Pimpinan front ulama
Al-Azhar Dr. Muhammad Al-Barri menyatakan pembatalan wawancara Syaikhul Azhar
Dr. Ahmad At-Tayyib dengan perwakilan dari presiden Iran, Hamid Baqi dan
menegaskan kepuasan atas pembatalan tersebut, mencatat bahwa Iran tidak
memberikan dasar yang jelas untuk pemulihan hubungan antara sekte Islam
khususnya pembongkaran
terhadap kuburan yang menjadi tempat ziarah kaum Syi’ah yang juga pembunuh
khalifah Umar bin Khattab, Abu Lu’lu’ah.
Al-Barri menyatakan
penolakan tegas untuk membangun jembatan dialog dengan Iran sebelum ulama Iran
menghapus segala sesuatu yang menghina Sunni dan kepercayaannya dan menambahkan
bahwa keberadaan tempat ziarah kaum Syi’ah berupa kuburan Abu Lu’lu’ah pembunuh
khalifah Umar bin Khattab, serta sikap dan pernyataan para ulama Syi’ah yang
menentang dan menghina para sahabat Rasulullah menjadi alasan kuat untuk tidak
berdialog dengan Iran, seperti dilaporkan surat kabar Kuwait Al-Wathan.
Seorang juru
bicara-Azhar At-Thahthawi telah membenarkan pembatalan wawancara Syaikhul Azhar
dengan delegasi Iran, menambahkan bahwa delegasi Iran tinggal di Kairo selama
empat hari dan akan menghadiri protokol kerjasama antara Mesir dan Iran di
bidang penerbangan serta mengunjungi sejumlah masjid, termasuk Masjid Ahl Bayt
Zainab, masjid Sayyida Nafisa dan Masjid Imam Hussein.
http://www.eramuslim.com/berita/dunia/al-azhar-tidak-ada-dialog-dengan-iran-sebelum-pembongkaran-kuburan-abu-lu-lu-ah.htm
Menagih
Janji Kaum Syiah
Pada hari Kamis, 19 Januari
2012, Jurnal
Islamia-Republika, (hal. 23-26) – Jurnal Pemikiran
Islam bulanan hasil kerjasama antara INSISTS dan Harian Republika — menurunkan
kajian utama tentang Syiah di Indonesia. Artikel saya yang dimuat di Jurnal
tersebut berjudul “Solusi Damai Muslim Sunni-Syiah”.
Esoknya, Jumat, 20 Januari
2012, Kajian Islamia-Republika itu mendapatkan tanggapan dari Haidar Bagir, Dirut Penerbit Mizan
– yang dikenal sebagai salah satu penerbit buku Syiah di Indonesia. Artikel
Haidar di Harian Republika itu diberi judul “Syiah dan Kerukunan
Umat.” Dalam artikelnya, Haidar Bagir menulis, bahwa dia setuju dengan
solusi damai yang saya tawarkan: “Jika kaum Syiah mengakui
Sunni sebagai mazhab dalam Islam, seyogyanya mereka menghormati Indonesia
sebagai negeri Muslim Sunni. Biarlah Indonesia menjadi Sunni. Hasrat untuk
men-Syiahkan Indonesia bisa berdampak buruk bagi masa depan negeri Muslim ini….
Itulah jalan damai untuk Muslim Sunni dan kelompok Syiah.”
Menurut Haidar Bagir, dia
pernah bertemu secara pribadi dengan Syaikh Ali Taskhiri, seorang ulama
terkemuka di Iran, salah satu pembantu terdekat Wali Faqih Ayatullah Ali
Khamenei, serta wakil Dar
al-Taqrib bayn al-Madzahib (Perkumpulan Pendekatan
antar-Mazhab), yang dengan tegas menyatakan: “hendaknya kaum Syiah di
Indonesia meninggalkan sama sekali pikiran untuk mensyiahkan kaum muslim di
Indonesia.”
Haidar Bagir juga menyampaikan imbauan di ujung artikelnya: “Khusus
untuk orang-orang yang pandangannya didengar oleh para pengikut Syiah di negeri
ini, hendaknya mereka meyakinkan para pengikutnya untuk dapat membawa diri
dengan sebaik-baiknya serta mengutamakan persaudaraan dan toleransi terhadap
saudara-saudaranya yang merupakan mayoritas di negeri ini.”
Dalam soal sikap terhadap para sahabat Nabi
Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam صلى
الله عليه) و سلم) — yang menjadi langganan caci-maki kaum
Syiah, Hadiar Bagir juga menulis:“Sementara
itu, banyak ulama Syiah Imamiyah atau Itsna ’Asyariyah yang telah merevisi
pandangannya tentang ini. Hasil konferensi Majma’ Ahl al-Bayt di London pada
1995, mi sal nya, dengan tegas menyatakan menerima keabsahan kekhalifah an tiga
khalifah terdahulu sebelum Khalifah Ali.
Bahkan, terkait
dengan skandal pengutukan sahabat besar dan sebagian istri Nabi yang dilakukan
oleh oknum Syiah yang tinggal di Inggris, bernama Yasir al-Habib, Ayatullah
Sayid Ali Khamenei sendiri mengeluarkan fatwa yang dengan tegas melarang
penghinaan terhadap orang-orang yang dihormati oleh para pemeluk Ahlus
Sunnah (fatwa ini tersebar dan dapat dengan mudah diakses dari berbagai
sumber). Di antara isinya adalah,
“Diharamkan menghina
figur-figur/tokoh-tokoh (yang diagungkan) saudara-saudara seagama kita,
Ahlus-Sunnah, termasuk tuduhan terhadap istri Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam
(صلى الله عليه و سلم)dengan hal-hal yang mencederai kehormatan mereka …”
Benarkah?
Jadi, sesuai artikel Haidar
Bagir di Republika tersebut, ada dua hal pokok yang harus dilakukan oleh
kaum Syiah untuk solusi damai bagi Ahlu Sunnah dan Syiah di Indonesia, yaitu
(1) menghentikan caci maki terhadap sahabat-sahabat dan istri-istri Nabi
saw dan (2) menghentikan ambisi untuk meng-Syiahkan Indonesia, seperti
ditegaskan oleh seorang ulama Syiah yang dijumpai Haidar Bagir: “hendaknya kaum
Syiah di Indonesia meninggalkan sama sekali pikiran untuk mensyiahkan kaum
muslim di Indonesia.”
Apakah janji yang disampaikan
Haidar Bagir tersebut bisa dipenuhi kaum Syiah? Tampaknya, itu tidaklah mudah.
Seperti disebutkan dalam CAP-323 lalu, sejumlah fakta di lapangan menunjukkan
banyaknya penerbitan Syiah di Indonesia yang masih mengumbar caci-maki dan
fitnah terhadap para sahabat dan istri-istri Nabi Muhammad saw. Bahkan, salah
satu buku terkenal yang mencaci-maki dan menfitnah sahabat dan istri Nabi
Muhammad saw adalah buku terbitan Mizan, pimpinan Haidar Bagir sendiri, yang
berjudul “Dialog
Sunnah – Syiah”karya Syarafuddin al Musawi, (Bandung:
Mizan (cetakan pertama, 1983).
Buku ini diklaim penulisnya
sebagai kumpulan surat menyurat antara penulis dengan Syaikh Salim al-Bisyri
al-Maliki, yang saat itu menjabat Rektor al Azhar, Mesir. Di dalamnya banyak
berisi dialog yang menjelaskan antara lain: Kewajiban berpegang pada madzhab
Ahlul Bait, adanya wasiat Nabi saw untuk Ali bin Abi Thalib r.a. sebagai
penggantinya, para sahabat tidak ma’shum (infallible) dari dosa dan kesalahan
yang berimplikasi ketidakpercayaan periwayatan dari mereka, dan bahasan lain
yang mendukung pemahaman Syiah.
Di buku ini, juga ditulis
berbagai tuduhan bahwa Aisyah r.a. telah berbohong karena menceritakan Nabi
Muhammad saw meninggal di pangkuannya, sehingga didoakan oleh penulisnya,
mudah-mudahan Allah memberikan ampunan untuk Aisyah r.a.
“Oh…., semoga Allah
mengaruniakan ampunan-Nya bagi Ummul Mu’minin! Mengapa ia, ketika menggeser
keutamaan ini dari Ali, tidak mengalihkannya kepada pribadi ayahnya saja!
Bukankah yang demikian itu lebih utama dan lebih layak bagi kedudukan Nabi saw
daripada apa yang didakwahkannya? Namun sayang ….., ayahnya – waktu itu –
bertugas sebagai anggota pasukan di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, yang
persiapannya telah diatur dan ditetapkan sendiri oleh Rasulullah Shalallaahu
‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) ; dan pada saat itu sedang berhenti dan
berkumpul di sebuah desa bernama Juruf!” (hal. 353).
Di buku ini juga dimuat cerita
tentang provokasi Aisyah terhadap khalayak dengan memerintahkan mereka
agar membunuh Utsman bin Affan: “Bunuhlah
Na’tsal, karena ia sudah menjadi kafir!” (Catatan: Na’tsal adalah orang tua yang pandir dan bodoh). (hal.
357). Di halaman yang sama, dimuat satu syair yang mengecam Aisyah r.a.:
“Engkau yang memulai,
engkau yang merusak
Angin dan hujan (kekacauan)
Semuanya berasal darimu
Engkau yang memerintahkan
Pembunuhan atas diri sang Imam
Engkau yang mengatakan
Kini dia sudah kafir.”
(NB. Berbagai cercaan terhadap Aisyah r.a. tersebut saya kutip dari buku
Dialog Sunnah-Syiah, edisi Oktober 2008. Jadi, sejak 1983 buku ini terus
dicetak oleh Penerbit Mizan – yang Dirutnya adalah Haidar Bagir – sampai tahun
2008. Saya tidak tahu, apakah masih ada edisi buku tersebut setelah 2008).
Itulah sebagian isi buku “Dialog Sunnah-Syiah” terbitan Mizan. Pokok-pokok bahasan di dalam buku “Dialog
Sunnah-Syiah” tersebut telah dijelaskan kekeliruannya oleh
Prof. Dr. Ali Ahmad as-Salus dalam karyanya Ensiklopedi Sunnah
Syiah, Studi Perbandingan Aqidah dan Tafsir, yang diterbitkan Pustaka Al
Kautsar (Jakarta, 1997). Buku ini diberi kata pengantar oleh Dr. Hidayat
Nurwahid, yang juga dikenal sebagai pakar tentang Syiah lulusan
Universitas Islam Madinah. Dalam pengantarnya, Hidayat Nurwahid memuji
keseriusan Prof. as-Salus yang berhasil menunjukkan, bahwa buku karya
al-Musawi, yang aslinya berjudul al-Muraja’at, hanyalah karangan
al-Musawi belaka. Alias, dialognya adalah fiktif belaka.
Bahkan, Prof. as-Salus menulis:
“Tetapi al-Musawi, seorang Syiah Rafidhah yang terkutuk ini, tanpa rasa sungkan
dan malu ingin menjadikan seorang Syaikh al-Azhar yang kapabel dan kredibel
sebagai murid kecil dan bodoh yang menerima ilmu pertama kali dari dia.” (hal.
249).
Kaum Muslim yang mencintai Nabi
Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), para sahabat
beliau yang mulia, dan juga istri-istri beliau yang herhormat, pasti tidak
ridho jika orang-orang yang mulia tersebut dihina, difitnah dan dilecehkan.
Kita pun tidak rela jika orang yang kita hormati dan sayangi diperhinakan.
Bagaimana jika yang dihina dan difitnah adalah para sahabat dan istri Nabi
Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)? Nabi Shalallaahu
‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bersabda: “Tidak
beriman salah seorang diantara kalian, hingga diriku lebih dicintainya
daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR Bukhari dan Muslim).
Cerita bahwa Aisyah r.a.
memerintahkan pembunuhan terhadap Utsman bin Affan adalah tuduhan keji dan
dusta. Aisyah sendiri pernah dikonfirmasi tentang adanya surat atas nama Aisyah
di Medir yang memerintahkan pembunuhan terhadap Utsman bin Affan r.a.
Beliau bersumpah, bahwa beliau tidak pernah menulis surat seperti itu. Banyak
riwayat dari Aisyah r.a. yang sudah mengklarifikasi masalah ini. Anehnya,
orang-orang Syiah tidak mau tahu, dan selalu mengutip cerita-cerita bohong
tersebut. (Lihat, Tarikh Khalifah bin Khayyath, hal. 176 & Tarikh
al-Madinah, Ibn Syabbah 4:1224. Semuanya ada dalam Tahqiq Mawaqif al-Shahabah
fil-Fitnah, karya Dr. Mahmud Umahzun, Dar Thayba, Riyadh, cet. I, 1994,
vol.2/29-30. Data: Buku Fitnah Maqtal Utsman, karya Dr. Mhmmad al-Ghabban,
Maktabah Obeikan, Riyadh, cet. I, 1999).
Jika Aisyah dinistakan dan
difitnah, kaum Muslim tentu sangat tidak ridha. Ummul mukminin, Aisyah r.a.
sangat dicintai kaum Muslimin. Beliau adalah istri Nabi yang mulia. Nabi
Muhammad saw wafat di pangkuan Aisyah dan dikuburkan di rumah Aisyah pula.
Aisyah r.a. adalah ulama wanita yang meriwayatkan 2210 hadits. Dari jumlah itu,
286 hadits tercantum dalam shahih Bukhari dan Muslim. Ada sekitar 150 ulama
Tabi’in yang menimba ilmu dari Aisyah. (Lihat, K.H. Ubaidillah Saiful Akhyar
Lc, Aisyah, The
Inspiring Woman, (Yogyakarta: Madania, 2010).
Kasus buku Dialog Sunnah-Syiah terbitan Mizan ini menjadi bukti nyata, bahwa ajakan Haidar Bagir
untuk kerukunan Sunnah-Syiah masih perlu dipertanyakan. Bukankah buku yang
mencaci maki sahabat-sahabat dan istri Nabi tersebut sudah diterbitkan oleh
Penerbit Mizan selama hampir 30 tahun?
Jalan Damai: Mungkinkah?
Menyimak berbagai penerbitan
kaum Syiah – termasuk terbitan Mizan – patut dipertanyakan, mungkinkah jalan
damai Sunnah-Syiah itu bisa diwujudkan? Mungkinkah kaum Syiah memenuhi imbauan
dari sebagian tokoh mereka: agar tidak berambisi men-Syiahkan Indonesia dan
menghentikan caci maki terhadap sahabat dan istri Nabi Muhammad Shalallaahu
‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)?
Memang itu tidak mudah. Sebab,
tampak dalam berbagai penerbitan mereka, kebencian terhadap Abu Bakar, Umar,
dan Utsman, radhiyallaaahu ‘anhum, sudah begitu mendarah daging. Sikap
Syiah terhadap para sahabat Nabi itu sangat berbeda dengan sikap kaum Sunni
yang menghormati semua sahabat, apalagi KhulafaaurRasyidin, termasuk Sayyidina
Ali r.a.
Saya mendapat satu brosur doa
berjudul “Ziarah Asyura”, terdiri atas enam halaman. Disamping berisi doa-doa
untuk para Nabi Muhammad saw dan keluarganya, doa ini diwarnai dengan
kutukan dan laknat terhadap berbagai orang. Misalnya, di halaman 5, ditulis doa
laknat: “Allahummal-‘an awwala dhaalimin dhalama haqqa Muhammadin wa-Aali
Muhammadin…”. (Ya Allah, laknatlah orang-orang zalim yang awal-awal, yang
menzalimi hak Nabi Muhammad dan keluarganya…”).
Doa ini diakhiri dengan kutipan
perkataan Imam Muhammad Al-Baqir as., yang berkata kepada Alqamah: “Jika engkau
mampu berziarah kepada beliau (Imam Husein as.) setiap hari dengan membaca doa
ziarah ini (ziarah Asyura) di rumahmu, maka lakukanlah itu dan engkau akan mendapatkan
semua pahala (berziarah).”
Itulah petikan doa “Ziarah Asyuro” yang diedarkan di Indonesia.
Siapakah yang dimaksud dengan “orang-orang zalim” yang disebutkan telah
menzalimi hak Nabi dan keluarga Nabi? Apakah mereka Abu Bakar, Umar bi
Khathab, Utsman bin Affan, Aisyah r.a., dan sebagainya? Prof. Dr. Ali
Ahmad as-Salus, dalam buku yang disebutkan terdahulu, telah mengklarifikasi
masalah ini, dengan menunjukkan adanya riwayat dari Imam Zaid bin Hasan bin Ali
bin Husain Radhiyallaahu ‘anhum, bahwa dia membenarkan apa yang dilakukan Abu
Bakar r.a. terhadap Fathimah dalam soal waris keluarga Nabi. “Jika
saya pada posisinya (Abu Bakar) niscaya saya akan menetapkan hukum seperti yang
ditetapkannya,” kata Imam Zaid. Diriwayatkan juga dari
saudara Imam Zaid, yaitu al-Baqir, bahwa dia pernah ditanya, “Apakah
Abu Bakar dan Umar menzalimi sesuatu dari hak kalian?” Ia menjawab, “Tidak,
demi Dzat yang menurunkan al-Quran kepada hamba-Nya agar menjadi peringatan
bagi alam semesta, sungguh kami tidak dizalimi dari hak kami meskipun seberat
biji sawi.” (as-Salus, hal. 297).
Jika dicermati, polemik Ahlu
Sunnah dan Syiah itu sudah berlangsung lebih dari 1.000 tahun. Apakah hal
seperti ini yang diinginkan oleh kaum Syiah di Indonesia, dengan terus-menerus
menebarkan kebencian kepada Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan,
Aisyah r.a.? Sampai kapan caci-maki semacam ini akan diakhiri? Karena itu, saya
ingin mengakhiri CAP ini dengan ungkapan sama seperti dalam artikel di Jurnal Islamia-Republika (19/1/2012): “Jika kaum Syiah mengakui Sunni
sebagai mazhab dalam Islam, seyogyanya mereka menghormati Indonesia sebagai
negeri Muslim Sunni. Biarlah Indonesia menjadi Sunni. Hasrat untuk men-Syiahkan
Indonesia bisa berdampak buruk bagi masa depan negeri Muslim ini. Masih banyak
lahan dakwah di muka bumi ini – jika hendak di-Syiahkan. Itulah jalan
damai untuk Muslim Sunni dan kelompok Syiah. Kecuali, jika kaum Syiah
melihat Muslim Sunni adalah aliran sesat yang wajib di-Syiahkan!
Kita tunggu realisasi janji
kaum Syiah untuk tidak men-Syiahkan Indonesia dan menghentikan caci-maki kepada
para sahabat dan istri-istri Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى
الله عليه و سلم)! (Walahu a’lam bil-shawab).*
http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=301%3Amenagih-janji-kaum-syiah&catid=1%3Aadian-husaini&Itemid=15