Ormas Islam Dicaplok Musuh Islam Lewat Muktamar
Musibah
bagi Umat Islam Indonesia kemungkinan akan tambah mendera. Betapa tidak. Dua
ormas besar Islam, NU dan Muhammadiyah, ditengarai akan dicaplok Antek Syiah,
Liberal, dan Jaringan Yahudi lewat Muktamarnya masing-masing pekan pertama
Agustus 2015.
NU
akan bermuktamar di Jombang Jawa Timur, 1-5 Agustus 2015. Kubu-kubu di antara
mereka saling memperjuangakan tokoh liberal. (lihat artikel nahimunkar.com atau
fp hartonoahmadjaiz, “Muktamar NU Perebutkan Kyai Liberal Pendukung Syiah dan
Ahmadiyah?”
Sedang
Muhammadiyah akan bermuktamar di Makassar 3-7 Agustus 2015.
Dikabarkan,
Muhammadiyah kini memiliki tiga calon yang akan dipilih dalam Muktamar
Muhammadiyah di Makassar 3-7 Agustus 2015, mereka itu tampaknya terindikasi
bahkan terkontaminasi faham sesat yang mengusung syiah dan faham liberal yang
telah diharamkan MUI, bahkan diduga sebagai Jaringan Yahudi.
Ada
yang terang-terangan menentang fatwa sesatnya syiah. Ada yang dengan gaya
liberalnya mencela Islam dengan apa yang dia sebut Islam Syari’at. Dan ada yang
menganggap syiah itu tidak berbeda secara prinsipil dengan Islam, dan dibalik
itu dia mesra dengan Yahudi, hingga diduga sebaga jaringan Yahudi di Indonesia.
Mereka
itu adalah:
Prof Dr Syafiq A Mughni (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, alumni University
of California dan Pesantren Persis),
Dr Haedar Nashir (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, alumni
Fisipol UGM)
dan Dr Abdul Mu’thi (Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
alumni Flinders University Australia).
Celoteh
mereka cukup menyakitkan. Di antaranya:
“Dari
sudut ajaran Islam, saya memang tidak sepakat dengan Syiah, tapi perbedaan itu
juga ada dalam paham-paham lain yang ada di dalam Islam,” kata Prof Dr Syafiq A
Mughni.
Syafiq juga pernah berkunjung ke Israel, bahkan diberitakan sebagai sosok yang
jadi jaringan Yahudi di Indonesia (?), sebagimana berita “Siapa Saja Jaringan
Israel di Indonesia?” ini:
Tokoh Muhammadiyah yang pernah berkunjung ke Israel diantaranya Syafiq Mugni,
Ketua Umum Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur. Dari PP Muhammdiyah Dr.
Habib Cirzin pernah pula berkunjung ke Israel.
Syafiq
Mugni Ketua Umum Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, saat bertemu
dengan Shimon Peres menghadiahkan kepada Peres sebuah tutup kepala yang dikenal
bernama ”kippa” bertuliskan kata “shalom“, yang dalam bahasa Ibrani
artinya ”kedamaian”. Para tamu Indonesia itu tampak gembira sekali ketika Peres
langsung memasang kippa tersebut di kepalanya.
Selanjutnya,
mereka melanjutkan pembicaraan seputar berbagai topik termasuk ekonomi,
politik, agama dan perayaan hari jadi Israel ke 60 bulan Mei 2008
mendatang. Bahkan, kemungkinan membuka hubungan diplomatik antara
Indonesia-Israel.
Shimon
Peres menyatakan, Israel berbahagia bisa berhubungan dengan Indonesia serta
mengundang para pemimpinnya. Peres akan mengundang kembali para tokoh Indonesia
untuk doa perdamaian di saat Negeri Zionis ini akan memperingati hari jadinya
ke 60 nanti bulan Mei 2008. Dalam kesempatan itu, Peres juga mengatakan, musuh
Israel bukanlah Islam, tapi “teror”, ucapnya.
Syafiq
Mugni dalam kesempatan itu menjelaskan tentang Indonesia menyangkut
perkembangan ekonominya, demokrasi dan sistem kependidikannya. Menurut
Syafiq, dirinya berharap Muslim Indonesia semakin toleran, meski
sebagaian juga masih ada yang menentang demokrasi. Sementara itu, Wakil NU
Abdul A’la (kini menjabat rector di IAIN Surabaya?, red nm) mengakui masih ada
kelompok kecil “ekstrimis” Muslim di Indonesia
Sementara itu Dr Haedar Nashir, sangat ‘enggan’ bicara soal Syiah bahkan karya
besarnya malah menyorot soal Islam Syariat. Haidar pun menyatakan perlu
diwaspadai tumbuhnya gerakan Islam Syariat.
Bagaimana dengan calon kuat ketiga yakni Dr. Abdul Mu’thi soal Syiahnya a.l.:
Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’thi menolak adanya fatwa sesat
terhadap Syiah dari lembaga keagamaan mana pun di Indonesia, termasuk Majelis
Ulama Indonesia.
Demikianlah, Umat Islam Indonesia akan ditambahi dengan pemimpin Ormas Islam
yang justru dapat diduga tidak akan menguntungkan Islam, tetapi menguntungkan
musuh-musuh Islam.
Oleh karena itu ada ulasan yang beredar, di antaranya tulisan berikut ini.
AWAN MENDUNG HITAM MENYELIMUTI MUHAMMADIYAH MASA DEPAN?
MENCOBA MENYELUSURI PARA TOKOH CALON KETUA UMUM MUHAMMADIYAH 2015, WOW
“Tiga tokoh tersebut adalah Prof Dr Syafiq A Mughni (Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, alumni University of California dan Pesantren Persis), Dr Haedar
Nashir (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, alumni Fisipol UGM) dan Dr Abdul
Mu’thi (Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, alumni Flinders University
Australia),” jelas Najib.
“Pak Syafiq mempunyai jaringan ke luar dan ke dalam. Mas Mu’thi, masih muda dan
lincah. Sedangkan Pak Haedar Nashir menjaga kekuatan ke dalam,” kata mantan
anggota KPU Provinsi Jatim itu.
Dari ketiga ‘jago’ calon Ketua Umum Muhammadiyah kita ingin menelusuri
bagaimana pendapatnya soal Agama Syiah. Seperti Prof. Dr, Syafiq A Mughni soal
Syiah yang amat digadang-gadang calon kuat Ketua Umum Muhammadiyah 2015
walaupun basis almamater pendidikannya bukan berasal sekolah atau pesatren asli
Muhammadiyah sbb.:
“Syiah memang lebih cenderung kepada amaliah yang terkait langsung dengan Ali
bin Abi Thalib, tapi hal itu bukan berarti sesat, karena itu hanya konsekuensi
dari sebuah kultus individu,” Ketua PP Muhammadiyah Syafiq A Mughni di Surabaya
sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (29/8).
Menurut Syafiq, perbedaan yang sangat menonjol terkait Syiah itu masalah
kepemimpinan setelah Nabi Muhammadiyah harus dijabat Ali bin Abi Thalib.
“Dari sudut ajaran Islam, saya memang tidak sepakat dengan Syiah, tapi
perbedaan itu juga ada dalam paham-paham lain yang ada di dalam Islam,” katanya
Calon kuat lainnya DR. Haidar Nashir, walau pun ejak kecil Haedar memang aktif
di organisasi Muhammadiyah, tahun 1977 saat duduk di bangku SMA, Haedar sudah
aktif di organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) di Bandung, Jawa Barat.
Bahkan sejak masuk kuliah di STPMD, Haedar tetap aktif di IPM DIY dan berlanjut
di Pemuda Muhammadiyah.
Dari hasil telusuran dari google terkesan tokoh yang satu ini sangat ‘enggan’
bicara soal Syiah bahkan karya besarnya malah menyorot soal Islam Syariat
seperti yang diulas oleh a.l.
Budhy Munawar-Rachman menelaah bedah buku Balai Penelitian dan
Pengembangan Agama Jakarta (27 Pebruari 2014), untuk memahami lebih jauh dan
mendalam karya Dr. Haedar Nashir, Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis
di Indonesia (Bandung: Mizan, 2013).
Diharapkan tulisan ini dapat membantu mengerti kedalaman analisis yang telah
dikembangkan oleh Haedar Nashir, dan dari sini mengembangkan lebih lanjut
studi-studi mengenai gerakan, yang disebut oleh Haedar Nashir sebagai ”Islam
Syariat.”
Dari uraian di atas, kita dapat mengambil suatu kesimpulan, bahwa tujuan utama
dari gerakan Islam Syariat adalah membangun dan mendirikan negara Islam.
Keyakinan mereka tegas, bahwa ajaran Islam adalah sudah lengkap, sempurna dan
mencakup segala macam persoalan. Semua gerakan dan pikiran diarahkan untuk menegakkan
syariat Islam. Kelompok yang tidak sejalan dengan keyakinannya sering diberi
label sebagai musyrik, kâfir, fâsik dan dzâlim. Menolak, tidak setuju atau
membantah cara pandang ini, menurut mereka, sudah masuk dalam katagori musyrik
jahiliyah, sebab telah dianggap menyekutukan Tuhan dengan mengakui otoritas
selain-Nya dan menggunakan sistem selain sistem-Nya.
Dari argumen Haedar Nashir, tampaknya secara sosiologis bisa ditelusuri bahwa
munculnya Islam Syariat adalah suatu reaksi terhadap masalah-masalah yang
mengiringi modernitas, yang dianggap keluar terlalu jauh dari ajaran Islam.
Kecenderungan ini merupakan gejala ideologi, yang merupakan respon terhadap
pandangan benturan antarbudaya (the clash of civilization). Kemunculan Islam
Syariat merupakan perlawanan terhadap modernitas dan masyarakat sekuler,
khususnya dalam kehidupan sosial-politik, dengan cara melakukan kekerasan
politik, sampai penggunaan teror.
Dalam sebuah pemberitaan terbaru, Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir
menyatakan ada banyak kebijakan yang tertuang dalam bentuk peraturan-peraturan
daerah (perda) syariah yang mengandung unsur-unsur diskriminatif bahkan
mendorong terciptanya kekerasan di wilayah publik.
Haidar pun menyatakan perlu diwaspadai tumbuhnya gerakan Islam Syariat, yakni
faksi yang mengusung semangat anti-nasionalisme, anti-demokrasi, dan menolak
konsep negara-bangsa yang secara utopia mencoba menghidupkan kembali isu Negara
Islam atas dasar sistem Khilafah Islam.
Faksi Islam Syariat ini, menurutnya juga mengidap apa yang disebut sebagai
hypocracy in democracy, kemunafikan terhadap demokrasi. Di satu sisi secara
tegas menolak demorkasi tetapi menikmati kehidupan di bawah alam demokrasi.
Bagaimana dengan calon kuat ketiga yakni Dr. Abdul Mu’thi soal Syiahnya a.l.:
Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’thi menolak adanya fatwa sesat
terhadap Syiah dari lembaga keagamaan mana pun di Indonesia, termasuk Majelis
Ulama Indonesia. Menurut dia, fatwa sesat dari MUI di sejumlah daerah, seperti
Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, terbukti menjadi alat melegitimasikan
kekerasan terhadap pengikut Syiah dan memicu konflik horizontal antar umat
Islam. “Fatwa dari mana pun harus tidak untuk mengkafirkan dan menyesatkan,”
ujar Muthi kepada Tempo, Kamis, 19 Desember 2013.
Muthi menanggapi desakan Front Jihad Islam (FJI) yang mendesak MUI DIY
mengeluarkan fatwa sesat terhadap aliran Syiah di Yogyakarta. FJI mengklaim
mencatat 10 organisasi berhaluan Syiah di DIY. (Baca: Front Jihad Desak MUI
Yogya Nyatakan Syiah Sesat)
Menurut Muthi, fatwa sesat itu berpotensi besar menimbulkan persoalan
kebangsaan serius di Indonesia. Lembaga seperti MUI di daerah mana pun
sebaiknya tidak lagi mengeluarkan fatwa penyesatan, khususnya untuk Syiah.
Alasannya, hal itu memperbesar konflik antar umat Islam. “Umat Islam sudah
mengalami banyak situasi sulit dan persoalan, jangan ditambah dengan
masalah-masalah seperti ini,” ujar dia.
Dijelaskan secara rinci oleh Habib Rizieq, sosok yang berada di sebelah kirinya
adalah Ayatullah Ali Tashkiri, seorang ulama Syiah Iran yang sering mewakili
Iran dalam dialog internasional Sunni-Syiah. Menurut Habib Rizieq, Tasykiri
adalah seorang Syiah moderat yang juga sering disebut Syeikh Dr Yusuf Al
Qaradhawi dalam kitabnya.
Sementara di sebelah kanannya, kata Habib Rizieq, adalah seorang ulama Sunni
bermazhab Hanafi. “Ana lupa namanya,” kata Habib Rizieq.
Di ujung kanan adalah Dr. Abdul Mu’thi yang saat itu menjabat sebagai Ketua
Umum Pemuda Muhammadiyah. Mu’thi sekarang menjabat sebagai Sekretaris PP
Muhammadiyah. Sementara di sebelahnya adalah Usman Shahab, seorang ustad Syiah
di Indonesia.
Berada di ujung kiri adalah Imam Addaraquthni, seorang tokoh muda Muhammadiyah
pendiri Partai Matahari Bangsa (PMB). Selain di Muhammadiyah, Imam sekarang
adalah Sekretaris Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI).
Selanjutnya Habib Rizieq menjelaskan, di belakang Hadad Alwi berdiri Sekjen
PBNU Ir H Iqbal Sulam. Iqbal sekarang menjabat sebagai salah satu Ketua PBNU.
Sementara duduk di bagian depan adalah Anggota Presidium MER-C dr Joserizal
Jurnalis, bersama Hasan Dalil, seorang tokoh Syiah Indonesia.
“Kenapa Ustadz? Apa ada yang aneh? Kan ana sudah kasih tahu secara terbuka
bahwa ana dkk pernah ke Iran beberapa tahun lalu? Apa ada yang sengaja
eksploitasi foto tersebut untuk benarkan tuduhan ana Syiah? Mereka bodoh dan
kekanak-kenakanan Ustadz. Jangan panik,” kata Habib dalam broadcast-nya kepada
Pemimpin Umum Suara Islam KH Muhamad Al Khaththath yang menanyakan perihal foto
tersebut.
Suka atau tidak suka dengan para calon tersebut semua tergantung pada utusan
peserta yang berhak untuk memilih plus di bawah Ketua Panitia Pemilihan Anggota
Pimpinan Pusat Muktamar ke-47 Muhammadiyah.
Saya berharap dalam muktamar Muhammadiyah yang akan datang bisa:
Mampu memilih ketua umumnya
yang MUSLIM lagi istiqamah sekaligus sebagai KHALIFAH dalam organisasi ini
sesuai dengan tuntunan Islam yang memberikan pencerahan a.l. semangat
kekhalifahan QS. 38:26, 6:165 dan 35:39. Jangan sampai terpilih ketua umumnya
seperti ormas tetangga sebelah kita;
Mampu mencetak kader
politisi dan teknokrat lainnya yang benar-benar berjiwa Muslim Muhammadiyah
sehingga tidak ada lagi kader yang jadi sekuler atau liberal atau aliran agama
lainnya seperti agama syiah atau ahmadiyahnya? kader Muhammadiyah mampu mengisi
dan menjadi pemimpin parpol apa saja sepanjang tidak melanggar prinsip ajaran
Islam dan semangat kemuslimannya.
Selain menyusun program
kerja yang erat kaitannya dengan kemaslahatan umat misalnya bisnis,
kesejahteraan dan kesehatan serta kependidikkan dsb, juga pembenahan organisasi
secara jelas, transparan dan terkendali serta terotonomisasi. jangan lupa
membenahi aset kekayaan dan harta Muhammadiyah dengan menciptakan paket
aplikasi inventarisasi aset dan kekayaan Myhammadiyah secara terpadu dan
terintegrasi se nasional.
Menyederhanakan
penyelenggaraan muktamar sehingga tidak terkesan hura-hura dan mewah seperti
pengurangan peserta muktamar, ya cukup yang ikut sebagai utusan muktamar dari
level provinisi saja tak perlu lah utusannya sampai kabupaten/kota.
Workshop Registrasi Online Muktamar Muhammadiyah ke-47 dan Muktamar Aisyiyah
ke-47 di Unismuh Makassar pada Minggu (11/1/2015).
Elfizon AnwarSuara Muhammadiyah
28 April · Kota Tangerang ·
(nahimunkar.com)
http://www.syiahindonesia.com/2015/07/nu-muhammadiyah-akan-dicaplok-syiah-lewat-muktamar-benarkah.html
http://www.syiahindonesia.com/2015/07/nu-muhammadiyah-akan-dicaplok-syiah-lewat-muktamar-benarkah.html
Mungkinkah Block SYI'AH KAFIR akan menang di
muktamar NU?
Mungkinkah Block SYI'AH KAFIR akan menang di
muktamar NU? Semoga musnah.. Kecuali SYI'AH menggunakan kecurangan.. Tetapi
kalau TIDAK CURANG DAN DUSTA BUKAN SYI'AH NAMANYA..
MENGINTIP FENOMENA JELANG MUKTAMAR NU
Organisasi terbesar di indonesia ditarik ulur
tiga gelombang pemikiran menjelang Muktamar
1. Kelompok syiah, atau yg menguntungkan syiah...ini dimotori agil siraj,
idahram dan alawi bantani cs
2. Kelompok liberal atau yang mendukungnya, ini digawangi si ulil abshar abdala
3. Kelompok aswaja, yang ingin mengembalikan NU sesuai dengan tujuan pendirinya
mbah Hasyim.... mereka menyebut dirinya NU garis lurus..ini dipelopori KH.
Hasyim Muzadi (juga Idrus Ramli cs)
Ketiga2nya anti wahabi... satu dan dua saling kerja sama dan mesra dengan
syiah...hanya yang ketiga yang memenci syiah....kelompok ini sangat membenci
kelompok pertama dan kedua yang dianggapnya melenceng dan mengotori NU dari
kemurniannya.
Sebagian ada yang menambahkankan kelompok yang keempat
4. Kelompok yang toleran dengan wahabi, faksi ini berusaha menjembatani
kebuntuan antara nu dan wahabi...kelompok ini ditokohi Mustafa Ya'qub imam
besar masjid istiqlal....tapi kelompok ini sangatlah sedikit....
Mereka akan berkompetisi di Muktamar Jombang besok..... Siapakah pemenangnya???
Kelompok ke 3 didukung penguasa, sepertinya ini yg akan menang
Wallahu a'lam bish showab.....
Sepertinya hizbiyyun bakal gontok-gontokan. Syi'ah, Liberal, Sekuler ikut andil
disana
http://mantankyainu.blogspot.com/2015/07/mungkinkah-block-syiah-kafir-akan.html
http://mantankyainu.blogspot.com/2015/07/mungkinkah-block-syiah-kafir-akan.html
NU dan Pandangannya Terhadap
Syiah
Oleh: Kholili Hasib
Kader NU dan Wakil Sekretaris MIUMI Jatim
Sejak didirikan pertama kali pada 31 Januari
1926, NU melalui pendirinya Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari mengeluarkan
rambu-rambu peringatan terhadap paham Syi’ah ini. Peringatan tersebut
dikeluarkan agar warga NU ke depan hati-hati menyikapi fenomena perpecahan
akidah.
Meski pada masa itu aliran Syi’ah belum
sepopuler sekarang, akan tetapi Hasyim Asya’ari memberi peringatan kesesatan
Syi’ah melalui berbagai karyanya. Antara lain; “Muqaddimah Qanun Asasi li
Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’, “Risalah Ahlu al-Sunnah wal Jama’ah,al-Nur al-Mubin
fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin” dan “al-Tibyan fi Nahyi ‘an Muqatha’ah
al-Arham wa al-Aqrab wa al-Akhwan”.
Hasyim Asy’ari, dalam kitabnya “Muqaddimah
Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’” memberi peringatan kepada warga nahdliyyin
agar tidak mengikuti paham Syi’ah.
Menurutnya, madzhab Syi’ah Imamiyyah dan Syi’ah
Zaidiyyah bukan madzhab sah. Madzhab yang sah untuk diikuti adalah Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hambali.
Beliau mengatakan: “Di zaman akhir ini tidak
ada madzhab yang memenuhi persyaratan kecuali madzhab yang empat (Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hambali). Adapun madzhab yang lain seperti madzhab Syi’ah
Imamiyyah dan Syi’ah Zaidiyyah adalah ahli bid’ah. Sehingga
pendapat-pendapatnya tidak boleh diikuti” (Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah
Nahdlatul Ulama’, halaman 9).
Syeikh Hasyim Asy’ari mengemukakan alasan
mengapa Syi’ah Imamiyyah dan Zaidiyyah termasuk ahli bid’ah yang tidak sah
untuk diikuti. Dalam kitab Muqaddimah Qanun Asasi halaman 7 mengecam golongan
Syi’ah yang mencaci bahkan mengkafirkan sahabat Nabi SAW.
Mengutip hadis yang ditulis Ibnu Hajar dalam
Al-Shawa’iq al-Muhriqah, Syeikh Hasyim Asy’ari menghimbau agar para ulama’ yang
memiliki ilmu untuk meluruskan penyimpangan golongan yang mencaci sahabat Nabi
SAW itu.
Hadis Nabi SAW yang dikuti itu adalah: “Apabila
telah Nampak fitnah dan bid’ah pencacian terhadap sahabatku, maka bagi orang
alim harus menampakkan ilmunya. Apabila orang alim tersebut tidak melakukan hal
tersebut (menggunakan ilmu untuk meluruskan golongan yang mencaci sahabat) maka
baginya laknat Allah, para malaikat dan laknat seluruh manusia”.
Peringatan untuk membentengi akidah umat itu
diulangi lagi oleh Syeikh Hasyim dalam pidatonya dalam muktamar pertama
Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’, bahwa madzhab yang sah adalah empat madzhab
tersebut, warga NU agar berhati-hati menghadapi perkembangan aliran-aliran di
luar madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah tersebut.
Dalam Qanun Asasi itu, Syeikh Hasyim Asy’ari
menilai fenomena Syi’ah merupakan fitnah agama yang tidak saja patut
diwaspadai, tapi harus diluruskan. Pelurusan akidah itu menurut beliau adalah
tugas orang berilmu, jika ulama’ diam tidak meluruskan akidah, maka mereka
dilaknat Allah SWT.
Kitab “Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah
Nahdlatul Ulama’” sendiri merupakan kitab yang ditulis oleh Syeikh Hasyim
Asy’ari, berisi pedoman-pedoman utama dalam menjalankan amanah keorganisasian
Nahdlatul Ulama. Peraturan dan tata tertib Jam’iyyah mesti semuanya mengacu
kepada kitab tersebut.
Jika Syeikh Hasyim Asy’ari mengangkat isu-isu
kesesatan Syi’ah dalam “Muqaddimah Qanun Asasi”, itu berarti persoalan
kontroversi Syi’ah dinilai Syeikh Hasyim sebagai persoalan sangat penting untuk
diketahui umat Islam Indonesia. Artinya, persoalan Syi’ah menjadi agenda setiap
generasi Nahdliyyin untuk diselesaikan sesuai dengan pedoman dalam kitab
tersebut.
Sikap tegas juga ditunjukkan Syeikh Hasyim
dalam karyanya yang lain. Antara lain dalam “Risalah Ahlu al-Sunnah wal
Jama’ah” dan “al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin” dan “al-Tibyan
fi Nahyi ‘an Muqatha’ah al-Arham wa al-Aqrab wa al-Akhwan”, di mana cacian
Syi’ah dijawab dengan tuntas oleh Syeikh Hasyim dengan mengutip hadis-hadis
Nabi SAW tentang laknat bagi orang yang mencaci sahabatnya.
Hampir setiap halaman dalam kitab “al-Tibyan”
tersebut berisi kutipan-kutipan pendapat parra ulama salaf salih tentang
keutamaan sahabat dan laknat bagi orang yang mencelanya. Diantara ulama’ yang
banyak dikutip adalah Ibnu Hajar al-Asqalani, dan al-Qadli Iyyadl.
Hadis-hadis Nabi SAW yang dikutip dalam dua
kitab tersebut antara lain berbunyi:”Janganlah kau menyakiti aku dengan cara
menyakiti ‘Aisyah”. “Janganlah kamu caci maki sahabatku. Siapa yang mencaci
sahabat mereka, maka dia akan mendapat laknat Allah SAW, para malaikat dan
sekalian manusia. Allah tidak akan menerima semua amalnya, baik yang wajib
maupun yang sunnah”.
Pandangan yang sama pernah dilontarkan oleh KH.
As’ad Syamsul ‘Arifin (alm), kyai kharismatik dari PP. Salafiyyah Syafi’iyyah
Situbondo Jawa Timur pada tahun 1985. Saat itu Kyai As’ad diwawancarai Koran
Surabaya Pos tentang faham Syi’ah di Jawa Timur. Kyai yang disegani oleh warga
nadliyyin itu menampakkan sikap tegas, menurutnya kelompok Syi’ah ekstrem harus
dihentikan di Indonesia. Agar tidak meluas gerakannya, Kyai As’ad mengimbau
umat Islam Indonesia diminta meningkatkan kewaspadaannya (dikutip dari Majalah
AULA no I/Tahun XVII/Januari 1996 halaman 23).
Jadi, sebenarnya sejak awal pendiri NU
berpandangan bahwa paham Syi’ah telah melakukan penodaan agama. Bahkan jika mengamati
butir-butir fatwa Syeikh Hasyim tersebut, penodaan Syi’ah itu telah melampau
batas dan menukik jauh ke dalam keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah. Sehingga,
sejak awalnya paham Syi’ah tidak diterima di kalangan NU.
Wacana-wacan NU untuk kembali ke khittah 1926
selayaknya tidak sekedar dimaknai bercerai dengan partai politik manapun, akan
tetapi yang lebih terpenting lagi adalah khittah yang telah dibangun pendiri NU
dilaksanakan saat ini oleh semua elemen warga NU. Yaitu khittah kembali kepada
kitab Qanun Asasi.
Operasionalisasi khittah ini adalah membendung
aliran sesat, seperti Syi’ah dan Ahmadiyyah. Khittah ini dapat dimaknai sebagai
khittah untuk menjaga kemurnian akidah Ahlussunnah wal Jama’ah, bersih dari
berbagai aliran-aliran sempalan yang menodai agama Islam. Karena berdirinya
jam’iyyah NU adalah untuk menyebarkan paham yang benar tentang Ahlussunnah wal
Jama’ah. Memang sudah semestinya, NU bersikap tegas terhadap aliran Syi’ah.
Wallahu a’lam.
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Institut
Studi Islam (ISID) Gontor Ponorogo Jurusan Ilmu Akidah
Sikap Resmi Muhammadiyah
Terhadap Syiah
PERTAMA :
Muhammadiyah meyakini bahwa Nabi Muhammad yang ma’shum.
Oleh sebab itu, Muhammadiyah menolak konsep kesucian Imam-imam (ma’shumnya imam-imam) dalam ajaran Syi’ah.
KEDUA :
Muhammadiyah meyakini bahwa Nabi Muhammad tidak menunjuk siapa pun pengganti beliau sebagai Khalifah. Kekhalifahan setelah beliau diserahkan kepada musyawarah umat, jadi kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhum adalah sah. Oleh sebab itu, Muhammadiyah menolak konsep Rafidhahnya Syi’ah.
KETIGA :
Muhammadiyah menghormati Ali bin Abi Thalib sebagaimana sahabat-sahabat yang lain, tetapi Muhammadiyah menolak kultus individu terhadap Ali bin Abi Thalib dan keturunannya.
KEEMPAT :
Syi’ah hanya menerima hadis dari jalur Ahlul Bait, ini berakibat ribuan hadis shahih –walaupun diriwayatkan Bukhari Muslim- ditolak oleh Syi’ah. Dengan demikian, banyak sekali perbedaan antara Syi’ah dan Ahlussunnah baik masalah Aqidah, Ibadah, Munakahat, dan lain-lainnya.
Sikap tersebut hendaknya menjadi pedoman bagi warga Muhammadiyah khususnya dan umat Islam pada umumnya, sehingga dengan demikian kita bersikap waspada terhadap ajaran dan doktrin Syi’ah yang memang sangat berbeda dengan faham Ahlussunnah yang banyak dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia.
Di samping itu, realitas, fakta dan kenyataan menunjukkan pada kita bahwa di mana suatu negara ada Syi’ah hampir dapat dipastikan terjadi konflik horizontal. Hal tersebut tentu harus menjadi perhatian kita semua jika ingin negara kesatuan Republik Indonesia tetap utuh dan ukhuwah Islamiyah tetap terjaga.
Sumber: Majalah Tabligh No. 7/IX/ Jumadal Awal-Jumadil Akhir 1433 H, hal 5
Muhammadiyah meyakini bahwa Nabi Muhammad yang ma’shum.
Oleh sebab itu, Muhammadiyah menolak konsep kesucian Imam-imam (ma’shumnya imam-imam) dalam ajaran Syi’ah.
KEDUA :
Muhammadiyah meyakini bahwa Nabi Muhammad tidak menunjuk siapa pun pengganti beliau sebagai Khalifah. Kekhalifahan setelah beliau diserahkan kepada musyawarah umat, jadi kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhum adalah sah. Oleh sebab itu, Muhammadiyah menolak konsep Rafidhahnya Syi’ah.
KETIGA :
Muhammadiyah menghormati Ali bin Abi Thalib sebagaimana sahabat-sahabat yang lain, tetapi Muhammadiyah menolak kultus individu terhadap Ali bin Abi Thalib dan keturunannya.
KEEMPAT :
Syi’ah hanya menerima hadis dari jalur Ahlul Bait, ini berakibat ribuan hadis shahih –walaupun diriwayatkan Bukhari Muslim- ditolak oleh Syi’ah. Dengan demikian, banyak sekali perbedaan antara Syi’ah dan Ahlussunnah baik masalah Aqidah, Ibadah, Munakahat, dan lain-lainnya.
Sikap tersebut hendaknya menjadi pedoman bagi warga Muhammadiyah khususnya dan umat Islam pada umumnya, sehingga dengan demikian kita bersikap waspada terhadap ajaran dan doktrin Syi’ah yang memang sangat berbeda dengan faham Ahlussunnah yang banyak dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia.
Di samping itu, realitas, fakta dan kenyataan menunjukkan pada kita bahwa di mana suatu negara ada Syi’ah hampir dapat dipastikan terjadi konflik horizontal. Hal tersebut tentu harus menjadi perhatian kita semua jika ingin negara kesatuan Republik Indonesia tetap utuh dan ukhuwah Islamiyah tetap terjaga.
Sumber: Majalah Tabligh No. 7/IX/ Jumadal Awal-Jumadil Akhir 1433 H, hal 5
Jelas Sudah, Ini Sikap Resmi
Muhammadiyah Tentang Syiah, Bagaimana Dengan NU ?