Oleh Ustadz Abu Minhâl
Adalah Makkah dan Madinah, dua tempat
suci yang selalu memesona pandangan kaum muslimin. Kedudukan dua tanah suci ini
menjadi tambatan hati mereka yang beriman kepada Allah Ta'ala dan meneladani
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Magnet dua tanah haram ini
mengalahkan kota-kota lain di dunia. Terbukti, umat Islam selalu
berbondong-bondong mengunjunginya, baik melalui ibadah haji maupun umrah.
Selain itu, dua kota ini juga menjadi
benteng keimanan terakhir. Yaitu saat tempat-tempat lain dilanda kegoncangan
iman. Disebutkan dalam hadits shahîh, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّ الْإِيمَانَ لَيَأْرِزُ إِلَى الْمَدِينَةِ
كَمَا تَأْرِزُ الْحَيَّةُ إِلَى جُحْرِهَا
"Sesungguhnya iman akan kembali ke
Madinah seperti seekor ular yang kembali ke lubang sarangnya" [HR
al-Bukhâri dan Muslim]
Dua kota suci ini aman dari terjangan
fitnah Dajjâl, saat semua kota di dunia terjamah oleh fitnahnya. Allah
Subhanahu wa Ta'ala menempatkan malaikat-malaikat untuk menjaga dua kota suci
tersebut. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda mengisahkan
perkataan Dajjal.
فَلَا أَدَعُ قَرْيَةً إِلاَّ هَبََطْتَهَا فِيْ
أَرْبَعييْنَ لَيْلَةً غَيْرَ مَكَّةَ وَ طَيِّبَةٍ
"(Dajjal mengatakan) : Tidaklah aku
membiarkan suatu daerah kecuali pasti aku singgahi dalam masa empat puluh
malam, selain Mekkah dan Thaibah (Madinah)" [HR. Muslim]
Penjelasan Rasulullah Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam ini menjadi panutan kaum muslimin. Akan tetapi
kaum Syi'ah memiliki keyakinan yang berbeda.
Menurut mereka, tempat suci yang mulia
ialah kota Qum. Katanya, kedudukan kota ini lebih tinggi dari pada Ka'bah,
Makkah dan Madinah. Terhadap hadits-hadits shahîh yang menegaskan keutamaan
Makkah dan Madinah, mereka bersikap sebagaimana kaum Yahudi dan Nashara
melakukan tahrîf (pembelokan) dan mengotak-atiknya, supaya makna yang dikandung
hadits tersebut seolah mendukung hawa nafsu mereka.
Ulama hadits dari kalangan Syi'ah
membelokkan hadits-hadits ini ke "kota suci" mereka, yaitu kota Qum
di negeri Iran. Anggapan mereka, kota Qum itulah wilayah yang akan selamat dari
fitnah Dajjâl, dan dari hantaman malapetaka maupun musibah. Begitu pula dengan
penduduknya. Jadi menurut mereka bukan Makkah atau Madinah.
Dalam Bihârul-Anwâr (57/213), seorang
tokoh Syi'ah yang bernama al-Majlisi berkata: "Sungguh, malapetaka
terjauhkan dari kota Qum dan para penduduknya. Akan datang suatu masa, saat
kota Qum dan para penduduknya akan menjadi hujjah di hadapan seluruh makhluk.
Peristiwa itu terjadi saat imam kita 'alaihis-salâm masih dalam masa pertapaan
sampai pada saat kemunculannnya. Kalau tidak demikian, niscaya bumi akan
menenggelamkan penghuninya. Sungguh malaikat-malaikat menghalangi
musibah-musibah atas kota Qum dan penduduknya. Tidaklah seseorang yang
bertangan besi berniat buruk kepadanya kecuali akan dilumpuhkan oleh Dzat yang
mengalahkan para perusak itu dan akan menyibukkannya dengan musibah, malapetaka
maupun musuh. Dan Allah akan membuat orang-orang tersebut melupakan kota Qum
dan penduduknya, sebagaimana mereka telah melupakan Allah".
Selanjutnya al-Majlisi mengatakan, telah
diriwayatkan melalui beberapa sanad dari ash-Shâdiq alaihis-salâm, bahwa beliau
bercerita tentang kota Kufah dengan penuturannya: "Kota Kufah akan kosong
dari kaum mukminin. Ilmu akan menjauh darinya, seperti seekor ular menjauhi
sarangnya. Setelah itu, ilmu akan terlihat di suatu daerah yang bernama Qum.
Akhirnya, ia menjadi sumber ilmu dan keutamaan. Sampai orang yang teraniaya
tidak memiliki lagi hujjah dalam agama. Seandainya tidak demikian, niscaya bumi
akan menenggelamkan penghuninya dan tidak ada hujjah apapun yang tersisa. Dari
sana (Qum) ilmu menyebar luas menuju seluruh negeri di Timur dan Barat. Maka,
hujjah Allah akan sempurna di hadapan para makhluk, sehingga tidak ada seorang
pun yang tidak tersentuh ilmu dan agama di dunia ini. Kemudian, muncullah sang
imam 'alaihis-salâm untuk mendatangkan kemarahan dan kemurkaan Allah kepada
para hamba-Nya. Sesungguhnya Allah tidak membalas dendam kepada para hamba
selain karena mereka telah mengingkari hujjah".
Di bagian lain, halaman 214, ia membual:
"Dari Ahmad bin Muhammad bin 'Isâ dari al Hasan bin Mahbûb dari Abu
Jamîlah al Mufadhdhal bin Shâlih dari seorang lelaki dari Abu 'Abdillah
'alaihis-salâm, ia berkata: "Jika malapetaka telah menimpa di seluruh
negeri, maka bergegaslah ke kota Qum dan tempat di sekitarnya dan
penjuru-penjurunya. Sesungguhnya malapetaka tertolak di dalamnya".
Tentang kota Qum, Muhammad Bâqir
al-Majlisi mengatakan dalam Bihârul-Anwâr (2/207): Dari ash-Shâdiq Ja'far bin
Muhammad 'alaihis-salâm, ia berkata: Ayahku telah menceritakan kepadaku dari
kakekku dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah bersabda:
Dalam perjalanan Isra` menuju langit,
Jibrîl memanggulku di atas bahu kanannya. Aku menyaksikan daerah berwarna merah
di dataran yang tinggi. Lebih indah warnanya dibandingkan za'farân, lebih harum
ketimbang aroma misk. Tiba-tiba muncul seorang yang sudah tua-renta mengenakan
burnus.
Maka aku bertanya kepada Jibrîl:
"Tempat apakah yang berwarna merah ini yang lebih indah dari za'farân dan
lebih wangi dari minyak misik".
Jibriil menjawab,"Itu adalah tempat
para pembelamu dan pembela 'Ali?"
Kemudian aku bertanya: "Siapakah
orang tua yang mengenakan burnus?"
Jibriil menjawab,"Ia adalah
Iblis."
Aku bertanya,"Apa yang ia inginkan
dari mereka (penduduknya)?"
Jibriil menjawab, "Ia ingin
memalingkan mereka dari penetapan kepemimpinan Amirul- Mukminîn ('Ali bin Abi
Thâlib) dan mengajaknya untuk berbuat fasik dan kejahatan,"
Aku berkata,"Wahai Jibrîl, tolong
turunkan aku kepada mereka," maka Jibrîl membawaku kepada mereka melebihi
kecepatan kilat yang menyambar dan pandangan yang berkedip.
Kemudian aku berkata: "Qum
(berdirilah) wahai makhluk terlaknat (Iblis). Ganggulah musuh-musuh mereka
(Ahli Sunnah) pada harta-harta, anak-anak dan istri-istri mereka. Sesungguhnya
para pembelaku dan pembela 'Ali, tidak ada kekuatan atas dirimu untuk menguasai
mereka".
Sejak itulah ia dinamakan kota Qum.
Di tempat lain (57/207), al-Majlisi
berkata: Ali bin Muhammad al-'Askari dari ayahnya dari kakeknya Amirul-Mukminin
'alaihimus-salâm, ia berkata: Rasulullah berkata: Pada perjalanan Isra`ku ke
langit tingkat empat, aku melihat sebuah kubah yang terbuat dari permata,
memiliki empat tiang dan empat pintu. Nampak seolah-olah sutera hijau.
Aku bertanya,"Wahai Jibrîl, kubah apakah
seindah itu yang tidak aku saksikan di langit empat?"
Jibrîl berkata,"Wahai kekasihku
Muhammad. Itu adalah gambar kota yang bernama Qum. Disana akan berkumpul para
hamba Allah yang beriman, menunggu engkau dan syafaatmu pada hari Kiamat dan
hari Hisab …".
Riwayat dusta lain yang menceritakan
keutamaan kota Qum dan penduduknya, konon riwayat itu disampaikan al-Hasan bin
'Ali bin al-Husain dari Abu 'Abdillah ash-Shâdiq 'alaihimus-salâm, bahwa ada
seorang lelaki menemuinya sembari bertanya: "Wahai keturunan Rasulullah,
aku ingin bertanya suatu masalah yang belum pernah ditanyakan orang lain
sebelumku dan tidak akan ditanyakan orang setelahku?"
Ia bertanya,"Apakah tentang hari
penghimpunan makhluk dan kebangkitan mereka?"
Lelaki itu menjawab,"Iya benar, demi
Dzat yang mengutus Muhammad dengan kebenaran sebagai pemberi kabar gembira dan
peringatan. Aku tidak ingin menanyakan kecuali tentang itu".
Ia menjelaskan: "Seluruh umat
manusia akan dihimpun di Baitul-Maqdis, kecuali (penduduk) daerah yang disebut
Qum. Mereka menjalani hisab di kubur-kubur mereka, dan (setelah itu) dihimpun
menuju surga," kemudian ia menambahkan: "Penduduk kota Qum, mereka
telah diampuni".
Lelaki itu pun melompat sembari berkata:
"Wahai putra Rasulullah, apakah itu khusus bagi penduduk kota
tersebut?".
Ia menjawab,"Iya, benar, bagi mereka
dan orang-orang yang berkeyakinan seperti mereka."
Kitab-kitab Syi'ah dan buku-buku rujukan
utama mereka sarat dengan muatan-muatan ini. Mereka beranggapan bahwa
negeri-negeri kaum muslimin dan bangsa Arab merupakan negeri yang buruk, dan
tidak ada kebaikan sedikit pun di dalamnya. Kebaikan hanya menaungi
wilayah-wilayah yang mereka tempati, terutama kota Qum.
Pernyataan mereka dapat ditelusur dalam
buku-buku utama yang menjadi rujukan Syi'ah, bukan tuduhan yang tanpa alasan.
Ini perlu diketahui oleh kaum muslimin agar tetap menyadari betapa besar
kebencian dan kedengkian kaum Syi'ah kepada kaum Muslimin, pengikut Nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Padahal jika dinalar secara sederhana
saja, riwayat yang dibawakan oleh orang-orang Syi'ah itu sangat bertentangan
dengan logika dan kenyataan yang ada. Sebagaimana terlihat semenjak zaman
Rasulullah n , negeri Persia tempat kota Qum terpetakan merupakan basis kaum
Majusi. Sebuah bangsa yang tidak beriman kepada Allah. Sesembahan mereka ialah
api, yang sangat jelas tidak sebanding dengan keutamaan manusia. Sama sekali
tidak ada unsur tauhid. Disebutkan dalam hadits, beliau n menceritakan bahwa
Persia akan takluk di bawah kaki kaum muslimin.
Oleh karena itu, bagaimana mungkin
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan keturunannya menyanjung kota Qum
yang memiliki karakter seperti itu? Hal ini, tentu berbeda dengan jazirah Arab
dan Syam yang memang menjadi tempat para nabi dan rasul Allah.
Wallahul-Hâdi.
[Diadaptasi dari tulisan Syaikh Jamâl
Sa'ad Hâtim, berjudul Mâ Dzâ Qâla asy-Syâ'ah 'an Ahli Haramain wasy-Syâm, dalam
Majallah at-Tauhîd, 424 hlm. 36, Rabi'ul-Awwal 1428 H]
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi
11/Tahun XI/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat
Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton – Gondangrejo Solo, 57183]