Media Propaganda Syiah Rafidhah mengakui bahwa Syiah Rafidhah adalah Syiah al-Khawarij yang membunuh Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu dengan referensi sebagai berikut :
Ibadhiyah adalah nama golongan yang memberontak kepada khalifah masa itu (Sayidina Ali bin Abi Thalib) pasca perang Shiffin dan polemik hakamiyah (perihal menjadikan al-Quran sebagai hakim). Saat itu, Abu Musa Asy`ari sebagai duta Ali dan `Amr bin `Ash sebagai duta Muawiyah, duduk bersama menelaah al-Quran dan sunah Rasul Saw untuk memutuskan kebenaran di pihak Ali atau Muawiyah. Ketika duta Syam menipu duta Irak dan orang-orang Irak sadar mereka telah dikecoh `Amr bin `Ash, mereka memprotes Sayidina Ali lantaran sikap beliau menerima hakamiyah. Mereka lalu membentuk kelompok tersendiri dan melawan Sayidina Ali. Mulanya, jumlah mereka hanya sedikit. Namun, jumlah mereka kian bertambah dari hari ke hari. Akhirnya, mereka berkumpul di suatu tempat bernama Harura. Mereka berperang melawan Sayidina Ali dan menelan kekalahan.
Ibadhiyah adalah nama golongan yang memberontak kepada khalifah masa itu (Sayidina Ali bin Abi Thalib) pasca perang Shiffin dan polemik hakamiyah.
Khawarij adalah sekelompok penentang Imam Ali yang pernah menjadi pasukan beliau di Perang Shifin. Mereka adalah orang-orang yang termakan tipu muslihat Muawiyah hingga memaksa Imam Ali menerima perundingan damai lewat perwakilan yang diajukan Amr bin Ash. Namun, mereka kemudian menyesal dengan aksinya itu. Mereka pun mendesak Imam Ali untuk bertobat lantaran menerima perundingan. Namun Imam menolak keinginan mereka, sebab Imam berpendapat bahwa apa yang dilakukannya tidak menyalahi kebenaran. Karena itu, 12 ribu orang dari pasukan Imam Ali as keluar dari kelompok pendukung beliau dan melancarkan pemberontakan.
Khawarij adalah sekelompok penentang Imam Ali yang pernah menjadi pasukan beliau di Perang Shifin.
Tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriah, Ali bin Abi Thalib as, gugur syahid. Imam Ali as adalah salah satu Ahlul Bait dan khalifah penerus risalah Rasulullah Saw. Dua hari sebelum gugurnya beliau, di saat sedang menunaikan shalat Subuh di Masjid Kufah, seorang khawarij bernama Ibnu Muljam mengayunkan pedangnya dan melukai kepala suci Imam Ali as. Selama dua hari, Imam Ali terbaring sakit akibat lukanya yang amat parah dan pada tanggal 21 Ramadhan, beliau berpulang ke rahmatullah.
Khawarij bernama Ibnu Muljam mengayunkan pedangnya dan melukai kepala suci Imam Ali as.
Malam ke-21 bulan Ramadhan adalah satu bentuk mishdaq yang menguatkan pernyataan tersebut. Di mana malam tersebut masyhur sebagai malam syahidnya Ali ibn Abi Thalib kwj oleh tebasan pedang Abdurrahman ibn Muljam. Mengapa malam ini menjadi mishdaq dari pernyataan tersebut?
Jawabnya adalah karena Ibnu Muljam dikenal sebagai sahabat Ali ibn Abi Thalib kwj yang kemudian menyimpang dan menjadi khawarij dan pada akhirnya membunuh Ali sendiri.
Az-Zirkuli menulis tentang Ibnu Muljam:
…فكان من القراء و أهل الفقه و العبادة. ثم شهد فتح مصر و سكنهافكان فيها فارس بني تدؤل. و كان من شيعة علي بن أبي طالب (رضي الله عنه) و شهد معه صفين. ثم خرج عليه…[i]
(Ia adalah qari’ dan ahli fikih dan ibadah. Ia ikut serta pada fathu mishr dan pendudukannya. Pada saat itu ia adalah ksatria dari Bani Tad`ul di Mesir. Dan ia juga adalah Syi’ah Ali ibn Abi Thalib ra dan ikut bersamanya di perang Shiffin. Kemudian ia keluar dari Ali [menjadi khawarij])
[Khairuddin az-Zirkuli, al A’lam; Qamus Tarajim li Asyhar ar-Rijal wa an-Nisa min al ‘Arab wa al Musta’ribin wa al Mustasyriqin, (Beirut: Dar al ‘Ilm Lilmulayyin, 1989), cet. 1989, jil. 3, hal. 339.]
Ibnu Muljam dikenal sebagai sahabat Ali ibn Abi Thalib kwj yang kemudian menyimpang dan menjadi khawarij dan pada akhirnya membunuh Ali sendiri. Dan ia juga adalah Syi’ah Ali ibn Abi Thalib ra dan ikut bersamanya di perang Shiffin.
http://www.tanyasyiah.com/2014/05/syiah-mengaku-syiah-khawarij-bunuh-ali.html
Artikel terkait :
Peneliti Sejarah: “Husein
Terbunuh, Tidak Ada Satupun Syiah Muncul”
Klaim Syiah yang sering menyatakan
memiliki akar kuat dalam sejarah dunia Islam kerap membingungkan Masyarakat.
Menyikapi fenomena ini, Asep Sobari, Lc. Peneliti sejarah dari INSISTS
menekankan pentingnya pembelajaran sejarah untuk mematahkan klaim tersebut.
“Saya pribadi menilai bahwa
pembelajaran aspek sejarah (terkait polemik Syiah) adalah hal yang sangat
mendasar. Sebab jika kita menggunakan pendekatan aspek ibadah yang tampak,
mereka sangat mudah memelintirnya dengan statement ‘ah, inikan hanya perbedaan
furu’iyyah saja’”, ungkapnya kepada Islampos di sela-sela acara “Kepemimpinan
Muslim Muda Indonesia-Malaysia”, di Bogor (05/11/2013).
Asep Sobari menjelaskan bahwa Syiah
tidak memiliki legitimasi dan bahkan sejatinya asing dalam sejarah Islam.
“Baik dari klaim mereka soal
wasiat khusus dari Rasulullah, bahkan hadits Ghadir Khumm sekalipun sama sekali
tidak berimplikasi pada fakta sejarah yang nyata bahwa Ali ra. (dan keturunannya)
adalah sebagai Imam dan pewaris kenabian setelah Rasulullah. Ini artinya,
ideologi Syiah yang bersandar pada keutamaan Ali ra. beserta para imam
keturunannya adalah asing dalam sejarah Islam,” ujarnya Alumnus Universitas
Islam Madinah ini.
Mengenai persitiwa Karbala, Asep
Sobari pun mempertanyakan klaim orang-orang Syiah yang menjadikan moment
tersebut sebagai salah satu tonggak ideologinya.
“Coba kita lihat, paska
terbunuhnya Husein ra. siapa yang paling keras merespon peristiwa ini?
Orang-orang Madinah (ahlussunnah) lah yang merespon paling keras. Sementara
orang-orang ‘Syiah’ di Kuufah tidak satupun yang muncul membela Husein ra.”
Lebih jauh, Asep Sobari
mengutarakan analisisnya terkait kemunculan Syiah dalam tubuh Islam.
“Saya berpendapat bahwa Syiah
adalah produk fitnah yang dilancarkan musuh-musuh Islam pada zaman itu (Persia,
Romawi, dan non-muslim lainnya), yang kehilangan hak-hak istimewa mereka selama
berkuasa dan secara militer pun tidak mampu untuk menandingi semangat jihad
kaum muslimin. Dengan kata lain, Syiah adalah faham asing yang disisipkan
kedalam umat,” tutupnya.
Artikel terkait :