Wahhabiyah dan Nahdlatul Ulama’
Titik Temu Nu dan Wahhabiyah
Titik Temu Nu dan Wahhabiyah
Buku bersampul warna hijau segar dengan logo Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ serta lambang Negara Saudi Arabiah bertuliskan lafadz “La Ilaaha Illallah” dengan gambar pedang di bawahnya ini beliau dedikasikan untuk Negara Indonesia tercinta, Negara serta pemerintahan Jazirah Arabiyah di mana sang penulis Prof.DR.Ali Mustafa Ya’qub menimba ilmu di sana begitu juga ribuan dari generasi Nahdlatul Ulama’ telah banyak menuntut ilmu di sana. Baik di Universitas Malik Saud di Riyadh, Universitas Islam Madinah, Universitas Ummul Quro Makkah, Universitas Al Malik Abdul Aziz di Jeddah, dan Universitas Islam Al Imam Muhammad Ibn Saud di Riyadh tempat sang penulis memperoleh gelar Licence jurusan Syariah tahun 1980 M/1400 H. Dan memperoleh syahadah Magister bidang Tafsir Hadist di Universitas Al Malik Saud tahun 1985 M/ 1405 H.
Buku kecil dalam berbahasa arab dikenal kenal sebutan “Kutaib” ini ditulis dengan bahasa arab terdiri dari 104 halaman dengan 12 pokok pembahasan termasuk di dalamnya muqoddimah, khulashoh (ringkasan) dan tausiyah serta penutup. Diterbitkan oleh Maktabah Dar As Sunnah 2015 M/ 1436 H
Di antara pokok pembahasan kitab tersebut adalah :
1. Pengertian Wahhabiyah
2. Pengertian Nahdlatul Ulama’
3. Sebab-sebab “kegersangan” anatar Wahhabiyah dan Nahdliyyah
4. Kedudukan dan keterikatan antara Kerajaan Saudi Arabiyah dan Indonesia
5. Point- point persamaan antara Wahhabiyah dan Nahdlatul Ulama’
6. Bertawassul dengan menyebut nama Muhammad SAW dalam berdoa
7. Point-point perbedaan dan karakteristiknya
8. Menyatukan barisan muslimin
9. Realita dan kenyataan antara Nahdlatul Ulama’ dan Wahhabiyah
10. Ringkasan dan wasiat
11. Penutup
Sebagaimana telah beredar di media cetak tulisan beliau di Koran Republika pada Jum’at 12 Februari 2015 merukunkan Wahabi dan NU yang berjudul “Titik Temu Wahabi dan NU” dan heboh di dunia maya dengan berbagai komentar dan argument dari rekan maupun oposisi, namun tulisan tersebut tidak lain tidak bukan bertujuan menyatukan umat islam yang saat ini menghadapi gempuran perpecahan dari musuh islam eksternal maupun internal.
Sehingga pada pertemuan kami dengan beliau pada tanggal 22 April kemarin di Villa Aquarius Orange Bogor beliau ditanya oleh salah seorang kawan menanggapi balasan dan jawaban atas tulisan beliau di Republika yang dibantah oleh seseorang aktifis di dunia maya (saya juga lupa namanya) dengan enteng beliau menjawab “ya kalau kita mencari titik beda terus lah kapan ketemunya?”.
Dalam buku tersebut beliau mengutip kata-kata mbah KH.Hasyim Asy’ari yang berbunyi
“ومن هنا علم أن الإمام ابن تيمية صار متهما بالسوء لادعاء من ينتمي إليه وهو بريئ منه”
Yang artinya : “dari sinilah diketahui bahwa Imam Ibnu Taimiyah dituduh dengan kejelekan karena tuduhan orang-orang yang menisbatkan qoul kepada beliau, padahal beliau lepas/terbebas dari tuduhan itu”.
Dan juga kutipan favorit beliau dari kata-kata Ibn Utsaimin
“نحن لا نحب أن نلزم غيرنا بما نرى، لأننا إذا ألزمنا غيرنا بما نرى فقد أوضعنا أنفسنا في غير موضعها. وضعنا في مرتبة العصمة والخطأ لغيرنا”
Artinya : “kami tidak suka memaksakan orang lain untuk sependapat mengikuti apa yang kita argumentasikan,karena kalau kita mewajibkan orang lain sependapat dengan kita maka sungguh kita telah menempatkan diri kita tidak pada tempatnya, menempatkan diri kita sendiri pada derajat ‘ishmah (terbebas dari kemaksiatan) serta menyematkan kesalahan pada selain kita”.
kutipan tulisan back cover yang telah saya terjemahkan
“Merupakan hal yang urgen bagi umat islam terutama saat-saat ini bersatu merapatkan barisan dan menyatukan kata menghadapi berbagai macam tantangan yang bisa merusak eksistensi kaum muslimin serta aqidah islamiah
Semuanya itu tdk akan bisa terwujud kecuali dengan Kembali kepada Allah SWT dan Rasul Nya serta memegang erat pada pokok-pokok persatuan
Diantara kelompok islam terbesar di dunia ini adalah Wahhabiyah di saudi dan kelompok NU di indonesia
Faktanya musuh-musuh islam senantiasa berusaha memecah belah keduanya dan mengobarkan bara api antara pengikut kedua klompok tsb. Namun Allah menolong keduanya.
Bagaimana bisa begitu? Apa penyebabnya?
Baca buku hijau seger ini anda akan temukan jawabnya”
Ahad, 26 April 2015 Paradise Park, Sepatan Tanggerang
Ainur Rohmawatin
http://ainurrohmawatin.com/resensi-buku-terbaru-prof-dr-ali-mustafa-yaqub--الوهابية-ونهضة-العلماء-اتف
PROF. DR. KH. ALI MUSHTHOFA YA’QUB: JANGAN MAU
JADI JANGKRIK!
Dalam acara seminar sehari di
jogjakarta Prof.Dr. KH. Ali Musthofa Ya’qub Imam Besar Masjid Istiqlal dan
anggota MUI pusat ( demikian juga salah satu tokoh ulama NU ) menegaskan bahwa
terjadinya pertikaian di kalangan umat islam adalah karena dibikin. Orang
yang sudah mengaku adalah zionis israel. Dalam protokolat zionis nomor 7 mereka
berkomitmen untuk membuat perpecahan di kalangan umat islam di seluruh dunia.
Salah satunya adalah dengan mengadu domba sesma sunni dg issu wahabi. Oleh
karena itu beliau menulis kitab berbahasa arab berjudul الوهابية ونهضة العلماء ؛ اتفاق في الاصول لا اختلاف Yg juga akan diterbutkan dalam bahasa
indonesia dg judul TITIK TEMU NU WAHABI. SEBELUMNYA masalah ini sudah dimuat di
republika. Dalam seminar itu beliau mewanti wanti jangan sampai ada yang
menjadi jangkrik, yang bisa dikileni oleh yahudi untuk diadu dg sesama
jangkrik.
Gambar terakhir adalah bukti
hadiah buku yang dberikan oleh Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Ya'qub kepada Ustadz
Agus Hasan Bashori, Lc. MAg ( Da'I Salafy " Wahhaby ) dari buah karya
beliau sendiri yang berjudul الوهابية
ونهضة العلماء ؛ اتفاق في الاصول لا اختلاف atau dalam edisi Indonesia TITIK TEMU NU
WAHABI.
Sumber: http://www.gensyiah.com/prof-dr-ali-mushthofa-yakub-jangan-mau-jadi-jangkrik.html dengan sedikit perubahan.
Sumber: http://www.gensyiah.com/prof-dr-ali-mushthofa-yakub-jangan-mau-jadi-jangkrik.html dengan sedikit perubahan.
Ali Musthofa: KH Hasyim Asyari Hargai Perbedaan
Imam Masjid Istiqlal, Prof Dr KH Ali Musthofa Ya’cub,
berpendapat, Hadratus Syaikh Hasyim Asyari sangat menghargai perbedaan antar
golongan.
Hal tersebut dinilai mampu menciptakan dinamika dalam beragama dan
persatuan bangsa.
Namun, dikatakannya, KH Hasyim menentang keberadaan syiah. Di
sisi lain, ada warga NU bermesraan dengan syiah.
“Ini yang kami anggap aneh, di kalangan bawah acapkali wacana
Wahabi-NU selalu bertentangan, paling krusial membahas attawasul,” jelasnya,
saat Seminar Nasional Kajian Khasanah Islam Nusantara Hadratus Syaikh KH Hasyim
Asyari, bertema ‘Pemikiran dan Metodologinya’ di Aula Usman Mansur, Unisma,
Sabtu (30/5).
Padahal, sambungnya, hasil kajian dan penelitian selama ini, ada
31 persamaan antara Wahabi-NU. Sehingga, tidak lantas selalau dikatakan
berseberangan.
Misalnya, dalam menetapkan satu ramadhan dan lebaran. Bagi KH
Hasyim, perlu dilakukan rukyat terlebih dulu.
“Kalau ikut maksum besok, kalau saya nunggu rukyat dulu. Mungkin
beliau masuk wilayah ijtihad, dan yang berbeda sebaliknya,” ucapnya, mengutip
pesan KH Hasyim kepada santri.
Contoh lain, tentang ziarah
ke makam Nabi Muhammad, jika niat dari Malang ziarah, bagi Imam Ibnu
Taimiyah tidak boleh. Akan tetapi, jika niat awal ke Masjid Nabawi, dilanjutkan
ke makam Nabi Muhammad, diperbolehkan.
“Jadi pandangan saya, bukan serta merta karena Wahabi-NU. Jauh
sebelum NU dan Wahabi ada sudah ada perbedaan pendapat. Namun, kedua
tokoh sepakat ketika berdoa dengan yang disyariatkan,” pungkasnya.
http://malangtimes.com/pendidikan/30052015/34933/ali-musthofa-kh-hasyim-asyari-hargai-perbedaan.html
KH Ali Mustafa Ya’qub: Aneh
Wahabi Menggugat Soal Tawasul
Imam Besar Masjid Istiqlal yang juga
Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyayangkan maraknya konflik antara
Wahabi dan NU di kalangan masyarakat bawah. Ia menilai hal itu adalah sesuatu
yang aneh karena sebenarnya baik NU maupun Wahabi sepakat akan kebolehan
bertawasul.
Hal demikian ini diungkapkan oleh Kiai Ali Mustafa Ya’qub ketika dirinya menjadi salah satu pembicara pada acara seminar nasional yang bertemakan: “Hadlratus Syaikh Hasyim Asy’ari, Pemikiran dan Metodologinya” yang diselenggarakan oleh Unisma bekerjasama dengan etase kementerian agama Saudi Arabia. Pada hari Sabtu, 30 Mei 2015.
Menurutnya, baik NU maupun Wahabi sepakat akan kebolehan tawasul. Ia membuktikan hal itu dengan mengutip apa yang terdapat dalam kitab KH Hasyim Asy’ari yang menjelaskan tentang sudut pandang yang sama antara KH Hasyim dan Ibnu Taimiyah dalam masalah tawasul.
“Aneh saya rasa jika ada eker-ekeran antara NU dan Wahabi soal tawasul. Dalam salah satu kitabnya “At-Tambihat al-Wajibat” karya Mbah Hasyim dikatakan bahwasanya sama dengan Ibnu Taimiyah berpendapat tentang kebolehan Tawasul,” katanya dihadapan sekitar 200-an mahasiswa.
“Saya heran, mengapa Wahabi yang ada di Indonesia ini mengugat NU yang bertawasul,” tambahnya.
Selanjutnya, ia menegaskan bahwa konflik yang sering terjadi antara kaum Wahabi dan NU lebih didasari kesalahpahaman dan tiadanya saling pengertian. Dan juga karena pengaruh-pengaruh dari luar.
Dalam Kesempatan ini, Kiai Ali Mustafa Ya’qub menjadi salah satu dari 4 (empat) pembicara lainnya dalam seminar tersebut. Pembicara yang lain adalah KH M Tolchah Hasan, Mustasyar PBNU yang juga Ketua Dewan Pembina Yayasan Unisma, KH Syukran Makmun, Pengasuh Pesantren Darur Rohman Jakarta dan Syaikh Ibrahim Sulaiman An-Naghaimsyi mewakili Atase Keagamaan Saudi Arabia.
Hal demikian ini diungkapkan oleh Kiai Ali Mustafa Ya’qub ketika dirinya menjadi salah satu pembicara pada acara seminar nasional yang bertemakan: “Hadlratus Syaikh Hasyim Asy’ari, Pemikiran dan Metodologinya” yang diselenggarakan oleh Unisma bekerjasama dengan etase kementerian agama Saudi Arabia. Pada hari Sabtu, 30 Mei 2015.
Menurutnya, baik NU maupun Wahabi sepakat akan kebolehan tawasul. Ia membuktikan hal itu dengan mengutip apa yang terdapat dalam kitab KH Hasyim Asy’ari yang menjelaskan tentang sudut pandang yang sama antara KH Hasyim dan Ibnu Taimiyah dalam masalah tawasul.
“Aneh saya rasa jika ada eker-ekeran antara NU dan Wahabi soal tawasul. Dalam salah satu kitabnya “At-Tambihat al-Wajibat” karya Mbah Hasyim dikatakan bahwasanya sama dengan Ibnu Taimiyah berpendapat tentang kebolehan Tawasul,” katanya dihadapan sekitar 200-an mahasiswa.
“Saya heran, mengapa Wahabi yang ada di Indonesia ini mengugat NU yang bertawasul,” tambahnya.
Selanjutnya, ia menegaskan bahwa konflik yang sering terjadi antara kaum Wahabi dan NU lebih didasari kesalahpahaman dan tiadanya saling pengertian. Dan juga karena pengaruh-pengaruh dari luar.
Dalam Kesempatan ini, Kiai Ali Mustafa Ya’qub menjadi salah satu dari 4 (empat) pembicara lainnya dalam seminar tersebut. Pembicara yang lain adalah KH M Tolchah Hasan, Mustasyar PBNU yang juga Ketua Dewan Pembina Yayasan Unisma, KH Syukran Makmun, Pengasuh Pesantren Darur Rohman Jakarta dan Syaikh Ibrahim Sulaiman An-Naghaimsyi mewakili Atase Keagamaan Saudi Arabia.
Artikel terkait :
Titik Temu Wahabi-NU