Setelah peristiwa Charlie Hebdo, Paris kini kembali diguncang
serangan bersenjata yang menewaskan sekitar 140 orang warga. Sekitar
tujuh serangan di berbagai lokasi serentak terjadi di Paris, Jumat (13/11/2015)
malam tadi.
Investigasi masih dilakukan, tapi
kebanyakan tuduhan mengarah kepada sebagian umat Islam yang melakukannya.
Seandainya benar pihak yang melakukan berasal
dari kalangan umat Islam, kesalahan tidak bisa ditumpukan kepada mereka.
Apalagi kepada Islam sebagai ajaran agama.
Seorang filsuf Perancis bernama Michel Onfray
pernah memberikan tanggapan yang lebih bersifat oto-kritik bagi Perancis
sendiri.
Dalam sebuah video Youtube yang diunggah oleh
Suoded Saada, 25 Januari 2015, Onfray mengatakan, “Wajar saja orang-orang Mali
mempunyai keinginan menerapkan hukum-hukum Islam di negaranya. Ini hal biasa.
Mereka punya hak untuk menjalankan urusan politik mereka di negara mereka
sendiri. Hal yang sama juga untuk rakyat Afghanistan.”
Onfray lalu mengomentari kenapa Perancis sering
mempunyai masalah dengan teroris, “Kenapa sekarang kita mempunyai masalah
dengan teroris? Itu karena orang-orang Islam tidak bodoh. Kita perangi mereka
di negeri mereka sendiri. Di Afghanistan, Mali, dan lainnya, kita buat hidup
mereka jadi sulit.”
Onfray melanjutkan, “Kita juga lakukan
pembantaian di sana. Puluhan, ratusan orang menjadi korbannya. Kemudian kita
minta mereka untuk bersikap ramah. Mana mungkin mereka mau bersikap ramah. Itu
hak mereka.”
Kemudian Onfray juga mengomentari tentang
sikap-sikap negara Barat yang menolak Islam di Barat dan negara-negara Islam.
“Kita terus menjalankan perang melawan Islam demi membela sekularisme, bahwa
Islam tidak sesuai zaman atau Islam agama yang bahaya. Sebenarnya kita sama
sekali tidak mempunyai hak untuk memaksakan hukum dan undang-undang tertentu
kepada orang lain.”
Perancis benar-benar menjalankan politik
imperialism di beberapa negara, seperti Mali dan Libya. Onfray
mengatakan, “Kenapa kita memaksakan undang-undang kepada Libya dan Mali? Kenapa
tidak kepada Pakistan, Qatar, Kuba, China dan lainnya? Kenapa HAM hanya kita
paksakan di Mali? Lalu kita biarkan di negara-negara lainnya?” (msa/dakwatuna)
Redaktur: M
Sofwan