Surat kabar The Times Inggris
mengungkapkan bahwa migrasi ke negara-negara di Eropa kini menjadi fenoma baru
di kalangan prajurit Irak yang telah lelah bertempur melawan organisasi Negara
Islam.
“Saya telah terluka sebanyak
dua kali dalam pertempuran melawan milisi Negara Islam. Saya lelah dan
memutuskan untuk pergi ke Eropa setelah sembuh dari luka tersebut,” ujar Qasim
kepada The Times London beberapa waktu lalu.
Qasim melanjutkan,
“Pemerintah Baghdad sudah tidak peduli dengan kondisi yang dialami oleh
tentaranya di medan pertempuran, saya bisa saja menjadi korban tewas jika terus
berjuang dibarisan pemerintah.”
“Saya sedang dalam perjalanan
ke Swedia, dimana 18 orang kawan saya dari militer Irak telah berjanji bahwa
kami akan bertemu di negara tersebut,” ungkap Ali.
Lain lagi dengan Ali, seorang
polisi Irak berpangkat Mayor yang kini berada di Jerman mengatakan kepada The
Times bahwa banyak tentara Irak yang sudah lelah berperang dengan Negara Islam.
Ali menuding para pemimpin
militer Irak telah meninggalkan pasukan keamanan di garis depan tanpa bantuan
dan pasokan senjata serta makanan, sementara banyak para pemimpin terus
bersantai di belakang dengan mengkorupsi harta negara.
Qasim dan Ali adalah sebagian
kecil dari potret prajurit negara yang rela membela tanah air akan tetapi
pemerintah mereka tidak peduli dengan nasib serta kondisi ekonomi yang diderita
pasukannya.
Perlu diketahui bahwa dalam
peraturan Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) menyatakan bahwa mereka
yang menjadi pasukan militer tidak berhak mendapatkan status pengungsi.
(Rassd/Ram)