Insiden penyerangan
kelompok Syiah ke perkampungan Muslim Az Zikra pada Rabu (11/02) malam menambah
panjang catatan aksi brutal kelompok Syiah setelah beberapa waktu lalu insiden
serupa terjadi di Sampang, Jember dan Masjid-masjid di berbagai daerah yang
mendapat teror dari kelompok Syiah ketika akan mengadakan acara yang membongkar
kesesatan Syiah.
Keterlibatan ormas FBR (Forum Betawi Rempug) bersama
kelompok Syiah bukan kali pertama, belum lama ini pada akhir Januari 2015
sebuah Masjid di Sentul diserang dan diancam agar membatalkan acara yang
membahas seputar kesesatan Syiah. Aksi-aksi kelompok Syiah dengan melibatkan
ormas FBR telah terjadi beberapa kali dalam skala kecil, penyerangan ke kampung
Muslim Az Zikra menjadi besar karena disana ada tokoh kharismatik yaitu Ust.
Arifin Ilham.
Umat Islam kembali dibuat resah dengan insiden yang
melibatkan 40 orang preman dan penganut Syiah itu.
Mencermati insiden serangan kelompok Syiah kita perlu mengingat
satu aliran sesat yang serupa dengan Syiah yaitu Ahmadiyah. Pada 2008 lalu
terjadi dua insiden penyerangan kepada Ahmadiyah di Parung dan Monas. Setelah
terjadi dua insiden tersebut isu Ahmadiyah menjadi isu nasional hingga
menggerakkan pemerintah untuk mengeluarkan peraturan khusus untuk menertibkan
Ahmadiyah.
Selain itu, dua insiden Ahmadiyah tersebut juga
melahirkan “garis tegas” antara umat Islam secara umum dan Ahmadiyah, umat
Islam sepakat kesesatan Ahmadiyah baik kalangan ulamanya maupun awamnya, sampai
pada kesimpulan jika ada pihak-pihak mengatasnamakan Islam yang membela
Ahmadiyah maka pihak-pihak tersebut adalah pihak yang menyimpang dari Islam
sebagaimana Ahmadiyah. Mengapa insiden demi insiden yang terkait dengan aliran
sesat Syiah tidak melahirkan situasi dan kondisi seperti Ahmadiyah ?.
Sebagian orang mungkin akan menjawab sederhana bahwa
kasus Ahmadiyah dan Syiah berbeda jika dilihat dari beberapa sisi. Hanya saja
yang penting jadi sorotan adalah kedua kasus tersebut baik Syiah maupun
Ahmadiyah merupakan bentrokan antara umat Islam dan aliran sesat yang merusak
Islam.
Mengapa output antara insiden Ahmadiyah dan Syiah berbeda
dari sisi sikap umat Islam dengan segenap elemen-elemennya baik ulama maupun
awamnya ?. Jawabannya adalah karena Syiah memiliki strategi yang lebih matang
ketimbang Ahmadiyah dengan menempatkan “agen plat merah” dan “agen swasta” di
tengah-tengah umat Islam.
“Agen plat merah” dan “agen swasta” Syiah tersebar di
tengah-tengah umat dari akar rumput, ormas, organisasi kemahasiswaan, lembaga
kemanusiaan sampai partai politik.
“Agen plat merah” adalah orang-orang yang secara jelas
dan nyata-nyata mengaku sebagai penganut Syiah dengan berbagai latar profesi
dan mendakwahkan ajaran Syiah.
“Agen swasta” adalah orang-orang yang tidak mengaku
penganut Syiah atau bahkan sesekali ikut mengecam Syiah, bukan anggota ormas
Syiah, namun secara konsisten menyerukan ide-ide, cara berfikir, propaganda dan
opini Syiah kepada umat Islam sehingga mendukung dakwah Syiah.
“Agen plat merah” relatif lebih mudah untuk diatasi
karena jelas menunjukkan identitas Syiah dan menjalankan kesesatannya,
sementara yang menjadi masalah serius adalah “agen swasta” yang samar
bergentayangan bahkan sebagaiannya memegang posisi prestisius di mata umat Islam
seperti tokoh ormas, aktifis dakwah amar ma’ruf nahi munkar, aktifis
kemanusiaan Islam, dan lain-lain.
Posisi para “agen swasta” ini mengamankan posisi para
“agen plat merah” dan gerakan-gerakan Syiah, sesekali mereka memberi ruang
publik untuk Syiah menjajakan ajarannya seperti melalui mimbar masjid, media
online, radio dan sarana lain.
Kelompok Syiah sukses merekrut dan atau memanfaatkan para
“agen swasta” ini, walau secara zhahir mereka bukan penganut Syiah.
Kelompok-kelompok Syiah mengikat para “agent swasta” ini dengan berbagai cara,
diantaranya dengan pemberian materi berupa fasilitas rumah, masjid, tempat
majelis ta’lim, kantor, dana sosial, dana kemanusiaan dan sejumlah
pemberian-pemberian materi lain.
Para “agent swata” ini seakan tertawan dan dibuat
berhutang budi dengan kelompok Syiah sehingga mereka membalas budi orang-orang
Syiah ini dengan pembelaan baik langsung maupun tidak langsung kepada Syiah.
Pola hubungan ini memang kompleks untuk diurai tetapi semuanya bisa nampak
jelas terasa dan terjadi hari ini di tubuh umat Islam Indonesia.
Penjabaran diatas lah yang menjadi faktor penghambat
utama isu aliran sesat Syiah sampai hari ini belum melahirkan “garis tegas” di
tengah umat Islam antara umat itu sendiri dan Syiah. Isu Syiah belum bisa
mendorong pemerintah untuk mengeluarkan aturan sebagaimana yang terjadi pada
Ahmadiyah. Sekedar fatwa MUI Pusat saja belum bisa dikeluarkan. Padahal insiden
yang melibatkan aliran sesat Syiah sudah terjadi berkali-kali.
Akar masalahnya adalah tidak ada “garis tegas” pemisah
antara umat Islam dan penganut aliran sesat Syiah. Sehingga sulit untuk
“meng-Ahmadiyah-kan” Syiah.
Langkah-langkah elemen umat Islam diantaranya melalui
wadah ANNAS (Aliansi Nasional Anti Syiah) sudah cukup baik menembus DPR RI.
Namun langkah strategis untuk melawan para “agen swasta” Syiah tidak kalah
penting guna memuluskan jalan membasmi Syiah.
Umat Islam sekarang harus sadar memilah, mewaspadai,
mengantisipasi dan melawan dengan cara tepat nan akurat para “agent swasta”
Syiah guna memuluskan jalan menuju Indonesia bebas dari aliran sesat bernama
Syiah.
Penulis : Usyaqul Hurr