Keutamaan Muawiyah
Syarif Baraja
Tiba·tiba
pikiran saya melayang jauh, dan saya
bertanya-tanya dalam diri saya sendiri:
Jika
kita ditanya, apa yang kita cari dalam hidup ini?
Kita menjawab dengan mulut
kita : Kita hidup
untuk mencari ridho Allah. Kita hidup untuk mencari rahmat Allah. Inilah yang
kita cari. Kita ingin
mendapatkan ridho Allah di akherat, kita ingin mendapatkan rahmat Allah di
akherat nanti. Tapi itu baru ingin, dan keinginan itu muncul dari mulut kita . Apakah mulut kita sudah sama dengan hati kita?
Belum tentu
Apakah apa yang anda inginkan
pasti kita peroleh?
Apakah anda sudah yakin
mendapatkan ridho Allah?
Apakah anda sudah yakin
mendapatkan rahmat Allah di akherat?
Apakah anda sudah yakin bisa
masuk sorga?
Apakah anda yakin bahwa dosa
kita pasti diampuni ?
Apakah kita yakin Allah sudah
ridho pada kita?
Apakah kita yakin iman kita akan tetap di dada sampai kita mati?
Apakah kita yakin bahwa kita
pasti akan mati husnul khatimah?
Semua itu belum pasti, Tapi
ada yang sudah pasti, yaitu dosa·dosa kita sangat banyak. Yang pasti, kita belum
memenuhi hak·hak Allah sebagaimana mestinya. Yang
pasti, kita masih kurang melakukan
kewajiban. Yang pasti, kita masih belum tahu apa yang terjadi di akherat. Jangankan di akherat, apa
yang terjadi besok pagi kita pun tak tahu.
Yang pasti, kita masih hidup
di dunia, dan kita tidak tahu apa yang terjadi pada kita di akhir hayat. Kita
tidak bisa menjamin apakah iman masih ada di dada ini sampai mati atau tidak.
Kita tidak bisa menjamin apakah iman ini masih ada di dada hingga esok pagi.
Semua tak pasti.
Kita masih belum pasti
mendapat ridho Allah . Kita tidak seperti
para sahabat Nabi, yang mendapatkan ampunan dan ridho Allah saat mereka hidup
di dunia, saat kaki mereka menapak di tanah kota
Madinah, saat tubuh mereka ditepa debu padang pasir. Saat mereka masih
tersengat sinar matahari di dunia. Itulah sahabat Nabi.
Allah
berfirman:
Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang
muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka
dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga
yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya
selama-Iamanya. Itulah kemenangan yang besar.
At Taubah 100
Allah telah
ridho pada mereka, dan memasukkan mereka ke jannah. Masuk ke jannah adalah
keberuntungan yang besar. Masuk jannah adalah cita-cita kita semua, itu yang terucap di
mulut kita. Semoga hati kita tak berbeda. Para sahabat sudah mendapatkannya.
Berbeda dengan kita-kita.
Bagaimana Allah
sudah meridhoi mereka yang masih hidup? Bukankah manusia hidup dalam
ketidakpastian? Bisa jadi orang yang masih hidup berubah, dan mati dalam
keadaan su'ul khatimah. Bisa jadi orang
yang hidup kehilangan imannya di saat-saat akhir. Manusia tidak tahu apa yang
terjadi di akhir hidupnya,
Benar, manusia
tidak tahu bagaimana akhir hidupnya. Tapi berbeda dengan Allah, yang Maha Kuasa
dan Maha Mengatahui. Allah mengetahui segalanya, tahu apa yang sudah terjadi,
dan apa yang belum rerjadi. Semua itu sudah rertulis dalam lauhul mahfuz.
Ketika Allah
sudah meridhoi para sahabat yang masih hidup, Allah tahu apa yang akan terjadi
di kemudian hari, bahwa mereka semua mati dalam keadaan diridhoi Allah. Sebuah
berita gemblra bagi para sahabat Nabi.
Duhai, anda saja
sejak sekarang kita mendapat kabar keridhoan Allah, dapat berita bahwa Allah
ridho pada kita, alangkah indahnya hidup ini. Alangkah bahagianya kita. Tapi
ingat, kira mesti bercermin agar melihat lagi diri kita. Kita berbeda dengan
para sahabat. Kita hidup tinggal enaknya, masuk Islam tinggal terima enaknya.
Kita di Indonesia, masuk Islam di saat kaum
muslimin sudah banyak. Bahkan Indonesia dikenal sebagai negeri dengan penduduk
muslim terbesar di dunia.
Sahabat Nabi,
apalagi kaum Muhajirin, mereka beriman di saat seluruh dunia masih kafir.
Utsman bin Affan masuk Islam saat kaum muslimin baru beberapa gelintir. Begitu
juga Abubakar dan Umar. Di saat itu masuk Islam bukan tanpa ancaman dan
rintangan. Kita tidak disiksa sebagalmana Bilal, kita tidak dikeroyok saat
membaca AI Our'an seperti Ibnu Mas'ud.
Kita tidak berhijrah sebagaimana sahabat Muhajirin berhijrah,
meninggalkan segalanya di Mekkah, demi mengikuti Rasulullah dan menyelamatkan
jiwa. Hal ini, jika kita
diminta untuk hijrah, Belum tentu kita siap meninggalkan keluarga kita. Belum
tentu kita siap meninggalkan pekerjaan kita. Belum tentu kita siap meninggalkan
istri dan anak kita, Belum tentu kita siap meninggalkan tanah air kita.
Kita juga tidak
berkorban seperti kaum Anshar, yang menampung sahabat Muhajirin di negeri mereka. Para sahabat Anshar bukan hanya menampung
kaum Muhajirin di rumahnya, mereka memberikan harta, memberikan setengah
hartanya pada saudaranya yang berhijrah. Bukan hanya harta, bahkan kaum Anshar
siap memberikan istrinya pada kaum Muhajirin: Rasulullah mempersaudarakan
Abdurrahman bin Auf dengan Sa'ad bin Rabi' AI Anshari, lalu Sa'ad menawarkan
separuh hartanya, dan menyuruh Abdurrahman memilih salah satu dari dua
istrinya.
Malu rasanya
membaca kisah sahabat. Kita masih suka bermuka masam ketika ada orang memohon
bantuan, padahal kita mampu dan ada. Kita masih berpikir berkali-kali sebelum
meminjamkan uang pada orang yang membutuhkan. Kita sering bersilat lidah untuk
menolak orang yang memerlukan bantuan kita. Apalagi menawarkan istri.
Para sahabat
menjalankan shalat dengan sungguh-sungguh, baik shalat wajib maupun sunnah.
Mereka shalat dengan panjang. Mereka menghidupkan malam dengan tahajud yang
panjang. Shalat menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup mereka. Sampai
diibaratkan bahwa kita akan melihat sahabat selalu dalam keadaan ruku' dan
sujud.
Bagaimana
dengan kita Ketika kita
shalat, kita selalu ingin cepat selesai. Kita masih mendongkol ketika shalat
berjamaah di belakang imam yang membaca panjang. Kita masih memilih surat-surat pendek ketika shalat sunnah. Banyak dari kita yang masih belum
bisa membaca AI Our'an dengan benar. Banyak dari kita yang belum hafal juz
amma.
Kita belum
pernah menginjakkan kaki di medan jihad, tidak pernah merasakan debu medan
perang. tidak seperti para sahabat yang berjihad bersama Nabi. Para sahabat
dengan selia mendampingi Rasulullah dalam setiap peperangan melawan kaum kafir.
Pada waktu itu, orang Islam di dunia ini hanya Rasulullah dan para sahabat.
Sedangkan kita, letusan senjata sudah cukup membuat nyali kita ciut.
Para sahabat
berperang melawan kaum kafir, yang berjumlah lebih banyak, dan memiliki
persenjataan lebih lengkap, tapi mereka teguh bersama NabiNya, tetap tegar
menghadapi semua itu. Pada perang Tabuk, Rasulullah mengajak seluruh sahabat
untuk berangkat, mereka berangkat menempuh perjalanan panjang, dari kota
Madinah ke wilayah Tabuk, dalam kondisi yang payah, di musim panas yang terik.
Dalam kondisi
yang susah. AI Qur'an sendiri menyebut perang Tabuk dengan saa'atul 'usrah,
dalam surat at Taubah 117, karena kondisi perang tabuk benar-benar sempit dan
susah, panas yang terik, kekurangan dalam bekal dan kendaraan, kondisi yang
berat bagi jiwa yang selalu cenderung ingin bersantai-santai. Namun para
sahabat tetap berangkat. Bahkan ada beberapa sahabat yang ingin berangkat, tapi
tidak memiliki kendaraan dan senjata, maka Rasulullah dengan terpaksa menolak
mereka, karena memang tidak ada kendaraan yang tersisa. Mereka pulang ke rumah
dalam keadaan air mala berlinang, karena sedih tidak bisa ikut berangkat perang
bersama Nabi.
Kondisi susah
dan sempit tidak membuat sahabat menyerah, mereka tetap berangkat meski dalam
keadaan susah. Allah memberikan ampunanNya pada mereka. Dosa-dosa mereka
diampuni, saat mereka masih berjalan di atas bumi. Ini karena kesungguhan hati
mereka, membuat mereka tetap berangkat bersama Nabi.
Tetapi Rasul
dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri
mereka. Dan mereka Itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan; dan mereka
itulah (pula) orang-orang yang beruntung.
At Taubah 88
Para sahabat
mengorbankan jiwa dan raga bersama Nabi. Mengorbankan segalanya demi Islam.
Bagaimana dengan kita? Saya malu menuliskannya. Kita belum apa-apa, kita belum
mengorbankan apa-apa untuk Islam. Tapi kita banyak bicara.
Para sahabat
adalah umat terbaik. Allah berfirman:
Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf,
dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
Ali Imran 110.
Kebanyakan
ulama menegaskan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang-orang yang ada
pada saat itu, pada saat wahyu turun, seperti ditegaskan oleh AI Khatib AI Baghdadi dan
Ibnu Hajar. Lihat Al lshabah jilid 1 hal 9.
Rasulullah
Muhammad hanya diutus satu kall, lalu tidak pernah kembali lagi ke dunia. Kesempatan
menemani Nabi, kesempatan berjuang
bersama Nabi, kesempatan belajar bersama Nabi, tidak pernah terulang kembali.
Maka Allah
memberikan ampunannya, mencurahkan ridhoNya pada mereka, di saat mereka masih
hidup. Allah mengetahui isi hati mereka, mengetahui keimanan mereka. Allah menghargai
pengorbanan dan perjuangan mereka, yang tidak pernah ada siapa pun yang
menyamai mereka.
Allah
mengampuni para sahabat, sebuah pertanda bahwa para sahabat tidak luput dari
dosa dan salah. Perhatikan lagi ayat·ayat berikut:
Sesungguhnya
Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang Ansar,
yang mengikuti Rasulullah dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah
menerima tobat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
kepada mereka,
Allah telah
mengampuni. Mengampuni apa? Dosa-dosa mereka. Mungkin ada pertanyaan, bukankah
setelah perang Tabuk masih banyak sahabat yang hidup, artinya masih ada
kesempatan berbuat salah dan dosa? Iya, tapi Allah sudah mengampuni mereka.
Mengapa Allah berlaku seperti itu? Mengapa Allah mengampuni para sahabat
padahal para sahabat belum mati, dan masih ada kesempatan berbuat dosa lagl?
Bukankah Allah
tahu apa yang akan terjadi, hingga mereka mati? Allah jelas tahu, Allah Maha
Tahu. Dan satu lagi yang paling penting, yaitu adanya pengampunan pada mereka,
mengandung arti bahwa mereka pernah berbuat salah. Tapi kebaikan mereka jauh
lebih banyak dari dosa-dosa mereka. Nilai perjuangan mereka di sisi Allah lebih
banyak dari dosa-dosa mereka, maka Allah mengampuni mereka.
Perhatikan lagi
ayat berikut:
Muhammad itu
adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat
mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan
keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orangorang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. AI Fath 29.
Allah
menyiapkan ampunan dan pahala yang besar. Dosa-dosa para sahabat diampuni, dan mereka diganjar dengan pahala yang besar.
Allah memuji
para sahabat Nabi, mengampuni para sahabat Nabi. Pertanda bahwa amalan baik
mereka diterima Allah. Pertanda bahwa pengorbanan mereka tidak sla-sia. Bagaimana dengan kita?
Sebuah pertanyaan yang harus kita jawab: apakah kita berani mengklaim bahwa ada
satu amalan baik kita yang diterima? Kita tidak tahu apakah ada amalan kita
yang diterima selama kita hidup. Yang tahu hanya Allah. Dan Allah mengabarkan
pada kita bahwa Allah menerima amalan sahabat Nabi.
Bagaimana
dengan dosa-dosa yang dilakukan oleh sahabat Nabi? Apa yang harus kita lakukan?
Allah mengajarkan Dada kita ukhuwah Islamiyah, ukhuwah yang dilandaskan
kecintaan pada Allah. Kita
mencintai sesama muslim, karena Allah mencintai mereka. Ketika Allah mencintai
seseorang, maka kita harus mencintai orang itu, karena Allah mencintainya. Kita
cinta pada Allah, maka konsekuensinya, kita harus mencintai mereka yang
dicintai Allah.
Ketika kita
harus mencintai semua muslim, maka para sahabat Rasulullah lebih utama untuk
kita cintai, karena Allah cinta pada mereka. Ketika kita membenci sahabat Nabi,
maka itu adalah satu masalah dalam iman kita, satu masalah dalam kesetiaan kita pada Allah. Kenapa? Karena kita membenci apa yang dicintai Allah.
Rasulullah
menjelaskan keutamaan sahabat
Dari Abu Said
AI Khudri, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: akan datang suatu
masa, di mana serombongan besar manusia akan berperang, lalu mereka ditanya:
apakah ada di antara kalian orang yang pernah bersama Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam? Mereka menjawab: ya, lalu mereka diberi kemenangan. Lalu
serombongan besar manusia akan berperang, mereka ditanya: apakah ada di antara
kalian orang yang pernah bersama dengan orang yang pernah bersama Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam? Mereka menjawab: ya, lalu mereka diberi
kemenangan. lalu serombongan besar manusia akan berperang, mereka ditanya:
apakah di antara kalian ada yang pernah bersama orang yang pernah bersama orang
yang pernah bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam Mereka menjawab: ya,
lalu mereka diberi kemenangan. Shahih Muslim.
Imam Nawawi
berkata: hadits ini mengandung penjelasan mukjizat Rasulullah shallallahu
alaihl wasallam, dan keutamaan sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in.
Abdullah bin
Mas'ud berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya: siapa manusia yang terbaik? Rasulullah menjawab: masaku, lalu
masa setelah mereka. lalu masa setelah mereka... Shahih
Muslim
Imam Nawawi
berkata: para ulama sepakat bahwa masa terbaik adalah masa Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam, maksudnya adalah para sahabatnya.
Para sahabat
Rasulullah adalah generasi terdepan dalam rangkaian persaudaraan umat Islam, yang mencakup seluruh kaum muslimin yang pemah ada . Orang muslim yang sudah meninggal entah sekian abad yang lalu, terap merupakan saudara bagi muslim yang hidup di hari ini. Islam yang mempersaudarakan mereka. Iman yang mempersatukan mereka.
Allah berfirman
:
Sesungguhnya
orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. AI Hujurat 10.
Salah satu
tanda ukhuwah adalah memohonkan ampunan pada seluruh kaum muslimin. Allah
berfirman:
Dan orang-orang
yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa : "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami
yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang
yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang". AI Hasyr 10
Allah
mengajarkan kita untuk berdoa memohon dua hal, pertama. memohon ampunan pada
orang-orang beriman yang telah mendahului, kedua, memohon agar harinya
dijauhkan dari sifat benci dan dengki
pada kaum beriman.
Dan seluruh
sahabat Rasulullah termasuk orang beriman, bahkan sahabat Rasulullah adalah
orang'orang beriman yang utama. Ayat ini mengandung larangan untuk membenci
sahabar Nabi, meskipun mereka melakukan kesalahan dan
dosa.
Allah sudah
mengampuni, mengapa kita masih mempermasalahkan dan mencaci maki mereka karena dosanya? Apakah kita tidak bisa menerima ketika
Allah mengampuni mereka, dan ingin memprotes Allah?
Sudahkah kita
tidak melihat ke diri kita sendiri, dan menerapkan hal yang kita terapkan pada
sanabat pada diri kita? Ketika kita mencaci
sahabat atas kesalahannya yang sudah diampuni, sudahkah kita mencaci diri kita
sendiri ketika melakukan kesalahan?
Ketika sahabat
Rasulullah melakukan kesalahan, mereka telah melakukan kebaikan yang diakui
oleh Allah, yang diterima oleh Allah, yang nilai kebaikan itu menutupi seluruh kesalahan· kesalahannya. Allah sendiri yang menerima
amal mereka, dan mengampuni dosa mereka.
Ketika kita
melakukan kesalahan, apakah kita memiliki kebaikan yang kita harapkan bisa
menutupi dosa-dosa kita ?
Apakah kita
sudah melakukan amalan-amalan besar seperti para sahabar Nabi?
Maka Rasulullah
melarang keras mencaci sahabatnya.
Jangan kalian
mencaci
sahabatku, jika salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung
Uhud, maka tidak akan menyamai sedekah satu mudd dari para sahabat, dan tidak
juga setengahnya. Shahih Bukhari
Satu Mudd
adalah sekitar volume 700 ml, alias 0,7 liter.
Mengapa
Rasulullah melarang mencaci sahabat?
Karena sahabat adalah orang-orang yang sudah diakui keimanannya oleh Allah.
Iman yang ada di dada mereka begitu tinggi kualitasnya, hingga amalan yang
mereka lakukan pun bernilai tinggi. Maka tidak sepantasnya orang mencaci orang yang lebih baik dari dirinya. Tidak pantas seorang awam
mencaci ulama. Tidak pantas seorang muslim
biasa mencaci sahabat Nabi.
Tidak pantas seorang muslim yang nilai amalannya jauh di bawah sahabat Nabi,
mencaci sahabat Rasulullah yang sudah mendapatkan ridho Allah, yang dicintai Allah.
Sungguh tak pantas.
Imam Nawawi
dalam syarah Muslim mengatakan: Jika salah seorang dari kalian menginfakkan
emas sebesar gunung uhud, maka pahalanya tidak akan menyamai sahabat yang
menginfakkan satu mud, atau setengahnya,
Mengapa kita
mencaci dan memfitnah para sahabat, padahal Allah menyuruh kita memohonkan
ampunan bagi mereka?
Apakah ketika
para sahabat memiliki dosa, kita enggan beristighfar untuk mereka, memohonkan
ampunan bagi mereka? Alangkah pelitnya kita, padahal berdoa tidak perlu keluar
uang sedikitpun.
Apakah ketika
Allah menyuruh kita memohonkan ampunan bagi sahabat Nabi, Allah tidak tahu
bahwa akan terjadi peperangan di antara mereka? Apakah Allah tidak tahu bahwa
para sahabat pernah berbuat kesalahan?
As Syaukani
mengatakan:
Allah
memerintahkan mereka untuk memohonkan ampun bagi kaum Muhajirin dan Anshar, dan
memohon agar Allah mencabut kebencian pada seluruh kaum beriman dari hati
mereka. Maka sahabat Rasulullah lebih utama untuk masuk di dalamnya, karena
para sahabat adalah golongan beriman yang paling utama, dan konteks ayat adalah
mengarah pada mereka, Siapa yang tidak memohonkan ampunan bagi seluruh sahabat,
dan memohonkan keridhoan Allah pada mereka, maka telah menyimpang dari perintah
Allah dalam ayat ini.
Siapa yang
mendapati kebencian dalam hatinya pada para sahabat Nabi, dia terkena godaan
setan, dan mendapatkan bagian yang besar dari maksiat kepada Allah, karena
memusuhi para wali Allah, dan umat Rasulullah yang terbaik. Terbukalah baginya
pintu kehinaan, yang membuatnya sampai ke neraka jahannam, jika tidak
menyelamatkan dirinya dengan kembali kepada Allah, dan memohon padaNya agar
menghilangkan kebencian yang ada dalam hatinya kepada kaum terbaik, dan
golongan paling mulia dari umat ini.
Jika kadarnya
sudah melebihi kebencian dan sampai mencela salah seorang dari mereka, maka dia
telah tunduk pada setan, dan jatuh pada kemurkaan Allah dan kebencianNya.
Imam Ahmad juga
berkata:
Tidak boleh
seorang pun menyebutkan kejelekan mereka, dan tidak boleh mencela salah satu
dari mereka. Siapa yang melakukan itu maka pemerintah wajib menghukumnya, tidak
boleh memamaafkannya. Harus menghukum
dan memintanya bertobat. Jika dia
bertobat, maka tobatnya diterima. Jika tidak mau bertobat, maka harus terus
dihukum, dan tetap ditahan di penjara sampai dia bertobat. Riwayat Muslim.
Aisyah berkata: mereka diperintahkan untuk memohonkan ampunan pada para sahabat Nabi, tapi mereka malah mencaci mereka.
Imam Nawawi
berkata: AI Qadhi berkata: nampaknya aisyah mengatakan hal ini ketika mendengar
penduduk Mesir menjelekkan Utsman, dan penduduk Syam menjelekkan Ali, dan
Haruriyah (khawarij) menjelekkan seluruhnya.
Imam Ahmad bin
Hambal berkata dalam kitab As Sunnah: salah satu bagian
dari sunnah adalah menyebutkan kebaikan seluruh sahabat Nabi, dan berdiam
terhadap perselisihan yang terjadi antara mereka. Siapa yang mencaci sahabat
Nabi, atau salah seorang sahabat nabi, maka
dia adalah ahli bid'ah dan syi'ah. Mencintai sahabat Nabi adalah sunnah, dan mendoakan mereka adalah ibadah. Meneladani
mereka adalah wasiilah, dan meniti jejak mereka adalah keutamaan.
Imam Abu Utsman
As Shabuni dalam kitabnya Aqidah Salaf Ashabul
Hadits mengatakan: dan mereka (Ahlussunnah) berdiam diri atas perselisihan yang
terjadi di antara sahabat Nabi, dan membersihkan lisan mereka dari kata-kata yang menjelekkan mereka, atau menyebutkan kekurangan
mereka, dan mendoakan seluruh mereka agar mendapatkan rahmat Allah, dan mencintai seluruh mereka.
Dan mentaati
Rasulullah yang bersabda: jangan kalian mencela sahabatku, demi Allah, jika
salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka tidak
akan mencapai satu mudd, atau setengahnya, dari
sedekah mereka.
Salah satu sahabat
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang sering dlcaci maki dan dihujat
adalah Muawiyah bin Abi Sufyan.
Siapa Muawiyah? Dia adalah Muawiyah bin Abi Sufyan bin
Sakhr bin Harb bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf (Lihat Siyar A'lam Nubala)
Muawiyah Masuk
Islam pada Fathu Makkah bersama ayahnya, ini menurut riwayat yang masyhur. Tapi
Ibnu Karsir dalam AI Bidayah wan Nihayah menukil riwayat yang menyatakan bahwa
Muawiyah masuk Islam pada Umrah AI Qadha, yaitu tahun 7 H. Bisa jadi
kedua-duanya benar, karena menurut riwayat yang masyhur, Muawiyah mengumumkan
Islamnya pada Fathu Makkah, tapi sudah meyakini Islam sebelumnya. Bisa jadi.
Meskipun
terlambat masuk Islam, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak
mempermasalahkan, apalagi menghukum Muawiyah karena terlambat berislam.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menerima keislaman Abu Sufyan dan
anaknya Muawiyah.
Kita sering
meminta doa pada orang tua kita, karena doa orang tua pada anaknya adalah terkabul. Begitu pula kita
sering meminta doa pada orang-orang yang kila anggap shaleh, karena orang yang
shaleh adalah dekat dengan Allah, doanya terkabul.
Bagaimana jika
kila bertemu dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, apakah kita akan
minta doa dari beliau? Pasti kita
akan minta doa pada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, yang pasti
terkabul.
Bukankah orang
yang mendapatkan doa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam adalah beruntung?
Bukankah doa
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pasti
terkabul?
Layakkah kita
membenci orang yang didoakan oleh Nabi?
Apakah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mendoakan orang yang dia benci?
Salah satu yang
beruntung mendapatkan doa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah sahabat
Muawiyah bin Abi Sufyan.
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam mendoakan Muawiyah agar mendapatkan petunjuk, dan
menjadi pembawa petunjuk pada orang lain.
Imam Bukhari
meriwayatkan dengan sanad shahih dad Abu Mushir, dari Said bin Abdul Aziz, dari Rabi'ah bin Yazid, dari Abdurrahman
bin Abi Umairah berkata: Rasulullah bersabda pada Muawiyah ; Ya Allah
jadikanlah dia pembawa petunjuk, berikan padanya petunjuk, berilah dia hidayah, dan jadikanlah dia pembawa hidayah bagi orang
lain.
Tarikh AI
Kabir, Musnad As Syamiyin, AI Ahad wal Matsani. Mu'jam As Shahabah -tulis semua
sumber-biar banyak
Sahabat yang
meriwayatkan hadits ini, yaitu Abdurrahman bin Abi Umairah, adalah sahabat Nabi. Ada
orang yang meragukan hal ini, tapi berdasar sumber-sumber sekunder yang tidak
valid.
Ibnu Hajar,
salah satu yang menulis kitab biografi sahabat Nabi, menganggap Abdurrahman bin
Abi Umairah adalah seora ng sahabat Nabi, yang pernah bertemu Nabi. Sementara
Ibnu Asakir menjelaskan biografinya sebanyak 6 halaman.
Para ulama yang
memasukkan Abdurrahman bin Umairah dalam golongan sahabat Rasulullah adalah:
Abu Hatim Ar Razi, Ibnu Sakan, Bukhari, Ibun Sa'ad, Duhaim, Sulaiman bin Abdul
Hamid AI Bahrani, begitu juga Ibnu Qani', Dzhahabi, Baqiy bin Mikhlad,
Tirmidzi, Ya'qub bin Sufyan, Abu Qasim AI Baghawi, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Hatim,
Abubakar bin AI Buraqi, Abu Hasan bin Sami', Abu Bakar Abdus Shamad bin Said AI
Himshi, Ibnu Mandah, Abu Nu'aim, Nawawi, AI Khatib AI Baghdadi, As Syaibani, AI
Mizzi, Ibnu Asakir, Abu Nashr AI Hafizh, dan Ibnu Fathun.
Ahmad bin
Hanbal mengkhususkan satu bab untuk meriwayatkan hadits-hadits dari Abdurrahman
bin Umairah, yang menegaskan pada kita bahwa Abdurrahman bin Umairah adalah
seorang sahabat.
Semua ini
membantah pendapat Ibnu Abdul Barr yang menyatakan bahwa Abdurrahman bin
Umairah bukan sahabat Nabi.
Salah satu yang
mendhaifkan hadits ini adalah Ibnul Jauzi, dengan alasan bahwa yang menjadi
"perawi tumpuan" dalam hadits ini adalah Muhammad bin Ishaq AI
Balakhi. Tapi Ad Dzhahabi membantahnya dalam Talkhis AI Hal AI Mutanahiyah: ini
adalah ketidaktahuan dari Ibnul Jauzi, Muhammad bin Ishaq yang menjadi perawi
had its ini adalah Abubakar As Shaghani, seorang terpercaya.
Lalu Ibnul
Jauzi menambahkan lagi: dalam sanad yang lain ada perawi bernama Ismail bin
Muhammad, Ad Daruquthni
mengatakan bahwa dia seooang pendusta. Ad Dzhahabi
juga membantahnya:
Ini adalah satu
masalah lagi, Ismail yang menjadi perawi hadits ini adalah As ShaHar, seorang
terpercaya. Yang dianggap pendusta oleh Ad Daruquthni adalah AI Muzani, yang
merlwayatkan dari Abu Nuaim.
Bukankah doa
Rasulullah akan terkabul?
Atau ketika
Rasulullah mendoakan orang yang kita benci, doanya menjadi tidak terkabul ?
Ketika kita
membenci orang yang didoakan Nabi, kita layak memeriksa hati kita sendiri,
mengapa bisa sampai membenci orang yang didoakan Nabi.
Bukan sekali
Muawiyah didoakan Nabi.
Imam Bukhari meriwayatkan
dengan sanad shahih dari Abu Mushir, dari Said bin Abdul Aziz, dari Rabi'ah bin
Yazid, dari
Abdurrahman bin Abi Umairah -dia adalah seorang sahabat Nabi berkata:
Ya Allah ajarkan Muawiyah berhitung, dan jagalah dia
dari adzab
Hadits ini sanadnya shahih
seperti kami jelaskan di atas.
Tambahan -dia adalah seorang
sahabat Nabi-terdapat dalam Sunan Thabrani, itu adalah
ucapan Said At Tanukhi.
Pasukan pertama dari umatku
yang berperang di laut telah wajib .
[Bukhari 7002] Diriwayatkan dari Anas
bin Malik ra, dia berkata: Ummu Haram binti Milhan berkata Rasululah Saw tidur
di dekatku, sejenak lalu bangun sambiI tersenyum. Ummu Haram bertanya, "Apa yang membuat anda tersenyum ya
Rasulullah ?"
Rasulullah Saw bersabda, "Sebagian dari umatku yang berperang di
jalan Allah diperlihatkan kepadaku (dalam mimpiku).
Mereka berlayar mengarungi laut Hijau ini
bagai raja-raja di atas singgasana". Ummu Haram berkara, "Ya
Rasulullah • doakanlah agar aku termasuk dalam kelompok itu". Maka Rasulullah Saw mendoakannya, kemudian
beliau tertidur lagi. lalu beliau bangun sambil tersenyum. Ummu haram bertanya lagi, "Apa yang membuat
anda tersenyum ya Rasulullah ?"
Beliau bersabda,
"Sebagian dari umatku yang berperang di jalan Allah diperlihatkan
kepadaku di dalam mimpiku ---sebagaimana sabda beliau sebelumnya---"Ummu
Haram berkata, "Ya Rasusulliah , doakanlah agar aku termasuk dalam
kelompok itu·'. Rasulullah Saw bersabda,
"Kamu akan termasuk dalam kelompok pertama di antara mereka". Ketika
Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi khalifah, Ummu Haram turut
berlayar dalam kelompok pasukan muslim in mengarungi laut Merah, kemudian dia
terjatuh dari hewan tunggangannya setelah mendarat, lalu meninggal".
Ibnu Hajar berkata tentang
mimpi Rasulullah di alas: "Sebagian dari umatku yang berperang di jalan
Allah diperlihatkan kepadaku (dalam mimpiku.
Mengisyaralkan bahwa
Rasulullah tertawa karena senang pada mereka, karena gembira saat
melihat kedudukan mereka yang tinggi di sisi Allah.
Imam al Bukhari
dalam meriwayatkan dari jalan Tsaur bin Zaid bin Khalid bin Mi'dan, dari Umair
bin al Aswad al Ansiy, dari Ummu Haram sesungguhnya ia mendengar Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda, "Tentara pertama dari umatku yang berperang di lautan dan
te!ah wajib bagi mereka," Ummu Haram bertanya, "Wahai Rasulullah , apakah aku
termasuk di antara mereka?" Rasulullah menjawab, "Engkau termasuk di antara mereka." Lalu ia menambahkan, kemudian
Rasulullah berkata, "Tentara
pertama dari umatku yang melakukan ekspansi ke kota Kaisar dan mendapat ampunan (selamat) dari Allah bagi mereka."
la pun bertanya
kembali, "Apakah aku termasuk di antara mereka, wahai Rasulullah ?"
Rasulullah menjawab, "Tidak.". Bukhari Muslim.
Kata Ibnu Hajar
dalam Fathul Bari jilid 6 hal 121: makna telah wajib bagi mereka: mereka
melakukan perbuatan yang membuat mereka wajib masuk sorga.
AI Mahlab bin
Ahmad bin Abu Shufrah AI Asadi AI Andalusi berkata: hadits ini mengandung
keutamaan bagi Muawiyah, karena dia adalah orang pertama yang berperang di
laut. Fathul Bari 6 hal 120.
Seluruh ahli
sejarah sepakat bahwa ekspedisi perang laut pertama dan penaklukan Cyprus
adalah tahun 27 H, saat Muawiyah menjadi Gubernur Syam, pada era khalifah
Utsman bin Affan.
Sedangkan
ekspedisi pertama penaklukan Konstantinopel adalah di bawah pimpinan Yazid bin Muawiyah, inilah tentara kedua yang dilihat oleh
Rasulullah shallallahu alai hi wasallam dalam mimpinya, lalu Ummu Haram berdoa
agar dijadikan bersama tentara kedua, Rasulullah shallallahu alalhi wasallam
menjawab: engkau bersama rombongan pertama. Dan benar-benar terjadi Ummu Haram
ikut berperang bersama tentara Muawiyah, dan tidak ikut pada pasukan kedua (red.lamurkha) yang menyerang Konstantinopel, yang
dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah.
Ibnu Katsir
mengatakan: Ini adalah salah satu tanda kenablan yang terbesar.
Apa yang
membuat kita ragu akan wahyu Allah?
Bukankah mimpi Rasulullah adalah wahyu?
Bukankah wahyu
Allah benar adanya?
Dan mimpi
Rasulullah benar terjadi, Ummu Haram ikut bersama tentara Muawiyah.
Kita tidak
menukilkan seluruh hadits yang memuji Muawiyah.
Meski
hadits-hadits tentang keutamaan Muawiyah jelas adanya, masih ada yang percaya
pada riwayat palsu dari seorang ulama, yaitu Ishaq bin Rahawaih, yang konon
pernah berkata: tidak ada satu pun hadits shahih tentang keutamaan Muawiyah.
Kita tidak
perlu memeriksa detil ucapan ini, jelas ucapan ini keliru. Apakah Ishaq bin
Rahawaih, seorang pakar hadits yang tidak
diragukan lagi,
bisa tidak tahu hadits keutamaan uawiyah?
Saya tidak
yakin. Barangkali ada masalah dengan perawi ucapan ini. Mari kita lihat:
Riwayat ini
berasal dari AI Hakim, seperti dalam Siyar A'lam
Nubala, dan dari As Syaukani, dalam AI Fawaid AI Majmu'ah dari AI Ashamm, yaitu
Abul Abbas Muhammad bin Ya'qub AI Ashamm-dari ayahku, aku mendengar Ibnu Rahawaih
mengatakan : tidak ada satupun hadits shahih tentang keutamaan Muawiyah.
Sementara dalam
AI Fawaid AI Majmu'ah tidak ada kata : dari ayahku, dan AI Asham ini lahir
tahun 247 H, dan tidak pernah mendengar dari Ibnu
Rahawaih, yang wafat tahun 238 H. Sedangkan ayahnya, Yusuf bin Ya'qub bin
Ma'qil, tidak ada ulama yang menilainya sebagai terpercaya. Maka riwayat dari Ibnu Rahawaih ini tidak bisa diterima, karena perawinya tidak
jelas statusnya.
Muawiyah pernah
berperang bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bahkan setelah fathu
Makkah, dia langsung berperang bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
pada perang Hunain. Allah berlirman tentang sahabat yang mengikuti perang
Hunain:
9:25.
Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan
yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi
congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi
manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit
olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai.
9:26. Kemudian
Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang
beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir,
dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.
Maka Muawiyah
adalah salah satu yang mendapat ketenangan dari Allah . Ini sebuah keutamaan bagi Muawiyah, bahwa hatinya mendapat
ketenangan iman, yang membuatnya tetap teguh beriman. Keutamaan ini diberika n
langsung dari Allah bagi sahabat Rasulullah yang mengikuti perang Hunain .
57:10. Dan mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, padahal Allah-Iah yang mempusakai
(mempunyai) langit dan bumi? Tidak sama diantara
kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan
(Mekah). Mereka
lebih tinggi derajatnya dari pada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang
sesudah itu.
Allah menjanjikan kepada masing·masing mereka
(balasan) yang lebih baik.
Dan Allah mengelahui apa yang kamu kerjakan.
Perang Hunain terjadi setelah Fathu Makkah, maka Muawiyah termasuk orang yang
berperang setelah Fathu Makkah.
Begitu juga Muawiyah
ikut bersama Rasulullah pada perang Tabuk.
9:88. Tetapi
Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta
dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan; dan mereka
itulah (pula) orang-orang yang beruntung.
9:89. Allah
telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.
Seperti kita
ketahui, perang Tabuk berlangsung dalam kondisi susah payah, pada puncak musim
panas, dalam kondisi kekurangan, benar-benar
dalam kondisi sulit. AI Qur'an
menggambarkan perang Tabuk dengan Sa'atul 'usrah, masa·masa sulit. Sampai
Rasulullah harus menolak mereka yang ingin ikut berperang. tapi tidak memiliki
bekal. Mereka kembali dan air mata mengalir di pipi, karena tidak bisa ikut
berjihad bersama Rasulullah .
Tapi Allah
tidak menyia-nyiakan pengorbanan mereka yang ikut dalam perang Tabuk. Allah
mengampuni dosa-dosa mereka.
Minimal
Muawiyah ikut pada perang Hunain bersama Nabi. Ikut berperang bersama
Rasulullah merupakan keutamaan. Tapi Muawiyah tidak hanya ikut perang Hunain,
perang Tabukpun ikut serta, juga memimpin ekspedisi pasukan muslim yang pertama
berperang dilaut.
Dari Anas bin
malik, dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam : Pagi dan sore hari di medan perang, lebih baik dari dunia
seisinya. Shahih Bukhari dan Muslim
Maksudnya,
berada di medan perang di pagi dan sore hari, lebih
baik dari dunia seisinya. Apalagi bersama Rasulullah .
Bagaimana dengan
kita?
Perang apa yang
sudah kita ikuti?
Perang apa yang
sudah pernah kita pimpin?
Bukankah
sahabat yang berperang bersama Rasulullah lebih baik daripada kita?
Jika Abu
Huralrah jauh peringkatnya dibawah Abu Bakar As Shiddiq, maka kita jauuuuuh
sekali dibawah Abu Hurairah. Begitu pula peringkat kita jauuuh sekali dibanding
Muawiyah.
Allah telah
mengampuni mereka yang bersama Rasulullah pada perang Tabuk. Mengampuni artinya
mereka memiliki kesalahan. Apakah kesalahan membuat orang masuk neraka, dan
tidak memiliki keutamaan serta amalan baik sama sekali?
Marilah kita
lihat diri kita sendiri, apakah diri kita pernah melakukan amalan seperti yang
dilakukan sahabat Nabi?
Apakah diri
kita tidak memiliki dosa dan kesalahan?
Katakanlah kita
memiliki kesalahan, dan sahabat Rasulullah memiliki kesahalan juga, jelas sahabat
Rasulullah pernah melakukan kebaikan-kebaikan yang tidak pernah kita lakukan.
Sayangnya kita
terlalu banyak memikirkan orang lain, sementara kita sendiri jarang melihat kecermin,
untuk mengetahui kondisi kita sendiri. Kita tidak pernah bermuhasabah, akhirnya
kita merasa diri kita sudah beres, hingga kita seenaknya membicarakan sahabat Nabi.
Jika kita
mengatakan bahwa kita juga pernah beramal shaleh, pernah beribadah, pernah
beramal shaleh. Coba tanyakan lagi pada diri anda: Apakah anda sudah berani
memastikan bahwa ada satu amalan anda yang diterima oleh Allah?
Apakah ada
sebuah amalan yang pernah anda lakukan, dan anda yakin seyakin-yakinnya bahwa
Allah pasti menerima
amalan itu? Apakah anda berani memastikan bahwa Allah menerima satu amalan
anda?
Tidak pernah
bisa memastikan.
Bersambung........ Insya Allah