“Kita harus berduka
untuk semua korban. Tetapi itu tidak pernah akan berubah sampai kita melihat
secara jujur tentang kekerasan yang kita ekspor.” Ben Norton
Jumat 13
November 2015, militan membantai sedikitnya 127 orang di Paris dalam
serangkaian serangan. Secara serentak, dunia segera menyalahkan umat Islam.
Mereka sering kekurangan bukti, tetapi tergantung pada kekuatan tumpul
kefanatikan anti-Muslim untuk meningkatkan tuduhan.
Namun, tidak semua opini
seperti itu bahkan penulis Barat sekalipun. Ben Norton, seorang penulis dan
jurnalis Barat melihat ada banyak lapisan kemunafikan dalam reaksi publik
terhadap tragedi itu. Menurutnya, tragedi itu harus diurutkan untuk memahami
konteks yang lebih besar di mana serangan-serangan mengerikan lainnya pernah
terjadi, untuk mencegah serangan seperti itu terjadi di masa depan. Menyalahkan
secara tidak adil, menurutnya justru akan meningkatkan serangan lanjutan.
Salah satu bukti
kemunafikan itu, begitu berita tentang serangan pecah, meskipun tidak ada bukti
dan praktis siapa penyerangnya belum diketahui, para pakar Sayap Kanan[1]
langsung menempel peristiwa itu sebagai kesempatan untuk membusukkan Muslim dan
para pengungsi dari negara berpenduduk mayoritas Muslim.
Layaknya mewakili
korban, paduan suara teriakan reaksioner para penghasut mengeksploitasi
serangan itu untuk mengalihkan perhatian dari —dan bahkan menyangkal— masalah
domestik. Mereka dengan tegas mengatakan kepada aktivis Black Lives Matter,
yang memperjuangkan hak-hak sipil dan asasi manusia, bahwa masalah pekerja dan
mahasiswa saat ini tidaklah signifikan karena mereka tidak disandera di bawah
todongan senjata.
Ketika bukti mulai
menunjukkan bahwa ekstremis yang bertanggung jawab atas serangan, dan ketika
ISIS akhirnya mengaku bertanggung jawab, para politikus benar-benar bersikeras
bahwa Islam—agama 1,6 miliar orang itu—harus disalahkan. Bahwa mayoritas
(meskipun tidak sepenuhnya) pengungsi Muslim yang memasuki Barat hanya akan
melaksanakan serangan yang lebih besar daripada itu.
Setiap kali ekstrimis
Islam melakukan serangan, dunia 1,6 miliar Muslim diharapkan kolektif meminta
maaf. Ini telah menjadi klise dingin pada saat ini.
Pembantaian yang
Diabaikan
Di Amerika Tengah, setiap bulan korban tewas akibat kekerasan lebih tinggi
daripada serangan Paris. Misalnya, di El Salvador, ada lebih dari 900
pembunuhan pada bulan Agustus tahun ini saja.[2]
Menurut sebuah studi oleh Bank Dunia, di Amerika Tengah tercatat lebih dari 14
ribu kematian pada tahun 2006 akibat kekerasan dan teror, dan jumlah itu
diperkirakan tidak berubah banyak 9 tahun kemudian.[3]
Di Amerika Selatan,
Brasil hampir bisa disamakan sebagai negara dengan kekerasan seperti Suriah
sekarang, dengan perang dan semua yang terjadi, menurut catatan PBB itu
sendiri. “Kami berharap ada penurunan besar dalam ketidaksetaraan, sehingga
tingkat pembunuhan pun menurun. Pada tahun 2000, tingkat pembunuhan di Brasil
mencapai 32,2 per 100.000 penduduk, dan pada tahun 2012 lebih dari 32,4,”
ungkap Christopher Mikton, petugas teknis WHO untuk Pencegahan Kekerasan.[4]
Di Guatemala, negara
yang hanya berpenduduk 15 juta orang itu, 17.000 orang tewas hanya dalam waktu
tiga tahun, akibat 890 aksi kekerasan, seperti dilaporkan Support Group Mutual
(GAM), sebuah organisasi kemanusiaan yang mengkritik pemerintahan Presiden Otto
Perez Molina.[5]
Menurut catatan resmi
FBI, hanya 6% dari serangan teroris di wilayah AS 1980-2005 dilakukan oleh
ekstremis Islam. Sisanya 94% berasal dari kelompok lain (42% dari Latin, 24%
dari kelompok sayap kiri ekstrem, 7% dari ekstrimis Yahudi, 5% dari komunis,
dan 16% dari semua kelompok lain).[6]
Di Eropa sendiri, ada
ratusan serangan teroris setiap tahun. Laporan Europol lembaga penegak hukum Uni
Eropa (EU), untuk penanganan kriminal yang berkantor pusat di Den Haag
membuktikan secara meyakinkan bahwa tidak semua tindakan terorisme dilakukan
oleh Muslim. Bahkan, 99,5% dari serangan teroris di Eropa dilakukan oleh
kelompok-kelompok non-Muslim; 84,4% dari serangan berasal dari kelompok
separatis yang tidak berhubungan dengan Islam. Kelompok kiri menyumbang lebih
dari 10% serangan. Hanya 0,5% dari serangan teroris 2006-2013 dapat dikaitkan
dengan Muslim.[7]
Serangan teroris di
tahun-tahun terakhir termotivasi oleh etno-nasionalisme atau separatisme.
Namun, berita utama dari setiap media adalah serangan yang dilakukan umat
Islam. Sedangkan yang dilakukan oleh etno-nasionalis atau ekstrimis sayap
kanan, yang jauh lebih sering, diabaikan.
Tidak hanya pakar sayap
kanan dan media yang memberikan perhatian lebih terhadap serangan seperti di
Paris, kepala negara pun melakukannya juga. Menit-menit setelah serangan Paris,
Presiden Hollande dan Obama berbicara kepada publik dunia, meratapi tragedi
itu. Sekretaris John Kerry mengutuk mereka sebagai “keji, jahat, dan tindakan
busuk.”
Keanehan yang Akrab
Semua peristiwa tersebut merupakan keanehan yang akrab. Reaksi spontan terhadap
serangan Paris Januari 2015 lalu, adalah ketakutan terhadap Islam. Islamophobia
telah mengabaikan konteks penting bagi serangan tragis itu. Yaitu fakta bahwa
bencana yang dipimpin AS di Irak dan penyiksaan di Abu Ghraib, telah
menimbulkan keinginan untuk membalas. Fakta lain yang juga diabaikan bahwa para
penyerang itu adalah anak-anak imigran dari Aljazair, negara yang selama
puluhan tahun berdarah-darah di bawah kolonialisme Prancis. Invasi Prancis itu
telah menewaskan ratusan ribu orang Aljazair.[8]
Jadi wajar bila Anda
bertanya, mengapa semua kemarahan hanya untuk serangan Paris? Manakah hashtags
yang didedikasikan untuk ratusan orang yang terus-menerus dibunuh di negara
Amerika Latin? Di mana dukungan global seperti Prancis sekarang bagi mereka?
Dan mengapa dikhususkan Muslim sebagai satu-satunya pihak yang disalahkan,
sedangkan apa yang terjadi di Amerika Latin dan lainnya hanya disebut sebagai
kekerasan biasa?
Reporter: Salem
—————
Sumber:
[1]
http://www.alternet.org/tea-party-and-right/right-wingers-already-giddy-over-paris-attacks
[2] http://www.lapagina.com.sv/nacionales/109838/2015/09/01/Con-mas-de-900-asesinatos-agosto-se-convierte-en-el-mes-mas-violento-de-la-decada
[3]
http://www.urng-maiz.org.gt/2015/01/casi-17-mil-900-muertes-violentas-en-guatemala-durante-ultimo-trienio/
[4] http://www.latimes.com/world/brazil/la-fg-ff-brazil-crime-20150522-story.html
[5]
http://www.urng-maiz.org.gt/2015/01/casi-17-mil-900-muertes-violentas-en-guatemala-durante-ultimo-trienio/
[6] Lihat
/2015/01/17/infografis-99-pelaku-serangan-terorisme-di-eropa-bukan-kelompok-islam/
[7] /2015/01/17/infografis-99-pelaku-serangan-terorisme-di-eropa-bukan-kelompok-islam/
[8]
http://www.salon.com/2015/11/14/our_terrorism_double_standard_after_paris_lets_stop_blaming_muslims_and_take_a_hard_look_at_ourselves/