Apa yang dimaksud dengan hadits :
من
كنت مولاه فعلى مولاه .
“ Man Kuntu Maulahu
Fa Aliyyun Maulahu”.
Adapun yang dimaksud dari hadits
: “Man Kuntu Maulahu Fa
Aliyyun Maulahu”, maka dalam
kitab-kitab sejarah yang ditulis oleh ulama-ulama Ahlussunnah diterangkan
sebagai berikut :
Pada tahun 10 H, Rasulullah
beserta para sahabat berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji dan
haji tersebut kemudian dikenal dengan haji Wada’.
Bertepatan dengan itu, rombongan
Muslimin yang dikirim oleh Rasulullah ke Yaman sudah meninggalkan Yaman, mereka
menuju Mekkah, untuk bergabung dengan Rasulullah. Rombongan tersebut dipimpin
oleh Imam Ali bin Abi Thalib.
Begitu rombongan sudah mendekati
tempat dimana Rasulullah berada, maka Imam Ali segera meninggalkan rombongannya
guna bertemu dan melapor kepada Rasulullah SAW, dan sebagai wakilnya adalah
sahabat Buraidah.
Sepeninggal Imam Ali, Buraidah
membagi-bagikan pakaian hasil rampasan yang masih tersimpan dalam tempatnya,
dengan maksud agar rombongan jika masuk kota (bertemu dengan yang lain)
kelihatan rapi dan baik.
Namun begitu Imam Ali kembali
menghampiri rombongannya beliau terkejut dan marah, serta memerintahkan agar
pakaian-pakaian tersebut dilepaskan dan dikembalikan ke tempatnya. Hal mana
karena Imam Ali berpendapat, bahwa yang berhak membagi adalah Rasulullah SAW.
Tindakan Imam Ali tersebut
membuat anak buahnya kecewa dan terjadilah perselisihan pendapat.
Selanjutnya begitu rombongan
sudah sampai ditempat Rasulullah, Buraidah segera menghadap Rasulullah dan
menceritakan mengenai kejadian yang dialaminya bersama rombongan dari tindakan
Imam Ali. Bahkan dari kesalnya, saat itu Buraidah sampai menjelek-jelekkan Imam
Ali di depan Rasulullah SAW.
Mendengar laporan tersebut,
Rasulullah agak berubah wajahnya, karena beliau tahu bahwa tindakan Imam Ali
tersebut benar.
Kemudian Rasulullah bersabda
kepada Buraidah sebagai berikut :
يا
بريدة ألست أولى بالمؤمنين من أنفسهم.
“ Hai Buraidah, apakah
saya tidak lebih utama untuk diikuti dan dicintai oleh Mukminin daripada diri
mereka sendiri”.
Maka
Buraidah menjawab :
بلى
يارسول الله
“ Benar Yaa Rasulullah”.
Kemudian Rasulullah bersabda :
من
كنت مولاه فعلى مولاه
(رواه الترمذى والحاكم )
“
Barangsiapa menganggap aku sebagai pemimpinnya, maka terimalah Ali sebagai
pemimpin”.
Yang dimaksud oleh hadits
tersebut adalah, apabila Muslimin menganggap Rasulullah sebagai pemimpin
mereka, maka Imam Ali harus diterima sebagai pemimpin, sebab yang mengangkat
Imam Ali sebagai pemimpin rombongan ke Yaman itu Rasulullah SAW. Karena itu dia
harus dicintai dan dibantu serta dipatuhi semua perintahnya.
Demikian maksud dari hadits :“Man
Kuntu Maulahu Fa Aliyyun Maulahu”.Sebagaimana yang tertera dalam
kitab-kitab yang ditulis oleh ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah (baca kitab Al Bidayatul Hidayah oleh Ibnu Katsir).
Selanjutnya, oleh karena perselisihan
tersebut, tidak hanya terjadi antara Imam Ali dengan Buraidah saja, tapi dengan
seluruh rombonganya, dimana orang-orang tersebut menjelek-jelekkan Imam Ali
dengan kata-kata tidak baik, yang berakibat dapat menjatuhkan nama baik Imam
Ali, bahkan perselisihan tersebut didengar oleh orang-orang yang tidak ikut
dalam rombongan ke Yaman itu, maka setelah Rasulullah selesai melaksanakan
ibadah haji, disaat Rasulullah dan Muslimin sampai di satu tempat yang bernama
Ghodir Khum, Rasulullah berkhotbah, dimana diantaranya beliau mengulangi lagi
kata-kata yang telah disampaikan kepada Buraidah tersebut, yaitu “Man Kuntu Maulahu Fa Aliyyun Maulahu”
Itulah sebabnya hadits tersebut
dikenal sebagai hadits Ghodir Khum. Karena waktu disampaikan di Ghodir Khum itu,
disaksikan oleh ribuan sahabat.
Jadi sekali lagi, bahwa hadits : “Man
Kuntu Maulahu Fa Aliyyun Maulahu”. Itu
tidak ada hubungannya dengan penunjukan Imam Ali sebagai Khalifah sesudah
Rasulullah wafat. Tapi sebagai pemimpin rombongan ke Yaman yang harus dicintai
dan ditaati semua perintahnya.
Sebenarnya apabila hadits
tersebut akan diartikan sebagaimana orang-orang Syiah mengartikan hadits
tersebut, yaitu dianggap sebagai pengangkatan Imam Ali sebagai Khalifah, maka
faham yang demikian itu akan membawa konsekuensi dan resiko yang sangat besar.
Sebab sangsi bagi orang-orang yang menolak atau meninggalkan nash Rasulullah,
apalagi menghianati Rasulullah adalah kafir.
Dengan demikian, Sayyidina Abu Bakar akan dihukum kafir karena
melanggar dan meninggalkan nash Rasulullah, demikian pula para sahabat yang
membai’at Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar dan Khalifah Ustman mereka juga
akan dihukum kafir, sebab tidak melaksanakan dan melanggar nash Rasulullah.
Bahkan Imam Ali sendiri akan terkena sangsi kufur tersebut, sebab dia melanggar
dan menolak bahkan menghianati nash Rasulullah tersebut.
Itulah resiko dan konsekuensi
bila hadits “Man
Kuntu Maulahu Fa Aliyyun Maulahu”,diartikan sebagai penunjukan Imam Ali
sebagai Khalifah pengganti Rasulullah SAW.
Semoga kita diselamatkan oleh
Allah dari aqidah Syiah yang sesat dan menyesatkan. Amin.
Naudzu billah min tilka Al aqoid
Al Fasidah.