20
Maret 2015 - 09:41 WIB
Menurut Harits Indonesia
bukan target ISIS, justru kapitalisme, liberalisme dan komunisme jauh lebih
berbahaya
Direktur Pemerhati
Kontra-Terorisme (CIIA), Harits Abu Ulya mengatakan secara aktual Daulah
Islamiyah Iraq wa Syam (Daisy/ISIS/ISIL) bukan menargetkan Indonesia, tetapi
eksistensinya ada di Timur Tengah.
“Isu ISIS sudah tidak
proporsional di kelola oleh mediamainstream, begitu juga pemerintah yang
terlalu berlebihan menyikapinya,” kata Harits dalam rilisnya padahidayatullah.com,
Jum’at (20/03/2015).
Menurut Harits orang punya
pemikiran yang identik dengan ISIS tidak bisa disebut sebagai tindakan pidana.
Dan propaganda yang diarahkan kepada ISIS selama ini, lanjutnya, lebih terkesan
upaya kriminalisasi terhadap Islam dan kebangkitan kekuatan politik umat Islam.
“ISIS sudah dianggap ancaman
dan common enemy yang serius, padahal hakikatnya itu baru sebatas
asumsi,” kata Harits.
Harits menuturkan phobia terhadap
Islam dikembangkan secara massif dengan batu loncatan adanya kelompok ISIS atau
label kelompok radikal maupun fundamentalis kepada komponen umat Islam yang
menyerukan penerapan syariat secara total dalam aspek kehidupan sosial
politiknya.
“Bicara soal ancaman atau
bahaya, Indonesia sudah dalam kubangan bahaya aktual,” tegas Harits.
Menurut Harits Indonesia
dalam cengkraman kapitalisme dan liberalisme dalam berbagai aspeknya. Ditambah
lagi dengan kebangkitan paham komunisme yang sudah mulai menyeruak.
“Ini ancaman aktual dan bukan
asumsi lagi. Ibarat pepatah ‘kuman disebrang lautan tampak, gajah dipelupuk
mata tidak tampak’,” kata Harits.
Harits mengungkapkan
penyebabnya adalah penguasa dan pengelola negeri Indonesia yang kacamatanya
kapitalis-sekuler Liberal. Jadi, lanjutnya, isu terkait dengan Islam dan
simbolnya akan selalu diarahkan menjadi obyek kriminalisasi secara sistemik dan
target utamanya adalah mereduksi bangkitnya kekuatan politik umat Islam dan
demi taguhnya demokrasi absurd di Indonesia yang pro Barat-Kapitalis.
“Masyarakat harus melek
politik agar tidak larut dengan propaganda yang kontraproduktif terhadap
Islam,” pungkas Harits.*
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2015/03/20/67015/pemerintah-dinilai-berlebihan-isis-di-timur-tengah-nampak-komunis-dalam-negeri-tak-kelihatan.html#.VQvRjI6sUXc
Mantan Direktur CIA : Syiah Iran Adalah Ancaman
bagi Irak , dan Bukan Daulah Islam ( ISIS )
Mantan Direktur CIA Jenderal David Petraeus,
yang pernah memimpin pasukan AS di Irak selama tahun 2007-2008 , telah
mengatakan bahwa Iran dan milisi Syiah adalah ancaman strategis bagi
Irak, dan bukan Daulah Islam.
“Saya berpendapat bahwa ancaman utama bagi
stabilitas jangka panjang Irak dan keseimbangan regional yang lebih luas
bukanlah Daulah Islam; Tetapi milisi Syiah, yang banyak
didukung oleh Iran, “Petraeus mengatakan kepada Washington Post selama
kunjungannya ke Irak utara.
Dia mengatakan sementara ini milisi Syiah
membantu menghentikan serangan Daulah Islam terhadap Baghdad, ketahuilah
milisi Syiah -lah yang bertanggung jawab atas “kekejaman” terhadap warga sipil
Sunni dan kemudian nantinya milisi Syiah itu akan muncul menjadi kekuatan
dominan di Irak di luar kendali pemerintah.
“Milisi (Syiah) ini kembali ke jalan-jalan Irak
merespon fatwa pemimpin Syiah Ayatollah Sistani , mereka ini yang mencegah
Daulah Islam melanjutkan serangan ofensif ke Baghdad. , “kata Petraeus.
“Jangka panjang, milisi Syiah yang didukung
Iran bisa muncul sebagai kekuatan terkemuka di negeri ini, dan akan berada di
luar kendali pemerintah , dan hanya menurut ke Teheran,” tambahnya.
Petraeus mengatakan pengaruh Iran sangat
meningkat di Irak, melalui Komandan Pengawal Revolusi Qassem Suleimani, hal itu
menggarisbawahi “kenyataan” dukungan Iran di Irak.
Menjawab pertanyaan tentang komandan Iran
Qassem Suleimani, yang dikabarkan membantu membangun milisi Syiah, Petraeus
mengatakan: “Ya, ‘Haji Qassem,’ teman lama kami. Saya memiliki beberapa
pengalaman ketika saya melihat foto-foto dirinya, tapi kebanyakan dari mereka
berfikir tidak cocok untuk publikasi di surat kabar seperti milik
Anda.”
“Apa yang akan saya katakan adalah bahwa dia
memang sangat mampu dan individu yang cerdas , dan musuh yang layak. Dia telah
memainkan tangannya dengan baik. Tapi ini adalah permainan lama, jadi mari kita
lihat bagaimana peristiwa itu terjadi.”
“Hal ini tentu menarik untuk melihat bagaimana
terlihatnya Suleimani dalam beberapa bulan terakhir – cukup perubahan mencolok
bagi seorang pria yang dahulunya hanyalah berada dibalik peristiwa,” tambah
Petraeus.
AS yang secara luas ingin membersihkan
al-Qaeda dari daerah Irak sejak tahun 2006, mengatakan bahwa meskipun
bantuan Iran dalam melawan Daulah Islam , bantuan Teheran “akhirnya menjadi
bagian dari masalah, bukan solusi.
“Semakin Iran terlihat mendominasi wilayah
tersebut, semakin akan mengobarkan radikalisme Sunni dan munculnya
dukungan atas kelompok jihad seperti Daulah Islam. Sementara AS
dan Iran mungkin memiliki kepentingan dalam kekalahan Daulah Islam ,
tetapi kepentingan AS umumnya berbeda. , “tambahnya.
Dia mengatakan: “kekuasaan Iran di Timur Tengah
menjadi masalah ganda. Hal ini terutama bermasalah karena Iran sangat memusuhi
kami dan teman-teman kita. Tetapi juga berbahaya karena semakin dirasakan,
semakin memicu potensi reaksi yang juga berbahaya bagi kepentingan kita .
Munculnya reaksi radikalisme Sunni dan, jika kita tidak hati-hati, mereka menuju
prospek nuklir juga “
Petraeus menambahkan bahwa pada musim semi
tahun 2008, Suleimani menjelaskan kepadanya bahwa ia yang bertanggung jawab
atas kebijakan Iran mengenai Irak, Suriah, Lebanon, Gaza dan Afghanistan.
“Di tengah pertempuran , saya menerima kabar
dari seorang pejabat yang sangat senior di Irak bahwa Qassem Suleimani telah
memberi pesan untuk saya. Ketika saya bertemu dengan perwira senior Irak itu,
ia menyampaikan pesan: “. Jenderal Petraeus, Anda harus menyadari bahwa aku,
Qassem Suleimani, mengontrol kebijakan Iran untuk Irak, Suriah, Lebanon, Gaza,
dan Afghanistan ‘Intinya jelas: Dia dimiliki kebijakan dan wilayah , dan saya
harus berurusan dengan dia. “
Patreaus, mantan penasihat AS di Irak ini
mengatakan kepada Al Arabiya News bulan lalu , bahwa pemerintahan Obama memang
sengaja menutup mata terhadap pelanggaran milisi Syiah di Irak – tapi sekarang
dengan bukti baru dari organisasi hak asasi manusia dan dengan kesaksian
Petraeus, “Obama sekarang harus menjelaskan tentang kebijakannya. “
David Mack, mantan duta besar AS dan sarjana di
Institut Timur Tengah yang berbasis di Washington , mengatakan bahwa
pemerintahan Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi – sangat selaras secara
politik dan ideologis dengan Iran.(Arby/Dz)
Mantan Panglima TNI: Waspada, ISIS Hanya
Pengalihan Isu!
KIBLAT.NET, Jakarta – Mantan Panglima TNI
(purn) Djoko Santoso menanggapi sinis terkait kekhawatiran dengan adanya ISIS
di Indonesia. Ia juga meminta masyarakat agar waspadai kalau hal
tersebut merupakan pengalihan isu belaka.
“Apa ada orang Irak di sini. Ini kan bukan
tanahnya orang Irak, itu satu pengalihan perhatian dari masalah yang dihadapi
bangsa ini,” kata Djoko seperti dilansir dari Okezone, Selasa
(12/8/2014).
Ia pun tak meragukan kalau ISIS itu hanya
sekadar pengalihan isu dari berbagai persoalan yang sedang terjadi di negeri
ini, di mana kebetulan tengah sibuk dengan urusan pemilihan presiden dan wakil
presiden serta pemberantasan korupsi.
“Itu bagian dari bentuk pengalihan, tapi kita
juga harus tetap waspada gitu ya. Bukan kita mengabaikan, tapi juga mewaspadai
itu pengalihan isu juga,” tegasnya.