Arab Saudi Minta Rusia Berhenti Gempur Suriah
Arab Saudi, rival besar
Presiden Suriah Bashar al-Assad, meminta Rusia untuk menghentikan serangan
udara di Suriah. Menurut Saudi, serangan Rusia malah menjatuhkan korban dari
warga sipil alih-alih ISIS yang jadi target.
Diplomat senior Arab Saudi,
Abdallah al-Mouallimi, berpendapat dalam pidatonya di PBB, New York, baik Rusia
dan Iran yang merupakan sekutu Assad tak bisa mengklaim melawan “terorisme”
ISIS, ketika di saat yang sama mendukung “terorisme” otoritas Suriah.
“Kekhawatiran mendalam
terkait operasi militer dari pasukan Rusia di Homs dan Hama hari ini dilakukan
di mana pasukan ISIS tidak hadir. Serangan ini mengorbankan mereka yang tidak
bersalah. Kami meminta agar ini segera dihentikan dan tidak terulang,” kata
Mouallimi, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (1/10).
“Bagi negara-negara yang
mengklaim bergabung untuk membasmi terorisme ISIS, mereka tidak dapat
melakukannya sembari mendukung terorisme rezim Suriah dan sekutu-sekutu
asingnya seperti Hizbullah, Pasukan Quds, dan kelompok teroris sektarian
lainnya,” katanya menambahkan dalam komentar yang disiarkan televisi lokal
Saudi, al-Arabiya.
Milisi Syiah dari Libanon,
Hezbollah, ikut berperang atas nama pemerintahan Assad. Sementara Pasukan Quds,
bagian dari Garda Revolusioner elit milik Iran, juga banyak diyakini membantu
Damaskus.
Rabu (30/9) kemarin, Rusia
melancarkan serangan udara pertamanya ke Suriah sejak perang sipil di negeri
itu bermula tahun 2011, dengan hanya memberikan pemberitahuan satu jam
sebelumnya kepada Amerika Serikat yang memimpin koalisi serangan udara yang
telah berlangsung selama setahun.
Langkah Rusia itu nampaknya
merupakan upaya relaksasi yang dimulai tahun ini antara Rusia dan Arab Saudi,
meski keduanya seringkali berlawanan pandangan seputar konflik Suriah dan
program nuklir Iran.
Pada Juni lalu, atmosfer
kedua negara membaik kala Wakil Putra Mahkota Mohammed bin Salman mengirim
delegasi pejabat Saudi ke Moskow dalam rangka penandatanganan kesepakatan
militer dan energi.
Pertemuan tersebut sempat
menimbulkan spekulasi akan kedekatan hubungan keduanya, tetapi nhal itu kini
justru dipertanyakan.
Dalam wawancara dengan harian
al-Hayat yang beredar Kamis, Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir
menyatakan Saudi dan Rusia punya banyak kesamaan kepentingan untuk melanjutkan
hubungan, hanya saja “kurang kesepakatan” terkait Suriah.
“Saya undang Rusia, seperti
pejabat-pejabat negara Teluk lain. Anda tahu atmosfer (positif) yang terasa dua
bulan lalu,” tutur Jubeir.
“Tetapi tiba-tiba Rusia
melangkahi peran militernya di Suriah dan mengumumkan posisi politiknya yang
mendukung Assad,” ujar Jubeir.
Riyadh masih kesal mengingat
veto Rusia-China dalam Resolusi Keamanan PBB tahun 2012. Dalam kesepakatan yang
dirancang oleh Saudi dan didukung Barat itu, Assad diharuskan mundur.
Masih belum jelas apakah
negara-negara Teluk menginginkan kelompok pemberontak Suriah yang mereka danai
untuk bertempur bersama pasukan Rusia. Kondisi ini kemungkinan bakal
mengacaukan keseimbangan kekuatan regional.
“Solusinya (di Suriah) tidak
bergantung pada Rusia. Prinsipnya, pertama, bahwa tidak ada peran untuk Bashar
al-Assad di masa depan Suriah. Kedua, mempertahankan institusi sipil dan
militer di Suriah untuk menghindari kekisruhan,” kata Jubeir kepada al-Hayat.
Jubeir memaparkan poin
ketiga, yakni membentuk sebuah dewan transisional bagi seluruh orang Suriah
untuk membantu mereka melangkah ke tahap selanjutnya. (Isl/CNN)
Menlu KSA : Assad Bersiaplah Hadapi Operasi
Militer dari KSA
Posted on October 2,
2015 by tabayyunnews
Menteri Luar Negeri Saudi
Adel al-Jubeir mengatakan pada hari selasa (29 September 2015) bahwa operasi
militer bisa menjadi pilihan untuk menyelamatkan Suriah dari penguasa tiran presiden
Suriah Bashar al-Assad jika tidak ditemui solusi politik untuk perang yang
telah memakan waktu hampir 5 tahun ini.
Berbicara kepada wartawan di
markas besar PBB di New York, al-Jubeir memperingatkan bahwa opsi militer akan
menimbulkan kerusakan, namun ia mengatakan bahwa itu adalah pilihan terakhir
jika rezim al-Assad tidak mematuhi roadmap politik yang diajukan oleh beberapa
negara pada tahun 2012.
Menurut roadmap politik tahun
2012, al-Assad harus mundur untuk memberi jalan bagi pemerintahan transisi
Suriah.
Al-Jubeir mengatakan bahwa
Tentara Pembebasan Suriah (FSA) dan kelompok-kelompok oposisi anti-Assad akan
mendapatkan dukungan lanjutan. Selama ini Iran telah memegang peranan dengan
“menduduki kekuasaan” di Suriah, ia pun menekankan bahwa tidak ada solusi untuk
perang Suriah tanpa penarikan milisi Lebanon Hizbullah – dan milisi Syiah
lainnya – dari negara yang dilanda perang.
Bagaimanapun Al-Jubeir tidak
menampik kemungkinan utuk mengadakan perundingan dengan Iran mengenai perang
Suriah.
Al-Jubeir juga mengkritik
Iran dan Rusia atas dukungannya terhadap rezim al-Assad, ia berkata “hal itu
hanya akan meredupkan harapan untuk solusi politik, dimana Rusia sangat jelas
memberikan dukungan kepada rezim al-Assad dengan membunuhi rakyat sipil, bukan
memerangi terorisme”.
Sumber: Middle East Monitor,
ALN.