Oleh
Muntaha Bulqini
“Ini
adalah kafilah
Quraisy yang membawa harta benda mereka, maka keluarlah menyongsongnya, semoga
saja Allah menjadikannya harta rampasan bagi kalian.” Itulah
tawaran Sang Panglima Perang, Rasulullah saw., dalam memecah “kebuntuan”
ekonomi di Madinah. Meskipun jumlah umat Islam semakin bertambah, semakin kuat
dan teguh aqidah Islamnya, tetapi perekonomiannya semakin lemah. Solusinya
hanya satu: merebut harta benda dari kaum kafir Quraisy di Mekah.
Ternyata kafilah dagang yang dipimpin Abu Sufyan itu
membawa harta yang melimpah milik penduduk Mekah, seribu ekor unta yang sarat
dengan muatan bernilai kurang lebih 50.000 dinar emas. Ini momentum bagi
tentara Islam untuk melancarkan pukulan telak terhadap perekonomian penduduk
Mekah.
Sebagai penanggung jawab kafilah Quraisy, Abu Sufyan
bergerak ekstra hati-hati dan penuh waspada sebab jalan menuju Mekah amat
rawan. Apalagi terdengar kabar bahwa Muhammad saw., sudah memobilisasi
pasukannya untuk mencegat kafilah dagang Quraisy. Segera dia menyewa Dhamdham
bin Amir al-Ghifari untuk menyeru orang-orang Quraisy agar menyusul kafilahnya.
Semua perangkat dan kondisi yang ada mendorong kedua
pasukan ini ingin berperang walaupun keduanya enggan berperang. “… Sekiranya kamu mengadakan persetujuan
(untuk menentukan hari pertempuran), niscaya kamu berbeda pendapat dalam
menentukan (hari pertempuran itu) tetapi Allah berkehendak melaksanakan satu
urusan yang harus di laksanakan, yaitu agar orang-orang yang binasa itu binasa
dengan bukti yang nyata, dan agar orang-orang yang hidup itu hidup dengan bukti
yang nyata. Sungguh Allah Maha Mendengar Maha Mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 42) Di Badarlah
kedua pasukan itu bertemu dan perangpun tidak terelakkan.
Aqidah Perang
Perang Badar merupakan pertarungan sengit antara dua
aqidah: Islam dan Kafir. Kekuatan tentara Islam sebanyak 313 orang laki-laki (
82 dari kaum Muhajirin dan 170 kaum Anshar) berhadapan dengan pasukan Kafir
Quraisy sekitar 1300 tentara bersamanya 100 kuda dan 600 perisai dan ratusan
unta. Sebuah pertarungan yang tidak seimbang di setiap peperangan sepanjang
sejarah.
Namun, persenjataan, organisasi ketentaraan, jumlah
personal yang bagus tidaklah cukup untuk meraih kemenangan selama
prajurit-prajuritnya tidak memiliki aqidah qitaliyah yang kuat
dan akhlaq
juang yang tinggi. Sebab, tentara manapun sekalipun ia
Kafir, pasti memiliki aqidah qitaliyah (keyakin
yang berhubungan dengan perang yang ia lakukan). Berakar dari aqidah qitaliyah inilah
tentara itu memerangi orang lain. (Syeikh Abdul Qodir bin Abdul Aziz, Al-Umdah fi I’dadil ‘Uddah, Rambu-Rambu
Jihad, 2009,11)
Lihat respon ahli Badar, Al-Miqdad bin Amr, “Wahai Rasulullah, teruslah maju, kami
selalu bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan berkata kepadamu sebagaimana yang
dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa, “Pergilah kamu bersama Rabbmu, dan
berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.”
Akan tetapi, pergilah engkau bersama Rabbmu dan berperanglah. Sesungguhnya kami
akan berperang bersama kamu berdua.”(Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, 2012, 302). Begitu
kuat aqidah
perang para mujahid Badar, mereka berperang untuk
mencurahkan satu tujuan yaitu menegakkan kebenaran bersama Allah dan Rasul-Nya.
Mereka yakin bahwa mereka benar-benar di atas satu kebenaran, sedangkan
musuh-musuhnya berada di atas kebathilan sehingga wajib untuk diperangi.
Kemudian Rasulullah menegaskan kembali aqidah perang-nya, “Berjalanlah kalian dan bergembiralah.
Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku (kemenangan atas ) salah satu
dari dua kelompok ( kafilah dagang Abu Sufyan atau pasukan perang Abu Jahal).
Demi Allah, seakan aku tengah menyaksikan kematian musuh.”
Akibat amaliyah istisyhad para ahli
Badar abad lima belas terhadap hancurnya WTC, maka pada 16 September 2001,
fir’aun Amerika George Walker Bush laknatullah ‘alaihmengumandangkan aqidah perang-nya, “This Crusade, This war on terrorism is
going to take a long time.” Inilah perang Salib, perang melawan terorisme yang
memakan waktu lama. Dilanjutkan oleh Menlu Perancis, Juppe Allen
pada 24 Maret 2011, “Kita akan membombardir kaum Muslimin di
Arab Saudi dari Suriah sebagaimana Libya. Perang Salib di Libya harus menjadi
contoh bagi Arab Saudi, Suriah dan Negara-negara Islam lain.” Dan
Libya pun pernah dibombardir oleh fir’aun Amerika Barack Obama dengan sandi
operasi odyssey
dawn.
Aqidah
perang ketiga fir’aun tersebut, bukan tanpa kritik.
Justru banyak menuai kritik tajam dari sesama kaum kafir. Paul B. Farrel pernah
membuka kedok fir’aun Amerika dalam tulisannya, America’s Outrageous War Economy, edisi
18/08/2008. “Ekonomi
Amerika adalah ekonomi perang. Bukan ekonomi manufacturing, bukan ekonomi
pertanian, bukan ekonomi jasa, bukan pula ekonomi konsumen. Mari kita jujur dan
secara resmi menyebutnya “ekonomi perang” Amerika yang kasar. Akui saja, jauh
di dalam hati kita, kita suka perang, kita menginginkan perang. Kita
membutuhkan perang, menikmati dan tumbuh dari perang. Perang ada dalam benak
kita. Perang merangsang benak ekonomi kita. Perang mendorong semangat
kewirausahaan kita . kita memiliki masalah cinta dengan perang. Dan 54 % dari
pajak orang Amerika bersedia diserahkan untuk mesin perang.”
(jecahyono.wordpress.com/2011/02/08/ekonomi-perang-Amerika)
Ada benarnya nasihat asysyahid kama nahsabuhu Syeikh
Usamah bin Laden, “Sungguh musuh kita benar walaupun dia
pendusta, ketika ia mengajarkan pada anak-anaknya, “Kamu berperang berarti kamu
hidup.” Inilah hakikat yang diajarkan orang-orang kafir kepada anak-anak mereka
dan mengirimkan kepada kita pemahaman sebaliknya. (Syeikh
Usamah bin Laden,
At-Taujihat Al-Manhajiyyah 3, Idha’at ala Thariqil Jihad). Sebuah
keyakinan yang bersandar pada firman Allah bahwa Salibis-Zionis menyandarkan
kebenaran aqidah
perang mereka pada bisikan-bisikan syetan, “Tidakkah kamu lihat bahwasanya Kami telah
mengirim syetan-syetan itu kepada orang-orang kafir mengusung mereka berbuat
maksiat dengan sungguh-sungguh. (QS. Maryam: 83)
Perang = Solusi
Badar pun menjadi saksi, ketika dua pasukan
harus mengawali pertempurannya dengan “duel” fisik. Ali bin Abi Thalib melawan
al-Walid, Hamzah melawan Syaibah dan Ubaidah melawan Uthbah. Ali dan Hamzah
memenangkan adu duelnya sedangkan Ubaidah dan uthbah mengalami luka parah.
Kemudian Uthbah dibunuh oleh Ali dan Hamzah, sementara Ubaidah mengalami putus
kakiknya dan menjemput syahid lima hari setelah peperangan. Sebagai bukti bahwa
perang menjadi solusi bagi kedua pasukan, maka Ali bin Abi Thalib pernah
bersumpah dengan nama Allah bahwa ayat berikut diturunkan berkaitan dengan
pertempuran mereka, “Inilah
dua golongan (mukmin dan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar
karena Rabb mereka.” (QS.Al-Hajj: 19)
Sejalan dengan itu terjadi pula “duel” do’a antara dua
komandan tertinggi: Muhammad saw, dan Abu Jahal laknatullah alaih.
Rasulullah saw berdo’a tatkala melihat pasukan Quraisy menyerang, “Ya Allah, ini orang-orang Quraisy telah
menyongsong dengan kesombongan dan keangkuhannya, menentang-Mu dan mendustakan
Rasul-Mu. Ya Allah, kami hanya memohon pertolongan-Mu yang telah Engkau
janjikan kepadaku. Ya Allah, hancurkanlah mereka esok hari.” “Ya Allah, jika
kelompok kecil ini sampai dibinasakan hari ini, maka Engkau tidak akan disembah
lagi di permukaan bumi.”
Abu Jahal pun mencari keputusan ( dari Allah), “Ya Allah, dialah ( Rasulullah saw) yang
telah memutus rahim kami dan membawa sesuatu yang tidak kami ketahui. Karena
itu, hancurkanlah dia esok hari. Ya Allah, siapa di antara kami (berdua) yang
lebih Engkau cintai dan ridhai di sisi-Mu, maka berikanlah kemenangan baginya
hari ini.”
Allah lebih memilih aqidah yang benar dan pantas
untuk tetap eksis di bumi ibtila’ ini, “Jika kamu (orang-orang Musyrik) mencari
keputusan, maka telah datang kepadamu, dan jika kamu berhenti maka itulah yang
lebih baik bagimu; niscaya Kami kembali pula. Dan angkatan perangmu sekali-kali
tidak akan dapat menolak dari kamu sesuatu bahaya pun, biarpun dia banyak
dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman.” (QS.
Al-Anfal: 19)
Akhirnya, munajat Rasulullah saw dijawab oleh Allah “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka
teguhkanlah pendirian orang-orang yang telah beriman. Kelak akan Aku jatuhkan
rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir .” Sesungguhnya Aku akan
mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu Malaikat yang datang berturut-turut.”
(QS. Al-Anfal: 12,9)
Badar Modern
Bagaimana strategi menghadapi musuh Badar Modern yang
tergabung dalam koalisi Yahudi-Salibis dunia yang diwakili oleh Amerika,
Yahudi, Inggris dan negara-negara Kristen Barat? Abu Mush’ab As-Suri menilai
strategi Al-Qaidah tergolong
brilian dan terbukti unggul. Umat Islam berbaris di belakangnya. Belum pernah
ada jama’ah yang meraih prestasi gemilang sepanjang dinamika perjuangan
menegakkan Islam di alam modern. (Visi Politik Gerakan Jihad, 45)
Itulah yang pernah dicontohkan Rasulullah saw dalam
perang Badar. Beliau menjadi panglima tertinggi pasukan muslimin. Sedangkan
pasukan musyrikin tidak mempunyai panglima tertinggi, sebagia besar mereka
menonjolkan egoisme pribadi seperti Uthbah bin Rabi’ah dan Abu Jahal. Meskipun
satu barisan dalam memerangi Islam tetapi keduanya justru berseberangan dalam berpendapat dan tujuan.
Begitu pula koalisi musyrikin modern pasca
“bangkrutnya” Amerika, mereka kehilangan kendali yang ada hanya ketakutan demi
ketakutan seperti yang dilansir National Intelligence Council (NIC) Amerika dengan judul
“Mapping The Global Future ( Memetakan Masa Depan Global )” dengan
memasukkan analisis badan-badan intelijen dari 15 negara. Laporan
tersebut menjelaskan ada 4 skenario dunia pada 2020: pertama, naiknya Cina
dan India ke pentas dunia. Kedua, Amerika
tetap berperan dalam membentuk dan mengorganisasikan perubahan global. Ketiga, kembalinya
kekhilafahan Islam. Keempat, munculnya
lingkaran ketakutan terhadap ancaman teroris. ( Kompas, 16 Februari 2005)
Rasulullah saw menggunakan strategi baru yang belum
pernah digunakan oleh kelompok manapun dalam sejarah peperangan di dunia Arab,
yakni formasi barisan
berlapis.Sementara pasukan Quraisy berperang dengan taktik menyerbu dan berlari layaknya
orang-orang tawuran. Ini salah satu faktor penting di antara faktor kemenangan
lainnya. Syeit Khaththab menganalisa bahwa rahasia kemenangan panglima-panglima
besar seperti Iskandar (Alexander The Great), Hanibal, Napoleon, Moltke Rommel
dan Rundstedt, karena mereka menerapkan taktik perang atau menggunakan
persenjataan baru yang belum pernah dikenal di dunia peperangan. (Ar-Rasuul Al-Qooid, 101)
Sedangkan para Mujahidin Badar modern, khususnya pada
dekade 1990-2000 pasca Perang Salib jilid III dan berdirinya Tatanan Dunia Baru
(New Word Order), menurut Abu Mush’ab As-Suri ( Perjalanan Gerakan Jihad, 2009,31) mulai
menerapkan Jihad
Individu.Fenomena ini terinspirasi oleh amaliyah istisyhad nya Sulaiman
Al-Halabi yang berhasil membunuh jendral Kleber panglima Perancis yang memimpin
penjajahan Al-Jazair saat berada di Mesir. Berbagai kalangan sipil, militer dan
lembaga milik atau yang mendukung kaum Salibis terkena gerakan aksi serangan jihad individu. Benih-benih
perlawanan seperti ini menjadi poros terpenting bagi perlawanan di arena Badar
Modern. Wallahu’Alam
Bishowab.