Abdullah bin Saba’ Bukan Tokoh Fiktif
Abdullah
bin Saba adalah seorang Yahudi dari Shan’a, Yaman, yang berpura-pura masuk
Islam dan menampakkan rasa cinta kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Dialah
yang menjadi penyebab utama terbunuhnya Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.
Meskipun ada
di antara kaum Syiah yang berusaha menutupi keberadaan Abdullah bin Saba’ dan
mengopinikan bahwa dia hanyalah seorang tokoh fiktif yang tidak pernah ada,
namun riwayat sejarah—bahkan yang diriwayatkan oleh kaum Syiah
sendiri—menetapkan adanya Abdullah bin Saba’ ini.
Di antara
bukti riwayat yang menetapkan adanya Abdullah bin Saba’ adalah riwayat Syiah
dari Abu Ja’far bahwa Abdullah bin Saba’ mengaku sebagai nabi dan meyakini
bahwa Amirul Mukminin Ali radhiyallahu ‘anhu adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Berita itu
sampai kepada Amirul Mukminin radhiyallahu ‘anhu. Beliau radhiyallahu ‘anhu memanggilnya
dan bertanya kepadanya. Abdullah bin Saba mengakuinya dan berkata, “Ya,
engkaulah Dia. Telah dibisikkan ke dalam sanubariku bahwa engkau adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan
aku adalah seorang nabi.” Amirul Mukminin radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Celaka kamu, sungguh setan telah menguasaimu. Tarik ucapanmu ini dan
bertobatlah.” Dia enggan bertobat sehingga Aliradhiyallahu ‘anhu menahannya
selama tiga hari dan menyuruhnya bertobat. Namun, dia enggan bertobat sehingga
beliau membakarnya dengan api dan berkata, “Sesungguhnya setan menguasainya,
datang kepadanya, dan membisikkan hal itu ke dalam hatinya.” Diriwayatkan
oleh Syiah dari Abu Abdillah bahwa ia berkata, “Semoga AllahSubhanahu wa Ta’ala
melaknat Abdullah bin Saba. Sesungguhnya dia menganggap diri Amirul Mukminin radhiyallahu ‘anhu sebagai
Rabb, padahal Amirul Mukminin adalah seorang hamba yang taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Celaka
bagi orang yang dusta atas nama kami. Sesungguhnya ada sebagian kaum yang
berkata tentang kami yang kami sendiri tidak mengucapkan hal itu tentang diri
kami. Kami berlepas diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’aladari mereka;
kami berlepas diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari
mereka.” (Ma’rifat Akhbar ar-Rijal, karya al-Kisysyi, hlm. 70—71)
Al-Mamaqani
berkata, “Abdullah bin Saba’ kembali kafir dan menampakkan sikap
berlebih-lebihan.” Ia juga berkata, “Dia seorang yang ekstrem, terlaknat, dan
dibakar oleh Amirul Mukminin dengan api. Dia menyangka bahwa Ali radhiyallahu ‘anhu adalah ilah,
sedangkan dirinya seorang nabi.” (Tanqihul Maqal fi Ma’rifat ar-Rijal,
2/183—184)
Dalam
riwayat Syiah dari Ibnu Abil Hadid berkata, “Orang pertama yang menampakkan
sikap ekstrem pada masa pemerintahannya (yaitu Ali radhiyallahu ‘anhu -pen.)
adalah Abdullah bin Saba’. Sambil berdiri tatkala Ali radhiyallahu ‘anhu sedang
berkhutbah, Ibnu Saba berkata, ‘Engkaulah, engkaulah…’ Dia terus mengulangnya.
Ali radhiyallahu ‘anhu bertanya
kepadanya, ‘Celaka kamu, siapa aku?’ Ibnu Saba’ menjawab, ‘Engkaulah Allah.’
Ali radhiyallahu ‘anhukemudian
memerintahkan untuk menangkapnya, sedangkan sebagian kaum ada yang sejalan
dengan pendapatnya .” (Syarah Nahjul Balaghah, 2/234)
Dari
Ni’matullah al-Jazairi, Abdulah bin Saba berkata kepada Ali radhiyallahu ‘anhu, “Engkaulah
ilah yang sebenarnya.” Ali radhiyallahu ‘anhu kemudian
mengucilkannya ke daerah Madain. Ada yang mengatakan bahwa dia adalah seorang
Yahudi lalu masuk Islam. Di kalangan Yahudi ada yang berkata tentang Yusya’ bin
Nun dan Musa seperti apa yang dia katakan tentang Ali radhiyallahu ‘anhu. (al-Anwar
an-Nu’maniyah, 2/234)
Adapun dari
kalangan Ahlus Sunnah, seluruh ulama sunnah menetapkan adanya Abdullah bin
Saba’ sebagai salah satu tokoh fitnah dalam sejarah Islam. Di antara yang
menetapkan adanya Ibnu Saba’ adalah Ibnu Jarir at-Thabari dalam Tarikhnya, Ibnu
Abdi Rabbihi dalam al-‘Aqdul Farid, Ibnu Hibban dalam al-Majruhin, al-Baghdadi
dalam al-Farqu Bainal Firaq, Ibnu Hazm al-Andalusi dalam al-Fashl fil Milal,
Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, as-Sam’ani dalam al-Ansab, dan yang lainnya.
Abdullah bin Saba’, Pencetus Pemikiran
Rafidhah
Telah
masyhur bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang yang mencetuskan pemikiran
Rafidhah, dan asal pemikiran Rafidhah ialah dari Yahudi.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Para ulama telah menyebutkan bahwa asal mula pemikiran Rafidhah berasal dari
seorang zindiq (Abdullah bin Saba’). Dia menampakkan diri sebagai muslim dan
menyembunyikan pemikiran Yahudinya. Dia berkeinginan untuk merusak Islam
seperti yang telah dilakukan oleh Paulus Si Nasrani yang sebelumnya adalah
seorang Yahudi untuk merusak agama Nasrani.” (Majmu’ al-Fatawa, 28/483)
Beliau juga
berkata, “Asal pemikiran Rafidhah dari kaum munafik zindiq yang dimunculkan
oleh Ibnu Saba’ az-Zindiq. Dia menampakkan sikap ekstrem terhadap Ali radhiyallahu ‘anhudengan
alasan bahwa beliaulah yang berhak menjadi imam dan telah disebutkan nash
tentang hal tersebut. Bahkan, ia menganggap Ali radhiyallahu ‘anhu sebagai
orang yang maksum. Karena asal mula pemikiran ini dari kemunafikan, sebagian
salaf berkata, ‘Mencintai Abu Bakr dan Umar merupakan iman, sedangkan membenci
keduanya merupakan kemunafikan. Cinta Bani Hasyim merupakan keimanan, sedangkan
membenci mereka adalah kemunafikan’.” (Majmu’ Fatawa, 4/435)
Demikian
pula yang diterangkan oleh Ibnu Abil ‘Izzi ‘rahimahullah,
“Sesungguhnya asal Rafidhah dimunculkan oleh munafik zindiq yang bertujuan
membatalkan agama Islam dan mencerca Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam; sebagaimana yang telah diterangkan oleh para ulama.
Tatkala Abdullah bin Saba’ menampakkan keislaman, dia ingin merusak agama Islam
dengan makar dan kejahatannya, sebagaimana halnya Paulus yang berpura-pura
sebagai ahli ibadah dalam agama Nasrani. Dia menyebabkan munculnya fitnah
terhadap Utsman radhiyallahu ‘anhu dan
terbunuhnya beliau.” (Syarah al-‘Aqidah ath-Thahawiyah, hlm. 578)
Keterlibatan Abdullah bin Saba dalam
Peristiwa Terbunuhnya Utsman bin Affan radhiyallahu
‘anhu
Abdullah
bin Saba’ berpura-pura masuk Islam pada masa pemerintahan Utsman bin Affanradhiyallahu ‘anhu. Dia
mengelilingi berbagai negeri untuk menyesatkan umat. Dimulai dari Hijaz, Kufah,
lalu ke Syam.
Akan tetapi,
dia tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Dia pun menuju Mesir dan menanamkan
beberapa keyakinan Saba’iyah kepada penduduk Mesir. Di antaranya adalah
keyakinan al-washiyah. Ia berkata, “Sesungguhnya, dahulu ada seribu nabi dan
setiap nabi memiliki washi (yang diserahi wasiat). Ali radhiyallahu ‘anhu adalah
penerima wasiat NabiShallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu dia
berkata bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah
penutup para nabi, sedangkan Ali radhiyallahu ‘anhu adalah
penutup para penerima wasiat. Siapakah yang paling zalim dari orang yang tidak
menjalankan wasiat RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam, melangkahi
Ali radhiyallahu ‘anhu yang
diangkat sebagai penerima wasiat, dan mengambil alih kekuasaan?Selanjutnya dia
berkata, “Sesungguhnya Utsmanradhiyallahu ‘anhu telah
mengambil kekuasaan tanpa hak, sementara Ali radhiyallahu ‘anhuadalah
penerima wasiat Nabi. Bangkitlah kalian, lakukanlah gerakan, dan mulailah
celaan terhadap penguasa kalian. Tampakkan diri sebagai orang yang menegakkan
amar ma’ruf nahi mungkar agar kalian dapat menarik hati manusia. Ajaklah mereka
melakukan hal ini.”
Akhirnya,
dia berhasil menyebarkan berita ini di tengah-tengah umat Islam. Sekelompok
orang yang berasal dari Basrah, Kufah, dan Mesir terhasut. Mereka berangkat
menuju Madinah pada 35 H, seolah-olah pergi untuk menunaikan ibadah haji.
Mereka merahasiakan tujuan sebenarnya untuk memberontak terhadap Utsman radhiyallahu ‘anhu. Jumlah
mereka diperselisihkan. Ada yang mengatakan 2.000 orang dari Basrah, 2.000
orang dari Kufah, dan 2.000 orang dari Mesir. Adapula yang mengatakan bahwa
seluruhnya berjumlah 2.000 orang. Mereka memasuki Madinah Rasul Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, lalu mengepung rumah Utsman radhiyallahu ‘anhu pada akhir
Dzulqa’dah dan memerintahkan agar Utsmanradhiyallahu ‘anhu lengser dari
jabatan khalifah. Pengepungan tersebut dimulai dari akhir Dzulqa’dah hingga
hari Jum’at 18 Dzulhijjah yang merupakan hari terbunuhnya Utsman.
Sebagian
ahli sejarah menyebutkan bahwa pengepungan itu berlangsung selama empat puluh
hari, sementara Utsman radhiyallahu ‘anhu hanya berada
di rumahnya, bahkan dilarang untuk mengambil air. Sementara itu, yang memimpin
shalat jamaah adalah seseorang yang terlibat dalam fitnah.
Ubaidullah
bin Adi bin al-Khiyar kemudian mendatangi Utsman radhiyallahu ‘anhu dan
bertanya, “Yang memimpin shalat kami adalah seorang imam fitnah. Apa yang
engkau perintahkan kepada kami?” Utsman radhiyallahu ‘anhu menjawab,
“Shalat adalah amalan terbaik yang diamalkan oleh manusia. Jika manusia berbuat
baik, berbuat baiklah bersama mereka. Jika mereka berbuat keburukan, jauhilah
kejelekan mereka.”
Sebagian
sahabat ridwanullah ‘alaihi
ajmain mengutarakan
keinginan mereka kepada Utsmanradhiyallahu ‘anhu untuk
membela beliau. Di antara mereka adalah Abu Hurairah, al-Hasan bin Ali,
al-Husain bin Ali, Abdullah bin Umar, Zaid bin Tsabit, dan Abdullah bin Zubair, ridwanullah ‘alaihi
ajmain. Namun, Utsman radhiyallahu ‘anhu memerintah
mereka agar tidak melakukan perlawanan yang menyebabkan terjadinya pertumpahan
darah. Sebab lainnya, beliau bermimpi yang menunjukkan telah dekatnya ajal
beliau. Beliau radhiyallahu ‘anhu berserah
diri menerima keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Zaid bin
Tsabit radhiyallahu ‘anhumendatangi
Utsman radhiyallahu ‘anhu dan berkata,
“Para penolongmu telah ada di dekat pintu ini. Mereka berkata, ‘Jika engkau
mau, kami akan menjadi ansharullah sebagaimana kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Kami akan melakukan perlawanan
bersamamu’.” Utsman radhiyallahu ‘anhu menjawab,
“Jika (yang dimaksud -pen.) peperangan, tidak.” Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhum mendatangi
Utsman radhiyallahu ‘anhu. Lalu Utsmanradhiyallahu ‘anhu berkata,
“Wahai Ibnu Umar, perhatikanlah apa yang mereka ucapkan. Mereka berkata,
‘Tinggalkan kekuasaan itu dan jangan engkau membunuh dirimu’.” Ibnu Umar
berkata, “Jika engkau melepaskannya, apakah engkau akan dikekalkan hidup di
dunia?” Utsman menjawab, “Tidak.” Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhum berkata,
“Aku sarankan agar engkau tidak melepaskan sebuah pakaian yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala pakaikan
kepadamu sehingga nantinya akan menjadi contoh. Setiap kali ada kaum yang
membenci khalifah atau imamnya, mereka segera mencopot penguasanya dari
jabatannya.”
Setelah
sekian lama mengepung rumah Utsman radhiyallahu ‘anhu, mereka
masuk dan membunuh Utsman radhiyallahu ‘anhu dalam
keadaan beliau meletakkan mushaf di hadapannya. Tetesan darah Utsman radhiyallahu ‘anhu tepat
mengenai firman AllahSubhanahu wa Ta’ala, “Jika mereka beriman kepada apa
yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan
jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan . Maka dari
itu, Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 137)
Mereka yang
diketahui sebagai tokoh pergerakan yang menyebabkan terbunuhnya Utsmanradhiyallahu ‘anhu adalah Ruman
al-Yamani, Kinanah bin Bisyr, Sudan bin Hamran, dan Malik bin al-Asytar
an-Nakha’i. Adapun yang terlibat langsung dalam pembunuhan Utsmanradhiyallahu ‘anhu adalah
seseorang yang berasal dari Mesir yang bernama Jabalah.
Demikianlah
akhir dari makar dan tipu daya Yahudi ini: terbunuhnya Utsman radhiyallahu ‘anhu, khalifah
rasyid yang ketiga, dengan cara yang zalim melalui tangan seorang Yahudi.
Pembuat makar yang masuk Islam dalam rangka melakukan tipu daya terhadap kaum
muslimin dan menghancurkan persatuan mereka. (Kitab al-Bidayah wa an-Nihayah,
Ibnu Katsir, 10/ 277—344)
(Majalah Asy Syariah 101, hlm. 15-18)
Al-Ustadz Abu Mu’awiyah Askari