"Islam
Nusantara" duit Segala-galanya dengan segala cara”, "Islam Manhaj Salafush-shalih" Ketaqwaan kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala.
Entah mengapa Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj bersikap lunak terhadap
Cina. Diduga pemberian santunan Duta Besar Republik Rakyat Cina untuk Indonesia
Xie Feng kepada 500 anak yatim piatu dan santri NU menjadi sebabnya.
Dalam pertemuan dengan Xie Feng itu Said berharap agar Umat Islam di RRT
bisa menjaga kondusifitas dengan tak mengusik ranah politik pemerintahan RRT.
Ini agar mereka bisa hidup dengan tetap damai.
“Saya berharap kepada umat Islam RRT, beribadahlah dengan tenang jangan
masuk wilayah politik. Cukup diberi kebebasan beribadah dengan baik, jangan
ngutik-utik politik di RRC,” imbau Said di Kantor PBNU, Jakarta Senin lalu
(6/7).
Said menyatakan di Beijing maupun Guangzhou orang Islam beribadah dengan
tenang di sana.
Sayangnya dalam pertemuan penting itu Said tidak menyinggung soal
penderitaan Muslim di Cina dan Uighur. Dimana pemerintah Cina melarang keras
umat Islam di sana untuk mengunjungi masjid dan berpuasa.
Bahkan pemerintah Cina juga membunuhi Muslim di sana yang protes terhadap
kebijakan pemerintah yang represif itu.
Sikap Ketua Umum PBNU ini beda jauh dengan sikap Muslim Turki dan pemerintahnya.
Masyarakat Turki ramai berdemo menentang Cina dengan melakukan pembakaran
bendera negara komunis itu.
Di samping itu pemerintah Turki juga siap menampung bila Muslim Uighur
lari dari negaranya.(*dbs/iz)
Muslim
Uighur Ditindas, Hubungan Cina-Turki Memburuk
Selama 10 hari terakhir sentimen anti-Cina meningkat di Turki.
Para demonstran membakar
bendera Cina, menyerang sejumlah restoran Cina, bahkan mereka dituduh menyerang
turis-turis yang disangka berasal dari Cina.
Protes dimulai menyusul
laporan bahwa umat Islam dari etnis Uighur di Cina dilarang berpuasa selama
bulan Ramadhan.
Para demonstran Turki berang
oleh adanya laporan mengenai tindakan aparat Cina terhadap kaum Muslimin dari
etnik Uighur selama Ramadan di Xinjiang.
“Warga kami sedih mendengar
kabar bahwa etnis Uighur Turki dilarang berpuasa atau melakukan kewajiban
beragama lainnya di wilayah Xinjiang,” sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri
Turki, pekan lalu.
Sebagai balasan, pemerintah
Cina mengklaim bahwa mereka menghormati kebebasan beragama umat Islam dan tuduhan
bahwa sejumlah aktivitas beragama dilarang di Xinjiang pada bulan Ramadan ini
“sangat bertentangan dengan fakta” dan dibesar-besarkan oleh media Barat.
“Tidak ada lembaga negeri,
organisasi swasta atau individu yang dapat memaksa orang lain untuk percaya
atau tidak percaya agama apapun. Mereka tidak boleh mendiskriminasi antar
penduduk beragama maupun yang tidak beragama,” klaim pemerintah Cina.
Namun, penjelasan tersebut
tidak dapat meredam kemarahan warga Turki.
Restoran Happy Cina milik
Cihan Yavuz diserang oleh massa yang mengamuk di Istanbul pekan lalu.
Namun turis tampak tidak
takut berwisata di Turki walaupun pemerintah Cina mengeluarkan peringatan
perjalanan.
Turis Cina sendiri tampaknya
tidak terhalang oleh meningginya sentimen anti-Cina di Turki.
“Kami sangat tahu apa yang
sedang terjadi. Namun kami tidak mengalami masalah apapun. Kami percaya Turki.
Warga Turki sangat ramah dengan kami,” kata wisatawan bernama Lucky Zhang
seperti dikutip BBC, Kamis (9/7).
Pekan ini, pemerintah Cina
mengeluarkan imbauan bagi warganya yang bepergian ke Turki dan memperingatkan
mereka agar menjauh dari demonstrasi dan tidak merekamnya.
Pemerintah
Cina telah berusaha mengendalikan ekspresi keagamaan di Xinjiang dengan
memberlakukan sejumlah peraturan bagi etnis Uighur.
Beberapa
peraturan yang terdapat di sejumlah bagian Xinjiang termasuk:
· Perempuan dilarang berjilbab.
· Kaum Uighur juga tidak boleh membeli pisau di beberapa area.
· Aktivitas shalat diatur ketat. Anak-anak di bawah usia 18 tahun
dilarang ke masjid.
· Pasangan harus mengajukan permohonan menikah kepada pemerintah dan tidak boleh dinikahkan secara
diam-diam oleh imam.
· Hanya pria tua Uighur yang boleh memelihara janggut.
· Rangkaian peraturan dan
ketatnya pengawasan aparat Cina terhadap umat Islam diamini seorang etnik
Uighur. Kepada BBC, dia mengaku pindah ke Turki dari Xinjiang pada Desember
2014.
· Dia mengatakan aparat Cina
menginterogasi keluarganya ketika mereka berbuka puasa saat Ramadhan.
· “Mengapa Anda memelihara
janggut? Mengapa Anda membaca Qur’an? Mengapa perempuan berjilbab?” kata orang
yang meminta identitasnya tidak disebutkan itu, menirukan pertanyaan aparat.
· Setelah menginterogasi, para
serdadu kemudian menahan dia dan keluarganya di penjara. “Mereka bahkan menahan
anak saya yang berusia 10 tahun dan keempat temannya.”
· Begitu bebas, pria itu kemudian
pergi bersama keluarganya ke Turki melewati Vietnam, Kamboja, Thailand dan
Malaysia. Kini dia hidup di Istanbul bersama istri dan keempat anaknya.
· Sumber: BBCIndonesia
Demonstrasi
Marak di Turki Kecam Cina
Kebijakan pemerintah Cina yang semena-mena terhadap Muslim Uighur menimbulkan protes keras Muslim Turki. Kini semua warga negara China yang berada di Turki diminta untuk menghindari kerumunan orang yang menggelar protes anti-China.
Peringatan Kementerian Luar
Negeri dikeluarkan setelah berlangsung sejumlah demonstrasi di Istanbul pada
akhir pekan untuk menentang perlakuan pemerintah China terhadap minoritas
Uighur yang beragama Islam.
“Belum lama ini, pelancong
Cina diserang dan diganggu.” Peringatan yang disampaikan Kementerian Luar
Negeri komunis Cina melalui website pada Ahad, 5 Juli 2015, itu menyatakan
telah terjadi berbagai demonstrasi yang mengarah kepada kepentingan pemerintah
Cina.
Hubungan antara Turki dan
Cina tegang setelah pemerintah negeri komunis itu melarang muslim Uighur yang
tinggal di Propinsi Xinjiang beribadah dan menunaikan puasa pada bulan suci
Ramadan.
Perlakuan pemerintah Cina
mendapatkan perhatian besar warga Turki yang memiliki latar belakang budaya dan
agama sama dengan warga Uighur.
Turki pada
Jumat, 3 Juli 2015, bersumpah akan membuka pintu selebar-lebarnya bagi etnis
Uighur untuk melarikan diri guna menghindar dari penganiayaan.
“Warga Cina diminta untuk
tidak mendekat atau memfilmkan unjuk rasa serta mengurangi kegiatan di luar
rumah,” bunyi peringatan dari Kementerian.
Koran Turki, Hurriyet, dalam
laporannya menulis, ada sekelompok massa menyerang rumah makan Cina di distrik
terkenal di Istanbul, Tophane, pekan lalu. “Mereka menghancurkan kaca jendela.”
Pada Ahad, 5 Juli 2015,
ratusan pengunjuk rasa menggeruduk kantor konsulat Cina di Istanbul sambil
membawa bendera dan meneriakkan slogan anti-Cina di luar gedung. Para pengunjuk
rasa juga membakar bendera Cina.
“Kaum Uighur adalah saudara
kami. Mereka dianiaya karena imannya,” tutur Muhammet Gokce, 17 tahun, yang
mengenakan ikat kepala warna biru dengan kalimat “Warga Turki Timur Kalian
Tidak Sendiri.”
Pada pekan lalu, Turki
berjanji untuk selalu membuka pintunya lebar-lebar bagi kaum Uighur yang
beragama Islam jika ingin melarikan diri dari penganiayaan di china.
Turki juga menyatakan
kekesalannya atas China karena telah melakukan pembatasan kepada kaum Uighur
dalam melakukan ibadah puasa selama bulan Ramadan.
Ratusan orang Uighur tewas
dibunuh selama kurang lebih tiga tahun terakhir di dalam penyerangan yang
menimpa kota Xinjiang. Beijing menyalahkan militan Islam akan hal ini, dan
menuduh mereka ingin membentuk negara independen yang dinamakan dengan
Turkestan Timur.(*atjehcyber/iz)
Unjuk
Rasa di Turki Bela Muslim Uighur, Demonstran: “Jangan Beli Produk China”
Ahad kemarin merupakan hari ke-5 warga Turki melancarkan aksi protes
untuk membela saudara-saudaranya, Muslim Uighur, yang ditindas oleh otoritas
China. Hampir 2.000 orang berunjukrasa di Konsulat China di Istanbul, Turki
pada Ahad (5/7) untuk memprotes apa yang mereka sebut sebagai diskriminasi
terhadap warga Muslim China.
Aksi protes telah berlangsung di Turki sejak Selasa (30/6) lalu. Mereka
juga memprotes klaim dari Kementerian Luar Negeri China yang menyatakan
“keprihatinan yang mendalam” atas tuduhan pemerintah Turki bahwa otoritas China
memberlakukan larangan puasa terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.
Kemenlu China mengklaim bahwa negaranya telah menerapkan ‘kebebasan
beragama’, termasuk terhadap Muslim Uighur.
Klaim China tersebut kian membakar kemarahan para demonstran. Sebelum
sampai ke konsulat, para demonstran membakar bendera China.
Aksi protes, seperti dilansir Anadolu Agency, Ahad (5/7)
dan Senin (6/7), didominasi laki-laki dengan beberapa wanita dan anak-anak.
Mereka membawa bendera Turkestan Timur (sebutan lain Xinjiang) seraya
meneriakkan: ‘Turki tidak tidur, melindungi saudara-saudaramu’, ‘Hidup Muslim
Turkestan Timur’, dan ‘Hidup bebas Turkestan Timur’.
Xinjiang yang dihuni etnis minoritas Muslim Uighur merupakan Daerah
Otonomi. Wilayah adalah rumah bagi banyak kelompok etnis minoritas, termasuk
Uighur, yang di Turki dikenal sebagai Turkestan Timur.
Para Demonstran juga membawa spanduk bertuliskan: ‘Jangan Membeli Produk-produk
China’ dan ‘China Pembunuh, keluar dari Turkestan!’
Para pengunjuk rasa meninggalkan karangan bunga hitam di Konsulat. Aksi
di Konsulat China di Istanbul ini mendapat penjagaan yang ketat dari polisi.
(mus/salam-online)
Sumber: Anadolu Agency
Turki Terima Ratusan Warga Uighur, China
Meradang
Pemerintah Turki telah berkomitmen untuk
membuka pintu mereka lebar-lebar untuk pengungsi Uighur yang lari dari
pengekangan beragama di China. Langkah ini diperkirakan akan menambah
ketegangan antara Turki dan China.
Diberitakan
Reuters, Jumat lalu situs Radio Free Asia melaporkan bahwa 173 warga Uighur
wanita dan anak-anak tiba di Istanbul pekan ini dari Thailand. Sebelumnya,
mereka ditahan lebih dari setahun oleh imigrasi Thailand karena masuk secara
ilegal.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki Tanju
Bilgic menolak mengomentari laporan tersebut. Namun dia mengatakan bahwa Turki
tetap akan menyambut baik "saudara-saudara dari Uighur" karena
memiliki "ikatan kebudayaan dan sejarah."
"Turki
membuka pintu bagi warga Uighur yang telah tiba atau ingin datang ke negara
kami," kata Bilgic.
Reuters
belum bisa mengonfirmasi laporan Radio Free Asia. Namun Worasit Piriyawiboon,
pengacara Thailand yang pernah mewakili keluarga Uighur mengatakan, lebih dari
170 warga Muslim Uighur meninggalkan Thailand Senin lalu menggunakan
"penerbangan sewaan rahasia" yang disediakan Turki.
Warga
Uighur merupakan etnis minoritas di Xinjiang, China, setelah pemerintah Beijing
melakukan perpindahan penduduk besar-besaran etnis Han ke wilayah itu.
Pengekangan
beragama dilakukan China terhadap Muslim Uighur atas dasar pemberantasan
terorisme. Setiap tahunnya, China melarang warga Muslim Uighur berpuasa atau
beribadah di bulan Ramadan.
Awal
bulan ini, Turki menuai kemarahan China karena mengkritik pelarangan puasa
terhadap Uighur. China membantah hal tersebut dan mendesak Turki
mengklarifikasi tuduhan tersebut.
China
juga berang atas laporan diterimanya ratusan warga Uighur di Turki. Juru bicara
Kementerian China Hua Chunying mengatakan bahwa Beijing menentang segala
tindakan yang membantu imigran ilegal.
"Kami
meyakini komunitas internasional memiliki tanggung jawab bersama dalam mencegah
dan memberantas imigran ilegal," kata dia dalam konferensi pers Jumat lalu.
Upaya Pemerintah China Menghapus Identitas Islam
Xinjiang
Beberapa tahun terakhir, ada
sebuah tradisi baru Ramadhan di Xinjiang, Cina. Tapi, ini tradisi memalukan,
karena melarang Muslim puasa, shalat, dan mengaji. Dan, seperti tahun-tahun
sebelumnya, larangan itu diprotes Muslim di sana. Sebab, puasa adalah ibadah
murni, dan itu adalah hak asasi.
Senin, 22 Juni, BBC melaporkan sekitar 18 Muslim Uyghur tewas
dalam bentrok dengan polisi di pinggiran Kota Kashgar, Xinjiang. “Radio Free
Asia melaporkan penyerang membunuh perwira polisi menggunakan bom dan
pisau… salah satu kemungkinan motifnya adalah kuatnya pembatasan kepada Muslim
selama Ramadhan,” tulis BBC.
Yang mendapat larangan melaksanakan ibadah puasa di Xinjiang, antara lain
anggota partai beragama Islam, pelayan publik, pelajar. Selain melarang Muslim
Xinjiang berpuasa, Aljazeera melaporkan pemerintah Cina
memerin tahkan restoran-restoran tetap buka.
Situs Liveleaks melaporkan bahwa sejak 2009 lalu, saat
Ramadhan, pemerintah komunis menyediakan makan siang gratis, teh, dan kopi.
Sajian yang dibungkus dengan istilah ‘Kepedulian dari Pemerintah’ tersebut,
sejatinya hanyalah strategi untuk mencari tahu siapa yang tetap berpuasa.
Trik serupa disampaikan seorang pelajar SMA di Kashgar, Mehmet, kepada Aljazeera.
Saat Ramadhan, kata dia, guru-guru membawa permen, air, roti, dan meminta para
siswa memakannya. “Tapi, tergantung gurunya,” katanya.
Juru bicara World Uyghur
Congress, Dilxat Rexit, menyatakan selain harus buka siang hari,
restoran-restoran juga ditekan menjual minuman beralkohol. Jika tidak, izinnya
dicabut. Kader-kader Partai Komunis Uighur, juga diwajibkan mene ken janji
untuk men cegah orang puasa dan aktivitas keagamaan lain. Bahkan, kader-kader
partai itu dikerahkan mencegah orang berpuasa.
“Para imam di masjid-masjid juga di paksa berceramah bahwa berpuasa adalah
aktivitas feodal dan berbahaya bagi kesehatan. Jika tidak, sertifikat keagamaan
mereka bisa dicabut,” kata Dilxat. BBC melaporkan pihak Uighur
menyatakan represi Beijing terhadap kewajiban menjalankan agama memprovokasi
kekerasan. Dan, kekerasan memang selalu muncul. Menurut catatan BBC,
ratusan orang tewas tiga tahun terakhir.
Pemerintah Cina berkilah, larangan berpuasa agar orang-orang tetap sehat, dan
untuk memastikan pemerintah tidak mendukung salah satu keyakinan. Tapi, Dilxat
Rexit, mengatakan, tujuan Cina sebenarnya memaksa orang Uighur keluar dari
kultur Ramadhan. Semua ini adalah upaya sistematis untuk menghapus identitas
Islam dari Xinjiang.
Tahun lalu, Aljazeera melakukan
reportase di Kashgar. Dan, praktiknya memang keterlaluan. Selain melarang
berpuasa, pemerintah juga mengatur siapa yang boleh masuk masjid, dan halaman
Alquran mana yang boleh dibaca.
“Mereka ingin memotong
hubungan Alquran dengan anak-anak kami. Kami dilarang mengajari mereka Alquran.
Tapi, kami tetap melakukannya diamdiam di rumah,” tutur warga Uighur, Ghulam
Abbas.
Saat berkeliling kota, kepada Aljazeera seorang sopir taksi
bernama Umar menuding-nuding patung setinggi 24 meter di People Square. “Itu
Mao Ze dong… Dia yang membawa semua orang Cina ke sini,” katanya setengah
berbisik, karena tentara Cina berbaris di sana. Di seluruh Kashgar, tentara
disebar untuk menghadapi ancaman militan Uighur. Situasi di bawah pemerintahan
komunis Cina, merupakan situasi paling buruk bagi Muslim Uighur.
Sebenarnya, upaya warga
Uighur memisahkan diri dari Cina, sudah mencuat ketika Dinasti Qing runtuh.
Pada 1912 lalu, pemerintahan diambil alih oleh Republik Cina yang dimotori
Partai Kuomintang-nya Sun Yat Sen dan Chiang Kai-shek.
Pada 1928, musibah mulai menimpa Muslim Xinjiang, ketika seorang warlord Han,
Jin Shuren, mengambil alih tampuk kekuasaan. Dia penindas, korup, dan pembenci
Muslim, terutama dari etnik Turki. Banyak tanah Muslim yang disita Jin, lalu
dialihkan kepada para kolega nya, tentu dari etnis Han. Walhasil, orang
Cina-Han pun kerap menjadi sasaran kebencian. Sejak Jin Shuren menjadi
gubernur, sering terjadi kerusuhan etnik dan agama.
Jin juga menghapuskan pemerintahan feodal Kumul Khanate, wilayah utara Xinjiang
yang dihuni etnis Uighur, yang semula wilayah semi otonom. Mereka pun
memberontak menghendaki restorasi. Tapi, Jin malah membeli dua pesawat dari Uni
Soviet pada September 1931. Pesawat yang diperlengkapi senjata mesin dan bom
ini diterbangkan pilot Rusia dan mulai membantai para pejuang Kumul Uighur.
Kuomintang yang gerah pada Jin yang dekat dengan Rusia, mengerahkan jenderal
Muslim beretnis Hui, Ma Zhong ying, untuk menumbangkan Jin. Jenderal Ma
memimpin Divisi ke-36, yang sebagian besar personelnya Muslim Hui.
Pada Perang Urumqi, 1933, Jenderal Ma yang bekerja sama dengan Kumul Uyghur
menang. Jin kabur ke Uni Soviet. Pada 1933, juga terjadi gerakan Uyghur di
Xinjiang selatan. Dipimpin Muhammad Amin Bughra dan saudaranya Abdullah
Bughra and Nur Ahmad Jan Bughra, mereka menghendaki kemerdekaan total dari
Cina-Han, maupun Cina-Hui.
Pada 12 November 1933,
mereka memproklamasikan Republik Turkistan Timur. Perdana menterinya Sabit
Damulla Abdulbaki, Muhammad Amin Bughra sebagai panglima perang. Republik Islam
Uyghur (Sherqiy Türkistan Islam Jumhuriyiti) alias Uyghuristan ini mencakup
Kashgar, Khotan and Aqsu. Ironisnya, republik baru ini dihancurkan oleh
Jenderal Ma, pada Perang Kashgar, 1934. Republik Turkistan Timur pun berakhir.
Sheng Shicai, panglima perang asal Manchuria, yang didukung Soviet, kemudian
jadi gubernur baru Xinjiang. Tapi, posisi politik Sheng mirip belaka dengan
Jin. Demi keamanan Xinjiang dari se rangan Jepang maupun pem berontak, dia
bekerja sama dengan Uni Soviet. Sebagai imbalanya, Soviet dapat konsensi sumur
minyak, pertambangan timah dan tungsten (sejenis logam yang kuat), dan
perdagangan yang menguntungkan Rusia. Bahkan, pada 26 November 1940, Sheng
Shicai membuat perjanjian dengan Soviet yang menjamin konsesi provinsi Xinjiang
untuk 50 tahun.
Eksplorasi mineral besar-besaran pun dilakukan di Xinjiang, termasuk Uranium di
pegunungan dekat Kashgar. Pada 1944, Presiden dan perdana menteri Republik
Cina, Chiang Kai-shek, melihat gelagat Sheng Shicai meng gabungkan Xinjiang
dalam Uni Soviet, menarik Sheng Shicai. Dia dimutasi menjadi menteri pertanian.
Menyusul hengkangnya Sheng Shi cai dari Xinjiang, Republik Turkistan Timur
kembali dideklarasikan pada 12 November 1944. “Alhamdulillah pemerintahan
Turkistan Islam terbentuk. Bantuan Allah telah diberikan kepada kita untuk
mengusir pemerintahan penindas Cina dari tanah nenek moyang kita,” kata Ali
Khan Ture, salah satu pendirinya.
Ada dua presiden di Republik
Tur kistan Timur jilid II ini. Yang pertama Ali Khan Ture (1944–1946), yang
kedua adalah Ehmetjan Qasim (1946–1949). Negara ini membentuk pasukan militer
terstruktur rapi pada 8 April 1945, yang terdiri atas enam resimen berbagai
etnis, seperti Uyghur, Kazakh, China Muslim-Hui, dan Mongol.
Republik baru yang didukung
Soviet ini memulai revolusinya di tiga distrik di utara Xinjiang, yaitu Ili,
Tarbaghatai, Altai. Tapi, pada 1945, dukungan itu berakhir setelah Cina meneken
perjanjian persahabatan dengan Uni Soviet.
Kuomintang kemudian membujuk
para petinggi Republik Turkistan Timur yang masih memiliki pasukan untuk
bekerja sama. Beberapa petinggi Uighur ditunjuk sebagai penasihat di Xinjiang,
termasuk Ehmetjan Qasim, sebagai wakil ketua di Provinsi Xinjiang.
Pada Juli 1949, Partai Komunis yang dipimpin Mao Zedong, mengambil alih Cina.
Kuomintang dan Chiang Kai-shek kemudian hengkang ke Taiwan. Dan, pada 17
Agustus 1949, Partai Komunis Cina mengirim Deng Liqun bernegosiasi dengan
Republik Turkistan Timur di Ghulja.
Mao Zedong juga mengundang
petinggi Republik Turkistan Timur ambil bagian dalam konferensi rakyat. Soviet
pun membujuk para pemimpin Republik Turkistan Timur untuk bekerja sama dengan
PKC. Saat itu, sudah ada kerja sama nuklir Soviet-Cina.
Soviet membujuk delegasi Republik Turkistan Timur meneruskan negosiasi langsung
dengan menemui Stalin, sebelum ke Beijing. Tapi, pada 24 Agustus 1949, delegasi
petinggi partai itu, Ehmetjan Qasimi, Abdulkerim Abbas, Ishaq Beg, Luo Zhi,
Dalelkhan Sugir bayev, dan para pendampingnya, naik pesawat di Alma-Ata,
Kazakhstan, untuk menuju Beijing dan bernegosiasi dengan Mao.
Tapi, pesawat malah
dibelokkan ke Moskow, dan kemudian dilaporkan mengalami kecelakaan. Pada 1991,
sejumlah bekas jenderal KGB, mengatakan para petinggi Republik Turkistan Timur
dibunuh atas perintah Stalin pada 27 Agustus 1949, setelah tiga hari ditahan di
Moskow. Rabiya Kadir, yang kini Presiden Kongres Uighur Dunia, merupakan anak
salah seorang pendukung Republik Turkistan Timur.
Pada 1955, provinsi Xinjiang
diganti namanya menjadi Wilayah Otonomi Uighur Xinjiang. Adanya kata Uyghur di
situ, menandakan bahwa otonomi itu diberikan kepada orang, bukan sekadar kepada
wilayah. Sebab, orang Uyghur adalah mayoritas. Mao setuju dengan nama itu.
Tapi, RRC kemudian terus
memobilisasi orang ke kawasan kaya migas dan bahan tambang tersebut, sehingga
pada tahun 2000 lalu, jumlah Muslim Uighur telah kurang dari separuh dibanding
orang Han yang berjumlah 10 juta orang. Itu belum termasuk imigran gelap orang
Han.
Perimbangan demografi tersebut dipercepat oleh Beijing sejak 1990-an lalu,
ketika Beijing mulai membangun Xinjiang, yang dikombinasikan dengan
aturan-aturan yang mengekang praktik Islam. Entah sudah berapa banyak kekerasan
yang terjadi, dan berapa berapa ribu orang meninggal karenanya.
Sudah ditindas, didiskriminasi, orang Uighur pun mudah dicap sebagai teroris.
“Pemerintah mengatakan semua orang Uighur, jika mereka berjanggut atau
mengenakan hijab, mereka adalah teroris,” Abdul Majid, pemilik toko ponsel di
sekitar Alun-alun Rakyat, Kashgar, menuturkan kepada Aljazeera.
Sampai kapan nestapa mendera Xinjiang?
Oleh Harun Husein
yy/republika