Senin, 25/04/2016 21:11:56
Bicara soal ukhuwah Islamiyah, akan bicara
juga soal perbedaan-perbedaan di antara umat Islam, termasuk perbedaan di
antara organisasi Islam. Perbedaan sendiri, selama masih dalam kerangka
khilafiyah, oleh Islam masih ditoleransi.
"Perbedaan itu silahkan. Yang tidak
boleh itu ananiah (egois), ta'asubiyah (fanatisme kelompok)," ungkap Ketua
Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin saat membuka Seminar Nasional
Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI di Jakarta, Senin (25/04/2016).
Soal perbedaan, lanjut Kyai Ma'ruf, MUI
telah membagi menjadi dua. Perbedaan yang terkatagori sebagai khilafiyah akan
ditoleransi, sementara perbedaan yang masuk dalaminhirafiyah (penyimpangan)
akan diamputasi.
Terkait dengan sikap gerakan Islam yang
cenderung bergerak sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang terarah, Rois Aam PBNU
itu menyerukan pentingnya harakah tansiqiyah (gerakan terkoordinasi).
Umat Islam, kata Kyai Ma'ruf, tidak boleh
bergerak sendiri-sendiri. Belakangan, bukan hanya bergerak sendiri-sendiri,
umat Islam bahkan saling berhadapan. "Itu yang kita rasakan,"
tandasnya.
Untuk membuat umat Islam bersatu dan
saling terkoordinasi, Kyai Ma'ruf menyadari diperlukan adanya kepemimpinan atau
imamah.
Hanya saja, katanya, setelah mencari-cari
sosok imamah syakhsiyah (sosok individu pemimpin) tidak
ketemu-ketemu,maka kepemimpinan menjadi yang dia istilahkan"imamah
institusionaliyah" alias kepemimpinan kelembagaan. "Dan itu
yang paling tepat ya MUI," pungkasnya.
Sebelumnya, Kyai Ma'ruf menyatakan rasa
syukurnya umat Islam Indonesia tidak seperti yang kini terjadi di Timur Tengah.
Meski tidak mengalami konflik horizontal, sayangnya umat Islam kurang
melakukan ta'awun (kerja sama) sehingga kekuatan umat Islam
yang besar seperti tidak ada.
"Umat Islam itu jumlahnya besar tapi
perannya kecil. Calon gubernur saja tidak bisa satu, ada dua, tiga,
empat," ungkapnya.
red: shodiq ramadhan