Terjemah dari tulisan
Prof. Dr. Nashir Al Qifari.
Syiah meyakini bahwa
umat harus dipimpin oleh manusia-manusia tertentu, dengan jumlah tertentu, dan
sudah ditentukan pula nama-nama mereka. Syiah meyakini bahwa Allah telah
memilih para pemimpin itu seperti memilih para nabi1. Perintah para imam itu sederajat dengan perintah
Allah. Mereka juga terjaga dari kesalahan, sebagaimana para nabi. Dan mereka
memiliki keutamaan yang lebih daripada keutamaan para nabi.
Tetapi imam terakhir
dari 12 imam syiah, telah menghilang pada tahun 260 H. Maka syiah mengharamkan
siapa pun untuk menduduki posisinya sebagai pemimpin umat, sampai nanti dia
keluar dari tempat persembunyiannya. Syiah mengatakan: setiap bendera
kepemimpinan yang diangkat sebelum bendera imam mahdi, maka pengangkat bendera
itu adalah taghut2. Pensyarah kitab Al Kafi menjelaskan: meskipun orang yang
mengangkat bendera itu mengajak kepada kebenaran3.Kaum syiah di masa
lalu meyakini pendapat ini. Mereka berhasil mendapatkan surat dari imam, yang
ditandatangani langsung oleh imam yang bersembunyi, seperti diyakini oleh
syiah, yang membolehkan ulama syiah untuk mengambil beberapa kewenangan yang
dimiliki olei imam, bukan seluruh kewenangan, surat ini berbunyi: sedangkan
untuk mengetahui hukum peristiwa-peristiwa yang terjadi, maka merujuklah kepada
para perawi hadits kami4…
Jelas sekali perintah
imam di atas, yaitu perintah untuk merujuk kepada para ulama syiah untuk
mengetahui hukum peristiwa-peristiwa baru.
Maka seluruh ulama syiah
sepakat bahwa kewenangan para ulama syiah adalah seputar memberi fatwa, seperti
dijelaskan dalam surat dari imam mahdi. Adapun mengenai kepemimpinan umum, yang
mencakup kewenangan politik dan mendirikan negara, maka merupakan kewenangan
imam yang bersembunyi sampai dia muncul kembali. Maka para penganut syiah
memandang para khalifah yang memimpin dunia Islam sebagai perampas dan
diktator, mereka meratapi hal itu, karena dalam pandangan mereka, para khalifah
itu telah merampas kekuasaan yang menjadi milik imam mereka. Syiah selalu
berdoa kepada Allah setiap saat agar Allah menyegerakan munculnya imam mahdi,
agar menegakkan negara syiah. Mereka berinteraksi dengan pemerintahan yang ada
dengan akidah taqiyah yang mereka yakini. Mereka selalu mengarahkan para
pengikut syiah untuk membuat fitnah dan kekacauan di negeri mereka. Karena
menurut mereka, fitnah dan kekacauan adalah salah satu syarat bagi munculnya
Imam Mahdi dari persembunyiannya. Demi tercapainya tujuan itu juga, Syiah juga
bekerjasama dengan musuh Islam. Abdul Hadi Al Fadhli, seorang ulama syiah,
mengatakan: sesungguhnya negara yang dipimpin oleh imam Mahdi adalah negara
Islam5. Dan tidak ada negara lslam selain itu. Maka dia mengatakan
lagi: kita harus hidup di masa persembunyian imam dalam suasana menunggu
datangnya hari yang dijanjikan, yang mana pada hari itu Imam Mahdi yang
ditunggu mulai menghancurkan kekafiran6.Tetapi menunggu itu tidak
berarti berdamai dengan pemerintahan Islam yang ada.
Abdul Hadi Al Fadhli
mengatakan: yang dijelaskan oleh riwayat-riwayat yang ada, bahwa yang dimaksud
dengan menunggu adalah tetap wajib menyiapkan kemunculan imam Mahdi yang
ditunggu7.
Lalu Abdul Hadi Al
Fadhli menerangkan makna persiapan yaitu:Sesungguhnya persiapan bagi munculnya
Imam Mahdi adalah dengan melakukan kegiatan politik, yaitu dengan jalan
membangkitkan kesadaran politik, dan melancarkan revolusi bersenjata8.
Dari nukilan-nukilan di
atas, pembaca bisa melihat dengan jelas bahwa syiah menolak seluruh
pemerintahan Islam kecuali pemerintahan Syiah, dan ajakan untuk mempersiapkan
rakyat agar bisa menerima revolusi mereka, dengan menyebarkan ajaran syiah
dengan segala sarana, yang disebut oleh Al Fadhli dengan istilah: kesadaran
politik.Tetapi imam bersembunyi terlalu lama, dan waktu pun berlalu hingga
mendekati 12 abad dan imam Mahdi pun belum muncul. Dan syiah terhalangi dari
hidup di bawah negara Islam yang sesuai dengan keyakinan mereka. Maka muncullah
pemikiran untuk memindahkan kewenangan imam Mahdi kepada ulama syiah di
kalangan para ulama syiah belakangan.Khomeini menyatakan bahwa ulama syiah
yaitu An Naraqi9 -wafat thn
1245- dan An Na’ini10 –wafat
thn 1355- beranggapan bahwa ulama syiah memiliki seluruh kewenangan dan tugas
imam, bekaitan dengan kekuasaan, pemerintahan dan politik.11 Khomeini
tidak menyebutkan nama ulama syiah yang menyatakan pendapat ini sebelum dua
nama di atas. Jika Khomeini mendapatkan ulama yang menyatakan pendapat ini
sebelum mereka berdua, maka sudah pasti akan disbutan, karena Khomeini mencari
dasar legitimasi untuk pendapatnya. Maka keyakinan wilayatul faqih tidak ditemukan
pada penganut syiah 12 imam sebelum abad
ke 13.
Khomeini mengambil
pemikiran ini, dan mengajak orang untuk mengikutinya, dan mengajak orang untuk
meyakini pentingnya mendirikan negara yang dipimpin oleh wakil dari Imam, untuk
menerapkan mazhab syiah dalam kehidupan. Khomeini mengatakan: hari ini –
di masa persembunyian imam- tidak ada satu orang yagn ditunjuk untuk
menjalankan pemerintahan negara. Lalu apa pendapat kalian? Apakah hukum Islam
harus dibiarkan tidak diterapkan? Atau kita sudah benci kepada Islam? Atau kita
mengatakan bahwa Islam hanya turun untuk mengatur kehidupan manusia selama dua
abad saja, lalu membiarkan manusia sesudahnya? Atau kita ingin mengatakan:
bahwa Islam telah mengabaikan urusan pemerintahan negara? Dan kita semua tahu
bahwa tidak adanya pemerintahan mengakibatkan wilayah kekuasaan Islam akan
diserang musuh, dan artinya kita akan diam ketika musuh masuk ke wilayah kita.
Apakah agama kita membolehkan hal itu terjadi? Bukankah adanya sebuah
pemerintahan merupakan hal yang amat penting dalam kehidupan?12
Khomeini mengatakan
juga: Imam Mahdi telah bersembunyi selama seribu tahun lebih, dan bisa jadi ada
ribuan tahun lagi sebelum tiba saatnya maslahat datangnya imam Mahdi, dan
selama waktu yang panjang ini, apakah hukum Islam tidak diterapkan? Apakah
manusia pada masa yang panjang itu bebas melakukan apa yang ia mau? Bukankah
itu akan mengakibatkan kekacauan, dan aturan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
dan dengan susah payah menyebarkannya, menjelaskan dan menerapkannya selama 23
tahun, apakah semua itu hanya untuk masa yang terbatas? Apakah Allah menetapkan
bahwa penerapan syariah hanya untuk 2 abad saja? Menurut hemat saya, meyakini
pendapat ini lebih buruk dari menyatakan bahwa syariat Islam telah dihapuskan13.
Lalu Khomeini
menyatakan: maka setiap orang yang meyakini penapat yang menyatakan tidak perlu
pembentukan sebuah pemerintahan Islam, maka dia mengingkari pentingnya
pelaksanaan hukum Islam, dan dia mengajak untuk mengabaikan hukum Islam, maka
berarti dia mengingkari bahwa syareat Islam adalah syareat yang menyeluruh dan
kekal sampai akhir zaman14. Karena alasan-alasan di atas, Khomeini
meyakini keharusan bagi ulama syiah dan pengikutnya untuk menguasai
pemerintahan di negara Islam guna mewakili imam Mahdi. Dengan pendapatnya ini,
Khomeini menyimpang dari ajaran syiah dan riwayat-riwayat para imam, yang
mengharuskan untuk menunggu imam yang bersembunyi, dan tidak tergesa-gesa15.
Dan salah satu ulama
syiah di zaman ini dengan tegas menyatakan: banyak riwayat dari para imam yang
mengharamkan memberontak kepada musuh, yaitu para penguasa di zaman kekuasaan
mereka16. Ini semua karena jabatan pimpinan umat hanya boleh dijabat
oleh mereka yang ditunjuk oleh Allah, bukan karena mereka merestui pemerintahan
itu.
Alasan-alasan yang
diutarakan oleh Khomeini dalam rangka menerangkan keharusan mendirikan negara
syiah, dan ulama syiah yang mewakili kewenangan Imam Mahdi dalam memimpin negara,
semestinya bisa diarahkan ke arah yang lain, jika saja para ulama syiah
benar-benar jujur dan tulus kepada para pengikutnya. Yaitu alasan-alasan itu
bisa digunakan untuk mengkritik mazhab syiah dari dasarnya, mazhab syiah yang
berdiri di atas mitos imam yang bersembunyi, dan menunggu kedatangan imam itu,
yang membuat mereka mengalami kondisi ini.
Apa pun, alasan-alasan
di ats adalah kesaksian penting dari seorang ulama syiah yang bergelar
Ayatullah, tentang batilnya mazhab syiah imamiyah dari dasarnya. Dan kesaksian
ini juga menunjukkan bahwa kesepakatan ulama syiah di seluruh masa yang lalu
adalah sesat. Dan juga menunjukkan bahwa keyakinan syiah tentang penunjukan
imam dari Allah, yang menjadi sumber konflik mereka dengan ahlussunnah, yang
karena itu pula mereka mengkafirkan ahlussunnah, adalah hal yang keliru.
Sejarah dan realita telah menunjukkan dengan jelas bahwa ajaran ini adalah
ajaran yang keliru.
Maka kita lihat mereka
terpaksa menyimpang dari keyakinan itu, dengan meyakini pendapat bahwa ulama
syiah bisa mewakili seluruh kewenangan imam, setelah mereka melalui waktu yang
amat panjang, dan setelah mereka berputus asa dari munculnya imam Mahdi yang
mereka sebut dengan shohibuz zaman. Maka mereka menguasai seluruh kewenangan
imam Mahdi, dan Khomeini menjadikan seluruh kewenangan imam pada dirinya
sendiri, dan bagi sebagian ulama yang sealiran dengannya, karena Khomeini
berpendapat akan pentingnya menduduki kewenangan Imam Mahdi yang muncul untuk
memimpin negara. Untuk meyakinkan penganut syiah akan hal ini, maka Khomeini
menulis bukunya berjudul Al Hukumah Al Islamiyah, atau Wilayatul Faqih.Tetapi
Khomeini tidak sepakat atas kewenangan semua orang untuk memimpin pemerintahan,
tetapi menyatakan bahwa kewenangan itu adalah khusus bagi ulama syiah. Hanya
mereka yang boleh memimpin pemerintahan. Khomeini menyatakan: meskipun tidak
ada penunjukan dari Allah tentang siapa yang mewakili imam Mahdi saat berada
dalam persembunyian, tetapi sifat-sifat kepala negara yang Islami terdapat pada
ulama kita di zaman ini. Jika mereka semua sepakat, maka mereka dengan mudah
mewujudkan pemerintahan yang adil, yang tiada bandingannya17.
Khomeini berpandangan
bahwa pemerintahan ulama syiah adalah sama seperti pemerintahan Rsaulullah.
Katanya: Allah menjadikan Rasul sebagai wali bagi seluruh kaum beriman, dan
berikutnya imam pun menjadi wali. Makna kata wali di sini, adalah perintahnya
berlaku bagi seluruh orang beriman18.
Lalu Khomeini
menambahkan: kekuasaan ini juga dimiliki oleh ulama, dengan sebuah perbedaan,
yaitu seorang ulama tidak bisa menguasai ulama lainnya, dan ulama bisa mencopot
jabatan ulama yang menjabat kepala pemerintahan, karena kedudukan para ulama
dalam terhadap kepemimpinan adalah setara19. Teori yang dicetuskan
Khomeini ini berdasar pada dua hal:
Pertama, menyatakan
bahwa para ulama memiliki kekuasaan umum.
Kedua, yang berhak
memimpin negara Islam adalah ulama syiah.
Dan dua hal ini
menyimpang dari keyakinan utama syiah, yaitu para imam yang memimpin umat telah
ditentukan oleh Allah, dan ditetapkan jumlahnya hanya 12 orang. Sedangkan
jumlah para ulama tidak bisa ditetapkan dengan jumlah tertentu, dan tidak ada
penunjukan langsung kepada person-person mereka. Ini artinya Khomeini
terpengaruh konsep kepemimpinan yang dianut oleh ahlussunnah. Karena Khomeini
tidak lagi menganut kriteria kepemimpinan dengan penunjukan langsung, tetapi
adalah dengan kategori tertentu, yaitu yang menjabat pemimpin umat haruslah
seorang ulama syiah. Dan dengan pendapat ini, secara tak langsung mereka
mengakui kesesatan dan kekeliruan ulama syiah sebelum mereka.
Tetapi mereka meyakin
bahwa konsep “wilayatul faqih” atau kepemimpinan ulama, ini mewakili kewenangan
imam Mahdi, hingga tiba saatnya imam Mahdi muncul. Mereka tidak meninggalkan
keyakinan pokok mereka. Maka pemikiran seperti ini –dalam pendapat saya- tidak
berbeda dengan pendapat sekte Babiyah. Karena Khomeini menganggap para ulama
syiah itulah yang mewakili imam Mahdi, sebagaimana sekte Babiyah menganggap
seseorang menjadi pintu, yang mewakili imam Mahdi juga. Bedanya, Khomeini
menganggap semua ulama syiah menjadi pintu.
Kita bisa mengatakan:
bahwa teori ini membuat Imam Mahdi muncul, karena kewenangan dan tugas-tugasnya
bisa diwakili oleh ulama syiah. Bahkan teori ini tidak hanya memunculkan satu
imam Mahdi, tapi puluhan imam Mahdi, karena banyak dari ulama syiah yang berhak
menjabat wakil imam Mahdi.
Khomeini mengatakan:
mayoritas ulama kita di zaman ini memiliki sifat-sifat yang membuat mereka
layak mewakili imam yang maksum20.
Konsekuensi dari
mewakili jabatan dan kewenangan imam Maksum, adalah perintah para ulama syiah
adalah sama dengan perintah Rasul, Khomeini berkata: mereka adalah hujjah bagi
manusia, sebagaimana Nabi Muhammad adalah hujjah bagi manusia. Setiap yang
berpaling dari ketaatan pada mereka, maka Allah akan menghukumnya dan meminta
pertanggungjawaban akan hal itu21. Khomeini juga mengatakan:
demikian, bahwa Allah telah memberi kewenangan kepada mereka, segala kewenangan
yang diberikan kepada para nabi, dan Allah telah memberi tugas kepada mereka
dengan kewenangan para nabi22.
Bahkan Khomeini
mengisyaratkan bahwa pemerintahan wilayatul Faqih adalah sama dengan
pemerintahan imam Mahdi yang dijanjikan. Khomeini berkata: yang hilang dari kita23
adalah tongkat Nabi Musa, dan pedang
milik Ali bin Abi Thalib24, dan tekad raksasa yang dimiliki oleh
mereka berdua. Jika kita bertekad untuk mendirikan pemerintahan Islam, maka
kita akan mendapatkan tongkat Nabi Musa, dan pedang Ali bin Abi Thalib25.
Dan Khomeini menyatakan
bahwa mendirikan pemerintahan syiah tidak pernah dilakukan oleh kaum syiah
sebelumnya. Katanya: sebelum ini, kita tidak pernah bangkit dan membentuk
pemerintahan yang membasmi para pengkhianat dan para perusak26. Khomeini
juga mengatakan: Tidak pernah ada kesempatan bagi para imam kita untuk
mengambil kendali, mereka menanti kesempatan itu hingga saat terakhir kehidupan
mereka. Maka para ulama yang terpercaya harus mencari kesempatan itu, dan
menggunakannya untuk membentuk pemerintahan27.
Pernah ada beberapa
pemerintahan syiah yang berdiri, tetapi tidak dipimpin oleh para ulama syiah
dan wakil imam maksum, maka mereka menganggap negara mereka hari ini, yaitu
negara yang disebut dengan Iran, adalah negara Islam (syiah) pertama.Sebagian
syiah berkata : sesungguhnya Khomeini mendirikan pemerintahan Islam Raya di
Iran, untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam, dan berhasil membuat mimpi
para Nabi, juga Nabi Muhammad, dan mimpi para imam, menjadi nyata28.
Salah seorang ulama
syiah, yaitu At Thalaqani, berpandangan bahwa pemerintahan Rasulullah saw dan
para khalifah sepeninggalnya, tidak mencapai tingkatan pemerintahan mereka, dan
hanya menjadi langkah awal bagi berdirinya negara mereka, yaitu Iran. Katanya:
kami meyakini bahwa pemerintahan Republik Islam Iran adalah yang layak untuk
berdiri di zaman ini, dan belum siap untuk berdiri di masa awal Islam. Segala
perubahan sosial dan politik yang dialami oleh dunia sejak datangnya Rasulullah
dan para khulafa Rasyidin hingga hari ini, itulah yang memberikan dasar bagi
berdirinya republik Islam29.
Sedangkan bahaya besar
yang tersembunyi di balik pendapat syiah yang memberikan kewenangan bagi
seluruh ulama syiah, adalah bahwa konsep wilayatul faqih itu sendiri
memindahkan seluruh kewenangan dan tugas imam mahdi yang ditunggu, yang hanya
ada di khayalan syiah saja, kepada ulama syiah.
Sedangkan tugas dan
perilaku imam Mahdi bisa dibilang sebagai amat berdarah, dan mengandung
permusuhan yang belum pernah terjadi dalam sejarah. Referensi otentik syiah
sendiri menjelaskan bagaimana cara imam Mahdi memperlakukan muslim yang tidak
menganut ajaran syiah, dan menjelaskan dasar hukum yang digunakan oleh imam
Mahdi syiah untuk menghukumi manusia, yaitu membunuh seluruh muslim non syiah
dan tidak menerima jizyah (upeti) dari mereka. Tidak menerima alasan apa pun
dari mereka. Imam Mahdi tidak memiliki agenda lain selain membunuh dan membalas
dendam. Sampai dinyatakan oleh referensi syiah bahwa imam Mahdi akan membawa
kitab “jafr merah”, yang menurut penjelasan syiah sendiri artinya “menyembelih
muslim non syiah”, dan yang menjadi target pembantaian imam Mahdi adalah kam
arab. Syiah juga menyatakan bahwa Imam Mahdi yang akan datang akan mengubah
syariat Nabi Muhammad. Dalam kitab Biharul Anwar, yang ditulis oleh Al Majlisi,
salah seorang ulama syiah, dinyatakan: Imam Mahdi tidak menerima jizyah seperti
dilakukan oleh Nabi Muhammad..30 Dan imam Mahdi akan menggunakan
hukum yang digunakan oleh Nabi Sulaiman dan Nabi Dawud, dan dalam mengadili
perkara manusia, keluarga Dawud tidak pernah bertanya tentang bukti31.
Imam Mahdi akan menggunakan hukum Sulaiman sekali, dan hukum Dawud
sekali, dan menggunakan hukum Ibrahim sekali, dan ketika menghukumi dia
ditentang oleh sebagian pengikutnya, lalu Imam Mahdi membunuh mereka, lalu pada
kali keempat dia akan menggunakan hukum Muhammad dan tidak ada yang
menentangnya32.
Kelak Imam Mahdi (yang
disebut dengan Al Qa’im, artinya adalah yang bangkit) muncul, maka dia
akan membantai anak keturunan para pembunuh Husein, karena dosa yang dilakukan
oleh kakek mereka33. Mereka
juga mengatakan: bahwa Imam Mahdi yang mereka tunggu, “ akan memberlakukan isi
kitab “jafr ahmar” kepada mereka- yaitu membantai mereka34.
Mereka juga menyatakan:
Imam Mahdi akan membantai para budak, dan membunuh musuh yang terluka35.
Syiah sendiri mengakui
bahwa semua itu menyimpang dari ajaran Nabi Muhammad, Ali dan Hasan. Dalam
biharul Anwar tercantum: bahwa Ali dan Hasan mengikuti petunjuk Nabi
Muhammad, yang diutus menjadi rahmat bagi seluruh alam. Dan imam Mahdi diutus
untuk menjadi hukuman bagi orang zhalim36. Ini artinya, bahwa imam
Mahdi tidak mengikuti peutnjuk Ali dan Hasan, dan Imam Mahdi akan membunuh
setiap orang yang mencapai usia 20 tahun dan belum belajar agama37.
Syiah juga menyatakan
bahwa Imam Mahdi mereka akan membuat kerusakan di dua tanah suci, dalam kitab
Al Ghaibah dinyatakan: bahwa imam Mahdi akan menghancurkan masjidil haram dan
mengembalikannya ke pondasi semula, dan juga masjid Nabawi, dan mengembalikan
ka’bah ke tempatnya semula38….
Begitu juga imam Mahdi
syiah akan membantai para jamaah haji dan umrah saat mereka sedang melaksanakan
manasik. Dalam mimpi berdarah mereka, salah satu imam syiah berkata:
seolah-olah aku melihat Humran bin A’yun dan Mausar bin Abdul Aziz sedang
memukul manusia dengan pedang di antara Shafa dan Marwa39.
Dan inilah yang
dilakukan oleh Qaramithah, generasi syiah terdahulu.
Perjalanan berdarah ini
telah nampak ciri-cirinya pada negara Iran saat awal berdiri. Khomeini dan para
pendukungnya memulai proyek negara Al Mahdi dengan pembantaian yang mengerikan,
baik di dalam negeri Iran sendiri maupun di luar Iran. Kita juga melihat mereka
mulai membuat mimpi mereka jadi nyata, dengan menyebarkan keyakinan mereka, dan
mengekspor revolusi, juga dengan menanamkan sel-sel tidur di seluruh penjuru
dunia.
Inilah yang tercantum
dalam undang-undang Iran: sesungguhnya tentara Republik Islam dan Garda
Revolusi, tidak hanya bertanggung jawab untuk menjaga perbatasan, tapi juga
mengemban tanggung jawab penyebaran keyakinan, yaitu berjihad dan berjuang
untuk memperluas cakupan kekuasaan undang-undang Allah di seluruh penjuru dunia40.
Sebelum berdirinya negara Iran, syiah meyakini, seperti yang dinyatakan oleh
Khomeini, bahwa sebelum adanya Imam Mahdi, mereka tidak boleh mengangkat
senjata. Khomeini berkata: pada masa persembunyian pemerintah yang sah, dan
penguasa zaman, semoga Allah mensegerakan kemunculannya, para wakil imam, yaitu
para ulama yang memenuhi syarat untuk berfatwa dan menjadi hakim, mewakili
kewenangan imam untuk mengatur manusia dan seluruh kewenangan imam lainnya,
kecuali kewenangan memulai jihad41.
Anda melihat kontradiksi
yang jelas. Khomeini menyatakan dalam kitab Tahrir Wasilah bahwa jihad adalah
kewenangan imam Mahdi, sedangkan pada undang-undang Iran menjadikan jihad
sebagai tugas yang diemban oleh tentara Iran, dan menjadi kewenangan ulama
syiah, sesuai pendapat baru yang dianut Khomeini tentang wilayatul Faqih, yang
memindahkan seluruh kewenangan imam kepada para ulama syiah. Hal ini juga
ditegaskan dalam undang-undang negara Iran yang mengatakan: pada zaman
persembunyian imam Mahdi –semoga Allah menyegerakan kemunculannya, maka
pemerintahan dan kepemimpinan umat pada Republik Islam Iran berada di tangan
ulama syiah42.
Maka setelah berdirinya
negara Iran, langkah pertama mereka adalah memulai perang jangka panjang
melawan rakyat Irak, baik syiah maupun sunnah. Dan kaki tangan syiah selalu
mengacaukan keamanan dan menebar kekacauan di tiap negara tempat mereka berada.
Tetapi Khomeini kadang
berdalih bahwa seluruh aktifitas ini adalah dalam rangka membela diri, dan
sekedar berdalih tidak akan ada batasnya: Kami tidak ingin menyerang, dan kami
tidak mengangkat senjata melawan seseorang, Irak telah menyerang kami sejak
lama, kami tidak menyerang, kami hanya membela diri. Sedangkan membela diri
adalah sebuah kewajiban43. Tetapi Khomeini menyatakan sendiri bahwa
dia ingin mengekspor revolusinya : kami ingin mengekspor revolusi Islam kami ke
seluruh negeri Islam44.
Khomeini tidak hanya
ingin menyebarkan revolusinya secara damai, tetapi ingin memaksakan mazhabnya
kepada kaum muslimin dengan kekuatan senjata. Khomeini telah mengisyaratkan hal
itu sebelum berdirinya Iran. Khomeini memutuskan bahwa jalan untuk menyebarkan
ajaran syiah ke seluruh dunia adalah dengan mendirikan negara Syiah yang akan
melaksanakan tugas ini. Kata Khomeini: kita tidak memiliki jalan untuk mempersatukan
umat Islam45, dan membebaskan
negeri Islam dari para penjajah, dan menjatuhkan pemerintahan boneka penjajah,
kecuali dengan mendirikan pemerintahan Islam, dan negara ini akan mensukseskan
programnya, pada saat mampu meremukkan kepala para pengkhianat, dan
menghancurkan berhala berwujud manusia yang meneybarkan kezhaliman dan
kerusakan di muka bumi46.
Kaum syiah tidak
mengkritik pemerintahan ini, karena sebab-sebab yang sudah disebutkan di atas.
Jika ada pemerintahan yang terbaik di muka bumi ini, tetap mereka akan
membencinya, kecuali pemerintahan itu menganut mazhab syiah. Untuk mengetahui
keyakinan ini adalah cukup dengan melihat sikap syiah terhadap kepemimpinan
Khulafa Rasyidin.
Para ulama syiah masih
sering membahas tugas imam Mahdi yaitu membantai kaum muslimin, inilah sikap
kaum syiah terhadap kaum muslimin lainnya ketika mereka memiliki kesempatan,
ketika mereka memegang kekuasaan di suatu negeri, seperti telah disaksikan oleh
sejarah dan realita. Meskipun kadang mereka mengajak berdamai, dan menampakkan
perdamaian, ini adalah sekedar menipu hingga waktu tertentu.
Syiah akan terus
berusaha meluaskan kekuasaannya ke seluruh dunia Islam dengan segala cara dan
sarana, untuk merealisasikan misi Imam Mahdi mereka, mereka juga selalu
berusaha untuk bisa menguasai Makkah dan Madinah, untuk melakukan kerusakan di
sana, sesuai tatacara mereka dan sesuai rencana Imam Mahdi mereka yang
sebenarnya tidak ada, yang sedang dilaksanakan oleh pengikut
Khomeini. Mereka membuat makar, dan Allah pun membuat makar, dan Allah
adalah sebaik-baik pembuat makar. Al Anfal 30.
1. Lihat kitab Ashl As Syi’ah wa Ushuluha hal 58.
2. Al Kafi, Syarh Mazindarani jilid 12 hal 371.
3. Syarh Jami’, Mazindarani jilid 12 hal 371.
4. Al Kafi ma’a Mir’atul Uqul jilid 4 hal 55, Ikmalud
Din hal 451, Wasa’il Syi’ah, jilid 18 hal 101.
5. Fi Intizhar Al Imam hal 55.
6. Fi Intizhar Al Imam hal 67.
7. Fi Intizhar Al Imam hal 69.
8. Fi Intizhar Al Imam hal 70.
9. Ahmad bin Muhammad Mahdi An Naraqi Al Kasyani,
lahir 1185- wafat 1245 H.
10. Husein bin Muhammad An Najafi An Na’ini, lahir
1273 wafat 1355 H.
11. Al Hukumah Al Islamiyah hal 74.
12. Al Hukumah Al Islamiyah hal 48.
13. Al Hukumah Al Islamiyah hal 26.
14. Al Hukumah Al Islamiyah hal 26-27.
15. Ajaran menunggu adalah ajaran yang berasal dari
ulama syiah pada masa dahulu. An Nu’mani, salah seorang ulama syiah,
mencantumkan riwayat-riwayat itu dalam kitab Al Ghaibah hal 129. Ada banyak
riwayat syiah tentang hal ini, misalnya: jadilah kalian kaum yang duduk di
rmah, karena yang membangkitkan fitnah akan terkena fitnah sendiri. (Al Ghaibah
hal 131), juga : aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertakwa kepada Allah,
dan jangan sampai meninggalkan rumah, dan janganlah kalian ikuti kaum
pemberontak dari kalangan kami, sesungguhnya mereka tidak berjalan di jalan
yang benar, dan tidak mengarah kepada kebenaran. Al Majlisi mengatakan: yang
dimaksud dengan kaum pemberontak di kalangan kami adalah seperti Zaid dan anak
cucu Hasan. Biharul Anwar jilid 52 hal 136. Al Ghaibah hal 129. Pembaca
menyaksikan sendiri bagaimana kitab mereka melarang untuk memberontak, meski bersama
ahlul bait, seperti Zaid dan anak cucu Hasan, bagaimana boleh memberontak
dengan ulama syiah lainnya?
16. Muhammad Al Huseini Al Baghdadi An Najafi, yang
dijuluki Ayatullah Agung, dan Tempat Kembali (Marja) Tertinggi, dalam kitab:
Wujub An Nahdhah li Hifzhil Baidhah hal 93.
17. Al Hukumah Al Islamiyah hal 48-49. Jika memang
pemerintahan ulama syiah tidak ada yang menyamai dalam hal keadilan, seperti
kata mereka, lalu mengapa mereka memerlukan kehadiran imam Mahdi?
18. Al Hukumah Al Islamiyah hal 51.
19. Al Hukumah Al Islamiyah hal 51
20. Al Hukumah Al Islamiyah hal 113.
21. Al Hukumah Al Islamiyah hal 80.
22. Al Hukumah Al Islamiyah hal 80.
23. Maksudnya: semua yang hilang dari kita.
24. Ini adalah salah satu warisan petunjuk para Nabi
dan Imam, lihat Al Kafi jilid 1 hal 231.
25. Al Hukumah Al Islamiyah hal 135. Tongkat Musa dan
pedang Ali, bisa jadi adalah kiasan –menurut pendapat saya- yang mengarah
kepada kerjasama antara Syiah dan Yahudi. Hal ini telah terbukti dalam sejarah,
dan terjadi pada negara Iran hari ini, berupa penjualan senjata yang dilakukan
oleh Israel kepada Iran, dan kerjasama rahasia yang sudah diberitakan oleh
banyak kantor berita, dan sudah diketahui banyak orang.
26. Al Hukumah Al Islamiyah hal 40.
27. Al Hukumah Al Islamiyah hal 54.
28. Ahmad Al Fihri, dalam pengantar kitab Sir As
Shalat karya Khomeini, hal 10.
29. Koran As Safir, Lebanon, edisi tanggal 31-3-1979.
Muhammad Jawad Mughniyah juga menukil hal itu, dan menganggap hal itu sebagai
pemahaman baru tentang Republik Islam, yang hanya dianut oleh mereka yang hidup
dalam Islam dengan hati dan akalnya. Lihat juga Al Khomeini wa Ad Daulah Al
Islamiyah hal 113. Pembaca bisa menyaksikan sendiri bahwa pandangan syiah selalu
cenderung kepada ekstrim, dan kultus personal, dan ekstrim dalam keyakinan.
Seperti pembaca bisa menyimak pandangan Thalaqani tentang negara Iran yang
didirikan oleh Khomeini. Bahkan ada sebagian yang meyakini bahwa para imam
syiah telah meramalkan kedatangan Khomeini. Al Khomeini wa Ad Daulah Al
Islamiyah hal 38-39.
30. Biharul Anwar jilid 52 hal 349.
31. Biharul Anwar jilid 52 hal 319-320.
32. Biharul Anwar jilid 52 hal 389.
33. Biharul Anwar jilid 52 hal 313.
34. Biharul Anwar jilid 52 hal 313,318.
35. Biharul Anwar jilid 52 hal 353.
36. Biharul Anwar jilid 52 hal 314.
37. Al Fadhl bin Hasan At Thabrasi, A’lam Al Wara hal
431, Biharul Anwar jilid 52 hal 152.
38. Al Ghaibah, At Thusi hal 282. Lihat juga Biharul
Anwar jilid 52 hal 338.
39. Biharul Anwar jilid 47 hal 79. Lihat juga beberapa
riwayat tentang hal ini dalam kitab Rencana Besar Ayatullah Qum, tulisan kami.
40. Ad Dustur Li Jumhuriyat Iran Al Islamiyah hal 16.
41. Tahrir Al Wasilah jilid 1 hal 482.
42. Dustur Li Jumhuriyat Iran Al Islamiyah hal 18.
43. Khotbah Khomeini tentang kemerdekaan Palestina dan
Imam Mahdi, hal 9-10.
44. Idem hal 10.
45. Menyatukan umat Islam di dalam mazhab syiah,
dengan memaksa mereka menganut syiah.
46. Al Hukumah Al Islamiyah hal 35
Ustadz
Farid Ahmad Okbah: "Syiah Rujukannya Para Imam, Sehingga Imam-Imam Itu
Mengarang Ajarannya"
Alhamdulillah
Deklarasi Anti Syiah di Jakarta berjalan lancar. Beberapa pembicara memaparkan
sudut pandang tentang Syiah sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.
Pada kesempatan kali ini,
Ustadz Farid Ahmad Okbah selaku peneliti dan ahli seputar Syiah mengungkapkan:
“Syiah adalah agama karangan,
rujukannya bukan Rasulullah, Syiah rujukannya adalah para imam. Karena,
rujukannya para imam, sehingga imam-imam itu mengarang ajaran agamanya. Syiah
itu syahadatnya beda, rukun imannya beda, rukun Islamnya beda,” ujar Ustadz Farid
Ahmad Okbah dalam Deklarasi ANNAS di Masjid Al Barkah, Tebet, Jakarta Selatan,
pada Ahad (25/10/2015).
Ia pun menambahkan, ini baru
dari sisi ajarannya saja sudah menyimpang, bagaimana dengan pergerakannya. Kita
jangan sampai tertipu oleh mereka. Syiah adalah ajaran yang sesat.
Di akhir ceramahnya Ustadz
Farid Ahmad Okbah mengingatkan kepada umat Islam agar umat Islam berpegang
teguh kepada sunnah Rasulullah.
“Ummat Islam jika ingin berjaya
harus berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah!” pungkasnya. [ar/headlineislam.com]