Komandan Korps
Pengawal Revolusi Iran, Mayor Jenderal Mohammad Ali Jafari, menyatakan bahwa
pemerintah teheran akan mendukung perjuangan rakyat Libanon dan Palestina sama
seperti medukung pemerintah Irak dan Suriah.
Pernyataan ini dilontarkan Mayjen Mohammad Ali Jafari dalam
rapat pertemuan dengan para perwira tinggi militer Iran yang diselenggarakan di
ibukota Teheran pada hari Rabu (11/03) kemarin.
Menurutnya pengaruh revolusi Iran telah memasuki fase baru
dengan diterimanya pesan revolusi Syiah kepada pemuda di Eropa dan Amerika
Utara.
Perlu diketahui Iran kini berperan aktif dengan mengutus
langsung Mayjen Qasem Soleimani yang menjabat komandan pasukan elit Garda
Revolusi “al Quds Force”, untuk memimpin perang merebutkan kota Tikrit dari
tangan mujahidin Negara Islam
Kemana Akhir Penyebaran Syiah?
KEMANA akhir peta
penyebaran agama Syiah? Kemenangan Ayatullah Khomeini dalam Revolusi Islam
(revolusi sebenarnya yang terjadi adalah Revolusi Syiah) di Iran awal tahun
1979 yang menumbangkan kekuasaan monarkhi Shah Pahlevi membuka dua eskalasi
baru bagi negara-negara Barat, utamanya AS.
Dua eskalasi besar AS terhadap Iran adalah, Iran memiliki arti
strategis bagi AS sebagai salah satu negara penyangga untuk membendung pengaruh
Timur Tengah tentang ajaran Islam yang sesungguhnya, dan ini kemudian berjalan
selama bertahun-tahun sampai sekarang. Mencuatnya Khomeini sebagai figur baru
pada periode itu membuka kiblat peta yang baru pula. Seiring dengan pesona
pemikiran dan filsafat yang dikembangkan Syiah, segera saja aliran ini
mendapatkan begitu banyak ekspektasi dan simpati dari para kaum muda
Muslim—dengan berpikir bahwa Iran adalah negara Arab yang disangkanya sebagai
Negara Islam.
Eskalasi kedua adalah, untuk menjamin keamanan sekutu utamanya
di wilayah kaya minyak tersebut, Israel. Sebagai blessing in disguise (bemper)
atas peran Iran sebagai negara penebar Syiah, maka perang media akan keberadaan
Israel dan Iran terus berlangsung, namun selama puluhan tahun lamanya, tak
pernah ada satupun konflik nyata yang dilakukan oleh keduanya.
Perang Iraq-Iran dan
Pengaruh Syiah di Timur Tengah
Di wilayah Timur Tengah sendiri, satu-satunya negara yang
menyadari keberadaan Iran sebagai negara Syiah adalah Iraq. Saddam
Hussein—memerintah hampir bersamaan dengan Khomeini pada tahun 1979, jauh-jauh
hari sudah melihat pengaruh besar Iran ke Iraq dan negara-negara Arab lainnya.
Perseteruan Iraq terhadap Iran kontan memecah pula konstalasi
politik di wilayah Timur Tengah. Jika ingin melihat kemana saja Syiah bergerak
pada awal mulanya di Timur Tengah akan sangat mudah, karena Libya dan Suriah,
dengan serta merta menjadi komrad Khomeini dan perang Iraq-Iran pun berlangsung
selama delapan tahun. Satu-satunya kesalahan Saddam adalah ia malah memilih
berkongsi dengan Uni Soviet (sekarang Russia)—itupun dilakukan dengan terpaksa
karena negara-negara Arab dengan satu alasan dan lainnya malah memilih abstain
dengan mendirikan GCC (Gulf Coooperation Council) yang beranggotakan Arab
Saudi, Bahrain, Kuwait, Qatar, Oman dan Uni Emirat Arab. Iraq sendiri bukannya
tanpa dukungan, karena Mesir, Yaman dan Yordania berada di belakangnya.
Dari Suriah dan Libya, Syiah terus menerabas menuju Lebanon.
Seperti diketahui, di Lebanon Syiah asalnya menjadi golongan yang tak diakui.
Baru ketika Hizbullah naik ke permukaan, maka Syiah menjadi sangat kuat.
Hizbullah adalah kelompok yang dibentuk oleh Sayyid Muhammad Hussein Fadhlalah.
Gerakan yang sekarang dipimpin oleh Sayyid Hasan Nashrallah ini memperoleh
dukungan dana dan perenjataan dari Teheran, sehingga pada saat ini Hizbulllah
menjelma menjadi milisi bersenjata terkuat di Lebanon.
Kebangkitan
Syiah di Iraq
Jumlah kaum Syi’ah di Iraq sebenarnya sangat besar—mencapai
sekitar 60 persen dari jumlah total 24 juta penduduknya. Sisanya adalah
penganut Sunni yang menguasai politik Iraq. Sejak masa Saddam berkuasa,
acara-acara yang berhubungan dengan kaum Syi’ah dilarang. Seperti diketahui,
pada waktu Saddam berkuasa, kaum Syiah sama sekali tidak diberi ruang
dikarenakan penyimpangan aqidah. Ketika Saddam jatuh, maka kaum Syiah
seolah-olah membalas dendam kepada kaum Sunni. Mereka sengaja membuat isyu yang
meminggirkan kaum Sunni lebih dekat kepada Al Qaidah sebagai pelindung setelah
kejatuhan Saddam.
Setelah masa kependudukan Arab, bahkan Iran mempunyai pengaruh
lebih buruk lagi terhadap Iraq. Keberadaan kaum syiah yang ada di Iraq menjadi
salah satu penyebabnya. Kaum Syi’ah Iraq dipercayai lebih loyal terhadap Iran
daripada Iraq sendiri. Pada akhirnya sentimen golongan tidak bisa dipisahkan
pada permasalahan Iraq sebenarnya. Namun walau pun sekarang Saddam sudah tidak
ada, tetap saja rakyat Iraq menolak Syiah dengan tegas.
Syiah di Timur Tengah
Secara umum, perkembangan Syiah di Timur Tengah telah merambah
ke segala arah. Walau pun beberapa negara masih sangat ketat, seperti Arab
Saudi dan Mesir, namun gerakan-gerakan ini sudah menimbulkan riak-riak dengan
para pemuda sebagai pembawanya. Tiadanya figur sentral dalam dunia Islam jelas
dimanfaatkan oleh Iran untuk naik ke permukaan—misalnya saja dengan tokoh-tokoh
Iran yang seolah-olah secara terang-terangan mengecam dan membuka konfrontasi dengan
AS dan Israel.
Berbagai gerakan Islam sepakat tidak mengakui Syiah sebagai
salah satu perjuangan Islam. Misalnya saja, Ikhwan (Mesir) melalui pemimpinnya
sebelum Muhammad Badie, Mahdi Akif sudah dengan tegas menyatakan bahwa Ikhwan
tidak pernah menjadi rekan mereka dalam menegakkan Islam. Perwakilan Hamas
(Palestina) yang datang ke Indonesia menyatakan bahwa tidak satupun anggota dan
kader Hamas yang berpaham Syiah.
Syiah di Indonesia
Bagaimana dengan di Indonesia? 1 September 1997, diselenggarakan
sebuah seminar nasional di Jakarta, yang dihadiri pejabat pemerintah, ABRI,
MUI, pimpinan ormas Islam, dan masyarakat umum. Melalui seminar itu, keluarlah
sebuah keputusan penting menyangkut Syiah, antara lain; Syi’ah malakukan
penyimpangan dan perusakan Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah. Seminar itu
mengusulkan agar pemerintah RI lewat Kejaksaan Agung melarang Syiah, termasuk
penyebaran buku-buku Syiah di Indonesia.
Namun dalam perkembangannya, justru kecenderungan untuk
mempelajari Syi’ah makin meningkat. Buku-buku tentang Syiah pun dengan gampang
bisa diperoleh di toko-toko buku. Bahkan lembaga atau komunitas Syiah juga
berkembang pesat tanpa lagi takut dengan pelbagai gunjingan miring tentangnya.
Ahmad Syarwat, seorang tokoh Islam nasional, bahkan pernah menyebutkan
bahwa saat ini jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar ke Iran sudah melampui
jumlah mahasiswa Indonesia di al-Ahzar, Mesir.