Bagaimana ulama syiah memandang penganut ahlussunnah?
Bagaimana syiah memandang penganut ahlussunnah ? Sebuah pembahasan yang
penting, namun sepertinya jarang kita dengar.
Dengan mengetahui pandangan syiah terhadap
penganut ahlussunnah, kita bisa mengetahui bagaimana sebenarnya akidah syiah
itu. Karena apa yang menjadi keyakinan syiah, akan memiliki dampak dan
konsekuensi yang nampak pada sikap mereka terhadap ahlussunnah.
Tidak bisa dipungkiri, syiah selalu berada di
posisi untuk berinteraksi dengan ahlussunnah. Maksudnya bagaimana? Jelas
sekali, seluruh penganut syiah di Indonesia adalah mantan ahlussunnah, sampai
generasi pertama syiah Indonesia menjadi dewasa dan berkeluarga. Akhirnya mereka
melahirkan keturunan, dan saat itulah lahir syiah asli, yang sudah syiah dari
lahir. Sebetulnya anak-anak itu lahir di atas fitrah. Seperti dalam hadits,
kedua orang tualah yang menjadikan anak itu yahudi, nasrani, atau majusi.
Begitu pula dengan syiah. Kedua orang tuanya yang pertama mengajarinya untuk
menjadi syiah sejak dini.
Pertanyaannya, mengapa mereka yang dulunya sunni
tergerak untuk menjadi mantan sunni? Sikap mereka terhadap ahlussunnah berubah.
Mereka menerima masukan-masukan yang akhirnya merubah sikap mereka terhadap
ahlussunah. Akhirnya, mereka yang tadinya ahlussunnah, berubah menjadi
syiah.
Dari mana kita tahu sikap mereka terhadap
ahlussunnah? Jika kita memiliki literatur syiah, kita akan menemukan
keterangan mengenai status ahlussunnah. Kita akan menelusuri pendapat para
ulama syiah dari buku-buku karya mereka. Setiap mazhab memiliki literatur yang
menjelaskan ajaran-ajarannya. Ini sudah pasti.
Mari kita lihat pernyataan Al Majlisi, ulama
syiah kenamaan, yang menyusun kitab Biharul Anwar, ensiklopedi hadits syiah
yang terdiri dari 110 jilid. Pada halaman 399, jilid ke 30, dia menyatakan:
saya katakan : dalil yang menunjukkan bahwa
Abubakar, Umar dan orang yang sejalan mereka dengan mereka adalah kafir, juga
menunjukkan pahala melaknat dan memusuhi mereka, yang menunjukkan bid’ah
mereka, terlalu banyak untuk disebutkan dalam satu jilid atau berjilid-jilid
buku, apa yang telah kami nukilkan di atas cukup bagi orang yang diberi
petunjuk Allah ke jalan yang lurus.
Yang menyatakan bukanlah syiah yunior yang hanya
bisa mencaci maki, atau lulusan Qum yang baru pulang dua tahun kemaren. Yang
menyatakan adalah Al Majlisi, ulama besar syiah yang mumpuni dalam bidang
hadits. Yang menyusun 110 jilid kitab Biharul Anwar. Sudah tentu dia telah
menelaah hadits-hadits itu, yang jumlahnya lebih dari berjilid-jilid buku.
Hadits yang jumlahnya berjilid-jilid buku, tentulah statusnya lebih dari
mutawatir.
Siapa orang yang sejalan dengan Abubakar dan
Umar? Setiap ahlussunnah adalah pengagum Abubakar dan Umar. Setiap Ahlussunnah
mencintai Abubakar dan Umar, dua orang yang dicintai Rasulullah. Ali bin Abi
Thalib sendiri, sebagaimana ahlussunnah, juga mencintai Abubakar dan Umar.
Khususnya Umar, yang menikahi Ummi Kultsum, cucu Rasulullah yang lahir dari
rahim suci Fatimah Az Zahra.
Maka tidak diragukan lagi, menurut
riwayat-riwayat syiah yang jumlahnya lebih dari mutawatir, ahlussunnah
adalah kafir.
Lalu bagaimana nasib ahlussunnah di akherat
nanti? Ini yang tidak lupa dibahas oleh Majlisi. Nasib orang-orang kafir di
akherat sudah jelas. Mereka tidak akan masuk sorga, alias kekal dalam neraka :
Hadits-hadits yang menunjukkan bahwa mereka
kekal di dalam neraka adalah mutawatir, atau mendekati mutawatir. Majlisi,
Biharul Anwar jilid 8 hal 365 sampai 368.
Sementara Yusuf Al Bahrani, dalam Al Hada’iq An
Nadhirah, jilid 5 hal 177, menukil pernyataan Abul Husein As Syarif:
Riwayat-riwayat tentang hal itu lebih banyak
dari yang bisa kita hitung, di sini bukan tempat untuk memaparkan semuanya,
jumlahnya telah melebihi batas mutawatir. Bagi saya, kafirnya mereka adalah
satu hal yang paling jelas dalam mazhab ahlulbait.
Mengapa paling jelas? Karena banyaknya riwayat
yang menyatakan, yang jumlahnya lebih banyak dari mutawatir. Tetapi bagi ulama
syiah modern, bagi lulusan Qum yang ada di Indonesia, hal itu menjadi tidak
jelas. Pertanyaannya, apa yang mereka pelajari di Iran? Apa yang mereka
dapatkan dari tahun-tahun yang mereka jalani di sana?
Al Anshari dalam kitab
Thaharah jilid 2 hal 352, menyatakan:
: hal ini [kafirnya mukhalif] ditunjukkan oleh
hadits yang mutawatir, akan kita sebutkan sebagian untuk memuliakan kitab ini…
Setelah menyebutkan beberapa dalil Al Anshari
menambahkan :
beserta dalil lainnya yang sangat banyak, yang
saya tidak mampu untuk mengetahui seper sepuluhnya, bahkan setetes dari
lautannya [lautan dalil]. kitab Thaharah jilid 2 hal 352.
Dalil-dalil tentang kafirnya ahlussunnah terlalu
banyak. Ulama sekaliber Al Anshari pun hanya bisa mengetahui seper sepuluhnya,
bahkan hanya setetes dari dalil yang jumlahnya seperti air laut.