Thursday, March 19, 2015

Seluruh Negara-Negara Arab dan Teluk Akan Jatuh ke Syi'ah?

Selama bertahun-tahun, seorang tokoh terkemuka di sebuah negara Teluk telah mengajukan berbagai saran dan analisa kepada para pemimpin Dunia Arab, khususnya para pemimpin Teluk untuk menyelamatkan Irak dan Yaman agar tidak  jatuh ke tangan Iran.
Tapi, hari ini, kita melihat Suriah, Lebanon, Irak, Bahrain, dan Yaman yang menjadi ‘jantung’ ( heartland) Arab sudah di bawah kekuasaan dan kendali Iran. Ini tidak berlebihan. Banyak bukti faktual yang mendukung kesimpulan itu. Seorang tokoh terkemuka Iran telah benar-benar mengakui klaim itu. Namun, ambisi mereka tidak berhenti di situ, dan akan terus menggulung seluruh kekuasaan di dunia Arab.
Awal bulan ini, mantan kepala  intelijen Iran dan penasihat saat ini ke Presiden Rouhani  yang menangani  Urusan Etnis Minoritas dan Agama, Ali Younesi, mengatakan dalam forum diskusi publik: "Semua negara Timur Tengah  sudah dalam genggaman Iran ...", cetusnya.
Puluhan tahun yang lalu, situasi yang ada seperti sekarang ini, mungkin hanya sebagai angan-angan yang menggelikan, dan ada sedikit ditertawakan. Tapi, sekarang Syi’ah Houthi  yang didukung Iran telah berhasil mengambil alih sebagian besar Yaman. Tehran tidak hanya secara  terbuka melakukan  jembatan ‘udara’ menerbangkan senjata dalam skala sangat besar,  dan bahkan Houthi telah memiliki pesawat jet bom tempur yang sudah digunakan menggebom Aden.
Rezim Syi’ah di Teheran  telah berjanji memasok minyak satu tahun ke ‘proxy’ Yaman, yaitu Houthi, dan membantu membangun pembangkit listrik. Yaman sekarang merupakan ancaman langsung terhadap keamanan dan stabilitas di negara Arab Saudi.,
Sementara itu, pasukan Garda Revolusi Iran -  bersama-sama dengan pejuang Hizbullah yang berjuang mempertahankan rezim Syi’ah Suriah Bashar al-Assad memerangi kelompok oposisi – oposisi yang sudah berantakan, dan  sudah mulai  meninggalkan Suriah menuju lading baru yaitu ke Irak menghadapi ISIS.
Tehran terus meluaskan ekspansi idelogisnya (Syi’ah) ke seluruh kawasan Timur Tengah, dan dengan dukungan pasukan ‘Garda Revolusi’, dan tidak akan pernah berhenti sampai seluruh Timur Tengah dan Dunia Arab menancapkan bendera ‘Syi’ah’, di bawah bendera Republik Islam Iran yang berwarna merah, putih dan hijau. Sungguh ini sangat ironi. Mirip kembali seperti di zaman awal Islam.
Jenderal Qassem Sulaeman yang menjadi Komandan  Garda Revolusi Iran berada di garis depan negara Irak, besama Angkatan Darat Irak, milisi Syiah Irak, dan mendadpatkan dukungan dari Koalisi yang dipimpin AS terus melakukan perang membebaskan provinsi yang mayoritas Sunni yaitu Anbar dari ISIS. Dengan dramatisasi tentang ‘teroris’ ISIS, kekuatan Syi’ah mendapatkan dukungan internasional. Inilah bencana bagi dunia Islam.
Salah satu pemimpin paramiliter Irak, Hadi Al-Amari, di antara mereka yang berjuang untuk memembebaskan wilayah Tikrit yang menjadi kampong halaman Saddam Husien, mengatakan kepada CNN,dia menyatakan  bangga kepada dunia bahwa "kita memiliki penasihat Iran". Jangan membayangkan para 'penasihat' Iran - atau pasukan Iran - akan segera meninggalkan Irak, sesudah dapat mengalahkan ISIS. Mereka akan terus bercokol dan menguasai  negara Irak. Irak akan menjadi bagian dari rezim Syi’ah di Iran.
Ayatullah Ali Younesi mengatakan:  “Saat ini Irak tidak hanya benteng peradaban kita, juga identitas kita, budaya dan modal, dan sekarang ini  seperti di masa lalu ... Geografi Iran dan Irak tidak dapat dibagi. "
Ali Larijani, Penasihat Keamanan Nasional Iran,mengakui pasukan Iran akan bersama-sama membebaskan tanah yang hilang, yaitu Irak. Mereka akan berjuang dengan segala kekuatan yang mereka miliki mencaplok Irak.
Dengan jatuhnya Irak ke tangan Syi’ah Iran. Maka, membentang kekuasaan Syi’ah membentang mulai dari Lebanon, Suriah, Irak, Iran, Banrain, dan Yaman. Arab Saudi, Kuwait dan Uni Emirat Arab, hanya menunggu hari jatuh ke tangan Syi’ah. Wallahu’alam. 

Senator AS Sebut Perang Di Timur Tengah Adalah Invasi Islam Terhadap Eropa

Seorang Senator AS dari Partai Republik mengingatkan bahwa jatuhnya ibukota Damaskus ditangan organisasi Negara Islam dapat menjadi ancaman langsung bagi negara-negara Eropa. Dalam pernyataannya dengan saluran Rusia Today hari Kamis (19/03) kemarin, Richard Black mengatakan, “Beberapa bulan setelah jatuhnya ibukota Damaskus ditangan Negara Islam, mereka akan segera merebut Lebanon dan Yordania sebelum akhirnya mengancam Eropa.” Richard Black menambahkan, “Ini adalah invasi Islam terhadap Eropa yang sangat berbahaya dan mengancam dunia.” (Rassd/Ram) Berikut cuplikan video tersebut:
                                                     
               



http://www.eramuslim.com/berita/senator-as-sebut-perang-di-timur-tengah-adalah-invasi-islam-terhadap-eropa.htm#.VQvNk46sUXc


Mantan Direktur CIA David Petraeus : Perang Sunni-Syi'ah Mengancam Seluruh Timur Tengah

Mantan Direktur CIA Jenderal David Petraeus, yang pernah memimpin pasukan AS dalam perang Irak, tahun 2007-2008, mengatakan bahwa Iran dan milisi Syiah menimbulkan masalah mendasar dan "paling pokok”, dan ancaman strategis bagi stabilitas Irak, dan bukan ISIS, tegasnya.
"Saya berpendapat bahwa ancaman utama bagi stabilitas jangka panjang Irak dan keseimbangan regional yang lebih luas bukan ISIS. Tapi,  milisi Syiah yang didukung oleh  Iran”, tegas Petraeus kepada Washington Post,  selama dia kunjungannya ke Irak utara, Jum'at, 20/3/2015.
Dia mengatakan sementara ini milisi Syiah membantu menghentikan serangan ISIS 'terhadap Baghdad, dan mereka bertanggung jawab atas "kekejaman dan pembantian" terhadap warga sipil Sunni, dan kemudian  muncul menjadi kekuatan dominan di Irak, tambah Petraeus.
"Milisi ini keluar ke jalan-jalan Irak , saat menanggapi fatwa oleh pemimpin Syiah Ayatollah Sistani,  pada saat bahaya dan ancaman ISIS. Mereka mencegah ISIS melanjutkan ofensif ke Baghdad. Meskipun demikian, mereka dalam beberapa kasus telah melakukan pembersihkan tidak hanya kelompok ISIS, tetapi juga warga  Sunni. Mereka melakukan kekejaman tanpa batas terhadap kaum Sunni, "kata Petraeus.
"Jangka panjang, milisi Syiah yang didukung Iran bisa muncul sebagai kekuatan terkemuka di Irak, salah satu kekuatan yang berada di luar kendali pemerintah Irak, dan sebaliknya milisi Syi’ah di Irak langsung dibawah kendali oleh Teheran," tambahnya.
Petraeus mengatakan pengaruh Iran yang meningkat di Irak,  dan bertujuan ingin mencaplok negara itu, dan sebagai indikasi  Iran mengirim  Komandan Garda Revolusi Iran (IRGC) Jenderal Qassem Suleimani dalam perang melawan ISIS. Petraeus menggarisbawahi "kenyataan yang sangat penting. Rezim Iran saat ini tidak menjadi sekutu kami di Timur Tengah”, ungkapnya.
Secara luas AS dalam perang Irak bertujuan ingin membersihkan al-Qaeda dari daerah Sunni Irak pada tahun 2006, dan Petraeus  mengatakan bahwa bantuan Iran dalam melawan ISIS, Teheran "akhirnya menjadi bagian dari masalah, bukan solusi”, tegasnya.
"Semakin Iran terlihat untuk mendominasi wilayah Irak, semakin akan mengobarkan radikalisme Sunni, dan menjadi bahan bakar munculnya kelompok-kelompok seperti ISIS. Sementara AS dan Iran mungkin memiliki kepentingan yang sama ingin mengalahkan ISIS,  namun kepentingan antara AS dengan Iran berbeda, yaitu ingin menguasai dan mencaplok Irak.
Petraeus mengatakan: “Kekuasaan Iran di Timur Tengah akan menimbulkan konflik dan perang baru di seluruh Timur Tengah dan  dunia Arab. Hal ini terutama timbul masalah baru, yaitu ketika Iran memerangi sekutu-sekutu kita. Tetapi juga berbahaya karena, semakin dirasakan, semakin memicu reaksi yang juga berbahaya bagi kepentingan kita . Lahirnya radikalisme Sunni, dan jika kita tidak hati-hati, prospek proliferasi (pengurangan program) nuklir juga terancam.
Petraeaus menambahkan bahwa pada musim semi tahun 2008, Jenderal Qassem Suleimani menjelaskan kepadanya bahwa dia bertanggung jawab atas kebijakan Iran mengenai Irak, Suriah, Lebanon, dan Afghanistan.
"Di tengah pertarungan yang sangat sengit , saya menerima kabar dari seorang pejabat yang sangat senior Irak bahwa Jenderal Qassem Sulaimani telah memberinya pesan untuk saya.
Ketika saya bertemu dengan pejabat senior Irak , ia menyampaikan pesan: “Jenderal Petraeus, Anda harus menyadari bahwa saya (Jenderal Qassem Suleimani), mengontrol kebijakan Iran untuk Irak, Suriah, Lebanon,  dan Afghanistan.
Intinya sangata jelas. Jenderal Sulaimani memiliki kebijakan terhadap wilayah Irak, dan saya harus berurusan dengan dia. Ketika bicara Irak saya bertanya apa yang saya ingin sampaikan kembali, saya menyuruhnya untuk memberitahu Suleimani bahwa dia bisa 'pound pasir'”, ujar Petraeus.
Petraeus telah menyinggung Jenderal Qassem Sulaimani yang  memimpin kelompok-kelompok milisi Syiah, dia bertanggung jawab atas “pembunuhan besar-besaran warga Sunni dan melukai puluhan ribu tentara koalisi Amerika dan pasukan Irak, sehingga akan wajar baginya untuk mengucapkan hal-hal paling serius kepada Jenderal Qassem Sulaimaniya,  ungkap Petraeus kepada Washington  Post.
Mantan penasihat AS di Irak Khedery mengatakan kepada Al Arabiya News bulan lalu, di mana sebelumnya, pemerintahan Obama memang sengaja menutup mata terhadap kejahatan dan kekejian milisi Syiah di Irak . Tapi sekarang dengan bukti baru dari organisasi hak asasi manusia dan dengan kesaksian Petraeus, "Obama sekarang harus menjelaskan apa kebijakannya yang harus di bangun dari bukti baru yang  terungkap, "kata Khedery Jumat, 20/3/2015.
David Mack, mantan duta besar AS dan thin-thank di Institut Timur Tengah yang berbasis di Washington mengatakan bahwa pemerintahan Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi - adalah bagian baik secara politik dan ideologis dengan Iran. Al-Abadi bagian dari rezim Syi’ah Iran, dan mendapatkan dukungan  dari milisi Syiah – dan dengan mengontrol milisi-milisi Syi’ah dan pasukan regular Irak, dipastikan akana menjadi ancaman perang di seluruh kawasan Timur Tengah dan Arab.
Perang baru di seluruh kawasan Timur Tengah dan Dunia Arab, perang antara Sunni – Syi’ah, karena Syi’ah yang dikendalikan oleh Teheran terus melakukan ekspansi territorial ke Timur Tengah dan Dunia Arab, dan mengubah ideology (aqidah) penduduk kawasan dari Sunni ke Syi’ah dengan senjata. Syi’ah tidak segan-segan menumpahkan darah dengan senjata. Seperti yang terjadi di Lebanon, Suirah, Irak, dan Yaman. Wallahu’alam.