Masih terngiang dalam ingatan, sebuah sejarah tentang lika-liku
perjuangan Rasulullah SAW dalam menyebarkan Islam. Hinaan, cercaan, bahkan
lemparan dan pukulan merupakan hal biasa yang selalu menyertai hari-hari dakwah
beliau saw.
Dua puluh tiga tahun berada di tengah ombang
ambingbadai lautan perjuangan, menahan serpihan karang yang dilemparkan oleh
kecamuk lautan jihad fisabillah, menghujani tubuh para pejuang hingga tak
hentinya bercucuran darah. Kemudian dilanjutkan oleh generasi sahabat yang
masih setia dan kokoh dalam kapal perjuangan. Lalu setelahnya disambung lagi
pada masa khilafah Bani Umayyah, kemudian diteruskan oleh Khilafah Abbasiyah
dan seterusnya, kemudian pada akhirnya sampailah kepada kita yang kurang lebih
berada lima belas abad setelah kepergiannya Nabi Muhammad SAW. Dan
berikutnya akan lahir generasi yang melanjutkan perjuangan kita mempertahankan
Aqidah ini, Insya Allah.
Islam belum menepi ke daratan, ia masih bertahan
menerpa badai di tengah lautan menerjang ombak dan badai, hanya saja badai yang
kita hadapi sekarang, jauh lebih ringan dari pada badai yang dihadapi oleh
Rasulullah saw. Dan para sahabat tercinta radhiallahu ‘anhum.
Perjuangannya tidak semudah yang kita bayangkan,
ketegaran Rasulullah tidak sekuat yang kita perkirakan, bahkan lebih kuat dari
yang kita gambarkan. Keteguhan hatinya adalah rencana Allah, karena ia selalu
dibina dan dibimbing oleh Al Qur’an.
Al Qur’an yang Allah turunkan berangsur selama dua
puluh tiga tahun adalah cara Allah swt untuk meneguhkan hatinya selama ia
berdakwah. Ketika beratnya ujian datang, dan keputusasaan mulai menghampiri,
maka Allah kokohkan kembali dengan wahyu yang selalu menunjukkan jalan keluar.
Al Qur’an hadir membawa solusi dari setiap masalah.
Ketika Rasulullah dan para Sahabat menerima kekalahan pada perang Uhud,
kemudian ia melaknat beberapa orang yang menjadi sumber kekalahan Islam, maka
turunlah ayat teguran baginya, Allah berfirman: “itu bukan menjadi urusanmu
(Muhammad) …..” (Ali Imran:
128)
Allah menginginkan agar Rasul-Nya tidak hanyut dalam
sesal kekalahan, akan tetapi menyiapkan strategi baru untuk meneruskan
perjuangan.
Dalam kesempatan lain ketika Rasulullah berada dalam
sebuah majelis yang dihadiri pembesar Quraisy di antaranya Utbah bin Rabi’ah,
Abu Jahal dan Abbas bin Abdul Mutthalib, pada saat itu ia sedang mengajak
mereka untuk menerima Islam. Pada waktu yang bersamaan datanglah ke
tengah-tengah majelis seorang laki-laki buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum.
Ia datang bermaksud memohon agar mau mengajarkannya Al Qur’an.
Mungkin karena merasa terganggu ketika berdakwah di
hadapan pembesar Quraisy, terlihatlah wajahnya yang masam di hadapan Abdullah
bin Ummi Maktum, maka turunlah teguran Allah swt, “Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling. Karena seorang buta
telah dating kepadanya. Dan tahukah engkau Muhammad barangkali dia ingin
menyucikan dirinya (dari dosa), atau dia ingin mendapat pengajaran yang
bermanfaat baginya?” (QS ‘Abasa: 1-4).
Cara Allah SWT membimbing rasul dengan Al Qur’an
adalah fakta sejarah yang menghantarkannya menuju kemenangan di berbagai
peperangan sampai ia mampu menduduki madinah setelah berjuang selama tiga belas
tahun di Mekah, di sana Ia bukan hanya sebagai pendakwah, tetapi sebagai
khalifah.
Proses kehidupan adalah roda yang berputar, satu masa
akan memiliki titik persamaan dengan masa sebelumnya jikalau masing-masing
menggunakan tools yang sama. Dan tools yang dimanfaatkan oleh Rasulullah SAW
adalah sumber daya manusia yang kuat dan pedoman yang tak pernah dilanggar, yaitu
Al Qur’an.
Kita pasti akan menikmati kembali kemenangan itu, ketika kita bersedia
meniru langkah Rasulullah saw dalam meraih kemenangannya.
(Sumber: M. Hasan Hidayatulah/dakwatuna.com)
https://duniaislamnews.wordpress.com/mengikuti-langkah-sang-nabi-muhammad-saw-menuju-kejayaan-islam/