Friday, May 20, 2016

Abu Aqil : “Hanya Dua Hal, Kemenangan Atau Syahadah”

“Hanya Dua Hal, Kemenangan atau Syahadah”

Abu Aqil, seorang shahabat Anshar, adalah di antara yang pertama terluka pada hari Yamamah. Dia terluka karena anak panah menancap di antara bahu dan jantungnya. Tusukan itu cukup dalam tapi tidak mematikan. Ia pun mampu mengeluarkan anak panah tesebut.

Meskipun demikian, seluruh bagian tubuh kirinya menjadi lemah. Sehingga, ia kembali ke perkemahan Muslim untuk mencari bantuan medis. Ketika pertempuran kian sengit dan tentara Muslim seperti dipukul mundur kembali ke perkemahan mereka, Ma’an bin Adi keluar.
Ia berteriak lantang, “Wahai orang-orang Anshar. Ingatlah Allah…! Ingatlah Allah…! Berbaliklah dan kejar musuh-musuhmu.”

Tidak hanya berteriak, ia kemudian berlari ke depan dan langsung memporak-poranda barisan tentara musuh. Orang-orang Anshar yang melihatnya mematuhi perintah tersebut dan mengikuti apa yang dilakukan Ma’an.
Pada saat itu, Abu Aqil bangun dari istirahatnya, berniat untuk menolong saudara Anshar lainnya.

Beberapa Muslim mencoba membujuknya untuk tinggal di perkemahan hingga sembuh dan berkata, “Wahai Abu Aqil, engkau jangan berperang dulu.”
Abu Aqil mendengar seruan Ma’an dan berkata, “Sang penyeru tadi menyebut namaku.”
Seseorang menjawab, “Penyeru tadi berkata, ‘Wahai orang-orang Anshar. Dia tidak menyuruh pejuang yang terluka.’”
Abu Aqil menjawab,“Saya adalah kaum Anshar. Saya akan menjawab seruan itu meskipun harus merangkak ke arah musuh.”

Karena seluruh tubuh bagian kirinya lemah dan mati rasa, Abu Aqil tidak mampu memegang pedang dengan kuat. Meskipun demikian, dengan kekuatan yang murni dari hati dan tekad sekeras baja, ia berjalan menuju musuh. Ia pun memanggil shahabat-shahabat Anshar lainnya untuk keluar ke medan perang, “Wahai orang-orang Anshar, marilah kita satukan kekuatan seperti pada saat perang Hunain.”
Setiap anggota kelompok elit kaum Anshar kemudian berjuang dengan semangat yang tinggi. Mereka hanya mencari 2 hal; mati syahid atau kemenangan. Dengan serangan itu, mereka berhasil memukul mundur musuh-musuh dan mencari perlindungan di dalam ‘kebun kematian’.
Dalam serangan ini, lengan Abu Aqil terputus. Ia pun ditusuk dengan 14 tusukan. Ia terluka sangat parah hingga menewaskan dirinya. Kemudian, ketika Ibnu Umar a berjalan menuju dirinya, Abu Aqil sedang menghela nafas terakhirnya.
Ibnu Umar a berkata, “Wahai Abu Aqil.”
Abu Aqil a menjawab dengan suara yang berat, “Ini saya. Siapakah yang memenangkan perang hari ini?”
Ibnu Umar a menjawab, “Bersuka citalah, musuh Allah (Musailamah) telah dibunuh.”
Abu Aqil kemudian mengangkat jarinya dengan sisa tenaga ke langit. Sikapnya itu ia maksudkan untuk memuji dan bersyukur kepada Allah.

Umar bin Khattab kemudian mengatakan tentang Abu Aqil,“Semoga Allah merahmatinya. Ia telah mencari kesyahidan untuk waktu yang lama. Sekarang, ia telah mendapatkannya. Sesungguhnya, ia adalah yang terbaik di antara kami, para shahabat Nabi.”
Penulis : Dhani El_Ashim
Diambil dari Huraab Ar-Riddah, Syauqi Abu Khalil. The biography of Abu Bakr As-Siddiq, Dr. ‘Ali Muhammad As-Sallaabi.