firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
وَأَنَّ هَذَا
صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ
بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah
jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan
(yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. [Al
An’am:153].
Firman Allah Swt.:
{وَأَنْ
تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ سُلْطَانًا}
(mengharamkan) kalian mempersekutukan Allah
dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu. (Al-A'raf: 33)
Yakni kalian menjadikan bagi-Nya sekutu-sekutu
dalam menyembah kepada-Nya.
وَأَنْ
تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
dan (mengharamkan) kalian mengada-adakan
terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui. (Al-A'raf: 33)
Yaitu berupa perbuatan dusta dan hal-hal yang
diada-adakan, seperti pengakuan bahwa Allah beranak dan lain sebagainya yang
tiada pengetahuan bagi kalian mengenainya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
فَاجْتَنِبُوا
الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ
Maka jauhilah berhala-berhala yang najis itu.
(Al-Hajj: 30), hingga akhir ayat.
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, ia
berkata.
خَطَّ لَنَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا
سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ
قَالَ هَذِهِ سُبُلٌ قَالَ يَزِيدُ مُتَفَرِّقَةٌ عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا
شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ إِنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا
فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda,”Ini adalah jalan Allah,”
kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut,
lalu bersabda,”Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada
syetan yang mengajak kepada jalan itu,” kemudian beliau membaca.
إِنَّ هَذَا صِرَاطِي
مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ
سَبِيلِهِ
Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini
adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya.
[Al An’am:153]. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dalam
Musnad-nya (1/465 dan 1/435) dan Ad-Darimi dalam Sunan-nya (no. 204).
Redaksi hadits ini menunjukkan, bahwa jalan
(kebenaran, pent.) itu hanya satu. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Dan
ini disebabkan, karena jalan yang mengantarkan (seseorang) kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala hanyalah satu. Yaitu sesuatu yang dengannya, Allah mengutus
para rasulNya dan menurunkan kitab-kitabNya. Tiada seorangpun yang dapat sampai
kepadaNya, kecuali melalui jalan ini. Seandainya manusia datang dengan menempuh
semua jalan, lalu mendatangi setiap pintu dan meminta agar dibukakan, niscaya
seluruh jalan tertutup dan terkunci buat mereka; terkecuali melalui jalan yang
satu ini. Karena jalan inilah, yang berhubungan dengan Allah dan bisa
mengantarkan kepadaNya.[At Tafsir Al Qayyim, halaman 14-15]
Hanya Satu Jalan Menuju Allah Azza Wa Jalla
Firqah Sesat, Al-Firqatun An-Najiyyah (Golongan
Yang Selamat) Dan Kapan Keluar Dari Ahlus-Sunnah ?
Tolok Ukur Kebenaran Adalah Secara Syar'i
Kebodohan Akan Menghalangi Seseorang Untuk
Menerima Kebenaran. Bahwasanya Hati Nurani Setiap Orang Lebih Menyukai Dan
Menginginkan Kebenaran Ketimbang Kebathilan.
Larangan Menafsirkan Al-Qur’an Dengan Pendapat
Sendiri. Kaedah Penting Dalam Memahami Al Qur’an Dan Hadits.
Sejarah Tafsir dan Perkembangannya
Mana Jalan Yang Harus Ditempuh ? Antara Jalan
Allah Atau Jalan Iblis Dan Pengikutnya.
Siapakah yang Pantas Disebut Ulama ( Orang Alim
) ?
Ciri-ciri Ulama Ahlusunnah Dan Ulama Rabbani
Pelita Ummat
Cukupkah Sebutan MUSLIM Saja, Atau AHLUSUNNAH
Saja, Tanpa Embel-embel lain nya? Untuk Saat Ini, TIDAK CUKUP,. Kenapa? "
Islam Nusantara,Naudzubillahi mindzalik?!"
Tong Sampah
Dakwah Bil Kitabah, Bukan Dominan Bil Lisan.
Dakwah Bil Youtube, Berpotensi Negatif Untuk Jadi Alat Provokasi. Rahasia
Produktivitas Menulis Para Ulama Salaf.
Orang-Orang Yang Menggenggam Sesuatu Di Atas
Bara Api
Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang
Kebenaran Tidak Diukur Dengan Banyaknya Orang
Yang Mengikutinya.Berpegang Pada Suara Mayoritas Adalah Kaidah Kaum Jahiliyah.
Perbedaan Antara Ahlussunnah Dan Ahlul Bathil
Jangan Terkesima Dengan Banyaknya Pengikut
(Bukan Barometer Kebenaran). Ketenaran Dan Popularitas Adalah Ujian, Hindari
Jika Mampu.
Mari Mengenal Pemahaman Sahabat, Satu-satunya
Jalan Keselamatan Dunia dan Akherat (lihat 19 Comments)
https://aslibumiayu.net/3111-mari-mengenal-pemahaman-sahabat.html
https://aslibumiayu.net/3111-mari-mengenal-pemahaman-sahabat.html
Kewajiban Mengikuti Cara Beragamanya Sahabat (Al-Ustadz
Abdul Hakim bin Amir Abdat)
https://almanhaj.or.id/907-kewajiban-mengikuti-cara-beragamanya-sahabat.html
https://almanhaj.or.id/907-kewajiban-mengikuti-cara-beragamanya-sahabat.html
Kemuliaan Hanya Dengan Mengikuti Pemahaman Para
Sahabat (lihat 5 Comments)
https://aslibumiayu.net/3518-kemuliaan-hanya-dengan-mengikuti-pemahaman-para-sahabat.html
https://aslibumiayu.net/3518-kemuliaan-hanya-dengan-mengikuti-pemahaman-para-sahabat.html
Membahas Politik Di Hadapan Masyarakat Awam
Meniti Jalan Yang Lurus , Jalan kebenaran
hanya satu, bukan seperti komentar ini, hakikatnya kita sedang menuju tujuan
yang sama,namun menempuh jalan yang tidak sama
Ibnu Mas’ud berkata:
Rasulullah menggaris satu garis dengan
tangannya, kemudian bersabda:
“Ini adalah jalan Allah yang lurus.”
Setelahnya beliau menggaris beberapa
garis di sebelah kanan dan kirinya, kemudian beliau bersabda:
“Ini adalah jalan-jalan. Tidak ada satu
jalan pun dari jalan-jalan ini melainkan di atasnya ada setan yang mengajak
kepadanya.”
Beliau lalu membaca ayat:
“Sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang
lurus, maka ikutilah jalan ini dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan lain
karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.” Hadits ini
diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya (1/465 dan 1/435) dan
Ad-Darimi dalam Sunan-nya (no. 204)
Segala puji bagi Allah yang telah
menunjukkan jalan yang lurus dan mengangkat hamba terkasih-Nya sebagai pemandu
menuju-Nya. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Muhammad sebaik-baik nabi
dan utusan, dan juga bagi para sahabat serta pengikutnya yang setia hingga
akhir zaman. Amma ba’du.
Ayat-ayat al-Qur’an yang begitu indah dan
menakjubkan, memberikan kepada kita gambaran yang jelas mengenai karakter dan
hakekat jalan yang lurus. Jalan yang setiap hari kita mohon kepada Allah untuk
ditunjuki kepadanya. Jalan yang akan mengantarkan penempuhnya menuju surga dan
kebahagiaan, serta melemparkan orang yang melenceng darinya menuju neraka dan
kesengsaraan.
Memadukan antara ilmu dan amal
Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka,
bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang
tersesat.” (QS. al-Fatihah: 7).
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan
bahwa hakekat jalan yang lurus itu akan diperoleh dengan cara mengenali
kebenaran dan mengamalkannya (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 39).
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Dengan ucapan anda
‘Ihdinash shirathal mustaqim’ itu artinya anda telah meminta kepada Allah
ta’ala ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh.” (Tafsir Juz ‘Amma, hal.
12).
Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah berkata, “Maka
orang yang diberi nikmat atas mereka yaitu orang yang berilmu sekaligus
beramal. Adapun orang-orang yang dimurkai yaitu orang-orang yang berilmu namun
tidak beramal. Sedangkan orang-orang yang tersesat ialah orang-orang yang
beramal tanpa landasan ilmu.” (Tsamrat al-’Ilmi al-’Amalu, hal. 14). Ibnul
Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa penyebab orang terjerumus dalam
kesesatan ialah rusaknya ilmu dan keyakinan. Sedangkan penyebab orang
terjerumus dalam kemurkaan ialah rusaknya niat dan amalan (lihat al-Fawa’id,
hal. 21)
Memadukan antara tauhid dan
ketaatan
Allah ta’ala berfirman
memberitakan ucapan Nabi ‘Isa ‘alaihis salam (yang artinya), “Maka
bertakwalah kalian kepada Allah dan taatilah aku. Sesungguhnya Allah adalah
Rabbku dan Rabb kalian, maka sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.” (QS.
Ali Imran: 50-51, lihat juga QS. Az-Zukhruf: 63-64).
Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Inilah,
yaitu penyembahan kepada Allah, ketakwaan kepada-Nya, serta ketaatan kepada
rasul-Nya merupakan ‘jalan lurus’ yang mengantarkan kepada Allah dan menuju
surga-Nya, adapun yang selain jalan itu maka itu adalah jalan-jalan yang
menjerumuskan ke neraka.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 132). Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata, “…Sesungguhnya kebenaran itu hanya
satu, yaitu jalan Allah yang lurus, tiada jalan yang mengantarkan kepada-Nya
selain jalan itu. Yaitu beribadah kepada Allah tanpa mempersekutukan-Nya dengan
apapun, dengan cara menjalankan syari’at yang ditetapkan-Nya melalui lisan
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan dengan [landasan] hawa nafsu
maupun bid’ah-bid’ah…” (at-Tafsir al-Qayyim, hal. 116-117)
Dalam surat Maryam, Allah ta’ala juga
memberitakan ucapan Isa ‘alaihis salam tersebut (yang artinya), “Dan
sesungguhnya Allah adalah Rabbku dan Rabb kalian, maka sembahlah Dia. Inilah
jalan yang lurus.” (QS. Maryam: 36).
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan,
bahwa makna ‘sembahlah Dia’ adalah: ikhlaskan ibadah kepada-Nya,
bersungguh-sungguhlah dalam inabah (taubat dan semakin taat)
kepada-Nya. Di dalam ungkapan ‘Sesungguhnya Allah adalah Rabbku dan Rabb
kalian maka sembahlah Dia’terkandung penetapan tauhid rububiyah dan tauhid
uluhiyah, serta berargumentasi dengan tauhid yang pertama (rububiyah) untuk
mewajibkan tauhid yang kedua (uluhiyah) (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman,
hal. 493)
Bahkan, Allah sendiri telah menegaskan
bahwa tauhid dan ketaatan kepada-Nya inilah jalan yang lurus itu, bukan
penyembahan dan ketaatan kepada syaitan. Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Bukankah Aku telah berpesan kepada kalian, wahai keturunan
Adam; Janganlah kalian menyembah syaitan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang
nyata bagi kalian. Dan sembahlah Aku. Inilah jalan yang lurus.” (QS.
Yasin: 60-61). Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan, bahwa yang
dimaksud ‘mentaati syaitan’ itu mencakup segala bentuk kekafiran dan
kemaksiatan. Adapun jalan yang lurus itu adalah beribadah kepada Allah, taat
kepada-Nya, dan mendurhakai syaitan (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal.
698)
Perlu diingat, bahwa ketaatan kepada
Rasul pada hakekatnya merupakan ketaatan kepada Allah, tidak bisa dipisahkan
satu dengan yang lainnya. Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Barangsiapa yang taat kepada rasul itu, sesungguhnya dia telah
taat kepada Allah.” (QS. an-Nisaa’: 80). Ayat ini menunjukkan bahwa semua
orang yang taat kepada Rasulullah dalam hal perintah dan larangannya
sesungguhnya telah taat kepada Allah ta’ala. Karena rasul tidaklah
memerintah dan melarang kecuali dengan perintah dari Allah, dengan syari’at dan
wahyu dari-Nya. Sehingga hal ini menunjukkan ‘ishmah/keterpeliharaan diri
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Allah memerintahkan taat
kepada beliau secara mutlak (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 189)
Kata Kunci
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan
bahwa ada empat kata kunci agar seorang hamba bisa berjalan di atas jalan yang
lurus, yaitu:
Ilmu, karena dengan ilmu ini maka dia
akan bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana tauhid mana
syirik, mana sunnah mana bid’ah, mana taat mana maksiat, dst.
Amal, karena dengan mengamalkan ilmunya
dia akan terbebas dari kemurkaan Allah, bahkan dia akan mendapatkan tambahan
petunjuk karenanya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang
yang mengikuti petunjuk itu, maka Allah akan menambahkan kepada mereka petunjuk
dan Allah berikan kepada mereka ketakwaan mereka.” (QS. Muhammad: 17). Di
dalam ayat yang mulia ini Allah menjanjikan dua balasan bagi orang yang
mengikuti petunjuk (baca: mengamalkan ilmunya), yaitu: ilmu yang bermanfaat dan
amal yang saleh (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 787)
Tauhid, karena dengan memahami dan
melaksanakan tauhid maka seorang hamba telah mewujudkan tujuan hidupnya dan
berada di atas jalan yang akan mengantarkannya ke surga, jika dia istiqomah di
atasnya hingga ajal tiba.
Taat, karena dengan menjalankan perintah
dan menjauhi larangan berarti dia telah menunjukkan penghambaannya kepada Allah
dan kepatuhannya kepada Rasulullah, sehingga dia akan mendapatkan keberuntungan
-di dunia maupun di akherat- sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah kepada
hamba-hamba-Nya yang taat kepada-Nya. Allahu a’lam.
Penulis: Abu
Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
Belajar Agama Hanya Untuk (Profesi
Dakwah,Ustadz) Mencari Dunia ?
[IT] Azab Para Da’i yang Tidak
Menjalankan Nasihatnya Sendiri,
4 Tipe Ustadz Dalam Berdakwah. 4 Tipe
Manusia Dalam Beramal
Zuhud, Bayaran Dalam Dakwah, Dan Upah
Khatib Jum’at
[OOT] Kaidah dan Landasan Para Juru
Dakwah
Persatuan yang dipertuhankan , Apa Sih
Definisi Persatuan Yang BENAR?
Apa Sih Penyebab Utama Perpecahan Umat
Islam Ini??
Larangan Bercerai Berai Dan Bagaimana
Langkah-Langkah Menuju Persatuan Umat?
Koreksi Pandangan Prof. Dr. M. Quraish
Shihab dalam bukunya Membumikan Al-Quran