Oleh : Aburedza
Sahabat saya Abu Hassan , seorang
Syiah , dalam emailnya terus mengatakan kekhalifahan selepas Rasullah saw
adalah hak Ali as . Abu Bakar ra, Umar ra dan Usman ra adalah
perampas. Tuduhan itu tidak betul jika di nilai dari kata-kata Imam Ali
as sendiri. Sila rujuk Kitab Nahjul Balaghah , khutbah ke 92 . Kitab
Nahjul Balaghah adalah termasuk kitab Syiah yang utama. Saya salin seperti
terjemahan Indonesia. Sila baca juga catitan kaki oleh penyusun Sayid Radhi :
KHOTBAH 91
Ketika orang-orang memutuskan
untuk membaiat Amirul Mukminin setelah pembunuhan ‘Utsman,[1] ia berkata:
Tinggalkan
saya dan carilah orang lain. Kita sedang menghadapi suatu hal yang mempunyai
(beberapa) wajah dan warna, yang tak dapat ditahan hati dan tak dapat diterima
akal. Awan sedang menggelantung di langit, dan wajah-wajah tak dapat dibedakan.
Anda seharusnya tahu bahwa apabila saya menyambut Anda, saya akan memimpin Anda
sebagaimana saya ketahui, dan tidak akan memusingkan apa pun yang mungkin
dikatakan atau dicercakan orang. Apabila Anda meninggalkan saya maka saya sama
dengan Anda. Mungkin saya akan mendengarkan dan
menaati siapa pun yang Anda jadikan pengurus urusan Anda. Saya lebih baik bagi
Anda sebagai penasihat ketimbang seorang kepala. •
[1] Setelah pembunuhan ‘Utsman, kursi
kekhalifahan tertinggal kosong, dan kaum Muslim mulai melihat kepada Ali a.s.
yang berperangai damai, kukuh pada prinsip, dan perilakunya telah banyak mereka
saksikan selama masa panjang itu. Akibatnya, mereka berduyun-duyun menyerbunya
untuk menyampaikan baiat kepadanya seperti musafir tersesat melihat tujuannya.
Mereka menyerbu ke arah-nya, sebagaimana dicatat sejarawan Thabari,
“Orang
maju berdesakan-desakan kepada Ali seraya mengatakan, ‘Kami hendak membaiat
kepada Anda dan Anda melihat kekacauan apa yang menimpa Islam dan kita sedang
dicoba tentang kerabat Nabi.'” (Tārīkh, I, h. 3066,
3067, 3076)
Tetapi Amirul Mukminin menolak
permohonan mereka. Karenanya rakyat berteriak-teriak dengan kacau dan berseru
dengan nyaring, “Hai Abu Hasan, apakah Anda tidak menyaksikan kehancuran Islam
atau melihat datangnya banjir kerusuhan dan bencana? Apakah Anda tidak takut
kepada Allah?” Namun demikian Amirul Mukminin tidak menunjukkan kesediaan untuk
menyetujuinya, karena ia melihat bahwa eiek dari suasana yang terjadi setelah
wafatnya Nabi telah menguasai hati dan pikiran rakyat; keakuan dan hawa nafsu
untuk kekuasaan telah berakar di hati mereka, pikiran mereka telah dipengaruhi
materialisme, dan mereka telah terbiasa memperlakukan pemerintah sebagai sarana
untuk mendapatkan maksud mereka. Sekarang mereka hendak mematerialkan dan
mempermainkan kekhalifahan Ilahi pula. Dalam keadaan itu mustahil mengubah
mentalitas atau mengalihkan arah temperamen mereka. Selain dari itu, ia pun
melihat bahwa rakyat harus mendapatkan waktu lebih panjang untuk berpikir agar
kelak mereka tidak mengatakan bahwa baiat mereka telah diberikan di bawah
kebutuhan temporer dan pemikiran sewaktu dan tanpa pemikiran matang, tepat
sebagaimana gagasan ‘Umar tentang kekhalifahan pertama, yang muncul dalam
pernyataannya,
“Kekhalifahan
Abu Bakar terjadi tanpa dipikirkan, tetapi Allah menyelamat-kan kita dari
bencananya. Apabila seseorang mengulangi hal semacam itu, ia harus dibunuh.
(al-Bukhari ash-Shahih, VIII, h.
210-211; Ahmad ibn Hanbal, al-Musnad, I, h. 55;
Thabarf, I, h. 1822; Ibn Atsir, II, h. 327; Ibn Hisyam, IV, h. 308-309; Ibn
Katsir, V, h. 246)
Singkatnya,
ketika desakan mereka meningkat melampaui batas, Amirul Mukminin mengucapkan
khotbah ini, di mana ia menjelaskan bahwa “Apabila Anda menghendaki saya demi
tujuan-tujuan duniawi Anda, maka saya tidak siap melayani sebagai alat Anda.
Tinggalkan saya dan pilihlah seseorang lain yang mungkin memenuhi tujuan Anda.
Anda telah melihat kehidupan masa lalu saya bahwa saya tidak bersedia mengikuti
apa pun selain Al-Qur’an dan Sunah, dan tidak akan melepaskan prinsip ini untuk
mendapatkan kekuasaan. Apabila Anda memilih seseorang lain, saya akan
menghormati hukum negara dan konstitusi sebagaimana warga yang suka damai.Tidak pernah saya mencoba
memecah kehidupan kolektif kaum Muslim dengan menghasut untuk memberontak. Hal
yang sama akan terjadi sekarang. Malah, justru demi memelihara kebaikan bersama, sampai saat
ini saya memberikan nasihat yang benar, saya tak akan enggan untuk berbuat sama
seperti itu. Apabila Anda biarkan saya dalam kedudukan yang sama, hal itu
adalah lebih baik bagi tujuan duniawi Anda, karena dalam hal itu saya tidak
memegang kekuasaan untuk menghalangi urusan duniawi Anda dan menciptakan
rintangan terhadap keinginan hati Anda. Tetapi, jika Anda telah bertekad untuk
membaiat kepada saya, ingatlah bahwa apabila Anda menger-nyitkan dahi atau
berbicara menentang saya maka saya akan memaksa Anda me-langkah pada jalan yang
benar, dan dalam hal kebenaran saya tidak akan peduli terhadap siapa pun.
Apabila Anda hendak membaiat walaupun dengan ketentuan ini, Anda boleh
memuaskan kehendak Anda.”
Kesan yang telah dibentuk oleh
Amirul Mukminin tentang orang-orang ini sesuai sepenuhnya dengan
kejadian-kejadian di kemudian hari. Ketika orang-orang yang telah membaiat
dengan motif-motif duniawi tidak berhasil dalam tujuannya, mereka kemudian
membelot dan bangkit melawan pemerintahannya dengan tuduhan-tuduhan palsu.
Catitan hujung :
Perhatikan
kata-kata Imam Ali as : saya akan
mendengarkan dan menaati siapa pun yang Anda jadikan pengurus urusan Anda. Saya
lebih baik bagi Anda sebagai penasihat berbanding seorang ketua.
Perhatikan
juga ulasan penyusun pada nota kaki : Tidak pernah saya mencoba
memecah kehidupan kolektif kaum Muslim dengan menghasut untuk memberontak. Hal
yang sama akan terjadi sekarang. Jadi bagaimana mungkin di katakan Imam Ali as membantah
kekahalifahan Abu Bakar ra , Umar ra dan Usman ra ?
Jika
jawatan khalifah adalah hak atau arahan Allah , maka Ali as tidak akan
menolaknya. Menolaknya adalah derhaka dan berdosa.
Saudara
pembaca mengapa Syiah mendustai Imam mereka sendiri ? Saudara boleh membaca
tulisan saya sebelum ini dihttps://aburedza.wordpress.com/2009/06/15/surat-khalifah-ali-ra-kepada-muawiiah-bin-abi-sufian-ra/ mengenai Surat Khalifah Ali ra Kepada
Muawiah Bin Abi Sufian ra