Benarkan Umar bin Khattab adalah anak hasil
hubungan incest ? simak lagi pembahasannya di sini.
Lihatlah betapa imam Ja’far Ash Shadiq
menerangkan jeleknya nasab Umar bin Khattab dan alasan mengapa Umar melarang
orang untuk menjelek-jelekkan nasab orang lain. Seakan-akan Umar melarang orang
menjelek-jelekkan nasab supaya tidak ada orang yang membicarakan nasab buruknya
Umar. Lalu imam bertaqiyah saat memuji Umar.
Ibnu Abil Hadid adalah seorang bermazhab syiah dan mu'tazilah. Al Qummi berkata
tentang Ibnu Abil Hadid :
Izzuddin abdul hamid bin Muhammad bin Husain bin Abil Hadid Al Mada'ini Al
Fadhil, seorang sastrawan dan pakar sejarah yang bijaksana, seorang penyair
yang memberikan penjelasan atas kitab nahjul balaghah, pencipta tujuh syair
yang terkenal, dia adalah penganut mazhab mu'tazilah seperti disebutkan oleh
dirinya dalam sebuah syair yang mengandung pujian atas Ali bin Abi Thalib.
Saya menganut faham mu'tazilah dan sesungguhnya, saya mencintai karenamu setiap
mereka yang bermazhab syi'ah.
Al Alusi dalam kitab Mukhtashar Tuhfah Itsna Asyriyyah mengatakan :
Sekte ke empat adalah syi'ah ekstrim : yaitu mereka yang mengatakan bahwa ali
adalah tuhan dan pendapat lain yang mirip omongan orang mengigau. Kakekku
berkata : menurut saya bahwa Ibnu Abil Hadid termasuk kelompok ini, dia selalu
berubah dan berkelit seperti bunglon. Kita lihat banyak omongan mirip igauan
dalam syairnya :
Sesungguhnya jika bukan karena pedang Ali, Islam hanya menjadi seperti seekor
kijang atau kuku.
Syair lainnya :
Ali tidak bisa disamakan dengan sesuatu apa pun, juga tidak dapat dikatakan
kapan dan di mana, dia terlalu besar untuk diserupakan dengan apa pun.
Ini adalah mazhab mu'tazilah dalam memahami sifat Allah, mereka mengatakan
Allah itu tidak di mana mana dan tidak menyerupai apa pun, di sini Ibnu Abil
Hadid menyerupakan Ali dengan Allah.
Ini adalah bantahan bagi "kroco-kroco" yang mungkin akan mengatakan
bahwa Ibnu Abil Hadid adalah seorang sunni.
Syairnya juga :
Saya telah menerima akhlak dari rabb yang dapat memaafkan mereka yang ragu
bahwa engkau adalah tuhan.
At Thufi seorang syiah mencuri bait syair yang sebenarnya karangan Ibnu Abil
Hadid :
Betapa jauh perbedaan antara yang diragukan atas kebenaran khilafahnya,
Dengan dia yang dikatakan bahwa dia adalah Allah
Maksudnya menjelaskan perbedaan antara yang khilafahnya diragukan maksudnya
adalah Abubakar dan dia yang dikatakan dia adalah Allah, yaitu Ali bin Abi
Thalib.
Auzubillah …. Ini adalah ucapan syair yang keluar dari mulut syiah. Anda tidak
akan menemukan syair macam ini dari ulama ahlussunnah.
Maka ucapan Ibnu Abil Hadid tidaklah dapat dijadikan pedoman dan pegangan,
karena dia termasuk syi'ah ekstrim yang menuhankan Ali bin Abi Thalib.
Hadits ke empat : Majlisi mengatakan :
Salah satu riwayat yang mengisahkan cerita budak perempuan Zubair bin Abdul
Muthalib, yaitu riwayat yang dicantumkan kulaini dalam raudhatul kafi dari
Husain bin Ahmad bin Hilal dari Zur'ah dari Sama'ah :
Seseorang dari anak cucu Umar bin Khattab mengganggu seorang budak perempuan
milik keturunan Aqil bin Abi Thalib, budak itu berkata : si Umari (keturunan
Umar) ini telah menggangguku. Si Aqili (keturunan aqil) berkata : pancinglah
dia agar masuk dalam ruang bawah tanah, lalu masuklah si Umari dan lalu si
Aqili membunuhnya dan melemparkan mayatnya di pinggir jalan. Lalu berkumpullah
anak cucu Abu Bakar, Umar dan Utsman dan mereka berkata : teman kami ini tidak
ada yang menyamainya, dan kami tidak akan membunuh kecuali Ja’far bin Muhammad,
pasti dia yang membunuh kawan kita. Abu Abdillah sedang berjalan ke arah Quba
lalu aku memberitahunya tentang hasil pembicaraan mereka. lalu dia berkata :
biarkan saja mereka. setelah mereka mengejarnya mereka menangkap dirinya dan
berkata : pasti kamu yang membunuh kawan kami, kami tidak akan membunuh orang
lain. Abu Abdullah berkata : saya ingin berdialog dengan wakil dari kalian,
lalu Abu Abdillah berbicara dengan mereka di dalam masjid lalu mereka keluar
dengan mengatakan : syaikhuna Ja’far bin Muhammad, pasti bukan kamu yang
membunuh kawan kami dan bukan kamu yang menyuruhnya, akhirnya mereka pun pergi
membubarkan diri.
Lalu saya pergi mengikuti Ja’far bin Muhammad dan berkata : betapa dekat
kemarahan dan kesenangan mereka.. imam Ja’far menjawab: benar, saya berkata
pada mereka : hendaknya kalian membatalkan tuntutan atau aku akan mengeluarkan
isi surat ini. aku bertanya : apakah gerangan isi surat itu? Imam Ja’far
berkata : isinya cerita bahwa ibu Khattab adalah budak Zubair bin Abdul
Muthalib yang dirayu kemudian dihamili oleh Nufail (kakek Umar). Zubair pun
mencari Nufail yang lari ke Tha'if, Zubair pun mengejarnya dan di tengah jalan
dia melewati perkampungan suku Tsaqif, lalu mereka menanyainya : sedang apa
kamu di sini wahai Abu Abdullah? Dia menjawab : budakku dirayu oleh Nufail
kemudian dia lari ke Syam, (di sini nampak cerita tidak bersambung namun inilah
yang kami temukan dalam kitab Al Kafi jilid 8) lalu Zubair pergi berdagang di
negeri Syam, kemudian dia berkunjung ke raja penguasa Daumatul Jandal. Sang
raja mengatakan padanya : wahai Abu Abdullah, saya ada perlu denganmu. Dia
menjawab : apa keperluanmu wahai raja? ada seseorang dari keluargamu yang
kuambil anaknya, saya ingin agar kamu mengembalikannya pada ayahnya. Zubair
berkata : saya ingin melihatnya supaya bisa mengenalnya. Keesokan harinya
Zubair mengunjungi sang raja, raja pun tertawa ketika melihatnya. Zubair
berkata : apa yang membuatmu tertawa ? raja menjawab : saya tidak yakin bahwa
anak ini ibunya adalah orang arab, begitu melihatmu dia langsung kentut. Zubair
berkata : wahai raja jika engkau telah sampai ke Mekkah akan kupenuhi
keinginanmu. Setelah sang raja sampai di Mekkah , dia meminta bantuan kaum
Quraisy agar mengembalikan anaknya. Tetapi mereka menolak, lalu dia
meminta bantuan pada Abdul Muthalib lalu berkata : saya tidak punya urusan
dengannya, apakah kamu tidak tahu apa yang diperbuat si raja kepada anakku,
tetapi pergilah menemuinya. Lalu Zubair mengatakan pada mereka :setan memiliki
kemenangan dan anakku ini adalah anak setan, saya takut dia akan menjadi
pemimpin di antara kita, tetapi bawalah dia ke dalam masjid saya akan mengecap
wajahnya dengan besi panas, dan Zubair pun menulis bahwa dia dan anaknya tidak
boleh duduk di depan saat ada majlis, tidak memimpin anak cucu kami dan tidak
mendapat bagian dari kami jika kami mendapat warisan atau apa pun. Lalu mereka
memasukkan anak itu ke dalam masjid dan mengecap wajahnya dengan besi panas dan
Zubair pun menuliskan tulisan itu. Tulisan itu hari ini ada pada kami, saya
mengatakan pada mereka: kalian memilih diam atau akan kukeluarkan tulisan yang
membongkar aib kalian, lalu mereka pun diam dan tidak jadi meneruskan
keinginannya.
Lalu budak Rasulullah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan apa-apa
dan anak cucu abbas menggugat Abu Abdullah Ja’far bin Muhammad dalam masalah
ini. Hisyam bin Abdul Malik naik haji pada tahun itu dan menemui mereka lalu
Dawud bin Ali berkata : kesetiaan bagi kami, lalu Abu Abdullah berkata : yang
benar kesetiaan adalah untukku, saya yang berhak menjadi pemimpin, Dawud bin
Ali berkata : kakekkmu telah memerangi Muawiyah. Ja’far berkata : jika kakekku
telah memerangi Muawiyah, maka kakekmu telah mengambil bagian yang banyak dan
lari berkhianat ( syi'ah meyakini bahwa Abdullah bin Abbas telah mencuri uang
baitul mal) lalu Ja’far berkata : saya akan mengalungkan kamu sebuah aib yang
tak akan lepas, Dawud bin Ali berkata : ucapanmu ini lebih hina bagiku daripada
kotoran hewan yang ada di Wadil Azraq. Ja’far berkata : lembah itu bukan
milikmu dan milik ayahmu. Lalu Hisyam berkata : saya akan kembali besok pagi.
Keesokan harinya Abu Abdullah membawa surat itu dalam kantong dan menemui
Hisyam. Lalu Abu Abdullah mengeluarkan tulisan itu dan dibaca oleh Hisyam dan
berkata : panggilkan jandal al khuza'I dan ukasyah adh dhamiri, mereka adalah
orang tua yang hidup pada masa jahiliyah. Hisyam melemparkan surat itu agar
dibaca oleh mereka berdua dan bertanya : apakah kamu mengenal tulisan ini?
mereka berdua menjawab : ya, ini adalah tulisan Ash bin Umayyah. Hisyam berkata
: tulisan kakekku berada padamu, saya memutuskan bahwa kamulah yang berhak. Dia
keluar dan berkata :
Jika kalajengking kembali lagi kami pun siap, dan sandal telah disiapkan untuk
mereka.
Saya berkata ; apa isi tulisan itu? Abu Abdullah menjawab : isinya adalah
tentang Nutsailah, dia adalah budak milik ibu Zubair, Abu Thalib dan Abdullah,
Abdul Muthalib mengambilnya dan lahirlah fulan, Zubair berkata : budak ini
adalah warisan dari ibu kami, dan anakmu ini adalah hamba kami lalu Abdul
Muthalib meminta pertolongan pada Quraisy, lalu Zubair menjawab : saya mau
dengan syarat supaya dia tidak duduk di depan majlis dan tidak mendapat bagian
warisan apa-apa, lalu ucapan itu ditulis, dan inilah tulisan itu.
Dalam Raudhatul Kafi cetakan Darul Kutub al Islamiyah Teheran –bazar sultani-
terdapat footnote berikut :
Dawud bin Ali adalah gubernur Hijaz pada masa bani Abbasiyah tahun 132 H
padahal Hisyam bin Abdul Malik naik haji pada tahun 106 H. ini adalah pertanda
bahwa riwayat ini adalah bohong dan palsu. Sampai di sini footnote Al Kafi
jilid 8.
Kita bertanya-tanya, siapa yang memalsukan riwayat ini? ternyata salah satu
perawinya ada yang lemah, yaitu Ahmad bin Hilal Al Karkhi Al Abarta'I :
Ibnu dawud dalam kitab rijalnya mengatakan : Ahmad bin Hilal bin Ja’far Al
Abarta'I, dia berasal dari desa Abarta dekat Iskaf. Dia riwayatnya baik, ada
yang diambil dan ada yang ditolak, telah banyak riwayat yang mencelanya dari
sayyidina Abu Muhammad Al Askari (Hasan Al Askari, Imam Syi'ah ke 11), dia
adalah tercela dan terkutuk, dia termasuk ekstrim yang tertuduh agamanya. Saya
berpendapat agar tidak menerima dan menolak haditsnya kecuali yang diriwayatkan
olehnya dari Hasan bin Mahbub dari kitab Masyikhah dan Muhammad bin Umair,
Ahmad telah membacakan kedua kitab ini kepada kawan kawan kami dan mereka mempercayainya
dalam riwayat kitab ini. dia lahir tahun 180 H dan meninggal tahun 267 H.
Ibnu dawud juga mencantumkan Ahmad bin Hilal ini dalam daftar perawi yang
dilaknat.
Sementara At Thusi dalam kitab Fahrasat mengatakan :
Ahmad bin Hilal al Abarta'I, Abarta adalah desa di wilayah Iskaf Bani Junaid,
lahir tahun 180 dan meninggal tahun 267 H. dia adalah seorang yang ekstrim
dalam beragama lagi tertuduh agamanya, dia meriwayatkan banyak kitab induk
mazhab kami.
Sementara allamah Al Hulli mengatakan : bagiku riwayatnya tertolak.