Duh, Si Murji’ah Belum Selesai Dialog Udah
Kabur Duluan
Salafi: Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa
barakatuh
Murji’ah: Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa
barakatuh
Salafi: Bagaimana kabarmu, baik-baik sajakah?
Murji’ah: Alhamdulillah baik.
Salafi: Kalau berkenan, saya ingin bertanya
suatu hal?
Murji’ah: Silahkan! Apa yang ingin engkau
tanyakan?
Salafi: Apa hukum menjalin ikatan koalisi
internasional untuk memerangi kaum muslimin?
Murji’ah: Hukumnya wajib. Terlebih dalam
memerangi Khawarij, maka pahalanya besar.
Salafi: Walaupun bersama dengan orang-orang
musyrik?
Murji’ah: Iya. Tidak masalah minta bantuan
kepada orang-orang musyrik untuk memerangi Khawarij.
Salafi: Coba tunjukkan dalil-dalil tentang
ucapanmu?
Murji’ah: Fatwa Syaikh Bin Baz tentang Hukum Meminta
Bantuan kepada Orang-orang Musyrik, serta pendapat-pendapat ulama yang lain.
Salafi: Tahukah engkau, siapa pemimpin utama
dari ikatan koalisi internasional tersebut? Siapa yang mengaturnya?
Murji’ah: Iya aku tahu. Amerikalah pemimpinnya
dan yang mengatur adalah jenderal Amerika, John Allen.
Salafi: Good… Kalau begitu jelas sudah, perang
tersebut berada di bawah panji orang-orang kafir. Hakekatnya, perang ini adalah
milik mereka. Jenderal mereka, John Allen juga menjadi panglima utama dalam
perang mereka di Afghanistan dan Irak. Status mereka jelas, sebagai kafir harbi
(orang kafir yang diperangi). Tangan-tangan mereka berlumuran darah kaum
muslimin. Ikatan koalisi ini jelas bukan bentuk meminta bantuan kepada orang
kafir (isti’anah), tapi dalam rangka membantu agenda
mereka (i’anah). Bedanya jelas,
antara isti’anah dan i’anah. Hakekat isti’anah adalah
berperang di bawah panji kaum muslimin dengan meminta bantuan kepada kaum
musyrikin. Perlu disadari, menjalin ikatan koalisi itu bukan sebuah
bentuk isti’anah, tapi i’anah. Keduanya berbeda. Hukum Islam telah
jelas, bahwa i’anah atau membantu orang kafir untuk memerangi kaum
muslimin itu tidak boleh, pelakunya berarti telah keluar dari agama Islam.
Sebenarnya dalam masalah isti’anah pun, jumhur ulama dan ahli fikih
tidak membolehkan meminta bantuan kepada orang musyrik untuk
memerangi bughat (pembangkang) dan Khawarij ataupun kelompok muslimin
manapun. Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm jilid 4 mengatakan, “Tidak
diperbolehkan bagi ahlul ‘adl (kaum muslimin yang lurus) di sisiku untuk
meminta bantuan kepada kaum musyrikin – kafir dzimmi atau harbi—untuk
memerangi bughat walaupun hukum kaum muslimin di dalamnya jelas. Aku
juga tidak menjadikan mereka yang menyelisihi agama Allah ‘azza wa jalla sebagai
perantara untuk memerangi pemeluk agama Allah.” Di sini ada penekanan “para
pemeluk agama Allah”, di mana ahlu bughat dan Khawarij termasuk
bagian dari mereka.
Mungkin dari sini dulu engkau bisa memahami.
Selanjutnya aku ingin bertanya lagi kepadamu tentang beberapa hal.
Murji’ah: Silahkan!
Salafi: Apa hukum membantu kaum musyrikin dan
berperang di bawah panji mereka (orang-orang kafir) dalam memerangi kelompok
kaum muslimin manapun, sekalipun kelompok ahlu bid’ah? Bukankah membantu kaum
musyrikin menjadikannya keluar dari agama? Kemudian apa pendapatmu tentang
fatwa Syaikh Bin Baz yang berbunyi “Para ulama Islam telah berijmak bahwa
barang siapa yang membantu orang kafir memerangi kaum muslimin dan menolong
mereka dengan bantuan apapun, maka hukumnya kafir seperti mereka” (lihat Fatawa
Bin Baz 1/274)? Hendaknya masalah ini engkau bawa dengan memandang keumuman
kaum muslimin, jangan dikhususkan dengan kelompok tertentu dari kaum muslimin.
Jadi, anggaplah sebagai keseluruhan kaum muslimin dengan berbagai ragam kelompoknya.
Maka disebutkan, tidak diperbolehkan menolong kaum musyrikin atas kaum
muslimin. Perkataan ini (pendapat Syaikh Bin Baz) juga sama dengan perkataan
Ibnu Taimiyah. Ketentuan hukum ini, terlihat jelas dalam ikatan koalisi
internasional ini.
Murji’ah: Hukumnya termasuk dosa besar jika
dalam rangka mencapai maslahat duniawi. Jika sampai pada taraf mencintai
mereka, maka ia keluar dari agama Islam. Wallahu a’lam.
Salafi: Ketahuilah, Hamad bin Atiq berkata
dalam Ad-Difa’ ‘an Ahlis Sunnah hal. 32 menyebutkan bahwa, telah
dijelaskan sebelumnya tentang membantu kaum musyrikin dan menunjukkan aurat
kaum muslimin kepada mereka, baik secara lisan ataupun ridha terhadap tindakan
mereka, maka semua ini adalah tindak kekafiran jika dilakukan bukan lantaran
terpaksa. Pelakunya telah keluar dari agama Islam walaupun ia benci terhadap
orang-orang kafir dan mencintai kaum muslimin. Hal serupa juga dikatakan oleh Abdul Aziz Ar-Rajihi yaitu,
barangsiapa yang membantu orang-orang kafir atas kaum muslimin, maka ia telah
kafir walaupun takut berpengaruh pada maslahat duniawinya. Perlu engkau ketahui,
para ulama Nejd mengkafirkan Ibnu Rasyid karena loyal dengan Attaturk. Selain
itu ketika mereka mengkafirkan Duweish dan Ajman, tidak disyaratkan adanya
kecintaan terhadap agama orang musyrik. Begitu juga ulama Malikiyah yang
mengkafirkan raja-raja yang meminta bantuan kepada orang-orang musyrik untuk
memerangi kaum muslimin. Ibnu Taimiyah tidak mengatakan hal ini (syarat
kecintaan terhadap orang musyrik) manakala mengkafirkan orang yang lari dari
pasukan Tatar. Kemudian tidak mungkin engkau katakan bahwa mereka yang
membantu kaum musyrikin itu dalam kondisi terpaksa, justru mereka itu bangga
dengan koalisinya dan menyombongkan diri. Maka inilah bentuk kekufuran yang
besar dan ia keluar dari agama Allah. Coba lihatlah ikatan koalisi ini yang
telah membunuh anak-anak kecil, kaum wanita, dan mereka yang tidak bersalah.
Mereka ini dijatuhi dengan birmil-birmil dan senjata biologis, ataupun dengan
segala hal yang dapat melukai mereka. Ini sungguh perkara yang kontradiktif.
Bukankah entitas Zionis memiliki hubungan dengan Saudi, sehingga mereka enggan
membantu rakyat Suriah? Juga ketika tentara Zionis membunuh rakyat Gaza, tak
satupun pesawat milik Saudi diterbangkan ke sana? Di manakah umat Islam ketika
terjadi peristiwa Burma, Turkistan Timur dan Afrika Tengah?
Pertanyaannjilmet ini musti engkau jawab jika engkau mampu menjawabnya.
Coba engkau lihat lagi sebuah ikatan koalisi ini. Kemudian, bagaimana
pendapatmu dengan bantuan tuanmu, Alu Saud, terhadap pasukan Lebanon beberapa
milyar. Padahal mereka termasuk tentara Salib yang dosanya tampak jelas dengan
berbuat buruk kepada kaum muslimin di Suriah, bukankah dalam hal ini mereka
memberi bantuan kepada orang-orang musyrik?
Murji’ah: Bukankah revolusioner Libya juga
meminta bantuan kepada NATO?
Salafi: Yup, betul. Aku tidak menyangkal
perkara ini. Tapi perlu diketahui, perkaranya beda. Meminta bantuan kepada NATO
itu seperti meminta bantuan kepada kaum musyrikin dalam memerangi Saddam Husein
selama invasi Kuwait. Fatwa Syaikh Bin Baz telah jelas terkait masalah ini,
yaitu bolehnya meminta bantuan dalam kondisi ini, walaupun Al-Albani
menyelisinya. Perlu diketahui bahwa Syaikh Bin Baz, Al-Albani dan Syaikh Muqbil
dan ulama lainnya bersepakat atas kekafiran Qaddafi. Maka masalah yang engkau
sangkal tadi sebenarnya berkaitan tentang “meminta bantuan kepada orang-orang
musyrik untuk memerangi rezim kafir, bukan memerangi kelompok kaum
muslimin”. Gambaran ini saya paparkan agar engkau tahu dan bisa membedakan
antara meminta bantuan (isti’anah) dan memberikan bantuan (i’anah) adalah dua
hal yang berbeda.
Murji’ah: Emmm… Sebenatar ya, saya masih ada
urusan nih, lagi sibuk. Mungkin kita tidak bisa melanjutkan obrolan kita.
Salafi: Eh, mau ke mana? Mau kabur ya? Jawab
dulu semua pertanyaanku tadi? Kalau udah terjawab semua, kamu baru boleh pergi.
Jangan-jangan kamu tidak bisa jawab ya?
Murji’ah: Duh, saya lagi sibuk nih. Udah ya…
Fii amanillah
Salafi: Ya udah. Sebelum pergi, aku lengkapi
dulu obrolan kita. Engkau tidak mengajukan satu dalil pun tentang “kebolehan
ikatan koalisi” ini atau bahwa hal ini tidak terhitung dalam rangka menolong
kaum musyrikin. Aku meminta kepada Allah agar pengorbanan atas ikatan koalisi
kafir ini terus ada padamu hingga Hari Kiamat. Kenapa? Karena engkau melegalkan
perkara ini dan berhukum dengannya tanpa satu dalil syar’ipun.
Tanpa disadari, si Murji’ah itu ternyata sudah
tidak ada di hadapannya. Ia sudah kabur duluan.
Sumber: https://justpaste.it/ha6b
SELASA, JANUARI 06, 2015
Portal al-gornal (28/12/2014) mempublikasikan sebuah
dokumen sangat penting yang dibocorkan dari Kantor Pusat Dewan Fatwa Saudi
Arabia nomor 251450 yang menfatwakan bahwa As-Sisi sudah keluar dari Islam
alias murtad total “murtad kubro”. Dokumen tersebut tertanggal 20 Ramadhan 1435
H, tepat saat zionis Israel menyerang Gaza dan blokade total yang dilakukan
As-Sisi terhadap kaum muslimin Gaza pada saat penyerangan itu dalam rangka
membantu Israel.
Dokumen menyebutkan:
“Merujuk fatwa syaikh Bin Baz rahimahullah (1/274) yang menyatakan bahwa orang
yang membantu kaum kafir untuk menyerang kaum muslimin adalah murtad dari agamanya,
dan sudah melakukan tindakan terlarang dan sebuah kemungkaran.
Syaikh Bin Baz mengatakan: ‘Semua ulama Islam sepakat bahwa siapa saja yang
membantu orang-orang kafir untuk -menyerang- kaum muslimin maka orang tersebut
menjadi bagian dari orang-orang kafir, sebagaimana firman Allah: ‘Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi auliya (orang kepercayaan, orang yang diberikan pertolongan,
rasa sayang dan dukungan) bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi
sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi
auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim. (QS.
Al Maidah: 51).’
Setelah merujuk fatwa dan pendapat para ulama-ulama terdahulu dan modern, dan
setelah membicarakan lebih lanjut dan meneliti tindakan dan sikap Abdul Fattah
Said Husein Khalil As-Sisi kelahiran 19 November 1954 yang sudah melakukan
blokade terhadap dua juta penduduk Gaza dalam rangka membantu Yahudi dengan
cara menahan makanan dan obat-obatan untuk masuk Gaza dan juga menghalangi para
orang-otang tua, wanita dan anak-anak keluar Gaza, dan kami sudah mendapatkan
bukti-bukti yang tidak diragukan lagi bahwa Abdul Fattah Said Husein Khalil
As-Sisi telah murtad dari Islam dengan level ‘Murtad Kubro’ yang membuatnya
sudah keluar dari Islam secara totalitas sehingga semua hukum terkait orang
yang murtad dapat diterapkan kepadanya.”(FIMADANI)
http://muslimina.blogspot.com/2015/01/dewan-ulama-senior-saudi-as-sisi-murtad.html