Wednesday, June 24, 2015

Ahlussunnah, Di Mata Syi'ah.

Bagaimana ulama syiah memandang penganut ahlussunnah? Bagaimana syiah memandang penganut ahlussunnah ? Sebuah pembahasan yang penting, namun sepertinya jarang kita dengar. 
Dengan mengetahui pandangan syiah terhadap penganut ahlussunnah, kita bisa mengetahui bagaimana sebenarnya akidah syiah itu. Karena apa yang menjadi keyakinan syiah, akan memiliki dampak dan konsekuensi yang nampak pada sikap mereka terhadap ahlussunnah. 

Tidak bisa dipungkiri, syiah selalu berada di posisi untuk berinteraksi dengan ahlussunnah. Maksudnya bagaimana? Jelas sekali, seluruh penganut syiah di Indonesia adalah mantan ahlussunnah, sampai generasi pertama syiah Indonesia menjadi dewasa dan berkeluarga. Akhirnya mereka melahirkan keturunan, dan saat itulah lahir syiah asli, yang sudah syiah dari lahir. Sebetulnya anak-anak itu lahir di atas fitrah. Seperti dalam hadits, kedua orang tualah yang menjadikan anak itu yahudi, nasrani, atau majusi. Begitu pula dengan syiah. Kedua orang tuanya yang pertama mengajarinya untuk menjadi syiah sejak dini.

Pertanyaannya, mengapa mereka yang dulunya sunni tergerak untuk menjadi mantan sunni? Sikap mereka terhadap ahlussunnah berubah. Mereka menerima masukan-masukan yang akhirnya merubah sikap mereka terhadap ahlussunah.  Akhirnya, mereka yang tadinya ahlussunnah, berubah menjadi syiah. 


Dari mana kita tahu sikap mereka terhadap ahlussunnah?  Jika kita memiliki literatur syiah, kita akan menemukan keterangan mengenai status ahlussunnah. Kita akan menelusuri pendapat para ulama syiah dari buku-buku karya mereka. Setiap mazhab memiliki literatur yang menjelaskan ajaran-ajarannya. Ini sudah pasti.

Mari kita lihat pernyataan Al Majlisi, ulama syiah kenamaan, yang menyusun kitab Biharul Anwar, ensiklopedi hadits syiah yang terdiri dari 110 jilid. Pada halaman 399, jilid ke 30, dia menyatakan: 

saya katakan : dalil yang menunjukkan bahwa Abubakar, Umar dan orang yang sejalan mereka dengan mereka adalah kafir, juga menunjukkan pahala melaknat dan memusuhi mereka, yang menunjukkan bid’ah mereka, terlalu banyak untuk disebutkan dalam satu jilid atau berjilid-jilid buku, apa yang telah kami nukilkan di atas cukup bagi orang yang diberi petunjuk Allah ke jalan yang lurus. 
Yang menyatakan bukanlah syiah yunior yang hanya bisa mencaci maki, atau lulusan Qum yang baru pulang dua tahun kemaren. Yang menyatakan adalah Al Majlisi, ulama besar syiah yang mumpuni dalam bidang hadits. Yang menyusun 110 jilid kitab Biharul Anwar. Sudah tentu dia telah menelaah hadits-hadits itu, yang jumlahnya lebih dari berjilid-jilid buku. Hadits yang jumlahnya berjilid-jilid buku, tentulah statusnya lebih dari mutawatir. 

Siapa orang yang sejalan dengan Abubakar dan Umar? Setiap ahlussunnah adalah pengagum Abubakar dan Umar. Setiap Ahlussunnah mencintai Abubakar dan Umar, dua orang yang dicintai Rasulullah. Ali bin Abi Thalib sendiri, sebagaimana ahlussunnah, juga mencintai Abubakar dan Umar. Khususnya Umar, yang menikahi Ummi Kultsum, cucu Rasulullah yang lahir dari rahim suci Fatimah Az Zahra.

Maka tidak diragukan lagi, menurut riwayat-riwayat syiah yang jumlahnya lebih dari mutawatir,  ahlussunnah adalah kafir. 

Lalu bagaimana nasib ahlussunnah di akherat nanti? Ini yang tidak lupa dibahas oleh Majlisi. Nasib orang-orang kafir di akherat sudah jelas. Mereka tidak akan masuk sorga, alias kekal dalam neraka :

Hadits-hadits yang menunjukkan bahwa mereka kekal di dalam neraka adalah mutawatir, atau mendekati mutawatir. Majlisi, Biharul Anwar jilid 8 hal 365 sampai 368.

Sementara Yusuf Al Bahrani, dalam Al Hada’iq An Nadhirah, jilid 5 hal 177, menukil pernyataan Abul Husein As Syarif:

Riwayat-riwayat tentang hal itu lebih banyak dari yang bisa kita hitung, di sini bukan tempat untuk memaparkan semuanya, jumlahnya telah melebihi batas mutawatir. Bagi saya, kafirnya mereka adalah satu hal yang paling jelas dalam mazhab ahlulbait.

Mengapa paling jelas? Karena banyaknya riwayat yang menyatakan, yang jumlahnya lebih banyak dari mutawatir. Tetapi bagi ulama syiah modern, bagi lulusan Qum yang ada di Indonesia, hal itu menjadi tidak jelas. Pertanyaannya, apa yang mereka pelajari di Iran? Apa yang mereka dapatkan dari tahun-tahun yang mereka jalani di sana?
 Al Anshari  dalam  kitab Thaharah jilid 2 hal 352, menyatakan:
: hal ini [kafirnya mukhalif] ditunjukkan oleh hadits yang mutawatir, akan kita sebutkan sebagian untuk memuliakan kitab ini… 

Setelah menyebutkan beberapa dalil Al Anshari menambahkan :

beserta dalil lainnya yang sangat banyak, yang saya tidak mampu untuk mengetahui seper sepuluhnya, bahkan setetes dari lautannya [lautan dalil]. kitab Thaharah jilid 2 hal 352.

Dalil-dalil tentang kafirnya ahlussunnah terlalu banyak. Ulama sekaliber Al Anshari pun hanya bisa mengetahui seper sepuluhnya, bahkan hanya setetes dari dalil yang jumlahnya seperti air laut.