Ada mahasiswa yang bertanya, mengapa Allah
turunkan al-Quran dengan bahasa arab? Bukankah ketika itu banyak bahasa lain.
Apa sisi istimewanya bhs arab?
Acong..
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Tidak salah jika kita awali dengan menelusuri
latar belakang pertanyaan ini.
Kita bisa menangkap, ada dua kemungkinan latar belakang ketika orang
mempertanyakan, mengapa Allah menurunkan al-Quran dengan bahasa arab?
Dan itu bukan hal yang aneh. Terkadang ada satu perbuatan yang memiliki nilai
berkebalikan, kembali kepada niat pelakunya. Sebagai contoh, mengambil barang
temuan.
Jika dia mengambil untuk dikembalikan ke pemiliknya, statusnya al-amin (orang
yang amanah). Sehingga ketika barang ini rusak di luar keteledorannya, dia
tidak wajib ganti rugi.
Sebaliknya, ketika dia mengambil dengan tujuan untuk memilikinya, statusnya
al-Ghasib (orang yang merampas). Dia berdosa dan jika barang ini rusak di
tangannya, wajib ganti rugi.
Kita kembali kepada pertanyaan di atas.
Ada dua kemungkinan yang melatar belakangi pertanyaan ini,
Pertama, dalam rangka mempertanyakan dan ‘menggugat’, mengapa Allah memilih
bahasa arab untuk al-Quran. Apa istimewanya orang arab, sampai bahasanya
digunakan untuk al-Quran?
Kedua, dalam rangka menggali hikmah, mengapa Allah memilih bahasa arab untuk
kitab terakhirnya. Sehingga dengan memahami ini, kita akan semakin cinta dengan
bahasa arab yang menjadi bahasa al-Quran. Dan tentu saja, ini tujuan mulia.
Menggali hikmah yang bisa dijangkau manusia, agar semakin cinta dengan Dzat
Yang Maha Hikmah.
Menggugat Entitas Bahasa Arab
Bagi sebagian orang yang sentimen dengan semua
yang berbau ‘arab’, keberadaan al-Quran yang berbahasa arab, menjadi masalah
besar baginya. Bahkan bahasa arab, dijadikan celah untuk menggugat keotentikan
al-Quran.
Terutama kelompok liberal yang selalu menjadi masalah di masyarakat. Mereka
melakukan upaya yang dikenal dengan desakralisasi al-Quran. Propaganda untuk
meragukan kesucian al-Quran.
Salah satunya, sebuah tesis yang diterbitkan UIN suka 2004, yang berjudul
Menggugat Otentisitas (keotentikan) Wahyu Tuhan. Penulis dengan terang-terangan
menolak kesucian al-Quran.
Di tahun 2011, penulis menerbitkan buku dengan judul,
Arah Baru Studi Ulum Al-Quran: Memburu Pesan Tuhan di Balik Fenomena Budaya. Di
buku inilah, penulis dengan terang-terangan menegaskan bahwa al-Quran yang ada
di tangan kaum muslimin, sudah tidak lagi otentik. Alasan utamanya, karena
al-Quran berbahasa arab.
Kita bisa simak kutipan pernyataannya,
“Wahyu sebagai pesan otentiks Tuhan masih memuat keseluruhan pesan Tuhan.
Al-Qur’an sebagai wujud konkret pesan Tuhan dalam bentuk bahasa Arab oral
memuat kira-kira sekitar 50 persen pesan Tuhan. Dan Mushaf Usmani sebagai wujud
konkret pesan Tuhan dalam bentuk bahasa Arab tulis hanya memuat kira-kira tiga
puluh persen pesan Tuhan. Jika selama menjadi wahyu masih memuat keseluruhan
pesan Tuhan, tidak demikian halnya ketika telah menjadi Al-Quran dan Mushaf
Usmani. (hlm.vii).
Dia juga menulisakan,
”Ketika pesan Tuhan diwadahkan ke dalam bahasa Arab itu, maka Muhammad sebagai
agen tunggal Tuhan yang juga sebagai masyarakat Arab, memilih lafaz dan makna
tertentu yang mampu memuat dua pesan, yakni pesan Tuhan dan pesan masyarakat
Arab sebagai pemilik bahasa Arab.” (hlm. viii)
Dengan membaca sekali, siapapun akan menilai
bahwa sejatinya orang ini telah menuduh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berdusta. Karena ada 50% pesan wahyu yang hilang, ketika Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengajarkan al-Quran kepada para sahabat.
Padahal Allah telah menegaskan di surat an-Najm,
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى
( ) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Muhammad tidaklah berbicara berdasarkan hawa
nafsunya. Semua itu adalah wahyu yang disampaikan kepadanya.” (QS. an-Najm: 3 –
4)
Mereka juga menuduh sahabat Utsman, yang
menyatukan al-Quran dengan bahasa Quraisy. Hingga mereka menganggap bahwa
al-Quran adalah alat untuk mewujudkan hegemoni Quraisy bagi dunia. Dalam salah
satu jurnal yang diterbitkan IAIN semarang th. 2003, di pengantar redaksinya
ditegaskan: ”Dan hanya orang yang mensakralkan Qur’anlah yang berhasil
terperangkap siasat bangsa Quraisy tersebut.”
Sebenarnya tidak jauh jika kita menyebut mereka
telah mendustakan firman Allah, yang menyatakan bahwa Allah menjaga al-Quran
yang Dia turunkan,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا
الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Akulah yang menurunkan al-Qur’an dan Aku
sendiri yang akan menjaganya.” (QS. al-Hijr: 9).
Dan bagi kita tidak Aneh, ketika pemikiran
nyeleneh semacam ini muncul di universitas yang merupakan kantong liberal.
Barangkali akan sangat memeras tenaga jika kita
harus mencurahkan banyak pikiran untuk membantahnya. Siapapun anda, bisa
membantahnya dengan logika yang sangat sederhana.
Kita semua mengakui, ketika al-Quran diturunkan, tentu ada banyak bahasa yang
digunakan manusia. Ada bahasa arab, ada bahasa persi, bahasa romawi, di belahan
timur ada bahasa cina, dst.
Satu pertanyaan, dengan bahasa yang mana, yang seharusnya digunakan al-Quran,
agar kitab ini sesuai dengan selera penggemar liberal yang anti bahasa arab?
Berdasarkan prinsip di atas, apapun bahasa yang digunakan al-Quran, tidak akan
lepas dari kritikan para liberal itu. Karena pada dasarnya, inti dari kritikan
itu bukan di bahasanya, tapi karena ini kebenaran. Dan mereka dihadirkan, untuk
memerangi kebenaran.
Hikmah al-Quran Diturunkan Berbahasa Arab
Selanjutnya kita akan membahas pertanyaan
kedua, apa hikmah, Allah menurunkan al-Quran berbahasa arab? Berangkat dari
sini, kita akan menggali sisi keistimewaan bahasa arab, sehingga Allah
memilihnya sebagai bahasa al-Quran.
Sebelum melihat sisi keistimewaan bahasa arab, satu hal penting yang perlu kita
tanamkan, bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di alam ini dan Allah yang
paling berhak untuk memilih siapa diantara makhluknya yang memiliki keunggulan
melebihi yang lain. Ada milayaran manusia. Tentu saja, derajat mereka tidak
sama. Allah berhak memilih, siapa diantara mereka yang berhak menjadi nabi dan rasul.
Ada ribuan bahasa di alam ini. dan Allah berhak memilih bahasa mana yang paling
layak untuk kitab-Nya.
Kita yang hanya berposisi sebagai hamba, hanya bisa menerima, dan saja sama
sekali tidak berhak mengkritik.
Semacam ini Allah ajarkan dalam firman-Nya,
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا
يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ
“Tuhanmu menciptakan apa saja yang Dia
kehendaki dan Dia memilih (sesuai yang Dia kehendaki). Mereka tidak bisa
menentukan pilihan.” (QS. al-Qashas: 68)
Karena itu, alur berfikir yang benar terkait
realita al-Quran, bukan bertanya, apa kelebihan bahasa arab, sehingga Allah
memilihnya untuk bahasa al-Quran. Akan tetapi, cara berfikir yang tepat, bahwa
dengan Allah memilih bahasa arab sebagai bahasa al-Quran, itu sudah sangat
cukup untuk menjadi dasar yang menunjukkan bahasa arab memiliki banyak
kelebihan.
Kelebihan Bahasa Arab
Allah menyebut bahasa arab dengan bahasa yang
al-Mubin, yang artinya bahasa yang bisa menjelaskan.
Allah berfirman,
بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ
“Al-Quran itu turun dengan bahasa arab yang mubin.”
(QS. as-Syu’ara: 195).
Ibnu Faris (w. 395) – salah satu ulama bahasa –
menyatakan,
فلما خَصَّ – جل ثناؤه –
اللسانَ العربيَّ بالبيانِ، عُلِمَ أن سائر اللغات قاصرةٌ عنه، وواقعة دونه
Ketika Allah Ta’ala memilih bahasa arab untuk
menjelaskan (firman-Nya), menunjukkan bahwa bahasa-basaha yang lainnya,
kemampuan dan tingkatannya di bawah bahasa arab. (as-Shahibi fi Fiqh al-Lughah,
1/4).
Diantara sisi penunjangnya, bahasa arab
merupakan bahasa yang sangat tua dan terjaga. Dan semakin tua sebuah bahasa,
akan semakin kaya dengan kosakata, semakin sempurna gramatikalnya dan banyak
simbol-simbol makna.
As-Suyuthi memuji kekayaan linguistik dalam bahasa arab
لأنَّا لو احتجنا إلى أنْ نعبر
عن السيفِ وأوصافه باللغةِ الفارسية، لما أمكننا ذلك إلا باسمٍ واحد؛ ونحن نذكرُ
للسيفِ بالعربية صفاتٍ كثيرة، وكذلك الأسد والفرس وغيرهما من الأشياءِ المسميات
بالأسماء المترادفة، فأين هذا من ذاك؟! وأين سائرُ اللغات من السَّعةِ ما للغةِ
العرب؟! هذا ما لا خفاءَ به على ذي نُهية
Ketika kita hendak mengungkapkan kata pedang
dengan bahasa persi, kita tidak akan bisa menceritakannya kecuali hanya dengan
satu kata. Sementara kita bisa menyebut kata ‘pedang’ berikut sifat-sifatnya
dengan banyak ungkapan dalam bahasa arab. Demikian pula kata ‘singa’ dan ‘kuda’
atau kata lainnya yang memiliki banyak sinonim. Sehingga bagaimana mungkin dua
bahasa ini mau dibandingkan?! Bahasa mana yang lebih luas dari pada bahasa arab
?! semua orang yang berilmu mengetahuinya. (al-Mazhar fi Ulum al-Lughah, 1/254).
Syiar Islam dan Kunci Memahami Syariat
Mengingat Al-Quran berbahasa arab, hadis
berbahasa arab, khazanah islam yang menjadi kara para ulama, berbahasa arab,
maka bahasa arab menjadi kunci untuk memahami itu semua. Karena itulah, para
sahabat menekankan agar umat islam berusaha memahami bahasa arab.
Umar bin Khatab Radhiyallahu ‘anhu pernah berpesan,
تعلَّموا العربيةَ؛ فإنها من
دينِكم
“Pelajarilah bahasa arab, karena bahasa ini
bagian dari agama kalian.” (Idhah al-Waqf, Ibnul Anbari, 1/31)
Umar juga pernah memerintahkan gubernurnya, Abu
Musa al-Asy’ari untuk mengajarkan bahasa arab kepada penduduk Iraq,
أمَّا بعد، فتفقهوا في السنةِ،
وتفقهوا في العربية، وأَعْرِبُوا القرآنَ فإنه عربي
“Pelajarilah sunah dan pelajarilah bahasa arab.
Pahami al-Quran dengan bahasa arab. Karena kitab ini berbahasa arab.” (Mushannaf
Ibn Abi Syaibah, 30534).
Ada jutaan karya ulama yang semuanya berbahasa
arab dan belum diterjemahkan. Tidak mungkin anda menunggu terjemahannya untuk
bisa anda baca. Bahkan ribuan kitab itu, tidak mungkin diterjemahkan. Karena
karya semacam ini, bukan konsumsi mereka yang tidak paham bahasa arab.
Syaikhul Islam menjelaskan,
إنَّ الله لما أنزل كتابَه
باللسان العربي، وجعل رسولَه مبلغًا عنه الكتاب والحكمة بلسانه العربي، وجعل
السَّابقين إلى هذا الدين متكلِّمين به، ولم يكن سبيل إلى ضبط الدِّينِ ومعرفته
إلا بضبط هذا اللسان، صارت معرفته من الدِّين، وأقرب إلى إقامةِ شعائر الدين…
Allah Ta’ala menurunkan kitabnya berbahasa
arab. Allah menunjuk Rasul-Nya untuk menyampaikan al-Quran dan sunah juga
berbahasa arab. Allah juga menunjuk para sahabat yang pertama masuk islam,
mereka berbicara dengan bahasa arab. Sementara tidak ada cara untuk memahami
agama ini dengan benar, selain dengan memahami bahasa arab. Untuk itu,
mempelajari bahasa arab, bagian dari mengamalkan ajaran agama, dan jalan paling
dekat untuk menegakkan syiar agama… (al-Iqtidha, 1/450).
Tidak Paham Bahasa Arab, Sebab Kesesatan
Ribuan aliran sesat, salah satu sebabnya,
mereka menafsirkan al-Quran dan sunah, tanpa didukung kaidah bahasa yang benar.
Ahmadiyah meyakini adanya nabi palsu, karena mereka memahami kata ‘Khatam
an-nabiyin’ dengan cincin para nabi, dan bukan penghujung para nabi. Ldii
menilai sesat selain anggota kelompoknya, karena kata muttashil dalam
periwayatan hadis, dibawa pada pembelajaran dan dakwah, yang itu tidak pada
tempatnya. Mu’tazilah dan kelompok penerusnya menolak hadis ahad, karena salah
paham dengan kata ‘dzan’. Dai MTA menghalalkan anjing, tikus, karena menelan
‘istisna’’ mentah-mentah.
Karena itu, benarlah apa yang disampaikan Imam Ayub as-Sikhtiyani – ulama
tabiin – (w. 131 H),
عامة من تزندق من أهل العراق
لجهلهم بالعربية
“Umumnya orang yang menyimpang mengikuti aliran
sesat di kalangan penduduk Irak, karena mereka tidak paham bahasa arab.” (Khutbah
al-Kitab, Abu Syamah, hlm. 63).
Keterangan lain disampaikan Imam Ibnu Syihab
az-Zuhri – ulama tabiin, muridnya Abu Hurairah –,
إنما أخطأ الناس في كثير من
تأويل القرآن لجهلهم بلغة العرب
Banyak masyarakat yang salah dalam mentakwilkan
al-Quran, sebabnya adalah karena mereka tidak paham bahasa arab. (Khutbah
al-Kitab, Abu Syamah, hlm. 63).
Hasan al-Bashri – ulama tabiin –,
أهلكتهم العجمة يتأولون القرآن
على غير تأويله
Mereka sesat karena bahasa selain arab. Mereka
mentakwil al-Quran, tidak sesuai takwil yang benar. (Syarh Mukhtashar ar-Raudhah,
at-Thufi).
Cinta Ulama Terhadap Bahasa Arab
Kita akan simak, bagaimana syahwat para ulama
terhadap bahasa arab.
Kita lihat beberapa keteragan dari mereka,
Keterangan as-Sya’bi – ulama Tabiin, muridnya Usamah, Abu Hurairah –,
النحو في العلم كالملحِ في الطعام
لا يُستغنى عنه
Nahwu dalam ilmu itu seperti garam dalam
makanan. Selalu dibutuhkan. (Jami Bayan al-Ilmi, 2/325).
Keterangan Muhammad bin Hasan – gurunya Imam
as-Syafii –,
خلَّف أبي ثلاثين ألف درهم،
فأنفقتُ نصفَها على النحوِ بالري، وأنفقتُ الباقي على الفقه
Ayahku meninggalkan warisan untukku 30.000
dirham (sekitar 12,75 kg emas). Separuhnya, saya gunakan untuk belajar nahwu di
kota Roy. Sisinya saya gunakan untuk belajar Fiqh. (al-Ibar fi Khabar, 1/56).
Keterangan Abu Raihan al-Bairuni,
لأنْ أُشتَم بالعربيةِ خير من
أُن أمدحَ بالفارسية
“Saya dihina dengan bahasa arab, lebih baik
dari pada saya dipuji pake bahasa persi.”
Karena beliau merasa sangat senang bahasa arab
terdengar di telinga beliau, sekalipun bentuknya kelimat celaan.
Imam as-Syafii dan Bahasa Arab
Ada buanyak keterangan Imam as-Syafii terkait
bahasa arab. Yang menunjukkan bagaimana beliau sangat mencintai bahasa arab.
Kita simak beberapa keterangan beliau,
Ilmu nahwu, kunci semua ilmu,
من تبَحَرَّ فى النحو اهتدى
إلى كل العلوم
“Siapa yang menguasai nahwu, dia dimudahkan
untuk memahami seluruh ilmu.” (Syadzarat ad-Dzahab, hlm. 1/321).
Jawaban fiqh dengan kaidah nahwu,
لا أُسأَلُ عن مسألةٍ من مسائل
الفقهِ إلا أجَبْتُ عنها من قواعدِ النحو
“Tidaklah aku ditanya tentang satu permasalahan
fikih, selain aku jawab dengan kaidah nahwu.” (Syadzarat ad-Dzahab, hlm.
1/321).
Rajin belajar nahwu, agar bisa memahami fiqh,
ما أردتُ بها-يعنى:العربية-إلا
الاستعانة على الفقه
“Tidaklah aku serius mempelajari nahwu, selain
karena aku gunakan untuk membantu mempelajari fikih.” (Siyar A’lam an-Nubala,
10/75).
Sudah saatnya kita mencintai bahasa arab, dan
membuktikan cinta itu dengan mempelajarinya.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina Konsultasisyariah.com)
Baca juga :
MENGAPA NABI MUHAMMAD DIUTUS DI ARAB?
Mengapa Rasulullah Saw Dinamakan Muhammad