Senin,
3 November 2014 - 11:01 WIB
Pasukan Salib selama 88 tahun
berenang-renang di genangan darah musuh-musuh mereka. Di bawah penaklukan
pasukan Muslim, tak satu pun rumah yang dirusak dan dicuri perabotnya
Oleh: Z.A Rahman
“HATI seorang mu’min bagaikan seekor
burung, satu sayapnya adalah khauf (rasa takut) dan keputusasaan, sementara
sebelah lagi sayapnya adalah raja’ (harapan) dan rahmat.” [Ibnul
Qayyim]
Keputusasaan
Pada tahun 1099, sesudah pasukan salib
pertama yang menyerbu Tanah Suci meluluhlantakkan Al-Quds dan Suriah, Qadi Abu
Sa’ad al-Harawi di Damaskus segera menuju istana Khalifah di Iraq. Sejarawan
Ibn al-Athir menuturkan:
Tanpa mengenakan turban, kepalanya
bercukur sebagai tanda duka, meledak teriakan Qadi Abu Sa’ad al-Harawi di ruang
majelis agung Khalifah al-Mustazhir Billah, sementara para sahabatnya, tua dan
muda, berombongan di belakangnya.
“Berani benar kau tidur lelap dinaungi
bayang-bayang rasa aman,” ujar sang Qadi, “hidup bersenang-senang bagai dalam
taman-taman bunga sementara saudara-saudaramu di Syam (Suriah) dan al-Quds
(Jerusalem) tidak bertempat tinggal kecuali di bawah-bawah pelana unta mereka
dan di dalam perut-perut burung nasar? Darah sudah ditumpahkan! Gadis-gadis
muda cantik dihinakan sehingga kini harus menyembunyikan wajah-wajah manis
mereka di balik tangan-tangan mereka! Haruskah kaum Muslim pemberani ini
menerima saja dihina dan direndahkan?” [The Crusades through Arab Eyes, Amin
Maalouf]
Amarah sang Qadi meledak disebabkan oleh
sebuah kondisi yang digambarkan oleh sejarawan Muslim Ibn Al-Qalinisi yang menggambarkan
betapa jalan-jalan Al-Quds dipenuhi mayat bergelimpangan dan para penduduk kota
bertekuk-lutut di bawah pedang-pedang pasukan salib yang menghabiskan waktu
lebih dari seminggu lamanya membantai kaum Muslim. Lebih dari 70 ribu Muslimin
dibunuh di dalam Masjidil Aqsha. Ribuan orang Yahudi dibakar di dalam
sinagog-sinagog mereka – bau bangkai memenuhi udara selama berbulan-bulan,
sementara jalan-jalan banjir darah hingga ke lutut. [The
Damascus Chronicles of the Crusades of Ibn al-Qalinisi,H.A.R Gibb,
1932]
Sama seperti yang kini tengah kita
saksikan dengan ditutupnya Masjidil Aqsha, demikianlah pula Baytul Maqdis
ditutup saat perang salib pertama. Masjid ini diubah dijadikan kandang kuda
oleh para tentara salib dan, sebagai penghinaan, babi-babi dimasukkan ke
dalamnya. Seperti juga hari ini, ketika itu shalat dilarang ditegakkan dan tak
pula terdengar adzan berkumandang di seluruh tanah Al-Quds, Baytul Maqdis,
Baytul Muqaddas (tempat suci) selama hampir satu milenia.
Raja’
Fast forward 88 tahun kemudian, ke tahun
1187, salib-salib sudah tiada, lonceng-lonceng gereja tak lagi berdentang di
seluruh penjuru negeri, babi-babi tak lagi nampak; para rahib, pendeta dan
tentara salib sudah disingkirkan dari masjid suci ini dan kaum mu’minin pun
memasukinya dan adzan dikumandangkan.
Makna adzan di sini sungguh tak dapat
diambil enteng. Inilah sebuah ‘amal yang dengannya syaitan melarikan diri dari
Tanah Suci untuk selama Allah kehendaki. Karena bukankah kita tahu bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam telah bersabda, “Ketika
adzan dikumandangkan, syaitan melarikan diri tunggang langgang…” [Al-Bukhari]
Sungguh kebenaran telah datang dan
kebathilan pun takluk. Kegembiraan menyebar dan kepedihan terhapuskan. Tak
seperti di bawah kebiadaban para tentara salib, kemenangan kaum Muslimin
sungguh berbeda. Sejarawan Inggris, Sir Steven Runciman, mencatat:
“Para Muslimin pemenang perang itu
dikenal karena kelurusan dan sikap manusiawinya, sementara Pasukan Salib selama
88 tahun lamanya berenang-renang di genangan darah musuh-musuh mereka. (Di
bawah penaklukan pasukan Muslim), tidak satu pun rumah yang dirusak dan dicuri
perabotnya, tidak satu pun orang yang dicederai. Para polisi -bertindak di
bawah instruksi Salahuddin- mulai mengawal jalan-jalan dan pintu-pintu gerbang
untuk mencegah kemungkinan agresi apa pun terhadap orang-orang Kristen…
Salahuddin mengumumkan bahwa dia akan
memerdekakan semua orang lanjut usia, lelaki atau perempuan. Ketika datang kaum
wanita pasukan salib yang telah menebus diri mereka sendiri, dengan air mata
bercucuran, dan bertanya bagaimana nasib mereka sesudah suami dan ayah mereka
mati atau ditawan, Salahuddin menjawab dengan janji bahwa dia akan bebaskan
semua suami mereka dan dia akan santuni semua janda dan yatim dari kekayaan
pribadinya. Sikap rahmat dan kasih sayang yang ditunjukkan Salahuddin ini
sungguh bertentangan dengan apa yang telah dilakukan para tentara salib saat
mereka menginvasi (Al-Quds) di Perang Salib Pertama.” [History of the Crusades:
Volume 1, The First Crusade and the Foundation of the Kingdom of Jerusalem,
1951]
Masjidil Aqsha penuh sesak dan semua
mata berlinangan air mata yang terbit dari hati-hati yang dikuasai oleh emosi.
Ini semua karena Al-Aqsha telah dimerdekakan oleh Salahuddin.
Hari ini, saat kita menunggu dimulainya
khutbah Jum’at, saat kutulis ini, aku teringat pada khutbah pertama yang
disampaikan Qadi Muhiy al-Din ibn al-Zaki di Al-Aqsha sesudah merdeka. [Salah
al-Deen al-Ayubi, Dr Ali M.
Sallabi]
Petikan-petikan
Khutbah Kemenangan Al-Quds
Segala Puji bagi Allah
“Segala puji bagi Allah Yang telah
menghinakan kemusyrikan dengan kemahakuasaanNya, Yang mengatur semua urusan
dengan QadarNya, Yang mengalirkan terus menerus keberkahanNya bagi mereka yang
bersyukur, Yang menghukum semua musuh Islam dari arah-arah yang tak mereka duga
sebelumnya… Kami memuji Allah Yang telah menyebabkan kemenangan bagi
hamba-hambaNya, (Allah) Yang telah memuliakan para sahabatNya dan menolong
mereka yang menolong agamaNya, (Allah) Yang telah menyucikan rumahNya dari
semua najis…”
Salawat bagi Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam
“Sungguh aku bersaksi bahwa Muhammad
shallallahu ‘alayhi wa sallam adalah Hamba dan RasulNya, yang telah merontokkan
keragu-raguan, yang mengalahkan kemusyrikan, yang meruntuhkan kebathilan, yang
diperjalankan dalam sebuah Perjalanan Malam dari Masjidil Haram ke Masjidil
Aqsha ini, dan diperjalankan dari sini menembus langit tertinggi ke Sidratul
Muntaha…”
Pujian kepada Para Mujahidin
“Wahai ummat, terimalah berita gembira
berupa ridhanya Allah, yang adalah tujuan puncak dan kehormatan tertinggi yang
telah Allah wujudkan di tangan kalian: direbutnya kembali kota yang pernah
hilang ini dari tangan bangsa yang tersesat itu, kembalinya kota ini ke
haribaan Islam, yang memang adalah pemiliknya yang sesungguhnya, sesudah
dizhalimi selama hampir 100 tahun oleh para musyrikin… Selamat kepada kalian
semua karena Allah telah menyebut kalian di antara mereka yang dekat kepadaNya;
Dialah yang telah menjadikan kalian pasukanNya dan memuji kalian di depan para
malaikatNya karena apa yang telah kalian berikan dan karena kalian telah
bersihkan tempat ini dari bau busuknya kebathilan…”
Pujian bagi Salahuddin
“Kalaulah bukan karena engkau
(Salahuddin) adalah salah satu dari hamba-hamba Allah terpilih dari antara para
penghuni TanahNya ini, maka tak akan mungkin engkau memiliki semua kelebihan
yang tak dapat orang lain tandingi ini, dan tak akan mungkin engkau memiliki
semua kemuliaan yang kini telah engkau genggam.
Berbahagialah engkau karena (di bawahmu)
sebuah pasukan yang di tangannya muncullah peperangan penuh keajaiban bagaikan
Badr, keteguhan hati bagaikan keteguhan hati (Abu Bakr) As-Siddiiq,
penaklukan-penaklukan bagaikan ‘Umar, tentara-tentara bagaikan tentara dalam
komando ‘Utsman, kekuasaan bagaikan yang dimiliki ‘Ali.
Telah engkau kembalikan ke pangkuan
Islam hari-hari gemilang bagaikan dahulu di masa al-Qadisiyah, Yarmuk dan
Khaybar, dan serangan-serangan membelah musuh bagaikan dahulu di masa Khalid
bin al-Walid.
Semoga Allah membalasmu dengan balasan
terbaik sebagaimana (dijanjikan) NabiNya Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam
dan memberimu penghargaan karena apa yang telah engkau lakukan; semoga Allah
membalas karena telah engkau ‘jual‘ jiwa-jiwamu melawan musuh, dan semoga Allah
menerima darahmu yang telah engkau korbankan demi mendekat kepadaNya, dan
menghadiahimu dengan surga karena itulah tempat istirahat sesungguhnya bagi
mereka yang diberkahi.”
Persatuan
“Maka segala syukur bagi Allah yang
telah menguatkan hati-hati kalian untuk melakukan apa yang Bani Israil menolak
lakukan pada saat mereka dimuliakan (Allah) di atas bangsa-bangsa lain; Allah
telah menolong kalian melakukan apa yang bangsa-bangsa lain tak mampu lakukan,
dan menumbuhkan persatuan di antara kalian di jalanNya sesudah kalian
berpecah-belah…”
Kemenangan Hanya Datang dari Allah
Demi Allah, “Dan kemenangan itu hanyalah
dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
[Al-Anfal/8: 10]
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para
mu’min untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antaramu,
niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada
seratus orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan
seribu orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.”
[Al-Anfal/8: 65]
“Jika Allah menolong kamu, maka tak ada
orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi
pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari
Allah sesudah itu?” [Ali-‘Imran/3: 160]
Butir-butir
Catatan
Sejarah mencatat para pemberani dan
mulia, dan melupakan para pengecut dan para pengkhianat lemah. Tanggapan dari
si Khalifah terhadap pidato berapi-api Qadi al-Harawi yang kusebutkan di awal
artikel, adalah dia berniat menghukum rombongan sang Qadi karena
berani-beraninya datang ke Baghdad pada saat dia tengah menanti kedatangan
istri keduanya dari Isfahan (Iran). Sejarah tak mengingat si Mustazhir Billah,
namun terus mengenang Qadi al-Harawi dan sahabat-sahabatnya para penyair karena
ikhtiar mulia mereka.
Kita pun seharusnya yakin bahwa sejarah
telah membuktikan harapan akan adanya kemudahan sesudah kesulitan. Meyakini
bahwa sesudah kehinaan dan kekalahan akan ada kemenangan dan kemerdekaan. Insya
Allah.
Apa yang tengah terjadi dengan Al-Aqsha
hari ini adalah tragedi dan kepedihan meluap di hati kita. Akan tetapi, kita
harus memandang ujian ini dengan sudut pandang positif.
Kalaulah bukan karena ujian dan musibah,
maka kita akan tidak pernah memiliki pejuang dan pahlawan, ksatria dan raksasa
sejarah. Tanpa musibah bernama Firaun, kita tidak akan memiliki seorang Musa
‘alayhissalam; tanpa musibah perang salib, kita tidak akan pernah memiliki
Salahuddin; tanpa musibah dan ujian bernama tentara Mongol, maka kita tidak
akan pernah mengenal Saifuddin Qutuz dan banyak, banyak lagi orang-orang mulia,
para raksasa sejarah Islam.
Demikian pula, tanpa musibah dan ujian
berupa penjajahan zionis ini, kita tidak akan pernah memiliki _____________
(tempat ini kukosongkan untuk suatu saat nanti diisi nama seseorang yang akan
datang dan pasti akan menorehkan namanya dalam semua catatan sejarah saat dia,
dengan izin Allah, membebaskan Palestina).*
Penulis seorang praktisi hukum dengan
spesialisasi undang-undang antidiskriminasi, sekaligus pengurus sebuah masjid
di London. Rahman juga aktif dalam berbagai ‘amal termasuk ikut dalam sebuah
konvoi bantuan kemanusiaan ke Gaza. Judul asli artikel ini adalah The name of
the Muslim that will liberate al-Aqsa, dimuat di situs www.islam21c.com yang
berbasis di London. Tulisan ini diterjemahkan oleh Sahabat al-Aqsha dari
Islam21C
Israel Akan Caplok
Penuh Al-Aqsha, Turki Galang Aksi Internasional
Hidayatullah.com– Yayasan “Miratsuna”
berbasis Turki akan menggelar konferensi di Istanbul pada 23 November ini untuk
membahas solusi menghadapi rencana Zionis di Al-Quds yang diikuti oleh lembaga-lembaga
Islam dan sipil untuk bisa menyepakati satu narasi dan aksi nyata.
Ketua Dewan Pimpinan Yayasan Miratsuna,
Muhammad Damriji dikutip PIC menegaskan, negara penjajah Zionis berusaha
menerapkan paksa status quo di kota Al-Quds dan membaginya sejak beberapa tahun
lalu. Bahkan hari Ahad, Israel menutup Masjid Al Aqsha secara penuh dimana itu
belum pernah terjadi sejak tahun 1967.
Damruji menandaskan, negara penjajah
Israel ingin dengan langkah jahat itu menunggu reaksi publik Islam untuk
mengegolkan proyek pembagian Al-Aqsha.
Karena itu, pihaknya meminta kepada
dunia Islam berdiri menghadang rencana Zionis ini dan tidak menyerah. Isu
Al-Aqsha adalah isu lebih dari 1 milyar lebih umat Islam dunia dan bukan hanya
milik Arab.
Yayasan Miratsuna akan menempuh dua
rencana; Pertama, menggunakan jalur resmi yang diwakili negara-negara Islam
yang harus bersikap tegas terhadap rencana jahat Israel ini. Kedua, jalur sipil
melalui aksi unjuk rasa menyatukan sikap di seluruh dunia.
Yayasan Miratsuna berbasis Turki
bertujuan menjaga dan menghidupkan warisan Turki Utsmani di kota Al-Quds.*
Ahad, Israel menutup Masjid Al Aqsha
secara penuh dimana itu belum pernah terjadi sejak tahun 1967
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar