaian itu sendiri
masih diliputi berbagai tanda tanya, yang banyak meragukan kebenaran peristiwa
itu. Dan kalaupun terjadi, jumlah dan suasananya jelas dibesar-besarkan oleh
bangsa Yahudi untuk tujuan-tujuan politik mereka.
Kendatipun kasus holocaust di satu sisi membawa korban di pihak
Yahudi, kalaupun itu benar, tetapi di sisi lain menguntungkan mereka. Hasil
yang mereka petik di balik itu ialah berubahnya opini publik dunia dari sikap
membenci menjadi kasihan dan menaruh simpati, bahkan sampai menerima konsep
Yahudi untuk “kembali ke Palestina”.
Dalam waktu yang sama, propaganda Yahudi
juga gencar terhadap bangsa Arab dengan dua arah: pertama, mengaburkan sejarah
Arab-Islam dengan mengingatkan orang-orang Nasrani-Eropa dan Amerika akan
ancaman Islam terhadap Kristen. Mereka memperingatkan akan
kemenangan-kemenangan bangsa Arab-Islam di negeri Syam, Mesir, Afrika pada
periode pertama. Begitu
juga kemenangan Islam di Eropa dan Costantinopel pada abad pertengahan. Mereka
juga menggencarkan propaganda kekalahan pasukan salib pada Perang Salib di
Hittin, yang kemudian terusir dari pos mereka terakhir, yaitu Palestina.
Kedua, propaganda bangsa Yahudi terhadap
bangsa Arab sebagai bangsa terbelakang yang dikendalikan oleh hawa nafsu sex
yang menggebu-gebu, minuman alkohol, berjudi, primitif, kasar, dan bodoh.
Sasaran Zionis di sini adalah meyakinkan kepada dunia–yang mayoritas Nasrani
itu–bahwa bangsa Arab adalah musuh legendaris bagi peradaban Eropa-Kristen.
Sehingga, mereka telah mudah menggiring opini publik dunia agar berada di
barisan mereka dalam setiap pertarungan melawan bangsa Arab-Islam.
Dengan begitu, Yahudi sukses mencuci otak
opini publik dunia. Itu
semua karena keberhasilan Zionisme dalam menguasai saluran media massa dunia.
Kantor Berita (News Agency)
Salah satu cara Yahudi untuk menguasai
dunia komunikasi adalah dengan mengepung sumber pertama keluarnya berita, yaitu
kantor berita. Fungsi kantor berita bagi sebuah surat kabar ibarat peluru
dengan sarangnya. Hal ini mengingatkan kita pada salah satu kandungan Protokol
Zionisme nomor 12 yang menyebutkan, “Sepotong berita pun tidak boleh sampai ke
masyarakat sebelum mendapat persetujuan dari kita. Karena itu, kantor-kantor
berita yang merupakan sumber seluruh berita dari seluruh pelosok dunia harus
kita kuasai. Pada saat itu barulah kita menjamin bahwa tidak ada berita yang
tersebar kecuali yang kita pilih dan kita setujui.”
Jika kita perhatikan satu per satu posisi
Yahudi pada news agency yang tersebar di dunia ini, dapat kita
katakan bahwa apa yang dahulu mereka rencanakan sekarang telah menjadi
kenyataan. Hampir seluruh “kantong-kantong” berita dunia berada dalam
cengkeraman mereka. Di antara kantor-kantor berita terkemuka di dunia ini
adalah sebagai berikut.
Setelah ditemukan sistem telegraf yang
maju, Reuter memperluas bidang jangkauannya hingga mencakup berita-berita
politik dan sosial. Pers Inggris akhirnya bertumpu pada Reuter. Kantor ini
mengukir rekor ketika ia berhasil menyiarkan teks pidato Napoleon ketika tahun
1858, satu jam sesudah acara itu. Ia juga berhasil mentransfer berita perang
saudara di Amerika dalam waktu yang relatif cepat ketika itu. Tahun 1857 Reuter
berhasil mendapatkan kewarganegaraan Inggris.
Perlu disebutkan di sini bahwa
William Herst adalah suami dari Marion Davies, artis terkenal dan juga penari
Yahudi Amerika ketika itu, dan dia didukung secara penuh dalam kampanye pemilu
untuk merebut kursi sebagai “penguasa” New York.
Dominasi Zionis pada Pers Inggris
Inggris adalah negara yang dominan atau
tampil di bagian terdepan dalam kekuatan pengaruh politik di kawasan Eropa.
Atas pertimbangan itu, Yahudi memberikan perhatian serius bagi dunia pers
Inggris dalam upaya menguasai atau paling tidak menyusup di “kantong-kantong”
pers di negeri itu. Ini karena pers Inggris tergolong pers tertua di dunia,
sebab surat kabar pertama Britania, London Gazette, terbit
pada tahun 1665. Di antara koran-koran induk di Inggris adalah sebagai berikut.
Dalam statistik tahun 1981 disebutkan
bahwa oplah dari 15 surat kabar dan majalah Inggris yang berada di bawah
cengkeraman Zionis setiap hari mencapai 32.867.000 eksemplar. Artinya, lebih
dari separuh penduduk Inggris.
Adapun surat kabar dan majalah yang
dikuasai Yahudi secara total dan oplahnya adalah sebagai berikut.
Adapun surat kabar dan majalah lain
yang didominasi Yahudi, tetapi tidak dimiliki secara total adalah sebagai
berikut.
Suara-suara di Inggris yang menentang atas
dominasi Zionisme pada pers Inggris terlihat dalam buku yang ditulis oleh
Cristopher Mihiu, seorang anggota parlemen Inggris, bekerja sama dengan seorang
wartawan Inggris, Michel Adams, dan dilarang terbit. Michel Adams adalah mantan
koresponden surat kabar Guardian di Timur Tengah dan belakangan
menjabat sebagai pemimpin redaksi majalah Middle East International.
Buku tersebut menyebutkan beberapa fakta yang menguatkan adanya tekanan
Zionisme Yahudi di bidang media massa dan politik terhadap pers Inggris. Tujuan
lobi Yahudi itu ialah menghapuskan fakta dan kebenaran yang berkaitan dengan
masalah Palestina agar opini publik Inggris tetap bergantung pada visi Zionis
tentang masalah Palestina.
Surat kabar
yang terang-terangan membawa nama Yahudi di Inggris ialah Jewish
World. Dalam terbitannya pada 14 Desember 1924, Gerald Summann,
seorang kolumnisnya, menulis, “Kita tidak akan mungkin menjadi orang Inggris,
karena ras kita berbeda dan pola pikir kita juga berbeda dengan pola Inggris.
Kita hanya menipu, dan kita harus berterus terang bahwa kita adalah Yahudi.”
Juga ada surat kabar Jewish Courrier.
Dari berbagai
paparan ini, barangkali kita dapat menangkap bahwa “kesuksesan” Zionisme Yahudi
bukan terletak pada kekuatan mereka, tetapi lebih pada kelemahan bangsa-bangsa
Eropa yang begitu gampang ditundukkan oleh bangsa Yahudi.
Dominasi Zionisme pada Pers Amerika
Amerika adalah
salah satu pusat informasi di dunia. Tidak heran kalau setiap hari dijumpai
surat kabar tiga kali terbit: pagi, siang, dan sore. Setiap pagi terbit 339
surat kabar, harian siang 17 surat kabar, dan harian sore sampai 1403 surat
kabar. Jadi, seluruhnya berjumlah 1759 surat kabar setiap hari, terbit untuk
61.711.966 pembaca Amerika.
Selain harian,
ada jurnal mingguan yang jumlahnya 668 surat kabar dengan oplah 52 juta
eksemplar. Penyalurannya dipegang oleh 1700 perusahaan, yang separuhnya
dipegang oleh Yahudi secara murni dan separuh lagi dalam dominasi Yahudi.
Adapun majalah mingguan di negeri Paman Sam itu mencapai 8.000 majalah.
Dari sekian
koran Amerika, yang terkenal ialah sebagai berikut.
Yahudi Amerika berusaha keras menguasai dua
koran terbesar ini dengan cara membelinya. Waktu itu, Daili
News berada dalam
kondisi keuangan yang terjepit, dan kesempatan itu dimanfaatkan oleh keluarga
Yahudi, Warner Brothers, untuk membelinya. Keluarga konglomerat Yahudi ini juga
memiliki perusahaan perfileman dan klub sepak bola, Cosmos New York.
Yahudi juga menguasai koran-koran besar
lainnya, seperti The New York Post milik Robert Murdoch, dengan oplah
740.000 eksemplar, dan majalah rumah tangga Good House Keeping milik William Herst yang beristrikan
Marion Davis, wanita Yahudi itu.
Di wilayah Arizona, koran Arizona News juga
tunduk pada kepentingan Zionisme. Pada bulan April 1982, surat kabar ini
mengadakan wawancara dengan seorang kolumnis Yahudi, Leon Yuris. Dia berkata,
“Sesungguhnya Islam adalah agama bejat. Umat Islam sleamanya dalam keadaan
perang melawan dunia seluruhnya, karena mereka berusaha menundukkan dan
menjajahnya.”
Dominasi Zionis ini juga terlihat pada
majalah ilmiah National Geographic. Pada
tahun 1915 majalah ini menerbitkan peta dunia disertai keterangan. Di sebelah
kata “Palestina” dalam peta ini dicantumkan dua kata “Bumi Israel”. Padahal,
peta itu terbit jauh sebelum negara Israel berdiri. Sejak terbitnya tahun 1888,
majalah ini secara gencar memakai simbol-simbol Zionisme pada setiap tema yang
berkaitan dengan Palestina, seperti “Bumi Palestina”, “Bumi Perjanjian Lama”,
“Bumi Tempat Kembali”.
Majalah ini juga membuka pintu
seluas-luasnya bagi penulis-penulis Yahudi. Di antara mereka ialah Jenderal
Yadine yang pernah menjabat posisi penting pada badan militer Israel tahun lima
puluhan. Yadine ditampilkan sebagai “pakar sejarah”.
Dominasi Yahudi juga sampai ke “lembaran”
majalah Readers Digest yang terbit sejak tahun 1920 yang
lalu. Majalah ini terbit dengan enam belas bahasa dunia dengan oplah 100 juta
eksemplar dari total terbitannya. Di Amerika saja oplahnya 18 juta pada tahun
1981. Majalah Readers Digest Bibel pernah menerbitkan kitab Taurat sejak
tahun 1975 agar dibaca bangsa Amerika.
Jika data-data di atas hanya berbicara
tentang kondisi pers di Amerika dan negara-negara Barat lainnya, bukan berarti
dominasi Zionis hanya terbatas di negara-negara itu saja. Akan tetapi, pengaruh
mereka tidak dapat dianggap enteng dalam memberi warna bagi pers di dunia
ketiga, sebab yang terakhir ini mengacu kepada pers Barat dan bergantung pada
kantor-kantor berita dunia yang dikuasai oleh Yahudi. Juga tidak mustahil,
konglomerat mereka turut bersaham dalam pemilikan koran dan majalah terkenal di
negara-negara muslim, melalui “calo-calo” mereka yang tersebar di seluruh
dunia.
Akan tetapi,
walaupun demikian sarana dan kesiapan Yahudi untuk memudarkan sinar Islam ini,
tetapi kita ketahui bahwa yang memiliki agama ini adalah Allah SWT, dan Allah
telah menegaskan dalam Al-Qur’an tentang makar-makar mereka dan akhir
perjuangan itu, seperti berikut.
“Mereka
ingin memadamkan cahaya Allah dengan (hembusan) mulut mereka, padahal Allahlah
yang menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak
menyenanginya.” (Ash-Shaff: 8).
“Dialah
yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar, agar Dia
menangkan dari seluruh agama lainnya, walaupun orang-orang musyrik tidak
menyenanginya.” (At-Taubah: 33).
“Sesungguhnya
Kami yang menurunkan Al-Qur’an dan Kami pulalah yang memeliharannya.” (Al-Hijr: 9).
Maka, upaya
mereka akan berakhir dengan kegagalan. “Sesungguhnya orang-orang kafir
menghabiskan uangnya untuk menghambat orang dari jalan Allah, dan mereka akan
terus membiayainya, kemudian kerugian akan menimpa mereka, dan mereka kalah ….” (Al-Anfaal: 36).
Sumber: Islam dalam
Berbagai Dimensi, Dr. Daud Rasyid, M.A.
(Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hlm. 215-237.