Tokoh Oposisi Iran: Keterlibatan Iran di Fallujah Tak Lepas dari
Peran AS
Baghdad – “Keterlibatan Garda Revolusi Iran ditambah
terjunnya para jenderal, serta adanya bantuan para petinggi dan komandan perang
Irak, menekankan bahwa apa yang terjadi di Fallujah merupakan perang Iran
terhadap Sunni Arab.”
Hal itu diutarakan
oleh Ali Zaidan seperti yang dikutip Arabi21 pada Kamis (26/05), saat
mengomentari keterlibatan Garda Revolusi Iran dalam pertempuran Fallujah.
Ali Zaidan merupakan tokoh suku Ahwazi Iran, yang dikenal keras menentang
pemerintahan Iran, yang kini menetap di Australia.
“Sunni Arab akan
menolak keras dominasi Iran atas wilayah Irak seluruhnya. Baik dari sektor
politik, ekonomi, dan militer, bukan hanya daerah selatan yang telah
dikendalikan oleh Iran,” sambungnya.
Selain itu, ia
mengungkapkan bahwa keterlibatan Iran dalam perang Fallujah tidak terlepas dari
hubungan Iran-AS. Hal ini lantas sangat berlawanan dengan Iran, yang dikenal
keras sebagai negara yang anti-Amerika.
“Kehadiran Iran
tidak lagi tertutup atas nama milisi Syiah (saja) seperti dulu. Tetapi (semua
ini) memperjelas bahwa manajemen, koordinasi dan pendanaan kerja Iran yang
dipimpin oleh Jenderal Qassem Sulaimani, merupakan atas perintah dan
persetujuan barat, untuk melibatkan Garda Revolusi Iran di dalam permasalahan
Irak,” lanjutnya.
Lantas, tambah Ali
Zaidan, ini adalah hal yang paling diwaspadai Arab. Karena akan ada kemungkinan
bahwa situasi seperti ini akan terulang lagi di daerah konflik Arab lainnya
seperti Suriah, Yaman. Dengan delik memeras negara-negara Teluk dan Turki.
“Koordinasi keamanan
dan kemiliteran antara Iran-Amerika di Fallujah, telah menelanjangi isu yang
dibangun Iran. Pasalnya, untuk mengalihkan opini publik Syiah dan memombilisasi
mereka, Iran mengunakan slogan-slogan perlawanan dan anti-setan besar (Amerika
Serikat) di daerah tersebut,” tegasnya.
Sebagaiman
diketahui, Iran mengirimkan kekuatan militernya ke Fallujah Irak untuk
membebaskannya dari kendali Daulah Islam (ISIS). Pengiriman pasukan ini
menambah keterlibatan Iran dalam konflik di Irak, selain intervensinya yang
nyata di Suriah.
Pertempuran di
Fallujah telah dimulai sejak Senin (23/05) dan masih berlanjut. Pasukan Iran
bergabung ke dalam militer Irak yang mengepung kota yang terletak sekitar 69 km
sebelah barat Baghdad di tepi Sungai Eufrat itu.
Mantan PM Iraq Sesalkan Keterlibatan Iran dalam Perang Fallujah
Mantan Perdana Menteri Iraq, Iyad Allawi mengkritisi
kebijakan negaranya atas perang di Fallujah. Ia menganggap perang di sana
adalah perang sektarian, bukan perang melawan terorisme.
“Kami tengah
menghadapi pembersihan sektarian, tetapi hal ini akan berjalan setelah operasi
kontra ISIS. Ada kekhawatiran bahwa mereka (tentara Iraq dan milisi Syiah) akan
membunuh ribuan orang,” katanya.
Dalam perkara ini,
Allawi mengungkapkan bahwa pasukan Iraq dan milisi Syiah kerap melancarkan
operasi secara acak di daerah mayoritas Sunni. Padahal, operasi ini seharusnya
terlepas dari agama dan politik mereka.
Mantan Perdana
Menteri Iraq ini juga membeberkan saat ini Iraq bergantung pada kekuatan
regional dan internasional yang dipimpin oleh Iran untuk mendoktrin dan
menguasai agama serta hukum di negara tersebut.
Terkait kemunculan
Komandan Garda Revolusi Iran bersama Nuri Al-Maliki di Fallujah, Allawi
menganggap bahwa hal ini merupakan kesalahan besar.
“Munculnya Maliki
bersama Sulaimani merupakan kesalahan besar. Tanpa diragukan lagi untuk
Fallujah, saya menolak kehadiran Iran dan setiap negara dalam konflik
bersenjata di Iraq,” paparnya.
“Intervensi seorang
militan dari negara lain tidak dapat diterima dalam perang melawan terorisme,”
tambahnya.
Selanjutnya, Allawi
mengatakan bahwa terorisme juga harus diberantas secara intelektual dan
politik, disamping memperhatikan kesatuan masyarakat.
“Memenangkan perang
tidak harus mengobarkan perselisihan sektarian, tetapi memenangkan pertempuran
tidak lebih penting dari kesatuan masyarakat. Untuk itu saya tidak berharap
hasil apapun dalam perang melawan ISIS ini,” jelasnya seperti dikutip AlKhaleej Online pada Rabu (01/06).
Selain itu, dia
menekankan kepada pemerintah Baghdad bahwa apa yang terjadi saat ini adalah
perpecahan politik dan sektarian “yang akan menghasilkan radikalisasi yang
lebih lanjut di masa depan, bahkan jika mereka (tentara Iraq) menang secara
militer”.
Fallujah sendiri
merupakan kota yang dihuni oleh mayoritas Sunni. Koalisi pimpinan AS dan
pasukan milisi Syiah yang didukung Iran membantu tentara Irak dalam serangan ke
kota itu. Pertempuran diperkirakan akan terus berlangsung karena ISIS telah
mengontrol wilayah itu lebih dari dua tahun.
Reporter : Dio Alifullah
Reporter : Dio Alifullah
Editor : Muhammad Rudy
http://www.kiblat.net/2016/06/02/mantan-pm-iraq-sesalkan-keterlibatan-iran-dalam-perang-fallujah/
http://www.kiblat.net/2016/06/02/mantan-pm-iraq-sesalkan-keterlibatan-iran-dalam-perang-fallujah/
Inilah Ambisi Iran di Balik Perang Melawan ISIS
di Fallujah
Iran mengirimkan kekuatan militernya ke Fallujah Irak
untuk membebaskannya dari kendali Daulah Islam (ISIS). Pengiriman pasukan ini
menambah keterlibatan Iran dalam konflik di Irak, selain intervensinya yang
nyata di Suriah. Pertempuran di Fallujah telah dimulai sejak Senin (23/5) dan
masih berlanjut. Pasukan Iran bergabung ke dalam militer Irak yang mengepung
kota yang terletak sekitar 69 km sebelah barat Baghdad di tepi Sungai Eufrat
itu.
Dalam suasana
pertempuran sengit di Fallujah itu, seorang tokoh terkemuka dalam Garda
Revolusi Iran Brigadir Jenderal Iraj Masjidi, mengatakan bahwa Iran masuk ke
Fallujah dengan kekuatan penuh. Iran berambisi untuk meluaskan cengkeramannya
di dunia Arab dan menguatkan dominasi Syiah di dunia.
“Masuknya Garda
Revolusi Iran ke dalam pertempuran Fallujah adalah agar Iran tetap menjadi
pusat Syiah di dunia, dan kami menganggap intervensi ini adalah bagian dari
upaya membela Iran dan perbatasannya,” kata Masjidi, yang juga berfungsi
sebagai penasihat penting bagi komandan Pasukan Quds Jenderal Qasim Sulaimani.
Iran masuk ke Irak
untuk membela kuburan (kuil) Hussein dan Ali bin Abi Thalib di Karbala dan
Najaf. Itu merupakan dasar-dasar ajaran Syiah, seperti dijelaskan Masjidi
kepada media Iran.
Masjidi bersumpah
bahwa kota Mosul akan menjadi target setelah selesainya Fallujah. ia
mengatakan, ” Setelah selesai darinya (Fallujah) hanya kota Mosul yang tersisa,
yang saat ini berada di bawah kendali organisasi Daisy (sebutan untuk Daulah
Islam/ISIS) yang mencoba untuk menarik anak-anak muda di kota itu ke
jajarannya.”
Pengamat dari Iran
sendiri, seperti dilansir Arabi21, percaya bahwa intervensi militer Iran di
Irak bertujuan untuk menguatkan dominasi Teheran, tidak hanya di
wilayah-wilayah selatan dan Efrat Tengah tetapi juga untuk menundukkan kaum
Sunni dan basis-basis mereka. Misi Iran dalam hal ini adalah agar Sunni tidak
memiliki peran politik dan kebijakan yang berpengaruh di Irak di masa depan.
Menurut pengamat,
pernyataan-pernyataan Masjidi itu, menurut pengamat, menegaskan intervensi
sektarian Teheran dalam pertempuran Fallujah. Iran berkeinginan kuat untuk
menguasainya. Media Iran menggambarkan Fallujah sebagai sarang terorisme dan
inkubator kelompok-kelompok ekstremis, dalam konteks pembenaran atas kejahatan
sektariannya.
Reporter: Salem
Reporter: Salem
Siapa yang memborbardir dan melantakkan Fallujah, Irak? Siapa yang
mengepung umat Islam hingga mati kelaparan di Madaya, Suriah? Siapa yang
mengusir bahkan menggantung umat Islam di pinggir jalan di Iran dan Irak?
Sejumlah pertanyaan itu menjadi pamungkas acara pembekalan 200 orang dai
tentang Syiah di Hotel Balairung, Matraman, Jakarta. Acara itu berlangsung
selama 3 hari di pekan pertama bulan Mei 2016 ini.
Kepada mereka diingatkan untuk terus waspada dengan penyebaran ideologi Syiah di tengah kaum Muslimin.
“Solusi menghadapi gerakan Syiah adalah banyak membaca, belajar, sekaligus mengajarkan kepada umat tentang bahaya Syiah,” ucap Syaikh Ali Abdullah al-Ammari, pemateri dalam kegiatan itu.
Menurut Ali al-Ammari, ajakan taqrib (berdamai) antara ahlu sunnah dan Syiah adalah ilusi yang menipu. “Bagaimana bisa ikhwah (bersaudara) sedang kalian (Syiah. Red) membunuhi saudara kami. Tidak ada ukhuwah di antara Sunni dan Syiah,” tegasnya.
Menurut Ali al-Ammari, hal itu bukan dikatakan oleh dirinya sendiri. Tapi berdasar fakta sejarah sejak dulu hingga sekarang.
Realitas itu juga menjadi doktrin yang terdapat dalam kitab-kitab induk Syiah dan disebutkan dalam ceramah-ceramah para ulama Syiah
Kepada mereka diingatkan untuk terus waspada dengan penyebaran ideologi Syiah di tengah kaum Muslimin.
“Solusi menghadapi gerakan Syiah adalah banyak membaca, belajar, sekaligus mengajarkan kepada umat tentang bahaya Syiah,” ucap Syaikh Ali Abdullah al-Ammari, pemateri dalam kegiatan itu.
Menurut Ali al-Ammari, ajakan taqrib (berdamai) antara ahlu sunnah dan Syiah adalah ilusi yang menipu. “Bagaimana bisa ikhwah (bersaudara) sedang kalian (Syiah. Red) membunuhi saudara kami. Tidak ada ukhuwah di antara Sunni dan Syiah,” tegasnya.
Menurut Ali al-Ammari, hal itu bukan dikatakan oleh dirinya sendiri. Tapi berdasar fakta sejarah sejak dulu hingga sekarang.
Realitas itu juga menjadi doktrin yang terdapat dalam kitab-kitab induk Syiah dan disebutkan dalam ceramah-ceramah para ulama Syiah