Sunday, November 8, 2015

Breaking News : Jenderal Iran Akui Negaranya Memimpin Perang Melawan Mujahidin di Suriah [ Baca Paragraf Terakhir ]

Yahya Rahim Safavi
ekspresinya seperti kecut
Penasehat milter pemimpin tertinggi Syiah Iran, Yahya Rahim Safavi, mengungkapkan bahwa militer Iran adalah pemimpin sebenarnya dalam perang suci melawan mujahidin di Suriah.
Pernyataan ini dikatakan Yahya Rahim Safavi dalam kunjungannya ke rumah keluarga almarhum Jenderal Hossein Hamadani, yang tewas saat memimpin perang melawan mujahidin Suriah di kota Aleppo pada bulan Oktober kemarin.
“Iran akan selalu berusaha mencegah jatuhnya rezim Syiah Assad dari kekuasaan melalui pembentukan Front Internasional untuk melawan mujahidin Suriah,” ujar Yahya Rahim Safavi seperti dilansir kantor berita Farsi.

Yahya Rahim Safavi melanjutkan, “Kami tahu bahwa mereka (Islam Sunni) telah merencanakan serangan jangka panjang yang dimulai dengan Bashar Al Assad di Suriah, kemudian Syiah Hizbullah di Lebanon, lalu bergerak menuju Irak dan sasaran terakhir adalah Iran.”
Perlu diketahui bahwa Front Internasional yang dimaksud oleh Yahya Rahim Safavi adalah koalisi Syiah Timur Tengah seperti milisi Syiah Irak, Hizbullah Lebanon, Syiah Pakistan dan Afghanistan, ditambah dengan Rusia. (Alarabiya/Ram)


 Takut Mati, Perwira Pasukan Elit IRGC Iran Menolak Dikirim ke Suriah

Kamis, 25 Muharram 1437 H / 5 November 2015 17:00 wib
Sangat berbeda dengan para mujahidin dari berbagai belahan bumi yang berlomba-lomba menuju ke Suriah karena menginginkan kematian di medan jihad, para perwira di pasukan elit IRGC Iran justru menolak di kirim ke negara yang dilanda perang tersebut karena takut mati sebagaimana rekan-rekan mereka.


Koran Asharq Alawsat mengutip sumber terpercaya melaporkan bahwa para perwira di Korps Pengawal Revolusi Syi'ah Iran (IRGC) telah mulai menolak dikirim ke Suriah di tengah meningkatnya jumlah korban dari kalangan mereka oleh mujahidin dalam perang di Suriah.

Harian milik Saudi itu melaporkan hari Selasa (3/11/2015) bahwa IRGC telah mengirim sejumlah komandan dan perwira ke pengadilan militer setelah mereka menolak untuk bertugas di Suriah.

"Keputusan IRGC itu muncul setelah para anggotanya diberi pilihan melaksanakan misi di Suriah atau dipecat dan dilarang dari semua jabatan pemerintahan," koran itu mengutip perkataan "sumber informasi terpercaya".

Sumber itu menyatakan bahwa setelah meningkatnya jumlah orang yang meminta untuk meninggalkan IRGC, terutama di kalangan generasi muda, institusi militer terpaksa meninjau kebijakan lamanya tersebut.

Para anggota [IRGC] sekarang harus "pergi ke Suriah atau menghadapi pengadilan militer dengan kemungkinan dituduh 'pembangkangan dan pengkhianatan," tambah sumber yang tidak disebutkan namanya itu.

"Pembangkangan terhadap perintah dan penolakan untuk pergi ke medan perang di Suriah saat ini menjadi sumber keprihatinan besar bagi para komandan di IRGC, yang lebih loyal kepada sistem Vilayat-e Faqih [dari lembaga Iran lainnya.]"

Menurut sumber itu, "beberapa komandan IRGC di wilayah Ahvaz terpaksa pensiun dan mengabdikan diri mereka untuk [usaha bisnis] ketika mereka telah melewati usia pensiun."

"Pengadilan militer IRGC juga telah membuka penyelidikan skala besar bagi orang-orang yang mendaftar untuk pensiun [dini] di masa kritis ini."

Sumber tersebut juga mengatakan bahwa kematian sejumlah besar petempur Pasukan Quds, pasukan komando husus kdan infanteri telah memaksa Korps pasukan elit ini untuk pindah untuk merekrut para petugas dari departemen administrasi IRGC karena takut bahwa sejumlah besar pasukan elit akan kembali terbunuh oleh mujahidin di medan perang.

Laporan Asharq Alawsat ini terjadi di tengah peningkatan dramatis dalam korban jiwa di kalangan militer Syi'ah Iran di Suriah, di mana Tehran dilaporkan telah mengerahkan ratusan tentara untuk berjuang bersama pasukan rezim melawan mujahidin di barat laut negara itu.

Senin lalu, wakil kepala Korps Garda Revolusi Iran Hossein Salami mengaku bahwa negaranya telah mengirimkan penasihat tambahan ke Suriah, yang mengarah ke peningkatan korban.

Namun, pejabat IRGC itu tidak memberikan rincian jumlah korban tewas di kalangan mereka dan bersikeras mengklaim bahwa Teheran hanya mengirimkan penasihat, dan bukan pasukan tempur.

Menurut laporan kantor berita Italia, Adnkronos, selama 4 setengah tahun perang di Suriah, mujahidin telah menewaskan sedikitnya 60 Jenderal Syi'ah Iran. Meski demikian hanya beberapa gelintir jenderal saja yang diakui dan diumumkan kematiannya kepada publik.

Bulan lalu saja sekitar 20 perwira tinggi Iran telah tewas di Suriah, termasuk Brigadir Jenderal Reza Khavari, seorang komandan senior di Divisi Fatemiyoun IRGC, Jenderal Farshad Hasounizad, mantan kepala elit Brigade Saberin IRGC, dan Hamid Mokhtarband, mantan kepala-staf dari Brigade 1 Divisi Lapis Baja 92, yang dianggap satuan atas lapis baja negara itu.

Sementara perwira berpangkat rendah, termasuk Kolonel Ezzatollah Soleimani komandan Batalyon Elite dari Brigade ke 44 Hazrat Bani Hashem juga telah termasuk di antara puluhan perwira yang tewas sejak Iran menggenjot intervensi militer mereka di Suriah. (st/NOW)