Abu Aqil, seorang shahabat Anshar, adalah di antara yang pertama terluka
pada hari Yamamah. Dia terluka karena anak panah menancap di antara bahu dan
jantungnya. Tusukan itu cukup dalam tapi tidak mematikan. Ia pun mampu
mengeluarkan anak panah tesebut.
Meskipun demikian, seluruh bagian
tubuh kirinya menjadi lemah. Sehingga, ia kembali ke perkemahan Muslim untuk
mencari bantuan medis. Ketika pertempuran kian sengit dan tentara Muslim
seperti dipukul mundur kembali ke perkemahan mereka, Ma’an bin Adi keluar.
Ia berteriak lantang, “Wahai orang-orang Anshar. Ingatlah Allah…! Ingatlah Allah…!
Berbaliklah dan kejar musuh-musuhmu.”
Tidak hanya berteriak, ia
kemudian berlari ke depan dan langsung memporak-poranda barisan tentara
musuh. Orang-orang Anshar yang melihatnya mematuhi perintah tersebut dan
mengikuti apa yang dilakukan Ma’an.
Pada saat itu, Abu Aqil bangun dari istirahatnya, berniat untuk menolong
saudara Anshar lainnya.
Beberapa Muslim mencoba
membujuknya untuk tinggal di perkemahan hingga sembuh dan berkata, “Wahai Abu Aqil, engkau jangan
berperang dulu.”
Abu Aqil mendengar seruan Ma’an dan berkata, “Sang penyeru tadi menyebut namaku.”
Seseorang menjawab, “Penyeru tadi berkata, ‘Wahai orang-orang Anshar. Dia tidak
menyuruh pejuang yang terluka.’”
Abu Aqil menjawab,“Saya adalah kaum Anshar. Saya akan menjawab seruan itu meskipun
harus merangkak ke arah musuh.”
Karena seluruh tubuh bagian
kirinya lemah dan mati rasa, Abu Aqil tidak mampu memegang pedang dengan kuat.
Meskipun demikian, dengan kekuatan yang murni dari hati dan tekad sekeras baja,
ia berjalan menuju musuh. Ia pun memanggil shahabat-shahabat Anshar lainnya
untuk keluar ke medan perang, “Wahai orang-orang Anshar, marilah kita satukan kekuatan seperti
pada saat perang Hunain.”
Setiap anggota kelompok elit kaum
Anshar kemudian berjuang dengan semangat yang tinggi. Mereka hanya mencari 2
hal; mati syahid atau kemenangan. Dengan serangan itu, mereka berhasil memukul
mundur musuh-musuh dan mencari perlindungan di dalam ‘kebun kematian’.
Dalam serangan ini, lengan Abu
Aqil terputus. Ia pun ditusuk dengan 14 tusukan. Ia terluka sangat parah hingga
menewaskan dirinya. Kemudian, ketika Ibnu Umar a berjalan menuju dirinya, Abu
Aqil sedang menghela nafas terakhirnya.
Ibnu Umar a berkata, “Wahai Abu Aqil.”
Abu Aqil a menjawab dengan suara yang berat, “Ini saya. Siapakah yang memenangkan perang hari ini?”
Ibnu Umar a menjawab, “Bersuka citalah, musuh Allah (Musailamah) telah dibunuh.”
Abu Aqil kemudian mengangkat jarinya dengan sisa tenaga ke langit. Sikapnya itu
ia maksudkan untuk memuji dan bersyukur kepada Allah.
Umar bin Khattab kemudian
mengatakan tentang Abu Aqil,“Semoga Allah merahmatinya. Ia
telah mencari kesyahidan untuk waktu yang lama. Sekarang, ia telah
mendapatkannya. Sesungguhnya, ia adalah yang terbaik di antara kami, para
shahabat Nabi.”
Penulis : Dhani El_Ashim
Diambil dari Huraab Ar-Riddah,
Syauqi Abu Khalil. The biography of Abu Bakr As-Siddiq, Dr. ‘Ali
Muhammad As-Sallaabi.