Oleh : Ustadz
Choirul Anam
Rasulullah saw bersabda: “Perumpamaan ulama di bumi adalah seperti
bintang-bintang di langit yang memberi petunjuk di dalam kegelapan bumi dan
laut. Apabila ulama mulai terbenam, maka jalan akan mulai kabur” (HR. Imam
Ahmad).
Demikianlah gambaran yang diberikan oleh Rasulullah saw kepada para ulama.
Ulama itu laksana bintang di langit yang memberi petunjuk sehingga manusia
tidak tersesat di dalam kehidupannya. Mengapa demikian? Karena ulama memiliki
ilmu yang datang dari Allah dan Rasulullah saw. Dengan ilmu itulah, mereka
memahami hakikat kehidupan dan bagaimana seharusnya kehidupan ini di jalani.
Karena itu, sepanjang sejarah Islam yang panjang, ulama selalu berada di garda
terdepan dalam memberikan cahaya dan bimbingan kepada umat. Ulamat juga selalu
di barisan paling depan dalam meluruskan setiap penyimpangan di tengah-tengah
umat. Bahkan mereka selalu berada di front paling depan untuk mengoreksi
penguasa yang menyimpang atau pejabat yang dzalim. Mereka tak peduli dengan
celaan orang-orang yang suka mencela, mereka tak peduli dengan berbagai
kesulitan dan halangan yang ada di depan mereka dalam dakwah, bahkan mereka tak
peduli dengan nyawa mereka. Mereka hanya fokus dengan misinya, yaitu membimbing
manusia dengan ajaran Islam yang mulia.
Diantara ulama yang mulia seperti di atas adalah Syeikh KH. Hasyim Asy’ari.
Beliau benar-benar menyadari amanah ilmu yang dititipkan Allah swt kepadanya.
Karena itu, ilmunya digunakan untuk kemuliaan Islam dan umatnya. Beliau tak
segan mengoreksi dan meluruskan penyimpangan yang dilakukan oleh siapa saja.
Hal itu dilakukan, murni karena Allah dan karena kasih sayangnya yang tulus
kepada sesama manusia.
Berikut ini adalah salah satu kitab beliau dalam rangka memberikan bimbingan
kepada umat dan meluruskan pihak-pihak yang menyimpang dari Islam dan
syariah-Nya yang agung. Kitab ini beliau namakan: Tamyizul haq minal bathil
(memisahkan yang haq dari yang bathil). Kitab yang ditulis dalam bahasa
campuran antara jawa halus (namun dengan huruf pegon Arab) dan bahasa Arab,
memang tidak tebal, hanya 11 halaman termasuk cover, tetapi isinya
menggambarkan amanah dan tanggung-jawab beliau yang sangat besar dalam membela
Islam dan umatnya, serta menggambarkan keilmuan beliau yang sangat mendalam.
Saat ini, nasihat beliau ini masih sangat relavan, apalagi saat ini arus
liberalisme begitu dahsat membanjiri umat Islam. Akibatnya, syariah Islam
banyak dipinggirkan dan bahkan dicela serta dianggap tidak cocok lagi oleh
sebagian umat Islam, bahkan oleh orang-orang yang mengaku sebagai “tokoh umat
Islam”. Nasihat ini terasa sangat menyentak kita semua, karena nasihat ini
begitu tulus. Nasihat ini juga terasa seperti embun pagi, sebab kita sudah lama
kehilangan nasihat-nasihat tulus dan kehilangan sosok ulama pewaris para Nabi.
Siapa saja yang bisa berbahasa Jawa dan bahasa Arab, sebaiknya melihat sendiri
dan merasakan betapa dahsatnya nasihat beliau. Namun, bagi siapa saja yang
tidak bisa berbahasa Jawa dan bahasa Arab, terjemahan berikut, insya Allah akan
sedikit membantu.
*****
TAMYIZUL HAQ MINAL BATHIL (MEMISAHKAN YANG HAQ DARI YANG BATHIL)
Segala puji bagi Allah yang telah memisahkan para kekasih-Nya (auliya’uhu) dari
para kekasih setan (auliya’us-syaithan), yaitu dengan iman dan taqwa. Sholawat
dan salam semoga tercurah kepada pimpinan orang-orang yang takut kepada
tuhannya dan menjaga diri dari mengikuti hawa nafsu (yaitu Nabi Muhammad saw),
juga semoga tercurah kepada keluarga beliau yang suci (thahirin) dan para
sahabat beliau yang mulia, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik
(ihsan) sampai hari kiamat. Wa ba’du.
Saya akan memberikan penjelasan kepada saudara-saudara kami ahlul Islam dan
Iman, bahwa pada hari jum’at kliwon, 22 Jumadil ula 1359 H, bertepatan dengan
28 Juni 1940 M, saya telah mengutus dua orang santri (Muhammad Yusuf dan
Muhammad Makkini) agar datang ke rumah Kyai Sokowangi Kandangan, Pare, Kediri,
yaitu Khalifahnya Tuan Guru Gembungan, Blitar. Dua orang santri tadi saya minta
untuk mendengarkan perkataan dari Tuan Kyai tersebut. Kemudian kedua
mendapatkan pernjelasan sebagaimana yang tersebut di bawah ini: Jadi pernyataan
di bawah ini merupakan pernyataan Kyai Sokowangi yang diterima dari pernyataan
Tuan Guru tersebut.
Iman itu tempatnya hanya ada di permulaan
Sholat itu cukup takbir,
tidak perlu melakukan apa-apa
Kalau melakukan sesuatu tidak
boleh mengucapkan lillahi ta’ala, tetapi boleh kalau menyebut karena Allah
Tuan Guru tersebut mengaku
bahwa beliau telah menerima wahyu sendiri dari Allah ta’ala
Orang sholat itu tidak boleh
mengeraskan suara (jahr) dalam membaca fatihah
Kalau dzikir itu dengan
melihat bawah dada (susu) kiri kira-kira kurang dua jari
Kata La: itu posisinya ada di
pusar
Kata Ilaha: itu posisinya ada
di dada (susu) kanan
Kata Illa: itu posisinya ada
di bahu kanan
Kata Allah: itu posisinya ada
di bawah dada (susu) kanan kira-kira kurang dua jari
Dzat Allah itu berada di
pusar
Melihat apa-pun yang
diharamkan syariah tidaklah dosa, asal hatinya selalu ingat kepada Allah.
Wahai saudaraku yang mulia: Nanti saya akan menjelaskan kesalahan
pernyataan-pernyataan tersebut. Saya tidak memiliki maksud lain, kecuali hanya
amar ma’ruf dan nahi mungkar, agar saudara-saudara kami umat Islam yang awam
tidak tertipu dengan pernyataan yang bathil dan pernyataan yang diharamkan
(muharromah), pernyataan yang membuat jadi kafir (mukaffiroh), dan keyakinan
(i’tiqod) yang rusak. Saya, sama sekali tidak ada maksud menghina Tuan Guru
tersebut, dan saya sangat takut dengan perkataan (dawuh) Rasulullah saw “idza
dhoharot al bid’ah wa sakata al-‘aalimu, fa ‘alai laknatullahi wal malaaikati
wannaasi ajmaiin (Jika bid’ah telah merajalela, sementara orang yang tahu
(al-‘alim) hanya diam saja, maka baginya laknat Allah, malaikat dan manusia
seluruhnya)”. Dan saya ingin mengharapkan kabar gembira sebagaimana dalam suatu
hadits “man ahyaa sunnatan umiitat min ba’dii, kaana rofiiqi fil jannah (siapa
orangnya yang menghidupkan sunnah yang telah dimatikan setelahku, maka ia akan
menjadi temanku di surga)”. Karena itu, jika saudaraku semua menerima tulisan
(risalah) ini agar mau menjelaskan (dan menyebarkan) kepada umat Islam secara
umum “li yakuuna nashibun minal ajri (agar mendapatkan bagian pahala
kebaikan)”. Sebelum saya menjelaskan pernyataan-pernyataan tersebut, lebih baik
saya jelaskan dahulu hukum syariah dan dalil-dalilnya.
Ketahuilah, bahwa hukum syariah itu jumlahnya ada 5 (lima), yaitu wajib
(wujub), sunnah (an-nadbu), haram (harom), makruh (al-karohah), dan mubah.
Hukum-hukum tersebut harus ditetapkan dari dalil. Jika tidak ada dalilnya, maka
kita tidak perlu menghiraukannya (la yultafatu ilaihi). Dalil-dalil hukum
syariah yang dimaksud adalah: al-Kitab, as-Sunnah, al-Ijma’, al-Qiyas dan
al-Istishab. Untuk diketahui oleh saudara-saudaraku semua bahwa
pernyataan-pernyataan Tuan Guru tersebut, sama sekali tidak ada dalilnya,
bahkan justru bertentangan dengan dalil-dalil yang ada.
(Pernyataan nomer 1) itu jelas-jelas keliru. Allah subhanahu wa ta’ala telah
berfirman dalam surat al-Hujurat ayat 13: “Orang-orang Arab Badui berkata:
“Kami telah beriman”. Katakanlah kepada mereka: “Kalian belum beriman, tetapi
katakanlah: ‘Kami telah berislam’. Sebab iman itu belum masuk ke hati kalian””.
Dan sabda Rasulullah sallahu alaihi wa sallam: “Iman itu akan rusak di hati
salah satu diantara kalian sebagaimana rusaknya baju. Karena itu, mohonlah
kepada Allah agar Allah selalu memperbaharui iman di hati kalian”. Ayat dan
hadits tersebut menjelaskan dengan sangat gamblang bahwa iman itu tempatnya di
dalam hati.
(Pernyataan nomer 2) itu juga keliru. Kekeliruannya sebagaimana telah
dijelaskan Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat al-Hajj ayat 77: “Wahai
orang-orang yang beriman, ruku’lah dan sujudlah kalian”. Juga sabda Rasulullah
sallahu ‘alahi wa sallam yang disebutkan dalam hadits Imam Bukhari: “Jika kamu
melaksanakan sholat, bertakbirlah, lalu bacalah sebagian ayat al-qur’an yang
mudah bagimu, kemudian ruku’lah sampai kamu thuma’ninah dalam kondisi ruku’,
kemudian bangunlah lagi sampai berdiri sempurna (i’tidal), lalu sujudlah sampai
kamu thuma’ninah dalam kondisi sujud, kemudian duduklah sampai kamu thuma’ninah
dalam kondisi duduk. Lakukanlah hal itu di dalam seluruh sholatmu”. Ayat yang
mulia dan hadits shohih tersebut menjelaskan bahwa semua rukun sholat yang
jumlahnya 14 (empat belas) wajib dilaksanakan semua. Seandainya tertinggal satu
saja, maka sholat tersebut tidak sah. Jadi, penyataan beliau nomer 2 itu jelas
bertentangan dengan qur’an dan hadits. Seandainya ada orang yang meyakini
(beri’tiqod) seperti pernyataan nomer 2 tersebut, maka tentu orang tersebut
telah keluar dari Islam.
(Pernyataan nomer 3) juga keliru. Penjelasan atas kekeliruannya adalah firman
Allah subhanahu wa ta’ala:”Ketahuilah, hanya milik Allah agama yang murni”
surat az-Zumar ayat 1, dan firman Allah subhanahu wa ta’ala “Dan tiada mereka
diperintah kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” surat al-Bayyinah ayat 5,
dan juga sabda Rasulullah sallahu wa alaihi wa sallam: “Tiga kelompok orang
yang tidak menipu, artinya tidak akan khianat atau tidak akan dengki. Pertama,
hati seorang muslim yang mengiklaskan amalnya karena Allah (lillah), kedua
menasihati para pemimpin (orang yang mengendalikan urusan, atau wulatul amri),
dan ketiga orang-orang yang selalu berada dalam jama’ah umat Islam (taat kepada
pemimpin umat Islam). Juga sabda Rasulullah sallahu ‘alaihi wa sallam kepada
sayyidatina Aisyah radliyallahu ‘anha: “Tinggalkan aku, aku akan beribadah
kepada tuhanku. Kemudian ia mengijinkannya. Lalu beliau berdiri menuju tempat
air, kemudian berwudlu. Kemudian beridir untuk sholat, sampai beliau menangis
sehingga air mata beliau menjatuhi dada beliau, kemudian beliau ruku’ hingga
beliau menangis, lalu beliau mengangkat kepalanya hingga beliau menangis,
kemudian beliau bersujud hingga beliau menangis, kemudian beliau mengangkat
kepalanya hingga beliau menangis. Beliau selalu seperti itu sampai Bilal datang
dan mengadzani untuk sholat. Maka aku (Bilal) berkata kepadanya: wahai
Rasulullah, apa yang membuat engkau menangis, padahal Allah telah mengampuni
dosa-dosa yang telah lalu dan yang akan datang? Beliau menjawab: Apakah aku
tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur”. Ayat-ayat dan hadits-hadits tadi
bahwa menyebaut nama (lafadz) Allah saat beramal apapun itu boleh, dan itu
bagus.
(Pernyataan nomer 4) itu jelas merusak keislaman seseorang (menyebabkan
seseorang menjadi murtad). Penjelasannya diambil dari kitab Anwar karya Syeikh
Yusuf al-Ardabiil. Redaksinya: “Ketika orang mengaku mendapat wahyu, meskipun
tidak mengaku sebagai nabi, atau mengaku telah masuk surga dan memakan sebagian
dari makanan surga dan memeluk bidadari di sana, maka orang tersebut kafir
berdasarkan ijma”. Juga dari Kitab Syifa karya Al-Qadli Iyadh: “Siapa saja yang
mengaku mendapatkan wahyu, meskipun tidak mengaku sebagai nabi, maka sungguh ia
telah kafir”. Dua keterangan dari dua kitab tersebut telah menjelaskan dengan
gamblang bahwa siapa saja yang mengaku telah menerima wahyu dari Allah ta’ala, maka
orang tersebut murtad.
(Pernyataan nomer 5, 6, 7, 8, 9, 10), semuanya tidak ada hujjahnya (dalilnya).
Jadi sudah selayaknya tidak perlu didengarkan dan tidak perlu dianggap. Semua
tadi hanyalah ucapan ahli bid’ah dan dlolalah (kesesatan).
(Pernyataan nomer 11 dan 12) itu jelas merusak keislaman seseorang
(menyebabkannya menjadi murtad) sebagaimana penyataan nomer 4 yang lalu.
Keterangan diambil dari Kitab Anwar. Redaksinya: “Telah dipastikan kekafiran
seseorang yang mengucapkan ucapan yang mengantarkan pada penyesatan kepada
umat”. Karena itu, tidak samar lagi bahwa saudara-saudaraku yang sudah tahu
bahwa pernyataan-pernyataan tersebut menyebabkan kesesatan orang banyak. Jadi
orang-orang yang menyatakan pernyataan-pernyataan tersebut dapat dipastikan kekafirannya.
Demikian pula telah kafir orang-orang yang memuji pernyataan-pernyataan
tersebut. Orang yang ragu tentang kafirnya orang yang menyatakan pernyataan
tersebut dan berkeyakinan (beri’tiqod) dengan keyakinan tersebut, juga kafir.
Keterangan diambil dari kitab Anwar. Redaksinya: “Orang yang tidak mengakfirkan
orang beragama selain Islam atau ragu tentang kekafirannya atau membenarkan
madzhabnya, maka ia menjadi kafir”. Dan juga keterangan dari Kitab Syarhi Syifa
Li al-Mala Ali al-Qari Ma’al-Matani: “Telah disepakati (ijma’) kekafiran setiap
orang yang telah memisahkan diri dari agama umat Islam, baik secara ucapan atau
tindakan; juga siapa saja yang abstain (tawaqquf) dalam mengkafirkannya, atau
ragu tentangnya. Demikian pula (telah kafir) orang-orang yang beragama
wahdaniyah (meyakini menyatunya Allah pada dirinya), dan orang-orang yang
membenarkan kenabian Nabi kita (sallahu alaihi wa sallam) tetapi juga
membiarkan nabi-nabi palsu yang mengaku-ngaku membawa kemaslahatan; maka semua
itu kafir berdasarkan ijma’. Yang demikian itu seperti sikap melampaui batas
dari sebagian ahli tasawuf (al-ghulaat al mutashowwifah), dan para penyeru
kebebasan (pengusung liberalisme, ashabul ibahah). Mereka (para pengusung
liberalisme) menduga bahwa syariah yang ada dan sebagian besar berita yang
dibawa oleh para Rasul tentang urusan akhirat seperti al-Hasyr, qiyamat, surga,
dan neraka; mereka menganggapnya tidak ada nilainya sama sekali baik secara
bahasa maupun secara substansi. Mereka mengkalim bahwa Allah mengatakan itu
hanyalah untuk mendorong kemaslahatan manusia. Maka ucapan mereka itu jelas
mengabaikan syariah, meremehkan perintah dan larangan Allah, mendustakan para
Rasul, dan meragukan syariah yang beliau bawa”.
Jadi sudah jelas dari penjelasan kitab-kitab yang saya kutip bahwa orang-orang
yang memiliki penyataan dan keyakinan (i’tiqod) seperti nomer 4, 11 dan 12,
adalah jelas orang murtad. Jika dia tidak taubat dan kembali kepada Islam, maka
batal nikahnya, haram memakan hewan-hewan yang disembelih olehnya, batal semua
sholat, puasa dan semua amal ibadahnya. Jika ia meninggal, haram jenazahnya
disholati, juga haram dimakamkan di pemakaman umat Islam. Inilah keterangan
yang harus saya jelaskan. Atas semua yang telah saya sampaikan, saya berlindung
kepada Allah. Dialah sebaik-baik penolong dan pelindung. Maksud dari penyebaran
risalah ini adalah untuk nasihat dan peringatan kepada saudara-saudara kami
umat Islam, tidak ada maksud lain selain itu.
Mulahadzoh (Perhatian): Pernyataan Tuan Guru yang telah disebutkan tadi, jelas
kelirunya, demikian pula pernyataan-pernyataan beliau yang tidak disebutkan
juga banyak yang keliru, seperti pernyataan: Bahwa mulai hari jum’at legi bulan
muharram, tahun 1359 H, Allah ta’ala sudah menetapkan bahwa sholat jum’at
dilakukan tanpa adzan, tanpa khutbah, tanpa mengeraskan suara (jahr)
(penerjemah: maksudnya imam tidak perlu membaca al-fatihah dan surat lain
secara keras sehingga di dengar makmum, tetapi dibaca dengan sirr atau pelan
sehingga cukup didengar oleh dirinya sendiri, seperti saat imam mengimami
sholat dzuhur atau ashar). Perumpamaan pernyataan tersebut seperti menganggap
bahwa air satu genggam (cawukan) sebagai air satu gentong (seganten).
Karena itu, para saudaraku ahlul Islam dan Iman, saya harapkan agar menjauhi
orang-orang yang mengaku-ngaku sebagai guru Thariqah dan menjadi Khalifah, dan
mengaku-ngaku menjadi wali. Sebab, orang-orang bodoh (bodo) tersebut tidak
mengetahui kefarduan wudlu, kefarduan mandi, dan selainnya, juga tidak
mengetahui najis dzahir dan batin, juga tidak menjaga (ngrekso) syariah Islam.
Kita harus menjauhi mereka, sebagaimana kita menjauhi macan.
Sungguh para ulama rohimahumullah telah mengatakan: “Ma ittakhodza Allahu min
waliyyin jaahilin, walau ittakhodzahu waliyyan la’allamahu (Allah tidak akan
menjadikan wali (kekasih) dari orang yang bodoh. Seandainya Allah menjadikan
wali dari orang bodoh, pasti Allah telah mengajarinya (menjadikannya orang
alim) terlebih dahulu”.
Meski orang tersebut banyak keramatnya (janganlah tertipu oleh mereka). “Faidza
ra-aita man yathiru fil hawa’ wa yamsyi alal ma’ wa yukhbiru bil mughayyabat,
wa yukhalifu asy-syar’a bi irtikabil muharromaat bighoiri sababin muhallilin,
au yatruku al-wajibaati bighoiri sababin mujawwizin, fa’lam innahu syaithonu
nashobahu Allahu fitnatan lil juhhalati wa khalifatun ‘an iblis, fahum
qoththo’u thariqillah ‘ala ibaadihi, wa a’daa’u auliyaillah ad-daa’iina ila
rosyadihi wa hum al-masyaru fil khobar (Jika engkau melihat orang yang dapat
terbang di udara dan dapat berjalan di atas air, mampu mengabarkan hal-hal
ghoib, tetapi menyelisihi syariah, maka ketahuilah itu adalah setan yang telah
Allah jadikan sebagai fitnah bagi orang-orang bodoh, dia adalah khalifah
(wakilnya) iblis, dia adalah pembegal dari jalannya Allah, dan dia adalah musuh
bebuyutan walinya (kekasihnya) Allah yang berdakwah kepada petunjuknya Allah.
Para kekasihnya Allah itulah tempat mengambil petunjuk tentang berita (yang
benar).
Rasulullah bersabda: “Ana min ghoiri dajjal akhwafu alaikum minad dajjal.
Qiila: man? Qoola: aimmatun mudlilluna suiluu faaftau bighoiri ilmin fadlallu
wa adlolluu (Ada yang aku lebih takuti daripada dajjal pada kalian semua?
Ditanyakan kepada beliau: siapa dia? Rasulullah berkata: Yaitu para imam yang
sesat, mereka diminta fatwa, lalu memberikan fatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan
menyesatkan”. Jauhilah mereka, maka kita akan baik dan beruntung. Putuslah
hubungan dengan mereka, maka kita akan diselamatkan dan terselamatkan. Allah
ta’ala berfirman: “perbaikilah (amal-amal kalian). Jangan kalian ikuti jalan
orang-orang yang membuat kerusakan”.
Para saudaraku ahlul Islam dan Iman, saya anjurkan agar kalian mengikuti jalan
al-ulama’ al-‘amiliin bi uluumihim (ulama berilmu yang menjalankan ilmunya),
as-saalikiina thariqotas salaf (yang berjalan pada jalan generasi salaf
(generasi sholih Islam terdahulu)). Allah ta’ala berfirman: “Ikutilah jalan
orang-orang yang bertaubat kepada-Ku. Kemudian, hanya kepada-Ku tempat kembali kalian.
Maka Aku akan ceritakan apa saja yang telah kalian lakukan”.
Inilah wasiyatku kepada kalian. Aku telah menjelaskannya dan
menyebar-luaskannya sebagai sikap belas kasih (welas asih) kepada kalian. Aku
mendistribusikannya sebagai pelayanan (ri’ayatul maqom), maka terimalah. Dan
dariku salam untuk kalian.
Telah dikeluarakan oleh al-faqir al-faanyMuhammad Hasyim Asy’ari Al-Jambany,
Khodimul Ilmi Wa Jam’iyyati Nahdlotil Ulama’i Bi TebuirengJombang
Jumadis tsani, tahun 1359 H
[www.globalmuslim.web.id]