Salman
Alfarisy, Lc. 02/10/15 | 07:45
Di hari-hari ini, kita sedang
memperingati sebuah pertempuran dalam penaklukan besar Islam terhadap kiblat
yang pertama. Kita juga meneladani seorang model pahlawan penakluk, yang
bekerja mengeluarkan sebuah bangsa dari krisis. Ia adalah Yusuf bin Ayyub, yang
dikenal dengan sebutan An-Nashir Shalahuddin Al-Ayyubi dalam
pertempuran Hittin.
Umat Islam sebelum masa
pemerintahannya mengeluhkan ketidakadilan, korupsi ada di mana-mana. Ketika ia
mengambil alih kementerian di Mesir, dengan berkat karunia Allah, ia mengambil
langkah positif yang signifikan dalam menyatukan umat Islam. Ia meneriakkan
syiar “Perbaikan Akidah”. Karena keimanan sebagian besar umat Islam pada masa
itu sudah rusak. Shalahuddin melihat akan bahaya kerusakan akidah dan moralitas
tersebut serta perpecahan sesama umat Islam.
Sebagai langkah pertama dalam
memperbaiki aqidah, beliau mendirikan sekolah-sekolah yang bermazhab ahlus
sunnah wal jama’ah. Sebelum Shalahuddin memimpin, Mesir dikuasai Daulah
Fathimiyah yang berhaluan syiah. Fathimiyah diperangi Shalahuddin hingga ke
akar-akarnya karena jangan sampai ketika ia menyerang pasukan salibis di Palestina, Fathimiyah menyerang dari arah belakang. Selain
menghancurkan dinasti ini dari sisi militer, Shalahuddin juga mengubah
keyakinan masyarakat Mesir ketika itu. Tidak mudah mengubah mazhab dari syiah
ke ahlus sunnah karena paham Fathimiyah telah mengakar selama lebih
dari dua ratus tahun. Sampai saat ini pun di Mesir masih banyak orang yang
berpemahaman syi’ah.
Setelah Shalahuddin berhasil
dengan langkah pertama, ia bergerak menuju langkah kedua, yaitu “Menyatukan
Wilayah Muslim”, yang dengannya ia dapat menghadapi musuh-musuh Islam dalam
satu barisan, tidak ada pertikaian dalam barisan tersebut.
Langkah ini bukannya tidak
ada masalah, ia berhadapan dengan Gubernur Aleppo (Halb) yang tidak mau
membukakan pintu wilayahnya. Ia juga menemukan banyak sekali halang rintang
hingga ia mendapat ujian percobaan pembunuhan terhadap dirinya. Tapi Allah
menyelamatkannya dari ujian tersebut.
Begitulah Shalahuddin
mengerahkan upaya besar untuk menyatukan Umat Islam. Setelah umat Islam
bersatu, kemudian ia mulai untuk menghadapi musuh Tentara Salib yang terdiri
dari seluruh negara Eropa. Mereka berkumpul dengan tentara yang banyak untuk
melawan pejuang Muslim. Antara pasukan salib dan pasukan Shalahuddin terjadi
banyak sekali pertempuran, di mana pasukan Shalahuddin lebih banyak memenangkan
pertempuran tersebut. Di antaranya adalah pertempuran di Hittin kemudian
diikuti dengan penaklukan Al-Quds (Yerusalem).
Di antara kejadian masyhur
dalam pembebasan Al-Quds adalah peristiwa gencatan senjata antara Shalahuddin
dan Arnat, seorang pemimpin salib wilayah Karak. Salah satu poin dalam gencatan
senjata tersebut adalah diperbolehkannya kafilah Islam dalam bergerak,
berpindah antara negeri Mesir dan Syam tanpa ada hambatan. Tapi poin ini
dikhianati oleh Arnat. Mereka menghadang kafilah kaum muslimin dan menyita
semua barang-barang serta menangkap para pemudanya. Lebih dari itu, mereka
menghina kaum muslimin dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Arnat berkata: Jika kalian percaya kepada Muhammad maka panggillah ia sekarang
untuk membebaskan kalian. Kejadian itu terjadi pada tahun 572 H.
Ketika Shalahuddin mengetahui
pengkhianatan tersebut dan pelecehan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, memuncaklah kemarahannya karena Allah dan Rasul-Nya. Ia bersumpah,
apabila Allah memenangkan pertempuran ini, ia sendiri yang akan membunuh Arnat
dengan tangannya.
Shalahuddin menyiapkan
pasukannya dan ‘membakar’ jiwa-jiwa mereka. Setelah musyawarah dilakukan sesuai
perintah Allah dalam firman-Nya: “Dan bermusyawarahlah kalian dalam berbagai
urusan…” (QS. Ali Imran: 159), mereka sepakat untuk keluar berperang
menghadapi musuh setelah shalat Jum’at. Saat keluar, mereka meneriakkan takbir,
bersimpuh di hadapan Allah seraya memohon kemenangan.
Bertemulah dua pasukan dan
terjadi pertempuran yang sangat dahsyat. Allah Ta’ala memenuhi janjinya
sebagaimana firman Allah: “Jika kalian menolong agama Allah niscaya Allah
akan memenangkan kalian” (QS. Muhammad: 7). Dan firman Allah: “dan
telah dibenarkan janji Kami memenangkan orang-orang mukmin” (QS. Ar-Ruum:
47). Allah menuliskan kemenangan bagi umat Islam dan ini merupakan kemenangan
besar.
Setelah pertempuran selesai,
Shalahuddin pun sujud syukur atas kemenangan yang telah Allah berikan. Beliau
mencari Arnat yang telah menghina Rasulullah. Setelah bertemu, Shalahuddin
menawarinya untuk masuk Islam tapi Arnat menolak. Maka Shalahuddin memenuhi
sumpahnya.
Kemenangan besar dalam
pembebasan Masjid Al-Aqsha itu terjadi pada tanggal 27 Rajab 583 H./ 2 Oktober
1187 M., yaitu setelah 88 tahun di bawah kuasa salibis. Bulan Rajab adalah
bulan kemenangan dalam pembebasan Masjid Al-Aqsha. Kemenangan pertama pada
peristiwa isra’, kemudian Umar menaklukkannya setelah enam belas tahun, dan
Shalahuddin membebaskannya dari tentara salib pada bulan yang sama.
Sesungguhnya jalan kemenangan
itu terbentuk dari keimanan, sikap jujur kepada Allah, dan sikap menghadapi
musuh Allah. Momentum bulan Rajab adalah momentum kemenangan. Kemenangan itu
dimulai dengan keimanan yang kuat kepada Allah, lalu persatuan antara umat Islam
yang tidak dapat dipecah dengan isu-isu yang tidak bertanggung jawab. Setelah
keimanan dan persatuan dapat berpadu, maka tidak ada satupun kekuatan yang
dapat mengalahkannya.
Kini, kawasan masjid Al-Aqsha
masih dijajah oleh zionis. Mesir dikendalikan oleh boneka zionis. Suriah masih
dicekam perang saudara beda akidah yang dibantu zionis. Dan umat Islam sedang
mencari sosok Shalahuddin yang akan membebaskan masjid Al-Aqsha di masa
mendatang.
Semoga Allah senantiasa
memberikan kita kemenangan dan dapat melaksanakan shalat di Masjid Al-Aqsha
dalam kondisi sudah merdeka.
Redaktur: Ardne