Jawaban Paling Pas Bila
Ditanya, “Kafirkah Khawarij?”
Selasa, 26 Januari 2016 09:09 WIB
Saking
buruknya, Khawarij di cap sebagai seburuk-buruk makhluk yang dibunuh di bawah
kolong langit. Rajin beribadah tapi bacaan Al-Qurannya tak lebih dari
kerongkongan saja. Paling getol membunuh kaum muslimin dan mengkafirkan siapa
saja yang tak sealur dengan mereka. Tak heran jika Nabi Saw memerintahkan
umatnya untuk membunuh para Khawarij.
By the
way, ada pertanyaan lanjutan. Dengan sekian keburukan itu, ”Kafirkah Khawarij?”
Bukan
hanya kita ternyata. Sejak masa dulu, pertanyaan serupa telah terlontar dan
dijawab oleh para salaful ummah. Jawaban-jawaban itulah yang perlu kita
telusuri, untuk diteruskan kepada generasi hari ini dan mendatang. Bukan
apa-apa. Hanya demi menjaga agar jawaban kita dalam persoalan ini tidak melenceng
dari rel-nya atau lebih buruk lagi; terjatuh dalam ”menolak keburukan dengan
keburukan serupa atau lebih buruk.
Berikut
kami terjemahkan satu tulisan yang masih hangat dan cukup jelas dari Shaikh Abu
Muhammad al-Maqdisy, yang terbit Safar 1437H kemarin. Berjudul ”TAKFIRUL
KHAWARIJ BAINA RAGHABATI THUGHAT WAL HAWA AL MAARIJ”. Jika Anda ditanya,
”Kafirkah Khawarij?” Atau ”Kafirkah Orang-Orang Yang Punya Ciri-Ciri Seperti
Khawarij?” Jawab saja dengan uraian-uraian dalam tulisan ini.
تكفير الخوارج بين رغبات الطغات و الهوى المارج
Oleh:
Abu Muhammad Al-Maqdisy
Alhamdulillah,
shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah Saw. Amma ba’d.
Hal
yang menggugah saya untuk menulis tulisan ini adalah apa yang saya saksikan
dari sikap sebagian manusia yang merespon ke-ghuluw-an Jamaah Daulah dengan
ke-ghuluw-an yang serupa. Bahkan terkadang lebih buruk dari ke-ghuluw-an Jamaah
Daulah sendiri; di mana respon seperti itu selaras dengan harapan para thaghut.
Di sini
saya tidak bermaksud menyebut seseorang atau menjadikan mereka sebagai
permisalan. Tapi, barangsiapa yang mengikuti perkembangan, tahu betapa tulisan
dan peringatan dalam perkara ini begitu mendesak. Betapa kerasnya serangan kaum
ghulat dan kejinya kejahatan mereka, sampai memaksa umat untuk mengalihkan
focus dari melawan musuh menjadi sibuk dengan Khawarij; menguak kembali sejarah
mereka atau menyematkan segala hal soal Khawarij mengikuti hawa nafsunya.
Sebagian lagi tak bisa bersikap Inshaf dan kehilangan arah; karena kerasnya
permusuhan para Khawarij dan telah melebihi batas. Lalu jadi me-rajih-kan yang
marjuh dan melontarkan perkataan berdasarkan persangkaan belaka, bahkan
menurunkan manzilah-nya tidak pada tempatnya, sembari mengaku berkata secara
ilmiah namun justru jauh dari kaidah akademik ilmiah.
Kami
juga melihat ada sebagian yang bingung dan tertipu dengan fatwa Liberalis dan
istilah-istilah yang dilontarkan para thaghut; seperti jargon, ”Da’isy dan
Rezim Assad tak ada bedanya.” Perkataan seperti ini adalah bentuk kejahilan dan
tidak mengikuti rambu-rambu, juga membinasakan siapa saja yang mengikutinya
serta siapa saja yang menurutkan hawa nafsunya.
Tak
diragukan lagi, permusuhan dan kejahatan kaum ghulat terhadap pihak yang
berbeda dengan mereka punya andil dalam munculnya penyimpangan dan kerusakan;
di mana mereka telah menjadi fitnah bagi manusia. Adapun para peniti al-haq,
hendaknya tidak terpengaruh oleh siapa saja yang menyelisihinya, tidak berkata
kecuali sesuai dengan dalil, tidak berbuat kecuali yang diridhai Allah, serta
tidak menjadi pendukung bagi perkataan dan perbuatan lawan.
Adapun
yang lebih utama dalam menyikapi kejahatan ghulat yang melanggar darah kaum
muslimin adalah dengan tidak terbawa dengan isu ini dan membiarkan nash-nash
ancaman tetap disampaikan sesuai bahasanya yang mutlak agar mencegah
orang-orang yang tak paham dari mengafirkan kaum muslimin dan menjauhkan
orang-orang yang melampaui batas dari darah yang terjaga. Sebagaimana itu
adalah metode para salaf dalam menanamkan dan membiarkan nash-nash ancaman
sesuai dhahirnya; agar lebih tepat dalam mencela. Di mana Allah mensifati
maksiat sebagai kesesatan, atau Rasulullah Saw yang mensifati kemaksiatan tipe
itu sebagaimaariquuna minad diin (lepas dari dien). Ada hikmah dan
ilmu mengapa Sang Pembuat Syariat memutlaq-kan penyebutan ini. Diantaranya
adalah pengetahuan Allah bahwa ada orang-orang yang menasabkan dirinya sebagai
ahlu kiblat namun melanggar darah yang terjaga dan menganggapnya remeh. Maka
memutlaq-kan penyebutan ancaman dan membiarkannya tetap seperti dhahirnya itu
lebih tepat dalam mencela.
Karena
itulah, ketika Imam Ahmad bin Hanbal ditanya, ”Kafirkah Khawarij?”
Beliau
berkata, ”Mereka lepas dari dien sebagaimana anak panah lepas dari busur.”
Kemudian beliau mencukupkan dengan ini.
Al-Khalal
meriwayatkan dalam (as-Sunnah; hal 145, no. 111) dengan sanadnya, beliau
berkata, ”Yusuf bin Musa mengabarkan kepada saya bahwa Abu Abdilah ditanya,
’Kafirkah Khawarij?’ Ia menjawab, ’Mereka telah lepas.’ Ia ditanya lagi,
’Apakah mereka kafir?’ Ia menjawab, ’Mereka telah lepas, lepas dari dien.’ Dan
ia mencukupkan jawabannya dengan itu.”
Al-Khalal
juga meriwayatkan (as-Sunnah; hal 146, no. 112) beliau berkata, ”Muhammad bin
Harun telah mengabarkan kepada saya bahwa Ishaq menceritakan jika Abu Abdillah
ditanya tentang Haruriyah dan Mariqah, apa mereka kafir?’ Abu Abdillah
menjawab, ’Maafkan saya, dan katakan saja seperti dalam hadits.”
Telah
kita bicarakan di atas tadi bahwa menghadapi ghuluw dengan ke-ghuluw-an adalah
mafsadah. Kami akan merinci perkara-perkara ini; termasuk menjelaskan makna al-muruuqu
minad dien, benarkah mereka kafir dan keluar dari Islam, juga apamanath (alasan
yang dijadikan dasar mengambil hukum) sebagian salaf yang mengkafirkan
Khawarij.
Agar
kita tidak dinilai hanya berdebat saja soal Khawarij atau justru meremehkan
kejahatan mereka terhadap hak-hak syariat dan dien, maka kami katakan:
Shaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata tentang Khawarij, ”Apa yang
diriwayatkan tentang mereka; bahwa mereka seburuk-buruk yang dibunuh di bawah
kolong langit dan sebaik-baik orang yang membunuh adalah yang membunuh mereka,
juga dalam hadits yang diriwayatkan Abu Umamah diriwayatkan at-Tirmidzi dan
yang lainnya. Maksudnya, mereka adalah yang paling buruk terhadap kaum muslimin
dari selain mereka. Tak ada yang lebih berbuat buruk terhadap kaum muslimin
melebihi mereka; bahkan lebih buruk dari Yahudi dan Nashrani. Mereka
bersungguh-sungguh dalam membunuh setiap muslim yang tidak sepakat dengan
mereka, menghalalkan darah, harta dan membunuh anak-anak kaum muslimin, serta
mengkafirkan kaum muslimin. Mereka ber-dien dengan keyakinan itu karena
beratnya kejahilan mereka dan bid’ah mereka yang menyesatkan.” (Minhajus
Sunnah: 5/248).
Beliau
rahimahullah juga berkata dalam (al-Fatawa: 13/210), ”Sesungguhnya Khawarij itu
menyelisihi sunnah, sementara al-Quran memerintahkan untuk mengikuti sunnah.
Mereka mengkafirkan orang beriman, sementara al-Quran memerintahkan untuk
ber-wala’ kepada mereka. Karena itulah Sa’ad bin Abi Waqash mentakwilkan jika
Khawarij adalah yang dimaksud dalam ayat:
”Dan
tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik (*) (yaitu)
orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan
memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya
dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (al-Baqarah: 26-27).
Mereka
mengikuti ayat-ayat al-Quran yang Mutasyabih sehingga mentakwilkan ayat itu
tidak pada tempatnya, tanpa tahu maknanya, tanpa memiliki ilmu, tanpa mengikuti
sunnah, dan tanpa merujuk kepada jamaah kaum muslimin yang memahami al-Quran.”
Al-Ajury
berkata dalam kitabnya (as-Syari’ah: 1/325), ”Para ulama baik dulu maupun
sekarang tidak berbeda pendapat bahwa sungguh Khawarij adalah kaum yang buruk,
bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, meski mereka shalat dan shaum,
bersungguh-sungguh dalam beribadah, tapi itu semua tidak bermanfaat bagi
mereka. Karena mereka adalah kaum yang mentakwilkan al-Quran sesuai hawa
nafsunya dan menyamarkan diri sebagai kaum muslimin. Allah ta’ala telah
memperingatkan kita dari Khawarij, demikian juga Rasulullah Saw telah
memperingatkan, juga para Khulafa’ur Rasyidin, para sahabat radhiyallahu ’anhum
dan siapa saja yang mengikuti mereka telah memperingatkan.”
Ibnu
Katsir berkata dalam (al-Bidayah wan Nihayah: 5/387) tentang Khawarij, ”Mereka
(Khawarij) adalah jenis manusia paling aneh dari Bani Adam. Segala puji bagi
Dzat yang telah mem-purwa rupakan makhluk-Nya seperti yang Dia Inginkan dan
telah berlaku takqdir-Nya yang Agung. Adapun yang paling pas dikatakan oleh
sebagian salaf tentang mereka, bahwa Khawarij adalah kaum yang disebut Allah dalam
ayat:
———-
Makna
yang rajih dari lafadz yamruquuna minad dien
Sabda
Nabi Saw:
يمرقون
من الدين كما يمرق السهم من الرمية
Mereka
lepas dari dien seperti lepasnya anak panah dari busurnya.
Nabi
Saw mengumpamakan lepasnya Khawarij dari dien itu seperti lepasnya anak panah.
Ia tertambat sebentar pada busur lalu melesat keluar. Begitu cepat ia lepas;
karena kuatnya dorongan, hingga ia tak terikat sedikitpun pada busurnya.
Imam
al-Jauzi berkata dalam an-Nihayah, ”Maksudnya adalah melanggarnya, mengoyaknya
dan melampaui batas sebagaimana anak panah meninggalkan busur yang mendorongnya
dan ia melesat darinya.”
Al-Khathaby
berkata, ”Maksud dari ad-dien adalah ketaatan. Yaitu mereka
keluar dari ketaatan kepada imam yang wajib ditaati dan melepaskan diri dari
ketaatan.”
Yang
demikian itu karena Khawarij keluar dari ketaatan kepada pemimpin kaum muslimin
dan tidak kembali kepada para pemimpin.
Sebagian
ulama mengungkapkan hadits yang serupa dari riwayat Sa’id bin Masruq yang
menyebutkan lafadz (من الإسلام) sebagai ganti dari lafadz (من الدين).
Mereka
sebagian ulama berkata, ”Yang tampak adalah bahwa maksud dari ad-dien adalah
al-Islam sebagaimana riwayat yang lain menafsirkan demikian.”
Akan
tetapi, pada akhirnya mereka kembali pada kesimpulan yang tidak mengkafirkan
Khawarij, yaitu dalam perkataan mereka, ”Qaul tentang Khawarij adalah sebagai
ancaman dan celaan; bahwa dengan perbuatannya, mereka telah keluar dari Islam
secara sempurna.” Maksud dari sempurna di sini adalah dari
kewajiban-kewajiban dalam Islam, bukan dari perkara yang mustahab, karena
ancaman seperti itu tidak ditujukan kepada pihak yang keluar dari perkara yang
mustahab.
Atas
takwil seperti ini juga, maka sabda Nabi Saw: ”Jika aku bertemu mereka, sungguh
pasti aku akan memerangi mereka seperti dibunuhnya Kaum ’Ad.”
Permisalan
ini bisa dipahami jika perang terhadap Khawarij itu seperti perang terhadap
Kaum ’Ad, atau perang terhadap orang kafir yang lain. Atau mereka diperangi
sebagai bentuk pencegahan agar mereka tidak berbuat kerusakan; sebagaimana Kaum
’Ad dan Tsamud yang berbuat kerusakan. Dan maksudnya bukanlah mereka hukumnya
kafir seperti hokum Kaum ’Ad.
Kesimpulan
dari ungkapan ”Pengkafiran Khawarij”
Ketahuilah,
ungkapan kafirnya Khawarij adalah pendapat yang marjuh (lemah).
Jumhur ulama berpendapat sebaliknya. Ibnu Bathal berkata; sebagaimana dinukil
al-Hafidz dalam Fathul Bary, ”Jumhur ulama berpendapat bahwa Khawarij tidak
keluar dari kaum muslimin secara keseluruhan, karena sabda Saw (( يتمارى في
الفوق, karena itu menunjukkan adanya syaq (keraguan). Jika
masih ada keraguan, maka tidak bisa diputuskan telah keluar dari Islam. Karena
barangsiapa yang berakidah dengan akidah Islam secara yakin, maka ia tidak
keluar dari Islam kecuali secara yakin juga. Ali radhiyallahu ‘anh pernah
ditanya tentang Ahlu Nahar; apakah mereka kafir? Ali berkata, ’Bahkan mereka
lari dari kekafiran.”
Bahkan
Imam al-Khathaby menukil adanya ijma’, ”Ulama kaum muslimin berijma’ bahwa
Khawarij dengan kesesatan mereka adalah termasuk firqah dari firqah-firqah kaum
muslimin. Maka boleh menikahi mereka, memakan sembelihan mereka, menerima
persaksian mereka, dan sesungguhnya mereka tidak kafir selama mereka masih
berpegang kepada pokok keislaman.”
Bila
yang beliau maksud dengan ijma tersebut adalah di masa sahabat atau tabi’in
senior, maka itu benar. Sedangkan untuk masa setelah itu, di mana firqah
Khawarij juga telah menyebar ke berbagai negeri, maka sulit untuk mengklaim
terjadi ijma’ dalam perkara itu.
Hal
yang menguatkan adalah adanya riwayat yang sahih bagaimana para sahabat dan
tabi’in membagi warisan kaum Harura’ serta menguburkan mereka di kuburan kaum
muslimin. Juga adanya riwayat yang sahih setelah masa itu, bahwa sebagian ahlul
ilmi mengkafirkan sebagian firqah Khawarij; seperti firqah Khawarij yang
mengingkari Surat Yusuf dan yang semisalnya dari perbuatan-perbuatan yang
melanggar, di mana perbuatan itu mewajibkan untuk dikafirkan.
Dalam
kitab al-Farqu bainal Firaq disebutkan ada dua kelompok
Khawarij yang melanggar perkara-perkara yang mengkafirkan. Pertama adalah
Khawarij Yazidiyah (pengikut Yazid bin Unaisah al-Kharijy) yang mengklaim Allah
akan mengutus rasul dari kaum ’Ajam (bukan Arab) yang membawa kitab baru dan
menghapus syariat Muhammad.
Kedua
adalah Khawarij al-Maimunah (pengikut Maimun al-’Ajrady). Ia membolehkan
menikahi cucu perempuan (putrinya anak kandung) serta cucu perempuan dari
saudara kandung (putrinya keponakan). Ia beralasan bahwa al-Qur’an tidak
menyebut langsung keduanya sebagai wanita yang haram untuk dinikahi.
Diriwayatkan juga bahwa mereka mengingkari Surat Yusuf dan mengklaim Surat
Yusuf bukanlah bagian dari al-Qur’an, menurut mereka Surat Yusuf hanyalah
sebuah kisah rindu maka tidak sah untuk dinisbatkan kepada Allah dan tidak
pantas disebut di al-Qur’an! Tak diragukan lagi, ini adalah bentuk kedunguan
(kebodohan yang sangat) mereka.
Dari
uraian-uraian dan kepingan di atas, renungkanlah, atas dasar apa Khawarij
dikafirkan; atau apa manath (alasan) mereka dikafirkan, juga
bagaimana firqah Khawarij secara umum tidak dikafirkan. Ada perbedaan pendapat
dikalangan ulama tentang takfir Khawarij, adapun yang masyhur ada dua pendapat.
Shaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam (al-Fatawa; 28/518), ”Sesungguhnya umat telah
sepakat dengan tercelanya Khawarij dan sesatnya mereka. Hanyasanya umat ini
berbeda dalam pengkafiran Khawarij menjadi dua pendapat yang masyhur dalam
madzhab Maliki dan Ahmad serta menurut madzhab Syafii juga ada perbedaan
seputar pengkafiran Khawarij.
Dalam
madzhab Ahmad dan selainnya ada dua:
Pertama,
Khawarij adalah bughat.
Kedua,
mereka kafir murtad. Boleh mendahului untuk membunuh mereka, boleh membunuh
mereka yang tertawan, boleh mengejar mereka yang mundur, dan siapa dari mereka
yang tertangkap maka diminta taubat sebagaimana orang murtad hingga ia mau
taubat atau jika tidak maka dibunuh.
Ibnu
Hajar al-Asqalani menyebutkan dalam (Fathul Bary: 12/313), para ulama yang
mengkafirkan Khawarij; seperti Imam al-Bukhary yang menilai Khawarij sebagai
Mulhidin, beliau al-Bukhary berkata, ’karena yang demikian itu maka yang kuat
adalah apa yang dikatakan Qadhi Abu Bakr Ibnul ’Araby dalam Syarh Tirmidzi;
Qadhi berkata, ’Yang sahih adalah Khawarij kafir karena Nabi Saw bersabda,
’Mereka telah lepas dari Islam’… sampai perkataan beliau, ”Dan karena mereka
(Khawarij) menghukumi pihak yang menyelisihi akidah mereka sebagai kafir dan
kekal di neraka, maka mereka (Khawarij) lebih berhak dengan label itu dari pada
orang yang mereka hukumi.”
Diantara
yang berpendapat kafirnya Khawarij adalah Imam as-Subky. Al-Hafidz berkata,
”Dan diantara imam-imam mutaakhirin yang cenderung
mengkafirkan Khawarij adalah Shaikh Taqiyudin as-Subky. Beliau berkata dalam
fatwanya: ’Orang-orang yang mengkafirkan Khawarij dan Ghulat Rafidhah
ber-hujjah bahwa mereka mengkafirkan para sahabat; di mana Khawarij menunjukkan
pendustaan atas nabi padahal beliau Saw bersaksi atas para sahabat dengan
jannah.’ Beliau melanjutkan, ’Bagi saya, ini adalah hujjah yang sahih.”
Coba
renungkan, tentang ’illah takfirnya, yaitu: ’Mereka mengkafirkan para sahabat;
di mana Khawarij menunjukkan pendustaan atas nabi padahal beliau Saw bersaksi
atas para sahabat dengan jannah.’
Dari
sini, hendaknya Anda harus menahan diri dari mengkafirkan pihak-pihak hari ini
yang mirip dengan Khawarij dalam beberapa sifat, tapi tidak melanggar
penyebab-penyebab kekafiran. Dalam yang demikian ini, maka tidak sah
mengkafirkan mereka selama tidak menunjukkan perkara kekafiran yang jelas,
dzahir dan pasti. Karena jika tidak, bisa-bisa terjerumus dan akan sama seperti
orang-orang ghuluw dalam mengkafirkan. Karena orang yang keislamannya telah
pasti secara meyakinkan tidak boleh digugurkan keislamannya kecuali dengan
yakin juga.
Adapun
ulama yang tidak mengkafirkan Khawarij, beristidlal dengan beberapa perkara;
diantaranya:
Mereka
masuk Islam dengan bersyahadat dan melazimi rukun-rukunnya. Ini mencegah merek
untuk dikafirkan sampai mereka dengan nyata melanggar pembatalnya.
Ini
adalah pendapat mayoritas Ahlul Ushul dari ahlu sunnah. Al-Hafidz Ibnu Hajar
berkata dalam Fathul Bary (12/314): ”Mayoritas ahlul ilmi dari ahlu sunnah
berpendapat bahwa Khawarij adalah fasiq. Juga bahwa hukum Islam berlaku atas
mereka karena mereka melafadzkan syahadat dan mereka tekun menjalankan rukun
Islam. Hanyasanya mereka fasik karena mengkafirkan kaum muslimin bersandarkan
pada takwil yang rusak. Itu menyebabkan mereka menghalalkan darah, harta dan
bersaksi akan kafir serta syiriknya siapa saja yang menyelisihi mereka.”
Juga
pendapat yang telah dikemukakan di depan dari Shaikhul Islam Ibnu Taimiyah
bahwa pendapat tentang tidak kafirnya Khawarij adalah pendapat Imam Ahmad dan
riwayat dari Imam Malik, itu juga pendapat Imam Syafi’i.
Imam
At-Thaliby berkata: ”Imam As-Syafi’i tidak membedakan antara madzhab Khawarij
dengan madzhab firaq-firaq yang lain; di mana mereka tidak dikafirkan.”
Demikian
juga Imam An-Nawawi dalam Syarh Muslim (2/50) beliau berkata: ”Madzhab yang
sahih dan terpilih adalah pendapat khalayak ulama dan para muhaqqiq; yaitu
Khawarij yang tidak dikafirkan sebagaimana seluruh ahlul bid’ah.”
Ibnu
Qudamah Al-Maqdisy berkata dalam Al-Mughny (8/106): ”Khawarij yang mengkafirkan
kaum muslimin karena dosa, mengkafirkan Utsman dan Ali dan Thalhah dan Zubair
serta mayoritas sahabat. Mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin
kecuali yang mau bergabung dengan mereka, maka yang dzahir dari pendapat para
fuqaha dari para sahabat mutaakhirin kami adalah mereka itu bughat, hukum
mereka seperti hukum bughat. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, As-Syafii, Jumhur
Fuqaha dan mayoritas ahlul hadits.”
Imam
as-Syatibhy berkata dalam al-I’tisham (2/185): ”Umat ini berikhtilaf dalam
mengkafirkan para pelaku bid’ah yang besar, tapi yang kuat dalam pendapat dan
sesuai atsar adalah tidak mengkafirkan mereka, dalilnya adalah amal para
salafus salih dalam hal ini.”
Shaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Minhajus Sunnah (5/247): ”Adapun yang
menunjukkan bahwa para sahabat tidak mengkafirkan para Khawarij adalah para
sahabat shalat di belakang mereka. Abdullah bin Umar dan sahabat lainnya shalat
di belakang Najdah al-Harury. Para sahabat juga mengajak mereka berbicara
sebagaimana muslim berbicara dengan sesama muslim. Sebagaimana Abdullah bin
Abbas menjawab Najdah al-Harury ketika ia diutus untuk bertanya beberapa
permasalahan dan bertanya tentang haditsnya dalam Sahih Bukhari. Sebagaiamana
Abdullah bin Abbas juga menjawab Nafi’ bin Al-Azraq tentang beberapa masalah
yang masyhur, sementara Nafi’ berdiskusi dengannya beberapa masalah tentang
Al-Quran, seperti dua orang muslim yang berdiskusi. Sirah kaum muslimin juga
banyak bercerita tentang cerita semisal; di mana mereka tidak dimurtadkan
seperti kaum yang diperangi oleh Abu Bakar as-Shidiq.
Hal
yang demikian ini terjadi sementara ada hadits sahih dari Nabi Saw yang
memerintahkan untuk memerangi mereka. Juga sudah ada riwayat bahwa mereka
adalah, ”seburuk-buruk yang dibunuh di bawah kolong langit, sebaik-baik
pembunuh adalah yang membunuh mereka,” dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Umamah dan At-Tirmidzi juga selainnya. Maksudnya adalah mereka seburuk-buruk
makhluk terhadap kaum muslimin dari selain mereka. Tidak ada satupun yang lebih
buruk terhadap kaum muslimin; tidak juga Yahudi dan Nashrani yang lebih buruk
dari Khawarij. Sungguh mereka Khawarij bersungguh-sungguh untuk membunuh kaum
muslimin yang tidak setuju dengan mereka, mereka halalkan darah dan harta kaum
muslimin serta mereka bunuh anak-anak kaum muslimin sembari mengkafirkan
mereka. Mereka beragama dengan itu karena dalamnya kebodohan dan bidah mereka
yang menyesatkan.
Walau
begitu, para sahabat, tabiin serta siapa saja yang mengikuti mereka dengan
baik, tidak mengkafirkan Khawarij juga tidak menjadikan mereka murtad, juga
tidak memusuhi mereka baik perkataan maupun perbuatan. Bahkan mereka bertakwa
kepada Allah dalam menghadapi mereka dan menyikapi mereka dengan sikap yang
adil.”
Perhatikan
kalimat terakhir, termasuk keadilan para salaf yang menyempitkan dada para
khalaf yang tidak berbuat adil dan menghukumi mereka dengan hawa nafsu. Mereka
ingin bersikap terhadap para Khawarij dengan sikap yang tidak syar’i tapi
dengan kebangsaan dan kethaghutan.
Diantara
ahlul ilmi, ada yang bertawaqquf dalam soal Khawarij seperti Imam Ahmad.
Shaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam al-Fatawa (12/486): ”Adapun
Qadariyah dan Rafidhah, Jahmiyah serta Khawarij, maka Imam Ahmad menyebutkan
ada dua pendapat soal takfir mereka. Ini adalah hakikat dari pendapat beliau
yang umum, sedangkan sebagian besar beliau bertawaquf dari takfir atas
Qadariyah dan Khawarij. Sedang telah diketahui jika beliau pernah berkata soal
Khawarij, ’Saya tidak tahu kaum yang lebih buruk dari Khawarij.”
Penutup sekaligus ringkasan pembahasan
Jumhur
ulama tidak mengkafirkan Khawarij sebagaiman dalil-dalil yang terdahulu.
Diantara mereka ada yang bertawaqquf dalam urusan Khawarij serta berkata secara
umum sebagaimana hadits tentang ancaman dan celaan bagi siapa saja yang
bermanhaj dengan manhaj Khawarij.
Sebagian
ulama mengkafirkan mereka seperti dalam beberapa dzahir hadits. Adapun pendapat
ini adalah marjuh (lemah), kelemahan pendapat ini ditunjukkan
sendiri dalam hadits juga sirah para sahabat.
Ulama
yang mengkafirkan Khawarij, mengkafirkan karena beberapa sebab tertentu, bukan
karena ke-ghuluw-an dan karena mereka memerangi kaum muslimin saja. Seperti
karena mereka mengkafirkan para sahabat yang sudah di jamin dengan jannah atau
pengingkaran mereka terhadap Surat Yusuf, atau membantah Al-Quran yang telah
jelas atau membantah bagian dien yang telah diketahui secara dharurah; seperti
hukum potong tangan, mengingkari ru’yah Nabi Saw atau tidak menerima Had rajam.
Dari
sini, Anda bisa tahu bahwa pendapat yang mengkafirkan siapa saja yang
diidentikkan dengan Khawarij atau menyerupai Khawarij dalam beberapa hal yang
dengannya mereka belum dikafirkan para ulama, maka ini adalah pendapat yang
salah dan ghuluw; ke-ghuluw-an yang berhadapan dengan ke-ghuluw-an mereka.
Kesalahan tidak ditolak dan ditawar dengan kesalahan yang serupa.
Terakhir
kami katakan: Ini bukanlah pembelaan atas ghulat, akan tetapi ini adalah tahqiq
dan pendetailan soal masalah takfir, setelah saya melihat lepasnya ikatan dari
simpulnya dan dipegangi oleh kebanyakan manusia; seperti memurtadkan keghuluwan
dan kejahatan para ghulat.
Bahkan
kami mengokohkan lagi hukum-hukum takfir dengan rambu-rambu dan pokok-pokok
syar’i yang sahih, bukan dengan manath-manath dari para
ghulat, tidak juga hanya sekedar melawan perbuatan mereka.
Saya
memohon kepada Allah ta’ala agar memberi petunjuk kepada kita dan kepada mereka
menuju jalan yang lurus. Dan agar Allah menunjukkan kepada kita al-haq adalah
haq dan memberi kita rizki untuk mengikuti yang haq tersebut, juga menunjukkan
yang batil itu batil dan memberi kita rizki untuk menjauhi yang batil itu.
Wa
shallallahu wa sallam ala nabiyyina Muhammad wa ala alihi wa ashabihi ajmain.
Safar,
1437 H
Rep: Rusli
Editor: Rusli