Wednesday, June 24, 2015

Nasab Umar Bin Khattab [2]

Benarkan Umar bin Khattab adalah anak hasil hubungan incest ? simak lagi pembahasannya di sini.
Lihatlah betapa imam Ja’far Ash Shadiq menerangkan jeleknya nasab Umar bin Khattab dan alasan mengapa Umar melarang orang untuk menjelek-jelekkan nasab orang lain. Seakan-akan Umar melarang orang menjelek-jelekkan nasab supaya tidak ada orang yang membicarakan nasab buruknya Umar. Lalu imam bertaqiyah saat memuji Umar.  

Ibnu Abil Hadid adalah seorang bermazhab syiah dan mu'tazilah. Al Qummi berkata tentang Ibnu Abil Hadid :

Izzuddin abdul hamid bin Muhammad bin Husain bin Abil Hadid Al Mada'ini Al Fadhil, seorang sastrawan dan pakar sejarah yang bijaksana, seorang penyair yang memberikan penjelasan atas kitab nahjul balaghah, pencipta tujuh syair yang terkenal, dia adalah penganut mazhab mu'tazilah seperti disebutkan oleh dirinya dalam sebuah syair yang mengandung pujian atas Ali bin Abi Thalib.


Saya menganut faham mu'tazilah dan sesungguhnya, saya mencintai karenamu setiap mereka yang bermazhab syi'ah.

Al Alusi dalam kitab Mukhtashar Tuhfah Itsna Asyriyyah mengatakan :

Sekte ke empat adalah syi'ah ekstrim : yaitu mereka yang mengatakan bahwa ali adalah tuhan dan pendapat lain yang mirip omongan orang mengigau. Kakekku berkata : menurut saya bahwa Ibnu Abil Hadid termasuk kelompok ini, dia selalu berubah dan berkelit seperti bunglon. Kita lihat banyak omongan mirip igauan dalam syairnya :

Sesungguhnya jika bukan karena pedang Ali, Islam hanya menjadi seperti seekor kijang atau kuku.

Syair lainnya :

Ali tidak bisa disamakan dengan sesuatu apa pun, juga tidak dapat dikatakan kapan dan di mana, dia terlalu besar untuk diserupakan dengan apa pun.
Ini adalah mazhab mu'tazilah dalam memahami sifat Allah, mereka mengatakan Allah itu tidak di mana mana dan tidak menyerupai apa pun, di sini Ibnu Abil Hadid menyerupakan Ali dengan Allah. 

Ini adalah bantahan bagi "kroco-kroco" yang mungkin akan mengatakan bahwa Ibnu Abil Hadid adalah seorang sunni. 

Syairnya juga :

Saya telah menerima akhlak dari rabb yang dapat memaafkan mereka yang ragu bahwa engkau adalah tuhan.

At Thufi seorang syiah mencuri bait syair yang sebenarnya karangan Ibnu Abil Hadid :

Betapa jauh perbedaan antara yang diragukan atas kebenaran khilafahnya, 
Dengan dia yang dikatakan bahwa dia adalah Allah

Maksudnya menjelaskan perbedaan antara yang khilafahnya diragukan maksudnya adalah Abubakar dan dia yang dikatakan dia adalah Allah, yaitu Ali bin Abi Thalib.

Auzubillah …. Ini adalah ucapan syair yang keluar dari mulut syiah. Anda tidak akan menemukan syair macam ini dari ulama ahlussunnah.
Maka ucapan Ibnu Abil Hadid tidaklah dapat dijadikan pedoman dan pegangan, karena dia termasuk syi'ah ekstrim yang menuhankan Ali bin Abi Thalib.

Hadits ke empat : Majlisi mengatakan :
Salah satu riwayat yang mengisahkan cerita budak perempuan Zubair bin Abdul Muthalib, yaitu riwayat yang dicantumkan kulaini dalam raudhatul kafi dari Husain bin Ahmad bin Hilal dari Zur'ah dari Sama'ah :

Seseorang dari anak cucu Umar bin Khattab mengganggu seorang budak perempuan milik keturunan Aqil bin Abi Thalib, budak itu berkata : si Umari (keturunan Umar) ini telah menggangguku. Si Aqili (keturunan aqil) berkata : pancinglah dia agar masuk dalam ruang bawah tanah, lalu masuklah si Umari dan lalu si Aqili membunuhnya dan melemparkan mayatnya di pinggir jalan. Lalu berkumpullah anak cucu Abu Bakar, Umar dan Utsman dan mereka berkata : teman kami ini tidak ada yang menyamainya, dan kami tidak akan membunuh kecuali Ja’far bin Muhammad, pasti dia yang membunuh kawan kita. Abu Abdillah sedang berjalan ke arah Quba lalu aku memberitahunya tentang hasil pembicaraan mereka. lalu dia berkata : biarkan saja mereka. setelah mereka mengejarnya mereka menangkap dirinya dan berkata : pasti kamu yang membunuh kawan kami, kami tidak akan membunuh orang lain. Abu Abdullah berkata : saya ingin berdialog dengan wakil dari kalian, lalu Abu Abdillah berbicara dengan mereka di dalam masjid lalu mereka keluar dengan mengatakan : syaikhuna Ja’far bin Muhammad, pasti bukan kamu yang membunuh kawan kami dan bukan kamu yang menyuruhnya, akhirnya mereka pun pergi membubarkan diri.

Lalu saya pergi mengikuti Ja’far bin Muhammad dan berkata : betapa dekat kemarahan dan kesenangan mereka.. imam Ja’far menjawab: benar, saya berkata pada mereka : hendaknya kalian membatalkan tuntutan atau aku akan mengeluarkan isi surat ini. aku bertanya : apakah gerangan isi surat itu? Imam Ja’far berkata : isinya cerita bahwa ibu Khattab adalah budak Zubair bin Abdul Muthalib yang dirayu kemudian dihamili oleh Nufail (kakek Umar). Zubair pun mencari Nufail yang lari ke Tha'if, Zubair pun mengejarnya dan di tengah jalan dia melewati perkampungan suku Tsaqif, lalu mereka menanyainya : sedang apa kamu di sini wahai Abu Abdullah? Dia menjawab : budakku dirayu oleh Nufail kemudian dia lari ke Syam, (di sini nampak cerita tidak bersambung namun inilah yang kami temukan dalam kitab Al Kafi jilid 8) lalu Zubair pergi berdagang di negeri Syam, kemudian dia berkunjung ke raja penguasa Daumatul Jandal. Sang raja mengatakan padanya : wahai Abu Abdullah, saya ada perlu denganmu. Dia menjawab : apa keperluanmu wahai raja? ada seseorang dari keluargamu yang kuambil anaknya, saya ingin agar kamu mengembalikannya pada ayahnya. Zubair berkata : saya ingin melihatnya supaya bisa mengenalnya. Keesokan harinya Zubair mengunjungi sang raja, raja pun tertawa ketika melihatnya. Zubair berkata : apa yang membuatmu tertawa ? raja menjawab : saya tidak yakin bahwa anak ini ibunya adalah orang arab, begitu melihatmu dia langsung kentut. Zubair berkata : wahai raja jika engkau telah sampai ke Mekkah  akan kupenuhi keinginanmu. Setelah sang raja sampai di Mekkah , dia meminta bantuan kaum Quraisy  agar mengembalikan anaknya. Tetapi mereka menolak, lalu dia meminta bantuan pada Abdul Muthalib lalu berkata : saya tidak punya urusan dengannya, apakah kamu tidak tahu apa yang diperbuat si raja kepada anakku, tetapi pergilah menemuinya. Lalu Zubair mengatakan pada mereka :setan memiliki kemenangan dan anakku ini adalah anak setan, saya takut dia akan menjadi pemimpin di antara kita, tetapi bawalah dia ke dalam masjid saya akan mengecap wajahnya dengan besi panas, dan Zubair pun menulis bahwa dia dan anaknya tidak boleh duduk di depan saat ada majlis, tidak memimpin anak cucu kami dan tidak mendapat bagian dari kami jika kami mendapat warisan atau apa pun. Lalu mereka memasukkan anak itu ke dalam masjid dan mengecap wajahnya dengan besi panas dan Zubair pun menuliskan tulisan itu. Tulisan itu hari ini ada pada kami, saya mengatakan pada mereka: kalian memilih diam atau akan kukeluarkan tulisan yang membongkar aib kalian, lalu mereka pun diam dan tidak jadi meneruskan keinginannya.
Lalu budak Rasulullah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan apa-apa dan anak cucu abbas menggugat Abu Abdullah Ja’far bin Muhammad dalam masalah ini. Hisyam bin Abdul Malik naik haji pada tahun itu dan menemui mereka lalu Dawud bin Ali berkata : kesetiaan bagi kami, lalu Abu Abdullah berkata : yang benar kesetiaan adalah untukku, saya yang berhak menjadi pemimpin, Dawud bin Ali berkata : kakekkmu telah memerangi Muawiyah. Ja’far berkata : jika kakekku telah memerangi Muawiyah, maka kakekmu telah mengambil bagian yang banyak dan lari berkhianat ( syi'ah meyakini bahwa Abdullah bin Abbas telah mencuri uang baitul mal) lalu Ja’far berkata : saya akan mengalungkan kamu sebuah aib yang tak akan lepas, Dawud bin Ali berkata : ucapanmu ini lebih hina bagiku daripada kotoran hewan yang ada di Wadil Azraq. Ja’far berkata : lembah itu bukan milikmu dan milik ayahmu. Lalu Hisyam berkata : saya akan kembali besok pagi. Keesokan harinya Abu Abdullah membawa surat itu dalam kantong dan menemui Hisyam. Lalu Abu Abdullah mengeluarkan tulisan itu dan dibaca oleh Hisyam dan berkata : panggilkan jandal al khuza'I dan ukasyah adh dhamiri, mereka adalah orang tua yang hidup pada masa jahiliyah. Hisyam melemparkan surat itu agar dibaca oleh mereka berdua dan bertanya : apakah kamu mengenal tulisan ini? mereka berdua menjawab : ya, ini adalah tulisan Ash bin Umayyah. Hisyam berkata : tulisan kakekku berada padamu, saya memutuskan bahwa kamulah yang berhak. Dia keluar dan berkata :

Jika kalajengking kembali lagi kami pun siap, dan sandal telah disiapkan untuk mereka.

Saya berkata ; apa isi tulisan itu? Abu Abdullah menjawab : isinya adalah tentang Nutsailah, dia adalah budak milik ibu Zubair, Abu Thalib dan Abdullah, Abdul Muthalib mengambilnya dan lahirlah fulan, Zubair berkata : budak ini adalah warisan dari ibu kami, dan anakmu ini adalah hamba kami lalu Abdul Muthalib meminta pertolongan pada Quraisy, lalu Zubair menjawab : saya mau dengan syarat supaya dia tidak duduk di depan majlis dan tidak mendapat bagian warisan apa-apa, lalu ucapan itu ditulis, dan inilah tulisan itu.  

Dalam Raudhatul Kafi cetakan Darul Kutub al Islamiyah Teheran –bazar sultani- terdapat footnote berikut :

Dawud bin Ali adalah gubernur Hijaz pada masa bani Abbasiyah tahun 132 H padahal Hisyam bin Abdul Malik naik haji pada tahun 106 H. ini adalah pertanda bahwa riwayat ini adalah bohong dan palsu. Sampai di sini footnote Al Kafi jilid 8.

Kita bertanya-tanya, siapa yang memalsukan riwayat ini? ternyata salah satu perawinya ada yang lemah, yaitu Ahmad bin Hilal Al Karkhi Al Abarta'I :
Ibnu dawud dalam kitab rijalnya mengatakan : Ahmad bin Hilal bin Ja’far Al Abarta'I, dia berasal dari desa Abarta dekat Iskaf. Dia riwayatnya baik, ada yang diambil dan ada yang ditolak, telah banyak riwayat yang mencelanya dari sayyidina Abu Muhammad Al Askari (Hasan Al Askari, Imam Syi'ah ke 11), dia adalah tercela dan terkutuk, dia termasuk ekstrim yang tertuduh agamanya. Saya berpendapat agar tidak menerima dan menolak haditsnya kecuali yang diriwayatkan olehnya dari Hasan bin Mahbub dari kitab Masyikhah dan Muhammad bin Umair, Ahmad telah membacakan kedua kitab ini kepada kawan kawan kami dan mereka mempercayainya dalam riwayat kitab ini. dia lahir tahun 180 H dan meninggal tahun 267 H. 

Ibnu dawud juga mencantumkan Ahmad bin Hilal ini dalam daftar perawi yang dilaknat. 
Sementara At Thusi dalam kitab Fahrasat mengatakan :

Ahmad bin Hilal al Abarta'I, Abarta adalah desa di wilayah Iskaf Bani Junaid, lahir tahun 180 dan meninggal tahun 267 H. dia adalah seorang yang ekstrim dalam beragama lagi tertuduh agamanya, dia meriwayatkan banyak kitab induk mazhab kami. 

Sementara allamah Al Hulli mengatakan : bagiku riwayatnya tertolak.