Konspirasi Mencabik Kehormatan
Mu’awiyah Bin Abi Sofyan
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc)
Sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah
kaum yang telah mengorbankan harta, jiwa, dan segala yang mereka miliki fi
sabilillah saat kebanyakan manusia memerangi agama Allah Azza
wa Jalla. Sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,
mereka tidak menghentikan langkah menegakkan kalimat Allah Azza
wa Jalla. Pengorbanan, keberanian, dan sikap kesatria terus
menghiasi lembaran-lembaran tarikh (sejarah).
Mengikuti
jejak sahabat dan mencintai mereka adalah bagian penting akidah dan salah satu
pokok keyakinan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dengannya, umat mencapai kemuliaan dan
selamat dari kesesatan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا
كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ
الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Sungguh, di antara kalian yang hidup
sesudahku akan melihat berbagai perselisihan, maka berpegang teguhlah kalian
dengan sunnahku dan sunnah al-Khulafa ar-Rasyidin yang diberi petunjuk.
Peganglah kuat-kuat sunnah itu dengan gigi geraham dan jauhilah ajaran-ajaran
yang baru (dalam agama) karena semua bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud dan
at-Tirmidzi, ia berkata, “Hadits ini hasan sahih.”)
Ketika
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bercerita
tentang perpecahan umat, beliau ditanya tentang golongan yang selamat. BeliauShallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab,
مَا أَنَا
عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي
“(Yaitu
orang yang berjalan pada) jalan yang aku dan para sahabatku berada di atasnya
hari ini.”
Al-Imam
Malik rahimahullah berkata,
لَنْ
يَصْلُحَ آخِرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِلاَّ مَا أَصْلَحَ أَوَّلَهَا
“Akhir dari umat ini tidak akan baik melainkan
dengan menempuh jalan yang menyebabkan generasi awal (sahabat) menjadi baik.”
Musuh-musuh
Islam mengerti faktor kejayaan ini. Mereka paham bahwa menjadikan sahabat
sebagai suri teladan adalah pokok mendasar bagi umat Islam untuk meraih
kejayaan. Maka dari itu, tidaklah mengherankan apabila mereka dengan gigih
berusaha menjauhkan kaum muslimin dari generasi sahabat.
Segala
cara ditempuh. Manipulasi sejarah, celaan, dan cercaan, tak kunjung henti
tertuju kepada sahabat-sahabat Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Makar musuh Islam merusak citra sahabat telah dipraktikkan oleh pemimpin kaum
munafik di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,
Abdullah bin Ubai bin Salul. Dia menebarkan fitnah seputar tuduhan zina
terhadap Aisyah radhiallahu anha.1
Konspirasi
menggulung kemuliaan sahabat adalah makar besar musuh-musuh Islam: Yahudi,
Syiah Rafidhah, para orientalis, dan sekutunya. Demi Allah, tidak sedikit
sahabat yang menjadi sasaran celaan dan caci maki, termasuk Mu’awiyah bin Abi
Sufyan radhiallahu ‘anhum.
Demikian
kenyataan yang harus kita hadapi. Mereka membuat makar, kita pun harus berjuang
membela kehormatan generasi mulia yang telah berjasa terhadap umat ini. Kita
tidak boleh berputus asa menegakkan prinsip yang agung ini. Sesungguhnya Allah Azza
wa Jalla pasti membalas makar mereka.
“Orang-orang
kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah
sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Ali Imran: 54)
“Dan
sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar padahal di sisi Allah-lah
(balasan) makar mereka itu….” (Ibrahim: 46)
Kedengkian Musuh Allah Azza Wa Jalla Menyaksikan Kejayaan Islam
Pada
masa sahabat, kekuatan daulah Islamiyah kokoh di muka bumi. Kekuatan politik
Islam dan tentara-tentara Allah Azza wa Jalla menjadi
kekuatan yang sangat ditakuti. Kekaisaran Romawi dan Persia pun harus bertekuk
lutut di hadapan tentara-tentara Allah Azza wa Jalla. Futuhat
islamiyah (perluasan wilayah Islam) tidak bisa dibendung di masa al-Khulafa’
ar-Rasyidin, termasuk di zaman pemerintahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu
‘anhuma yang telah
memimpin kaum muslimin dengan penuh keadilan selama dua puluh tahun (41—60 H).
Cahaya
tauhid terus menyebar ke seluruh penjuru barat dan timur dunia, berjalan pasti
bersama langkah kaki generasi paling mulia, mewujudkan kabar gembira ar-Rasul Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam dalam sabdanya,
إِنَّ اللهَ زَوَى لِيَ الْأَرْضَ، فَرَأَيْتُ
مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ
لِي مِنْهَا، وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ: الْأَحْمَرَ وْالْأَبْيَضَ
“Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla mengumpulkan bumi untukku
hingga aku bisa melihat timur dan baratnya. Sungguh kekuasaan umatku akan
mencapai bagian bumi yang digulungkan di hadapanku, dan aku diberi Allah dua
perbendaharaan, emas dan perak (yakni Romawi dan Persia, -pen).” (HR. Muslim
4/2215 no. 2889 dari Tsauban radhiallahu ‘anhu)
Kejayaan
Islam tentu tidak diharapkan oleh musuh-musuh Islam. Kedengkian telah merasuki
dada mereka. Perjuangan sahabat semakin bersinar, sementara itu musuh-musuh
Islam semakin geram dan sesak dada menyaksikan kemuliaan Islam. Hal ini sesuai
dengan permisalan sahabat yang disebutkan oleh Allah Azza
wa Jalla dalam firman-Nya,
“Sifat-sifat
mereka dalam Injil yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas
itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di
atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah
hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir….” (al-Fath: 29)
Mereka
tidak berdaya memerangi muslimin dengan kekuatan fisik. Upaya yang mereka
anggap bermanfaat adalah dengan merusak akidah Islam dalam dada para
pemeluknya, memperburuk citra Islam di tengah-tengah manusia, dan berusaha
mencerai-beraikan barisan muslimin, serta mewujudkan keragu-raguan tentang
agama yang mulia ini.
Makar demi makar muncul. Di antara makar besar yang pengaruhnya masih tampak
hingga saat ini adalah makar Abdullah bin Saba’ al-Yahudi. Pembunuhan Khalifah
Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu adalah buah makar Ibnu Saba’, demikian
pula fitnah-fitnah berikutnya. Munculnya sekte Rafidhah pun tidak lepas dari
peran sosok Ibnu Saba’ al-Yahudi.2
Hadits-hadits
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan
tarikh Islam tidak luput dari makar. Mereka menebarkan hadits-hadits palsu dan
menyusupkan kedustaan demi kedustaan, terutama terkait dengan tarikh sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Demikianlah
kaum zindiq (munafik) membuat makar. Mereka menyusup di tengah-tengah kaum
muslimin sembari menyebarkan berita-berita dusta dalam hal akidah, ibadah,
akhlak, muamalah, atau perkara halal haram. Semua itu untuk sebuah tujuan:
merusak agama Islam dan memecah belah barisan kaum muslimin.
Riwayat Palsu adalah Makar Musuh Islam
Di
antara makar musuh Islam adalah menyebarkan banyak riwayat maudhu’ (palsu)
untuk merusak syariat dan prinsip-prinsip Islam. Oleh karena itu, para ulama
menganggap penting untuk mengumpulkan hadits-hadits maudhu’ tersebut dalam
buku-buku khusus, di antaranya kitab al-Maudhu’at karya al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah,
sebagai peringatan bagi umat, walhamdulillah.
Perhatikan
contoh hadits palsu berikut sebagai bukti makar orang kafir.
إِنَّ
اللهَ خَلَقَ خَيْلًا فَأَجْرَاهَا فَعَرَقَتْ فَخَلَقَ نَفْسَهُ مِنْ ذَلِكَ
الْعَرْقِ
“Allah
menciptakan kuda, lalu kuda itu dijalankan hingga berkeringat. Allah lalu
menciptakan Diri-Nya dengan keringat itu.”
A’udzubillahi
minasy syaithanir rajim! Demi
Allah, ini adalah kalimat kekafiran yang sengaja diembuskan oleh kaum zindiq
untuk merusak akidah muslim tentang Rabb-Nya.
Ibnul
Jauzi rahimahullah berkata, “Hadits ini tidak diragukan
kepalsuannya. Tidak mungkin ada seorang muslim pun memalsukan hadits seperti
ini.” (al-Maudhu’at 1/105)
Mereka
juga membuat kedustaan tentang kerasulan. Muhammad bin Sa’id asy-Syami
al-Mashlub, misalnya.3 Pendusta ini telah memalsukan riwayat yang merusak salah
satu pokok Islam tentang rasul terakhir. Melalui jalan Humaid, dari Anas radhiallahu
‘anhu, Muhammad bin Sa’d al-Mashlub meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam,
أَنَا
خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ اللهُ
“Aku
penutup para nabi, tidak ada nabi sesudahku melainkan apabila Allah
menghendaki.” (Dikeluarkan Ibnul Jauzi dalam al-Mudhu’at 1/279)
Kalimat
“melainkan apabila Allah menghendaki” yang ia dustakan atas nama Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam membuka celah adanya nabi sesudah beliau Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam.
Saudaraku
muslim, jika musuh-musuh Islam berani merusak akidah tentang Allah Azza
wa Jalla dan Rasul-Nya, lebih tidak mustahil lagi mereka
menebarkan kedustaan untuk mencoreng kehormatan sahabat dan merusak tarikh
mereka yang gemilang, baik kedustaan itu tertuju pada sahabat secara umum
(sebagai sebuah generasi) atau individu sahabat, seperti Abu Bakr ash-Shiddiq,
Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Aisyah, Abu
Hurairah, Amr bin al-Ash, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Abu Sufyan, Khalid bin
al-Walid, Abu Musa al-Asyari, dan lainnya radhiallahu ‘anhum.
Setan
manusia dan setan jin bahu-membahu dalam makar menebar dusta ini, seperti dalam
firman Allah Azza wa Jalla,
“Demikianlah
Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis)
manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang
lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)….” (al-An’am:
112)
Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma, Target Makar Musuh
Allah Azza wa Jalla
Di
antara hadits palsu yang dimaksudkan untuk mencerca beberapa individu sahabat
adalah hadits-hadits tentang Mu’awiyah radhiallahu ‘anhuma.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
إِذَا
رَأَيْتُمْ مُعَاوِيَةَ عَلَى مِنْبَرِي فَاقْتُلُوهُ
“Apabila kalian melihat Mu’awiyah berada di
atas mimbarku, bunuhlah ia.”
Teks
hadits ini lahiriahnya berisi celaan atas Mu’awiyah radhiallahu
‘anhu, bahkan tidak berlebihan seandainya sebagian manusia
mengafirkan Mu’awiyah dengan hadits ini. Namun, ternyata hadits ini adalah
sebuah kedustaan yang diatasnamakan Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Tentang
hadits ini dan beberapa hadits lain yang ditebarkan musuh-musuh Islam untuk
mencela Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu sebagai jembatan mencela generasi
sahabat, akan kita khususkan pembahasannya dalam rubrik “Hadits” kali ini
dengan judul Benarkah Hadits-Hadits RasulullahShallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Menghujat
Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu?
Pentingnya Pembahasan tentang Mu’awiyah bin Abi Sufyan
Mu’awiyah
bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma menjadi topik pembahasan penting. Di
antara sebabnya adalah musuh-musuh Islam, baik yang kafir maupun yang munafik,
seringkali mengupas sejarah Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu
‘anhuma dengan tidak
adil dan jauh dari kaidah-kaidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, bahkan menyelisihi
ijma’ (kesepakatan) ulama.
Membahas
akidah Ahlus Sunnah tentang sahabat Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu sangatlah mendesak, lebih-lebih di
zaman kita, saat media-media semakin maju. Di dunia maya, musuh-musuh Islam
dengan leluasa berbicara seenaknya mencaci-maki Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu
‘anhuma. Racun-racun yang ditebarkan menyebabkan banyak debu
menutupi pemikiran sebagian muslimin tentang sahabat ini. Akhirnya, beliau
dipandang sebelah mata atau malah benar-benar menjadi bahan cemoohan dan caci
maki.
Syiah
Rafidhah termasuk makhluk buruk yang paling doyan mencerca sahabat. Kenyataan
ini tidak bisa mereka mungkiri karena bukti-bukti celaan tersebut nyata tertera
dalam buku-buku rujukan mereka, termasuk tulisan dan ucapan tokoh-tokoh terdepan
mereka semacam Khomeini. Mereka mengafirkan Abu Bakr ash-Shiddiq, Umar bin
al-Khaththab, bahkan seluruh sahabat, kecuali beberapa orang yang bisa dihitung
dengan jari.
Tidak
lupa pula kita ingatkan kepada pembaca, mereka—Rafidhah—juga mencela Aisyah radhiallahu
‘anha dan menuduhnya
berbuat keji (zina). Padahal para ulama telah bersepakat tentang kafirnya orang
yang menuduh Aisyah melakukan perbuatan itu karena ia telah mengingkari
al-Qur’an yang dengan tegas membebaskan Aisyah dari tuduhan tersebut.
Maka
dari itu, tidak heran ketika kita saksikan Rafidhah bersama barisan Yahudi,
orientalis, dan munafik berupaya keras mencabik kehormatan Mu’awiyah radhiallahu
‘anhuma. Jangankan sosok Mu’awiyah radhiallahu
‘anhuma, Aisyah binti Abu Bakr radhiallahu anhuma yang
adalah ibunda kaum mukminin, mereka berani mengobok-obok nama baik beliau, wal
‘iyadzu billah.
Sebelum
kita memasuki pembahasan tentang sahabat Mu’awiyahradhiallahu ‘anhuma lebih dalam, perlu disadari bahwa
pembelaan terhadap kehormatan Mu’awiyah radhiallahu ‘anhuma adalah
pembahasan yang sangat penting di zaman ini. Sebab, akidah tentang sahabat
menjadi sebuah masalah yang asing bagi kebanyakan kaum muslimin.4
Adapun
pemilihan tema pembelaan terhadap Mu’awiyah bin Abi Sufyan, banyak alasan yang
mendasarinya sebagaimana diisyaratkan di atas.
Di
samping itu, beberapa alasan lain yang patut disebutkan di sini di antaranya:
1. Ulama
Ahlus Sunnah wal Jamaah, ahlul hadits, menjadikan sikap terhadap Mu’awiyah bin
Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma sebagai
salah satu barometer akidah seorang muslim tentang sahabat Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam.
Artinya, sikap jelek yang ditampakkan seseorang terhadap Mu’awiyahradhiallahu ‘anhu adalah
pertanda buruk akan sikapnya yang tidak baik kepada sahabat secara umum. Demikianlah
kebiasaan yang berlaku. Jika ada seseorang mencela Mu’awiyah radhiallahu
‘anhu, ia akan berani mencela sahabat lainnya karena Mu’awiyah bin
Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma bagian
dari sahabat, generasi terbaik yang telah diridhai oleh Allah Azza
wa Jalla.
Ar-Rabi’
bin Nafi’ rahimahullah mengatakan,
مُعَاوِيَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ سِتْرُ
أَصْحَابِ النَّبِيِّ n فَإِذَا كَشَفَ الرَّجُلُ السِّتْرَ اجْتَرَأَ عَلَى مَا
وَرَاءَهُ
“Mu’awiyah bin Abi Sufyan adalah tirai bagi
sahabat-sahabat RasulullahShallallahu
‘Alaihi Wa Sallam. Siapa berani menyingkap tirai itu, niscaya ia
akan berbuat lancang atas apa yang ada di baliknya (yakni dia akan lancang
mencela sahabat lainnya).” (Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh
Baghdad [1/209] dan
Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq [59/209])
2.
Kehormatan Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma sering
dicemarkan dalam berbagai kajian, kurikulum pendidikan, atau mata kuliah
sejarah. Dengan demikian, kita mengharapkan para pelajar, lebih-lebih para guru
dan dosen sejarah, takut kepada Allah Azza wa Jalla ketika
membicarakan sahabat yang mulia dan segera kembali kepada jalan salafus saleh.
3.
Beliau dituduh sebagai raja yang zalim, suka menumpahkan darah, nepotisme, ahli
maksiat, dan sebagainya. Bahkan, sebagian orang yang celaka berani mengeluarkan
beliau dan ayahnya dari keislaman.
Sungguh
jauh penilaian ini dengan penilaian ahlul hadits dan ahli sejarah Islam yang
lurus akidahnya. Para sahabat, tabi’in, dan ulama Ahlus Sunnah bersepakat bahwa
beliau dan ayahnya adalah sahabat RasulullahShallallahu
‘Alaihi wa Sallam dan orang yang mulia.
4.
Banyak kaum muslimin—karena kejahilan—lebih menempatkan Umar bin Abdul Aziz rahimahullah sebagai
khalifah kelima—setelah al-Khulafa’ ar-Rasyidin—dan melupakan Mu’awiyah bin Abi
Sufyan radhiallahu ‘anhuma.
Seolah-olah, di alam ini tidak terlahir seorang pun bernama Mu’awiyah bin Abi
Sufyan radhiallahu ‘anhuma.
Penilaian
tersebut tentu tidak benar. Keutamaan Mu’awiyah radhiallahu
‘anhu sebagai sahabat Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam tidak bisa dibandingkan dengan Umar bin
Abdul Aziz rahimahullah, seorang
tabi’in. Bahkan, pemerintahan Mu’awiyah jauh lebih adil dan lebih sentosa
dibandingkan dengan pemerintahan Umar bin Abdul Aziz rahimahullah.
5. Syiah
Rafidhah sangat gencar melancarkan makarnya untuk menjatuhkan nama baik
Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu dan
seluruh sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Mu’awiyah
divonis kafir oleh para penganut agama Syiah Rafidhah. Mu’awiyah dituduh
sebagai pemberontak, tokoh yang selalu mencaci-maki Ali, bahkan dianggap
sebagai dalang pembunuhan sahabat Ali, peminum khamr, ahli maksiat, dan sekian
tuduhan buruk tertuju pada beliau.
Semua
tuduhan itu dihiasi dengan pemutarbalikan fakta, berita-berita palsu, dan
penafsiran ngawur tentang beberapa peristiwa tarikh. Bahkan, dihiasi pula
dengan dalil-dalil dari hadits yang sebagiannya akan kita bahas dalam rubrik
hadits edisi ini. Semua itu mereka lakukan untuk merobek kehormatan Mu’awiyah
dan seluruh sahabat RasulullahShallallahu
‘Alaihi Wa Sallam.
6.
Adanya beberapa tokoh pergerakan Islam yang sangat tersohor, melontarkan
pernyataan-pernyataan miring tentang sahabat, termasuk Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu
‘anhuma dengan sebab kebodohan.
Sebut
saja sebagai misal adalah Sayyid Quthub. Dalam
tulisannya,al-‘Adalah
al-Ijtima’iyah hlm.
206, ia mencela sahabat Utsman bin Affanradhiallahu
‘anhu dengan perkataannya, “Kami condong kepada penetapan
bahwa kekhilafahan Ali adalah perpanjangan dari kekhilafahan syaikhain (yakni
Abu Bakr dan Umar) sebelumnya. Adapun kekhilafahan Utsman bin Affan hanyalah
celah (kekosongan) antara keduanya.”
Lihatlah,
wahai kaum muslimin, kekhilafahan Utsman bin Affan radhiallahu
‘anhu sejak tahun 23—35 H tidak dianggap oleh seorang Sayyid
Quthub. Padahal pemerintahan beliau adalah mata rantai yang tidak bisa dilepas
dari sejarah perjuangan Islam.
Ia juga
berbicara tentang Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma,
menyematkan sifat dusta, khianat, dan kemunafikan pada pribadi beliau. Dalam
tulisannya, al-Kutub wa Syakhshiyat (hlm. 242), ia mengatakan, “… dan
ketika Mu’awiyah dan temannya (yakni Amr bin al-‘Ash) telah condong kepada
kedustaan, penipuan, pengkhianatan, kemunafikan, suap, dan menjual tanggung
jawab (amanat-amanat),….”
Asy-Syaikh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengomentari ucapan Sayyid Quthub di
atas, “Ini adalah ucapan kotor. Ini adalah ucapan yang kotor, mencela Mu’awiyah
dan mencela Amr bin al-Ash.” (Dari kaset Aqwal al-Ulama fi Muallafati Sayyid
Quthub, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh)
Lebih
menyedihkan lagi ketika Sayyid Quthub berbicara tentang Abu Sufyan bin Harb radhiallahu
‘anhu. Ia berkata meragukan keislaman Abu Sufyan, “Keislamannya
adalah Islam di bibir dan lisan, bukan keimanan dalam hati. Keislaman belumlah
masuk ke dalam kalbu laki-laki itu….” Ucapannya ini terlontar di Majalah al-Muslimun edisi ketiga tahun 1371 H.
Lihatlah,
betapa berbahaya ucapan Sayyid Quthub ini. Anehnya, tokoh seperti Sayyid Quthub
ini justru sangat dielu-elukan oleh sebagian firqah (kelompok sempalan),
seperti Ikhwanul Muslimin.
Sungguh
aneh, ketika Sayyid Quthub dikritik, mereka marah. Namun, ketika sahabat Utsman
bin Affan radhiallahu ‘anhu, Dzun
Nurain (pemilik dua cahaya), penyandang janji surga, dicela oleh Sayyid Quthub,
demikian pula Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma dan
ayahnya, mereka duduk manis tidak bergeming. Demikian parahkah kerusakan al-wala’
wal bara’ yang ada
dalam timbangan Ikhwanul Muslimin?
Allahul musta’an.
Catatan Kaki:
1 Ibnu
Salul mencemarkan nama baik keluarga Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam dengan menebar berita dusta (haditsul ifk) bahwa Ummul
Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha melakukan
perbuatan keji dengan sahabat Shafwan ibnu Mu’aththal radhiallahu
anhu. Berita dusta itu ditebarkan seusai Perang Bani Musthaliq,
bulan Sya’ban 5 H. Kedustaannya tersingkap dengan turunnya surat an-Nur yang membebaskan Aisyah radhiallahu
‘anha dari tuduhan tersebut.
2
Keberadaan Ibnu Saba’ dan makarnya dapat dilihat kembali pada Asy-Syariah No.
57/V/1431 H/2010, “Meluruskan Sejarah Memurnikan Akidah”, Rubrik Kajian Utama
berjudul Kontroversi Ibnu Saba’ al-Yahudi.
3
Ats-Tsauri dan Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Muhammad bin Sa’id adalah kadzdzab
(pendusta).”
Dalam sebagian riwayat, al-Imam Ahmad berkata, “Ia dibunuh oleh Abu Ja’far
(yang berjuluk al-Manshur, seorang khalifah Abbasiyah) karena kezindikannya.
Hadits-haditsnya adalah hadits maudhu’.”
4
Alhamdulillah, pembahasan tentang sahabat telah banyak diangkat di Majalah
Asy-Syariah. Pembaca dapat merujuk pada edisi-edisi yang telah lalu.