Sebagaian anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) adalah tokoh Muhammadiyah |
Tahlilan adalah khilafiyah.
Dan menjadikan masalah khilafiyah sebagai kriteria pancasilais adalah sikap
yang justru tidak pancasilais
Menjadikan ukuran
seseorang itu pancasilasis atau tidak pancasilais dengan hanya suka tahlil atau
tidak tahlil dinilai sebagai sebuah pemikiran yang sempit.
Demikian disampaikan pemerhati pemikiran Islam, Adnin Armas, MA.
“Ucapan Dr Aqil Siraj yang
menyatakan jika antitahlilan berarti pancasilanya diragukan menunjukkan
pikirannya yang sempit,” tegas Adnin dalam rilisnya yang diterimahidayatullah.com, Sabtu (29/08/2015)
pagi.
Pernyataan Adnin ini
disampaikan guna menanggapi pemberitaan sebelulumnya, dalam acara halaqah kebangsaan
bertema “Pancasila Rumah Kita: Perbedaan adalah Rahmat” di Aula
Gedung PBNU Lantai 8, Jakarta, Rabu (26/8/2015).
Dalam halaqah itu,
Saiq Aqil sempat mengatakan bahwa orang yang tahlilan pancasilanyamantap,
sedang yang anti tahlilan diragukan. [baca: Said Aqil: Kalau
Anti Tahlilah Kita Ragukan Pncasilanya].
Menurut Adnin, pernyataan
seperti itu hanya akan melukai hati bangsa Indonesia yang tidak mengamalkan tahlilan. Sebab,
lanjutnya, banyak warga negara Indonesia yang tergabung dalam berbagai ormas
seperti Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad, Dewan Da’wah dan sebagainya yang tidak
mengamalkan tahlilan.
Adnin menyebutkan bahwa
banyak tokoh umat Islam baik itu yang dahulu maupun sekarang, yang tidak
diragukan perjuangannya pada Indonesiaan tetapi mereka sekaligus tidak
mengamalkan tahlilan.
“Misalnya, tokoh-tokoh bangsa
dari Muhammadiyah termasuk yang merumuskan Pancasila adalah tokoh tokoh yang
tidak mengamalkantahlilan,” kata Adnin.
Ia menyebut beberapa nama
pejuang kemerdekaan yang mayoritas adalah ulama dari Muhammadiyah. Ia
mencontohkan, Prof Dr Mr Raden Kasman Singodimejo, Ki Bagoes Hadikoesoemo,
Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir yang terlibat langsung dalam Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junby Cosakai/BPUPKI).
Menurutnya, siapa yang berani
meragukan nama-nama ini dalam pembelaan pada Negara dan Bangsa?
Lebih lanjut, menurut
Adnin, masalah tahlilan adalah khilafiyah. Dan
menjadikan masalah khilafiyah sebagai kriteria pancasilais adalah
sikap yang justru tidak pancasilais.
“Aqil tidak bijak menjadikan tahlilan sebagai
barometer pancasilais,” pungkas Adnin.*
Ulama Su` (jahat)
Ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsari
“Aku Heran Dari Orang Yang
Menjual Kesesatan Dengan Petunjuk!
Dan Aku Lebih Heran Dari Orang Yang Membeli Dunia Dengan Agama”
Itulah kurang lebih ungkapan dua bait syair yang menggambarkan tentang keberadaan dua golongan pengacau da’wah dan perusuh di kalangan umat.
Itulah kurang lebih ungkapan dua bait syair yang menggambarkan tentang keberadaan dua golongan pengacau da’wah dan perusuh di kalangan umat.
Mereka tiada lain adalah para
bandit-bandit da’wah, yang dzahirnya berbicara tentang agama tetapi
kenyataannya justru jauh memalingkan umat dari agama, mereka tiada lain adalah
para calo-calo da’wah yang senantiasa mengabaikan dan menjual prinsip-prinsip
agama demi untuk menggapai kelezatan dunia.
Sungguh mereka adalah
orang-orang yang telah dinyatakan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Di malam hari saat aku isro’, aku melihat suatu kaum di mana lidah-lidah
mereka dipotong dengan guntingan dari api” – atau ia (Rasulullah) berkata,
“dari besi. Aku bertanya siapa mereka wahai Jibril? Mereka adalah para
khatib-khatib dari umatmu!” (H.R. Abu Ya’la dari sahabat Anas bin Malik
radliyallahu ‘anhuma).
Para pembaca -hadanallahu wa
iyyakum- mereka adalah para da’i dan ulama-ulama su’ yang telah Allah beberkan
keberadaannya. Allah berfirman, “Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan
yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya
itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab. Dan mereka
mengatakan ia (yang dibacanya itu datang) dari sisi Allah, padahal ia bukan
dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui.”
(Q.S. Ali Imron: 78).
Dan Allah juga berfirman,
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah kami berikan kepadanya
ayat-ayat kami, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu lalu dia
diikuti oleh syaithon (sampai dia tergoda) maka jadilah dia termasuk orang-orang
yang sesat.”
“Dan kalau kami menghendaki,
sesungguhnya kami tinggikan derajatnya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia
cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka
perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan
jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami, maka ceritakanlah
kepada mereka kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (Q.S. Al A’raf: 175-176).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengistilahkan mereka ulama su’ dengan sebutan “para dai yang
berada di tepi pintu-pintu neraka”. Beliau peringatkan kita dari keberadaan
mereka sebagaimana dalam sabdanya, “… Dan sesungguhnya yang aku takutkan atas
umatku ialah para ulama-ulama yang menyesatkan.” (H.R. Abu Daud dari sahabat
Tsauban radhiyallahu ‘anhu).
Adapun sahabat Umar ibnul
Khaththab beliau mengistilahkan mereka dengan sebutan “al munafiq al alim”,
ketika ditanya maksudnya, beliau menjawab “aliimul lisaan jaahilul qolbi!”
(pandai berbicara tetapi bodoh hatinya -tidak memiliki ilmu-).
Para pembaca hadanallahu wa
iyyakum, Allah subhanahu wa ta’ala dan rasul-Nya tetap akan menjaga agama ini
dari upaya penyesatan yang dilakukan oleh para ulama dan dai-dai sesat, sehingga
kita dibimbing oleh Allah untuk senantiasa bersikap antipati dari seruan dan
fatwa-fatwa mereka. Perhatikanlah peringatan-peringatan Allah berikut ini agar
menjauh dan tidak mengikuti fatwa-fatwa mereka:
Pertama: “Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya sebagian besar dari
orang-orang alim yahudi dan rahib-rahib nasrani benar-benar memakan harta orang
dengan jalan yang bathil dan mereka menghalang-halangi manusia dari jalan
Allah.” (Q.S. At Taubah: 34).
Kedua: “Hai orang-orang yang beriman jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang-orang kafir setelah kamu beriman.” (Q.S. Ali Imron: 100).
Ketiga: “… Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (Q.S. Al Maidah: 49).
Kedua: “Hai orang-orang yang beriman jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang-orang kafir setelah kamu beriman.” (Q.S. Ali Imron: 100).
Ketiga: “… Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (Q.S. Al Maidah: 49).
Keempat: “Dan demikianlah
kami telah menurunkan Al Qur’an itu sebagai peraturan yang benar dalam bahasa
Arab dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan
kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap
siksa Allah.” (Q.S. Ar Ra’d: 37).
Kelima: “Kemudian kami
jadikanlah kamu berada suatu syari’at dan urusan agama, maka ikutilah syari’at
itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.”
(Q.S. Al Jaatsiyah: 18).
Keenam: “Dan sesungguhnya
jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya
kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zhalim.” (Q.S. Al Baqoroh:
145).
Demikianlah dan semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjaga dan membimbing kita ke
jalan yang diridhoinya. Wallahul Muwaffaq.
Maraji:
Maraji:
– Al Quranul Karim
– Al Musnad Abu Ya’la 1/118 no. 1314
– Sunan Abi Daud 4/450
– Ishlahul Mujtama’ Al Imam Al Baihani
Sumber : Bulletin Al Wala’ Wal Bara’
– Al Musnad Abu Ya’la 1/118 no. 1314
– Sunan Abi Daud 4/450
– Ishlahul Mujtama’ Al Imam Al Baihani
Sumber : Bulletin Al Wala’ Wal Bara’
TAM: Munas MUI
Ke-IX, Titik TolakPelemahan Pemikiran dan Aliran Sesat
Munas MUI ke-9 di Surabaya telah
menghasilkan kepemimpinan baru, yakni K.H. DR (HC) Ma’ruf Amin sebagai Ketua
Umum MUI Pusat periode 2015-2020. Sebuah perubahan penting dalam rangka
merevitalisasi kelembagaan MUI agar lebih optimal dalam menyikapi persoalan
umat dan negara.
Di tengah maraknya persoalan
keumatan, MUI Pusat dihadapkan pada permasalahan internal yang selama ini
cenderung bersikap tidak tegas terhadap pemikiran dan keyakinan sesat atau
menyimpang. Semakin tidak tegasnya MUI Pusat, maka semakin marak pula pemikiran
dan aliran sesat di Indonesia. MUI sebagai wadah ulama, zu’ama, dan cendekiawan
Islam di Indonesia, harus tampil di garga terdepan dalam upaya menangkal
ekspansi pemikiran dan aliran sesat yang sedang tumbuh dan berkembang di
Indonesia.
Kepemimpinan MUI sebelumnya,
tidak jelas dalam menyikapi tuntutan umat terhadap pemikiran dan aliran sesat.
Terlihat cenderung berada di dua posisi antara pembiaran dan pelarangan.
MUI harus lebih berperan
konstruktif, strategis dan sinergis dalam upaya menjaga kemurnian ajaran agama.
Ketegasan sikap atas persoalan umat harus diwujudkan demi terjaganya kemurnian
ajaran agama. Jelasnya, pilihan tegas “pelarangan” dalam bentuk fatwa harus
segera direalisasikan.
Langkah awal – sebagai bagian
dari Fatwa MUI Pusat – adalah diperlukan adanya registrasi terhadap Ormas-Ormas
Islam yang ada selama ini, diperkuat dengan keputusan MUI Pusat. Registrasi ini
dimaksudkan sebagai deklarasi keberpihakan MUI Pusat terhadap Ormas-Ormas
Islam, dan sekaligus isyarat kepada pemerintah bahwa Ormas-Ormas Islam adalah
bagian integral dari MUI.
Dengan demikian, segala
kegiatan Ormas Islam tidak lagi dapat dibatasi oleh pemerintah. Penutupan media
Islam milik Ormas Islam, contoh pembatasan pemerintah yang bersifat “abuse of
power”. Khusus terhadap ormas aliran sesat tidak diberikan registrasi dan
digolongkan sebagai ormas yang patut diwaspadai dan kemudian direkomendasikan
kepada pemerintah.
Selanjutnya, diperlukan pula
adanya Pusat Informasi dan Komunikasi (PIK-MUI) dalam kelembagaan MUI, baik di
tingkat Pusat maupun di Daerah. Sesuai dengan namanya, lembaga ini menampung
semua aduan umat atas adanya penodaan/penistaan maupun penyimpangan ajaran
pokok agama.
Kita ketahui, saat ini sangat
banyak beredar penodaan/penistaan maupun penyimpangan ajaran pokok agama. Salah
satu dari sekian banyak aliran sesat, adalah agama Syiah yang dikembangkan dan
di-remote dari Iran. PIK-MUI tentu tidaklah bersifat pasif, hanya menampung
semua informasi yang datang dari umat. Akan tetapi, PIK–MUI bersinergi dengan
Komisi Pengkajian dan Fatwa untuk menetukan aspek hukum terkait dengan adanya
laporan dimaksud.
Untuk selanjutnya, pihak MUI
memperkarakan kasus penodaan/penistaan maupun penyimpangan ajaran pokok agama
kepada aparat penegak hukum yang berwenang. Dengan demikian, akan tercipta
sinergitas antara MUI dengan aparat penegak hukum dalam rangka law
enforcement.
Adapun dampak sosiologis yang
“mungkin” timbul, harus pula diantisipasi dengan serangkaian koordinasi dengan
aparat penegak hukum. Disinilah MUI dituntut untuk lebih berperan aktif dalam
bentuk sosialisasi dan edukasi. Keputusan berupa fatwa harus diimbangi dengan
sosialisasi dan edukasi. Mengingat keterbatasan yang ada, perlu disinergikan
dengan berbagai Ormas Islam dalam kepentingan sosialisasi dan edukasi dimaksud.
Penulis sangat yakin, di
bawah kepemimpinan K.H. DR (HC) Ma’ruf Amin, MUI Pusat akan melakukan
serangkaian penguatan aqidah umat melalui keluarnya Fatwa Sesat terhadap Syiah
maupun aliran dan pemikiran sesat lainnya. Harapan ini adalah harapan umat yang
selama ini selalu dituduh sebagai kaum intoleran, takfiri, wahabi dan sebutan
lainnya.
Mereka, tentu tidak merasa
nyaman dengan tampilnya K.H. DR. Ma’ruf Amin sebagai Ketua Umum MUI Pusat.
Sandaran mereka selama ini tidak lagi menjadi manfaat, sehingga mendorong
mereka untuk mendukung Islam Nusantara. Dalam kasus ini, Syiah dan kaum Sepilis
telah menjadi “penumpang gelap.” Biarlah mereka berjalan di tengah kegelapan,
penuh dengan kesesatan yang pada akhirnya akan mengantarkan mereka kepada
kerugian yang nyata.
Tim Advokasi Muslim-NKRI pada
kesempatan yang berbahagia ini menyampaikan ucapan selamat kepada KH. DR (HC)
Ma’ruf Amin, sebagai Ketua Umum terpilih MUI Pusat untuk periode 2015-2020,
semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk dan pertolongan-Nya dalam
menjalankan tugas keseharian.
Wassalamu’alaikum Wr Wb.
Jakarta, 27 Agustus 2015
Tim Advokasi Muslim-NKRI
Ketua Umum
DR. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, MM.
Tim Advokasi Muslim-NKRI
Ketua Umum
DR. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, MM.