Tuesday, April 28, 2015

Meruntuhkan Doktrin Syiah Perihal Pengkafiran Abu Bakar dan Aisyah ra

Sudah menjadi rahasia umum bahwa salah satu dari doktrin sekte sesat Syiah adalah masalah pengkafiran terhadap Abu Bakar Ash-Shidiq dan putrinya Aisyah Ash-Shiddiqoh ra. Hal ini berangkat dari sifat hasad yang dimiliki oleh sekte tersebut. Dan jika ada seorang penganut Syiah yang mengingkari doktrin ini maka bisa dipastikan antara dia sedang bertaqiyah atau dia sedang meruntuhkan doktrin para rahbarnya sendiri. Dalam coretan sederhana ini penulis ingin mengajak kepada segenap umat Islam, dan juga kepada segenap orang yang sudah tertular virus zombie Syiah untuk berfikir akan benar-tidaknya doktrin tersebut. 

Langkah pertama adalah kita wajib mengimani bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Mengetahui, dari hal terkecil sampai hal terbesar, dari awal sampai akhir semuanya telah diketahui Allah, karena salah satu sifat Allah adalah “Al-Aliim”. Dan barangsiapa yang mengingkari bahwa Allah mempunyai sifat “Al-Aliim” maka sama dengan dia merendahkan Allah dan juga mengingkari Al-Qur’an. Berangkat dari sifat “Al-Aliim” yang dimiliki oleh Allah, maka Allah tidak akan pernah keliru dalam segala hal, terutama apa yang tercantum dalam Al-Qur’an.

Langkah kedua adalah kita perlu tahu bahwa tokoh-tokoh yang nama atau isyarohnya (Kata yang menunjukan kepada sosok tokoh tersebut) Allah sebutkan dalam Al-Qur’an, maka keadaan agama mereka tetap seperti itu sampai akhir hayat mereka. Misalkan ketika Allah menyebutkan nama Fir’aun dengan kekafirannya, maka keadaan Fir’aun tetap dalam kekafiran sampai akhir hayatnya. Begitu juga ketika Allah menyebutkan nama Luqman Al- Hakim dengan keislaman yang dia pegang, maka sampai meninggal dunia pun Luqman tetap menjadi seorang muslim. Hal ini karena Allah tahu bahwa sosok yang dia sebut adalah sosok yang tetap dalam keagamaannya sampai akhir hayatnya, baik itu sosok masa lampau atau sosok yang masih hidup tatkala Al-Qur’an tersebut diturunkan.
Bingung? Jangan bingung kita uraikan di bawah ini. Allah berfirman mengenai keagamaan Fir’aun dengan menyebut langsung nama Fir’aun :

اِذهَب إِلَى فِرعَونَ إِنَّهُ طَغى

“Pergilah kepada fir’aun! Sesungguhnya dia telah melampaui batas” (QS. An-Naziat 17)
Maka keadaan fir’aun tetap melampau batas sampai menjelang mautnya baru ketika nafas sudah dikerongkongannya dia terpaksa mengakui kebenaran risalah Nabi Musa as berharap bias selamat. Namun nasi sudah menjadi bubur dan tidak bisa dikembalikan menjadi beras lagi, penyesalan tiada guna yang menyebabkan dia masuk neraka.

Contoh lain ketika Allah menyebutkan kaum Tsamud dengan keagamaan mereka, maka bisa dilihat bahwa kaum Tsamud mati dalam keadaan kafir juga. Ini mengenai keadaan para pembangkang dalam Al-Qur’an maka matinya pun tetap dalam kekafiran.

Sekarang kita lihat keadaan orang-orang yang beriman, sebut saja kisah Maryam dan Luqman Al-Hakim yang hidup dalam keadaan beriman dan mulia, maka mereka meninggalkan dunia ini pun masih tetap dalam keadaan beriman dan mulia. Dan tidak akan pernah ditemui ayat yang menyatakan kekafiran mereka diakhir hayatnya.

Itulah bukti-bukti dan rumus bahwa tokoh yang disebutkan dalam Al-Qur’an baik nama ataupun Isyarohnya dengan kondisi keagamaan mereka, maka mereka pun meninggalkan dunia tetap dalam keadaan yang sama. Kecuali yang telah Allah ceritakan kronologi kehidupannya dan ada ayat yang jelas membahas perpindahan keyakinannya, semisal kisah Balqis dari penyembah matahari menjadi muslimah sejati.

Logika sederhana ini mari kita bawa untuk membahas Abu Bakar Ash-Shidiq dan putrinya Aisyah Ash-Shidiqoh ra. Allah berfirman mengenai Abu Bakar ra :

إِلاَّ تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُواْ ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُواْ السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya : “Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Makkah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, “jangan engkau bersedih sesungguhnya Allah bersama kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya dan membantu dengan bala tentara (malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah yang tinggi, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah 40)

Ayat ini adalah ayat yang menerangkan ihwal hijrah Nabi Muhammad saw disertai sahabatnya yakni Abu Bakar ra. Dan dalam ayat ini jelas bahwa Abu Bakar adalah seorang muslim dan termasuk orang yang “menolong Nabi Muhammad saw serta da’wahnya”, serta setia terhadap Nabi Muhammad saw. Maka ketika melihat rumus di atas bias dipastikan keadaan Abu Bakar ra tetap sebagai penolong agama, tetap menjadi mukmin sejati hingga akhir hayatnya. Sebagai buktinya adalah tidak ada satu ayat atau satu hadits pun yang menerangkan tentang kekafiran Abu Bakar yang telah disanjung Allah dalam ayat ini.

Begitu juga dengan keadaan istri-istri nabi, dalam hal ini perihal Aisyah ra. Aisyah adalah istri nabi yang mendapatkan tazkiyah “pensucian” dari atas lagit ketujuh, sebagaimana yang telah difirmankan Allah :

إِنَّ الَّذينَ جاؤُو بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَ الَّذي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذابٌ عَظيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang datang membawa berita bohong itu adalah golongan kamu juga. Janganlah kamu kata bahwa perbuatan mereka itu membawa akibat buruk bagi kamu, bahkan itu adalah mem­baikkan. Setiap orang akan men­dapat hukuman dari sebab dosa yang dibuatnya itu. Dan orang yang mengambil bagian terbesar akan mendapat siksaan yang besar pula.” (QS. An-Nur 11)
Ayat ini adalah isyaroh mengenai kesucian Aisyah, dan hal ini sampai akhir hayatnya ibunda Aisyah tetap dalam keadaan mulia dan suci. Sungguh keji orang yang mengatakan “Aisyah zina dengan Thalhah dan Zubair”, seharusnya mereka bertaqwa kepada Allah sebelum bara api neraka masuk ke mulutnya, karena Aisyah lebih pantas dan layak dihormati daripada ibu kandungnya sendiri.

Jadi kesimpulannya adalah, Allah menyebut Isyaroh Abu Bakar dan Aisyah ra dengan Isyaroh yang baik dan keadaan agama yang sangat mulia, maka sampai akhir hayatnya Abu Bakar dan Aisyah ra tetap menjadi orang yang mulia dan baik agamanya. Sebagai buktinya adalah peran Abu Bakar ra dalam membasmi para pengikut Musailamah Al-Kadzab, di mana Syiah ketika itu kalau memang Syiah adalah ada sejak zaman Nabi dan pemeluk Islam yang baik?.Dan sebagai buktinya adalah ketundukan Ali dan keluarga kepada Abu Bakar ra yang saat itu menjadi khalifah, Ali tidak pernah memberontak karena memang Ali tahu bahwa Abu Bakar adalah orang mulia. Jika benar Abu Bakar telah kafir, maka Ali akan memberontak karena kepemimpinan orang kafir terhadap orang islam itu haram, namun Ali tidak memberontak dan Ali tunduk sebagai bentuk pengakuan akan kemuliaan dan keabsahan Abu Bakar sebagai Khalifah.

Begitu juga bukti mengenai Aisyah, tatkala perang Jamal dimenangkan Ali, Ali tidak membunuh Aisyah ra karena Ali tahu akan kemuliaan Aisyah dimata Nabi Muhammad saw. Jika memang Aisyah kafir seperti yang dituduhkan Syiah saat ini, maka Ali pasti membunuhnya karena membunuh kafir harbi apalagi saat perang itu adalah tindakan mulia. (syiahindonesia.com)

Abu Dawud Ulinnuha Arwani
Al-Madinah Al-Munawwarah