Tuesday, November 17, 2015

ISIS Dibentuk Israel, Amerika Dan Inggris ? “Dijadikan Alat Oleh Zionis Dan Sekutu Barat-Nya Untuk Membuka Peluang Invasi Besar-Besaran Ke Suriah Yang Kini Mulai Menampakkan Kemenangan Pejuang Oposisi. Dibuktikan Dengan Serentaknya Penyerangan Udara Perancis Ke Suriah Pasca Ditemukannya Paspor “Pelaku Bom” Yang Berkewarganegaraan Suriah.

Hillary Akui ISIS Rekayasa AS untuk Pecah Belah Timur Tengah

Terkait fenomena munculnya gerakan Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS), sebuah pernyataan mengejutkan dilontarkan mantan Menlu AS Hillary Clinton. Dalam buku terbarunya, Hard Choice, Hillary mengakui bahwa gerakan tersebut dibentuk oleh AS bersama sekutunya untuk membuat Timur Tengah senantiasa bergolak. Demikian dilansir harian Mesir, Elmihwar,  Rabu (6/8).

Dikatakan, ISIS dibentuk dan diumumkan pada 5 Juni 2013 oleh pemerintah AS bersama dan negara-negara barat sekutunya demi memecah belah Timur Tengah (Timteng).

“Kami telah mengunjungi 112 negara sedunia. Lalu kami bersama-sama rekan-rekan bersepakat mengakui sebuah Negara Islam(Islamic State/IS) saat pengumuman tersebut,” tulis Hillary.

Awalnya gerakan tersebut akan didirikan di Sinai, Mesir, sesuai revolusi yang bergolak di beberapa negara Timur Tengah. Namun saat terjadi kudeta yang digerakkan militer meletus di Mesir, semua rencana itu berantakan.

“Kami memasuki Irak, Libya dan Suriah, dan semua berjalan sangat baik. Namun tiba-tiba meletus revolusi 30 Juni-7 Agustus di Mesir. Itu membuat segala rencana berubah dalam tempo 72 jam,” ungkap istri mantan presiden AS, BillClinton, itu.

Pihak barat, menurut Hillary, sempat berpikir untuk menggunakan kekuatan di Mesir. Namun negeri piramida tersebut bukanlah Suriah atau Libya, karena militer negara itu tergolong kuat. Selain itu, warga Mesir cenderung tidak pernah meninggalkan militer mereka.

“Jadi, jika kami gunakan kekuatan melawan Mesir, kami akan rugi. Tapi jika kami tinggalka, kami pun rugi,” tulis dia.

Sebelumnya, mantan karyawan Kontrak US National Security Agency (NSA), Edward Snowden, juga melontarkan pernyataan yang hampir sama.

Snowden, seperti dilansir Globalresearch, menyebut ISIS sebagai produk kerjasama antara Inggris, Amerika Serikat dan Israel dengan tujuan menciptakan sebuah organisasi teroris untuk menarik semua ekstrimis dunia dalam satu tempat.

Dalam berita itu disebut pula bahwa Snowden mengungkapkan strategi yang dikenal sebagai operasi “sarang lebah”. Dokumen NSA menunjukkan operasi “sarang lebah” bertujuan melindungi entitas Zionis dengan menciptakan slogan-slogan agama dan Islam.

Menurut dokumen yang dirilis oleh Snowden, satu-satunya solusi untuk melindungi negara Yahudi itu adalah dengan menciptakan musuh di dekat perbatasannya. Bocoran informasi rahasia ini juga mengungkapkan bahwa pemimpin ISIS dan Abu Bakar Al-Baghdadi merupakan jebolan program pendidikan Mossad. Dia diketahui pernah mengikuti pelatihan militer intensif selama satu tahun di bawah kendali Mossad, selain program dalam bidang teologi.

***
Makin jelas kan? pemain-pemain kisruh timur tengah dan dunia? Rakyat yang jadi korban oleh permainan mereka.


Jeb Bush: Kakak Saya Bantu Ciptakan ISIS

Jeb Bush saat menjawab pertanyaan mahasiswi terkait George W. Bush yang turut menciptakan Daulah Islam.
Sebuah laporan dari Huffington Post (HP) berikut ini nampaknya relevan dengan kondisi geopolitik saat ini. Jeb Bush, adik dari George W. Bush, yang belum resmi menjadi calon presiden baru AS ini sudah menghadapi tantangan serius untuk pencalonannya. Yang parahnya adalah, pertanyaan memojokkan itu datang dari seorang mahasiswi berusia 19 tahun, demikian laporan HP, yakngAntiLiberalNews kutip pada Senin (16/11/2015).
“Kakakmu membuat ISIS?,” mahasiswi bernama Ivy Ziedrich bertanya kepada Bush dalam pertemuan balai kota di Reno, Nevada, Rabu (13/5). “ISIS” adalah nama umum untuk kelompok militan yang menyebut dirinya Negara Islam, dan “kakak” yang dimaksud, tentu saja, adalah mantan Presiden George W. Bush.
Beberapa saat sebelumnya, mantan Gubernur Florida telah mengatakan kepada penonton bahwa Presiden Barack Obama bertanggung jawab atas munculnya kelompok militan. Tapi Ziedrich, seorang mahasiswi di University of Nevada, Reno, menjawab bahwa sejarah versi Bush “memoles semua peristiwa kunci”.
“Anda menyatakan bahwa ISIS diciptakan karena kita tidak memiliki cukup kuasa dan kita sudah menarik diri dari Timur Tengah,” katanya. “Namun, ancaman ISIS diciptakan oleh otoritas koalisi Irak, yang menggulingkan seluruh pemerintah Irak. Itu ketika 30.000 orang yang merupakan bagian dari militer Irak dipaksa keluar. Mereka tidak punya pekerjaan, mereka tidak memiliki penghasilan, namun merekalah yang tersisa dengan akses ke semua persenjataan yang sama. ”
Bantahan Ziedrich untuk Bush datang pada saat bakal calon (presiden) sudah menghadapi pertanyaan sebelumnya yang mengatakan bahwa ia mendukung invasi ke Irak. (Bush kembali pada komentar sebelumnya, yang mengatakan bahwa “mengetahui apa yang kita tahu sekarang,” ia tidak akan menginvasi negara itu.) Sementara, Bush mungkin tidak suka mengakuinya, kebenarannya adalah bahwa komentar Ziedrich ini menangkap titik yang telah lama ditekankan oleh pengamat Timur Tengah – yaitu, bahwa kesalahan pengelolaan pemerintahan Bush di Irak mendorong ribuan warga Irak yang terampil untuk memanfatkan keahlian mereka untuk pemberontakan anti-Amerika yang akhirnya menjadi Negara Islam.
Jeb Bush dan Partai Republik lainnya menuduh Obama yang memungkinkan pemberontakan akibat penarikan pasukan AS dari Irak pada akhir 2011. Pemerintah mengatakan pasukan disana itu tidak bisa dipertahankan tanpa kesepakatan untuk melindungi mereka, sebab Baghdad tidak menandakan adanya stabilitas keamanan.
Tapi jika kita membaca sejarah versi, faktanya risiko ekspansi militan Islam untuk membentuk sebuah “negara” sangat jelas pada tahun 2003 lalu, setelah George W. Bush memerintahkan invasi AS ke Irak atas dasar bukti yang samar-samar. Saddam Hussein pada saat itu secara efektif mengendalikan Irak selama lebih dari 30 tahun. Kekuatannya yg besar sebagai kepala intelijen dan keamanan internal negara, Hussein berinvestasi dalam membuat Irak sebagai “negara polisi”, dengan agen yang loyal, terlatih dari pemerintahan Partai Baats, yang dipenuhi konspirasi.  Ia juga sangat fokus agar pasukannya berkekuatan tangguh, yang terdiri atas Arab Ahlus Sunnah – minoritas di Irak – untuk posisi kepemimpinan. Aturan Hussein memaksa perekrutan para prajurit dan pejabat untuk menjadi lebih ketat, karena mereka, seperti banyak orang lain di negara kuasi-sosialis yang terpusat di Irak, sangat  bergantung pada gaji pemerintah, subsidi dan bantuan.
Kemudian seorang Amerika datang ke Baghdad dan mengatakan kepada semua orang yang terlatih dan pria bersenjata itu bahwa layanan mereka tidak lagi diperlukan, atau diijinkan. Dengan demikian, mereka menjadi “pengangguran” karena militer AS turun langsung mengintervensi kerja mereka, bahkan sebagian menjadi oposisi.
Lebih dari 12 tahun yang lalu, George W. Bush menunjuk L. Paul Bremer untuk menjalankan operasi di Irak. Bremer diberi kekuasaan besar dan mandat untuk mengubah Irak menjadi mimpi GOP: sebuah pasar bebas yang menyenangkan, sebuah pendukung Muslim yang didalangi Amerika sebagai mercusuar AS di Timur Tengah.
Bremer diam-diam meninggalkan negara itu 14 bulan kemudian, menyerahkan kekuasaan kepada “pemerintahan boneka” di mana 85 persen terdiri atas Syiah Irak, yang pada saat itu, mengatakan bahwa mereka kurang percaya diri. Banyak manuver mereka terhadap masalah keamanan Irak yang tidak memuaskan. Bahkan, para pejabat AS mengatakan kepada Washington Post bahwa ini diperburuk dengan keputusan Bremer untuk membubarkan tentara Irak.
Salah satu orang yang kehilangan pekerjaannya adalah -menurut laporan utama terbaru dari majalah Jerman Der Spiegel-  seorang arsitek utama dari Daulah Islam (ISIS).
Der Spiegel bulan lalu menerbitkan sebuah cerita berdasarkan dokumen milik ISIS. Dokumen-dokumen tersebut membahas pria yang dikenal sebagai militan bernama Haji Bakar. Nama aslinya – nama yang dikenal ketika ia bertugas di layanan angkatan udara intelijen Saddam Hussein – adalah Samir Abd Muhammad al-Khlifawi.
Der Spiegel berbicara tentang Haji Bakar dan peneliti Irak Hisham al-Hashimi, yang telah menyarankan berdirinya pemerintah Islam di Irak. Hashimi mengatakan bahwa langkah Bremer meninggalkan mantan loyalis Hussein akan menciptakan “kepahitan dan pengangguran.”
Laporan ini melanjutkan: Ribuan petugas Sunni terlatih dirampok dari mata pencaharian mereka dengan “goresan pena” (pemberhentian militer Irak). Dengan demikian, Amerika menciptakan musuh yang paling pahit dan cerdas. Bakar bergerak di bawah tanah dan bertemu Abu Musab al-Zarqawi di Anbar di provinsi barat Iraki. Zarqawi, seorang kelahiran Yordania, sebelumnya menjalankan kamp pelatihan untuk para kombatan internasional di Afghanistan. Mulai tahun 2003, ia menjadi terkenal secara global sebagai dalang serangan terhadap PBB, pasukan AS dan kaum Syiah. Dia bahkan terlalu radikal daripada pemimpin Al-Qaeda pendahulunya, Osama bin Laden. Zarqawi tewas dalam serangan udara AS pada tahun 2006.
Meskipun dominan Partai Baats Irak adalah sekuler, kedua sistem itu akhirnya berbagi keyakinan bahwa kontrol atas massa harus berada di tangan segelintir elite yang tidak boleh dipertanyakan siapa pun – karena memerintah di atas rencana besar, dilegitimasi baik oleh “Tuhan” atau kemuliaan sejarah Arab. Rahasia sukses ISIS ‘terletak pada kombinasi siapa yang menjadi lawan, keyakinan fanatik satu kelompok dan perhitungan strategis lainnya.
Haji Bakar, seorang penasehat penting pemimpin “Daulah Islam” dari Abu Bakar al-Baghdadi, tewas pada tahun 2014. Pada saat itu, menurut cerita Der Spiegel dan komentar analisis tentang ISIS oleh Long War Journal, Bakar telah memapankan keunggulan Baghdadi dalam kelompok ini, membantu para militan mengambil alih kota-kota kunci di Suriah dan memainkan peran utama dalam perpecahan kelompok dari pemimpin Al-Qaeda pusat di Pakistan dan afiliasi al-Qaeda di Suriah. Sehingga, langkah berikutnya tinggalah mengklaim pusat Negara Islam dan mendeklarasikan kepemimpinan global seluruh Muslim. Hal ini juga diduga telah meningkatkan ketertarikan kelompok radikal di kalangan anak muda dari seluruh dunia, sehingga membuatnya lebih menarik bagi calon anggota potensial.
Sebuah laporan Washington Post pada April menegaskan pentingnya mantan tangan kanan Hussein seperti Bakar dalam struktur Daulah Islam secara keseluruhan.
“Bahkan dengan masuknya ribuan pejuang asing, hampir semua pemimpin Daulah Islam adalah mantan perwira Irak, termasuk anggota komite militer dan ‘keamanan bayangannya’, serta mayoritas amir dan putrinya, berasal dari Irak, ujar warga Suriah dan analis yang mempelajari kelompok itu, “laporWashington Post.
Tentunya Jeb Bush mungkin tidak suka warisan kebijakan saudaranya di Irak, namun akan sulit baginya untuk berpura-pura bahwa itu tidak ada. Itu kini dianggap sebagai salah satu hal untuk mengatakan bahwa ia tidak akan mengulangi invasi. Sekaligus, mengakui bahwa keputusan yang dibuat setelah invasi adalah dengan memunculkan Negara Islam, seperti yang dilakukan Obama, yang jelas mengatakan, “Kami melatih ISIS.”
Sungguh, pertanyaan untuk Bush dari Ziedrich tentang apa yang akan dia lakukan atas kebijakan yang diwariskan kakaknya itu akan mengangkatnya ke atas kursi calon presiden AS berikutnya. Maka, inilah peta geopolitik yang barangkali akan terus mengusutkan benang merah sejarah dunia.
Red : Raihanah

Mantan Agen CIA: ISIS Dibentuk Israel, Amerika dan Inggris

Hanya copas dari MetroTV saluran terkemuka kepercayaan jokowers :)


Mantan Agen CIA: ISIS Dibentuk Israel, Amerika dan Inggris

Metrotvnews.com: Mantan pegawai Badan Keamanan Nasional (NSA) dan agen Central Intelligence Agency (CIA), Edward Snowden mengungkapkan bahwa Islamic State of Irak and Syria (ISIS) bukan murni organisasi militan Islam. Organisasi ini merupakan bentukan Amerika, Israel dan Inggris.

Menurut media-media di Iran, sepeti dikutip Moroccantimes, pemimpin ISIS, Abu Bakr Al Baghadadi dilatih secara khusus oleh badan intelijen Israel, Mossad. Badan intelijen tiga negara tersebut sengaja membentuk kelompok teroris untuk menarik kelompok-kelompok garis keras di seluruh dunia dalam satu tempat. Mereka menyebut strategi ini "sarang lebah". 

Dengan strategi ini, kelompok-kelompok yang merupakan musuh Israel dan sekutunya itu jadi lebih mudah terdeteksi. Tujuan lainnya, untuk merawat instabilitas di negara-negara Arab.

***
Berita lama, tapi tetap relevan untuk melihat kejadian kekinian.



Preettt... Kalau ISIS klaim Serangan di Perancis, Hanya Omong Kosong! Ini Konspirasi Tingkat 'Ideologi'

Klaim Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS) berada di balik serangkaian aksi teror yang mengguncang Paris, Perancis, pada Jumat lalu diragukan. Karena ISIS disangsikan bisa mudah masuk ke negara tersebut.

"ISIS tidak akan bisa bergerak semudah itu. Karena Perancis adalah negara  yang sangat digdaya di Eropa," ungkap pengamat hubungan internasional Zarmansyah kepada Kantor Berita Politik RMOL (Minggu, 15/11).


Menurut dosen London School of Public Relations ini, Presiden Perancis Francois Hollande yang juga menyebut ISIS sebagai dalang dalam aksi teror tersebut hanya untuk menenangkan massa. "Ini untuk bisa menjawab pertanyaan publik saja, untuk menenangkan," ungkap master jebolan Paris-Sorbonne University ini.

Dalam amatannya, teror tersebut tersebut murni persoalan homeland security Perancis, yang berpengaruh kepada peran intelijen sebagai mata dan telinga. "Kalaupun ISIS tidak akan bergerak tanpa adanya peluang dari dalam. Peluang dari dalam yang mentrigger," imbuhnya.

Dia menjelaskan, saat ini setidaknya ada empat persoalan di Perancis. Pertama, kesenjangan antara Paris Utara yang kaya dengan Paris Selatan yang miskin. "Wilayah miskin tidak jauh dari tempat keadian, yang semakin hari semakin besar," ucapnya.

Kedua, persaingan antara kelompok politik. Yaitu, ultrakanan, konservatif, dan sosialis. Ketiga, polarisasi sikap masyarakat terkait independensi Uni Eropa terhadap Amerika Serikat.


Dia menambahkan, Perancis dan Jerman tidak mau Eropa berpihak kepada AS seperti waktu perang dingin. Karena itu Perancis negara yang paling terakhir menyatakan bergabung dalam aliansi dalam perang Irak tahun 2003.

Keempat, persoalan bagaimana keterlibatan Perancis di Suriah. Sebagaimana diketahui Rusia sudah terlibat mem-back-up rezim Assad.

"Konfigurasi dari semua persoalan ini kemudian men-trigger homeland security Perancis menjadi mandul sehingga terjadi tragedi berdarah yang sangat memalukan. Baru kali ini terjadi seperti ini dalam sejarang Perancis," tandas doktor jebolan Ankara University, Turkey ini.


Boom! Direktur CIA Temui Kepala Keamanan Perancis dan Mossad sebelum bom Paris

Direktur CIA John O. Brennan disinyalir telah menemui Direktur Biro Intelijen Perancis (DGSE) Bernard Bajolet sebelum insiden bom Paris, Jum’at (13/11/2015) atau disebut dengan Friday the 13th. Hal tersebut dilaporkan koresponden Gedung Putih untuk Televisi Perancis Canal+, Laura Haim bersamaan dengan reportase langsung Brian William dari MSNBC.
Haim mengatakan bahwa sebuah pernyataan menarik dalam laporan langsung William dalam MSNBCbahwa, Direktur CIA baru saja menemui Direktur DGSE. Biro ini merupakan badan serupa MI6 dan CIA di Perancis. Mereka membincangkan “Transparansi Intelijensia.” Apakah ini berarti akan ada gerak “intell without borders?” atau “konspirasi bersama?”.
Perbincangan mereka tidak jauh dari hasil Konferensi Intelijensia CIA-GW dimana sebuah panel dilakukan untuk kerjasama misi internasional Abad 21. Seiring dengan hal itu, mereka juga bergabung bersama mantan Kepala MI6 Inggris John Sawers dan mantan Penasihat Kemanan Nasional “Israel” Yaacov Amidor.
Pertemuan tersebut berlangsung sebagai bagian dari 2nd Annual Ethos and Profession of Intelligence Conference, yang diselenggarakan oleh CIA dan Univeritas George Washington pada 27 Oktober lalu, sebagaimana dilansir undergroundworldnews.com.


Dari informasi tersebut, para analis memberikan kesimpulan sementara bahwa insiden bom Paris merupakan “modus” Zionis dan Sekutu Barat-nya untuk melakukan invasi besar-besaran ke Suriah yang kini mulai menampakkan kemenangan Pejuang Oposisi. Hal tersebut dibuktikan dengan serentaknya penyerangan udara diberlakukan Perancis ke Suriah pasca ditemukannya paspor “pelaku bom” yang berkewarganegaraan Suriah.
Analis pada IW, Sabtu (14/11) mengatakan bahwa, “ISIS dijadikan alat oleh Zionis dan Sekutu Barat-nya untuk membuka peluang masuknya Perancis dan sekutunya ke Suriah. Tentu kita tidak heran, sebab ISIS disinyalir merupakan buah dari operasi CIA [di Irak dan Suriah].”