Friday, June 19, 2015

MUI: Akidah Sebagai Landasan Perbedaan Antara Sunni Syiah

Ketua Komisi Penelitian dan Pengkajian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ustadz Fahmi Salim Lc, MA mengatakan keberadaan aliran dlm akidah yg menyimpang menurut para ulama bahayanya lebih besar dr pada penjajah asing.
“Kalau penjajajah hanya merusak fisik dan bangunan. Klo aliran sesat  merusak hati dan pola fikir kita, daya rusaknya lbh tinggi dr penjajajah asing, ” ujar Fahmi saat mengisi Seminar Syiah Antara Gerakan Politik dan Aliran Agama di Cirebon, Ahad (14/06/2015).
Imam Ahmad pernah ditanya, lbh baik mana antara orang yang rajin sholat dgn orang yg meningatkan bahaya aliran sesat?.
Ustadz Fahmi menuturkan, “Imam Ahmad menjawab org yang rajin sholat bermanfaat hanya untuk dirinya sendiri, sedangkan orang yang menjelaskan kepada umat tentang aliran sesat maka itu manfaatnya akan banyak dirasakan kaum muslimin dan mendapatkan pahala, “tambahnya.
Fahmi juga menjelaskan perkataan Imam Ahmad bahwa pemahaman yang menyimpang wajib bagi setiap muslim untuk menyadarkan orang tersebut.
“Agama Islam itu sempurna, tidak perlu ada yg ditambahkan maupun dikurangi, kalau ada penyimpangan agama mengatasnamakan Islam,  wajib hukumnya menjaga kemurnian Agama Allah,” jelasnya.
Menurutnya, sejak awal kelahirannya, syiah hendak melakukan penistaan agama yg dipimpin Abdullah bin saba’
“Rukun islam dan iman syiah jelas berbeda,  syiah memiliki transmisi ajaran agama sendiri. Bagaimana mungkin syiah mau disamakan dengan agama Islam, “tegasnya.

http://nasional.gemaislam.com/mui-akidah-sebagai-landasan-perbedaan-antara-sunni-syiah/


Ustadz Akrom Syahid Lc: Syiah itu Aliran Sesat yang Paling Sesat Kesempurnaannya

Da'i dan Penulis Ustadz Akrom Syahid, Lc mengatakan bahwa dari sekian banyak aliran sesat yang ada, syiah merupakan aliran sesat yang paling sempurna kesesatannya.
"Syiah ini adalah aliran sesat yang paling sempurna kesesatannya," ungkapnya saat didapuk menjadi pembicara dalam acara Tablig Akbar "Indonesia Diambang Revolusi Syiah", yang diadakan di Masjid Istiqomah, Bandung, Ahad, (14/06).
Menurut Ustadz Akrom, tidak ada satu pun persamaan antara ajaran Islam dengan syiah, baik itu dari segi aqidah, rukun iman, rukun Islam, maupun fiqih.
"Misalnya dalam Islam, Allahhus Somad, Allah itu adalah tempat bergantung baik di dunia maupun di akherat, sedangkan dalam syiah Allah itu tempat bergantung di langit saja, sedangkan di bumi yang menjadi tempat bergantung itu adalah Assad (Presiden Suriah -red), dan pemikiran ini ada dalam buku-buku syiah," jelasnya.
...dari sekian banyak aliran sesat yang ada, syiah merupakan aliran sesat yang paling sempurna kesesatannya
"Makanya kalu mau tahu tentang ajaran syiah yang sebenarnya harus langsung baca buku-buku induk syiah-nya, jangan baca buku syiah dari Jalaludin Rakhmat (pentolan syiah di Indonesia -red.), karena buku-buku yang ditulis Jalal itu banyak manipulasinya," tambah Ustadz yang merupakan Pemimpin Redaksi majalah An Najah ini.
Sementara itu, Perwakilan Pengurus Masjid Istiqomah dalam sambutannya mengatakan bahwa acara tabligh akbar "Indonesia Diambang Revolusi Syiah" bukan untuk memunculkan kebencian atau mengajak pertikaian/peperangan, melainkan dalam rangka menyelamatkan aqidah umat Islam.
"Jika rumah kita (Islam -red) diolok-olok dan diacak-acak oleh orang lain (Syiah -red) sedangkan kita tidak bertindak padahal tahu, maka itu adalah sebuah kebodohan," tegasnya. 
Acara ini sendiri diselenggarakan oleh Komunitas Dakwah dan Sosial (Kodas) yang didukung oleh berbagai macam elemen umat Islam yang ada di Bandung dan Jawa Barat. 
Berdasarkan pantauan voa-islam.com, sejak pagi sebelum acara dimulai jamaah sudah mulai berdatangan. Terlihat jamaah yang hadir mulai dari remaja sampai dengan orang tua, ikhwan maupun akhwat. Tampak hadir juga beberapa laskar Jundullah ANNAS, untuk berjaga-jaga mengamankan jalannya acara tabligh ini
http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2015/06/15/37634/ustadz-akrom-syahid-lc-syiah-itu-aliran-sesat-yang-paling-kesempurnaannya.html



Sebagian orang menganggap bahwa Syiah adalah aliran dalam Islam yang masih bisa ditolerir. Padahal, ajaran pokok Ahlus Sunnah dan ajaran takfiri tersebut sangat jauh berbeda.

“Ahlus Sunnah dan Syiah meyakini sumber pengambilan dalil itu dari Al-Qur’an, Hadits dan Ijma’. Tapi pada kenyataannya sangat berbeda karena keyakinan Syiah tentang Al-Qur’an berbeda, Haditsnya juga hanya mau mengambil dari 12 imam sedangkan Ijma’nya juga ijma’ Ahlul Bait versi mereka saja,” kata Anggota Komisi Penelitian dan Pengkajian MUI Pusat, Ustadz Fahmi Salim, MA, saat menjadi pemateri seminar ‘Syiah, Antara Gerakan Politik dan Aliran Agama” di gedung KBIH Al-Hidayah Kota Cirebon, Sabtu (13/6) seperti dikutip Salam-Online.

Karena itu, lanjut Ustadz Fahmi, perbedaan antara ajaran Islam dengan Syiah adalah perbedaan masalah ushul, bukan furu’iyah.

“Tak mungkin bisa disatukan antara Ahlus Sunnah dengan Syiah, perbedaannya bukan masalah furu’ lagi, tapi sudah sangat mendasar. Apalagi para sahabat sebagian besar dikafirkan mereka,” ujar beliau.

Menyinggung tentang pelarangan Syiah di Indonesia, Fahmi menyebut sejak tahun 1984 MUI sudah mengeluarkan fatwa sesatnya ajaran takfiri tersebut.

“Tahun 1984 MUI Pusat telah memberikan fatwa bahwa Syiah tidak cocok dengan mayoritas Muslim Indonesia yang berpaham Ahlus Sunnah. Itu maknanya jelas bahwa Syiah dilarang,” terang beliau.

Ustadz Fahmi mengaku MUI belum mengeluarkan fatwa sesat terhadap takfiri Syiah dengan kalimat yang jelas.

“Kalau kalimat yang jelas belum ada, karena di tubuh MUI sendiri ada orang yang menjadi pembela Syiah. Hanya saja diterbitkannya buku panduan MUI tentang penyimpangan Syiah di Indonesia itu sudah jadi cukup bukti bahwa sikap ulama MUI menolak Syiah,” tegas beliau. (salam-online/syiahindonesia.com)

Akar Masalah Konflik Sunni-Syiah

Ringkasan ‘Catatan Akhir Pekan’ Dr. Adian Husaini:


Kasus penyerbuan Majlis az-Zikra oleh orang-orang yang mengaku sebagai pembela Syiah itu mengingatkan kepada umat Islam Indonesia, bahwa sebenarnya masih ada masalah serius mengenai hubungan antara Muslim Sunni dan para penganut Syiah di Indonesia.
Dulu, dalam artikel di Jurnal Islamia-Republika (19/1/2012), berjudul “Solusi Damai Muslim Sunni-Syiah” saya sudah menyampaikan solusi damai antara Muslim Sunni dan pengikut Syiah di Indonesia: “Jika kaum Syiah mengakui Sunni sebagai mazhab dalam Islam, seyogyanya mereka menghormati Indonesia sebagai negeri Muslim Sunni. Biarlah Indonesia menjadi Sunni. Hasrat untuk men-Syiahkan Indonesia bisa berdampak buruk bagi masa depan negeri Muslim ini…. Itulah jalan damai untuk  Muslim Sunni dan kelompok Syiah.”
Formula itu sebenarnya pernah disampaikan oleh tokoh Islam Mohammad Natsir kepada petinggi negara Iran yang berkunjung ke Indonesia. Bahkan, kabarnya, Mohammad Natsir juga pernah “menantang” petinggi Iran, apakah Iran mengijinkan pengiriman dai-dai ke Iran untuk “mensunnikan” orang Syiah di sana? Pertanyaan itu tidak mendapatkan jawaban.
Polemik bahkan konflik Muslim Sunni dengan kaum Syiah sudah berlangsung ribuan tahun. Di Indonesia, gencarnya penyebaran paham Syiah mulai dirasakan kaum Muslim Sunni ketika jumlah pendakwah Syiah semakin meningkat disertai dengan sarana-sarana propaganda yang semakin canggih. Di berbagai daerah, agresivitas propaganda Syiah telah memicu konflik fisik dengan Muslim Sunni. Kasus terbesar adalah pengusiran orang-orang Syiah dari Sampang Madura oleh kaum Muslimin. Kabarnya, masih ada ribuan mahasiswa Indonesia yang kini belajar di Iran.
Sebagai bagian dari Muslim Sunni Indonesia, saya berharap khususnya pada tokoh-tokoh Syiah Indonesia agar memahami dan menerima keberadaan Indonesia sebagai negeri Muslim Sunni. Energi dakwah mereka seyogyanya ditujukan kepada kaum Non-Muslim dan negeri-negeri non-Muslim lainnya. Jika mereka jujur mengakui Muslim Sunni sebagai saudaranya yang tidak sesat, maka untuk apa kaum Syiah itu giat menyebarkan pahamnya?
Isinya pun masih sangat klasik, yaitu mempersoakan keabsahan kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathab, dan Utsman bin Affan. Bahkan, Tragedi Karbala yang menimpa Sayyidina Hussein, seperti dijadikan momentum oleh sebagian kalangan untuk terus-menerus menanamkan dendam kepada Muawiyyah dan para sahabat Nabi lainnya.
Logikanya, jika Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Aisyah r.a. dicerca bahkan dilaknat oleh kaum Syiah, apakah mungkin kita kaum Muslim Sunni dijadikan saudara oleh mereka? Sebab, para sahabat dan istri Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam  itulah sebaik-baik manusia setelah Rasulullah saw. Dari merekalah kita mewarisi agama Islam dari Rasulullah saw. Bagaimana mungkin kaum Syiah ikhlas menerima Mushaf Utsmani, sementara mereka terus menghujat menantu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam tersebut?
Perbedaan yang sangat mendasar antara Muslim Sunni dan kelompok Syiah itulah yang harus dipahami dengan serius oleh para pemimpin di Indonesia. Pemimpin-pemimpin Islam seyogyanya tidak memandang ringan masalah Syiah ini. Mereka harus mencarikan solusi yang tepat, agar masalah Syiah tidak menyandera kebangkitan umat Islam Indonesia. Semoga kasus Sampang, Jember, Majlis az-Zikra, dan sebagainya, menyadarkan kaum Muslim Indonesia untuk segera mencari solusi yang sebaik-baknya. Wallahu a’lam.
Sumber: Hidayatullah
http://buletinislam.com/akar-masalah-konflik-sunni-syiah/

“Syiah Tawarkan Ajarannya pada Ahlussunnah, Padahal Mereka Sendiri Saling Konflik”

Pemerhati Zionisme dan gerakan Syiah, Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi mengatakan umat Islam saat ini perlu mewaspadai sekte Syiah.
Pasalnya, sepak terjang kelompok ini dalam menggerogoti kaum Sunni sudah semakin mengkhawatirkan, meskipun sekte ini sudah lama difatwakan sesat oleh tokoh-tokoh nasional.
“Hadratusy Syaikh Hasyim Asyari dan Buya Hamka sudah lama memfatwakan sesat Syiah,” katanya dalam Kajian Rutin Malam Ahad (KURMA) di Masjid Al Barkah, Tanah Abang, Jakarta, Sabtu malam (25/4).
Pizaro mengaku tidak habis pikir dengan kelompok Syiah yang berupaya sekuat tenaga mengajak taqrib (pendekatan) mazhab dengan alasan ajaran mereka dilandasi ukhuwah.
“Bagaimana mungkin Syiah menawarkan ajarannya kepada Ahlussunnah, sementara mereka sendiri saling konflik,” kritiknya.
Terlebih, Khomeini dianggap tidak konsisten antara ucapan dengan perbuatan ketika menyuarakan perlawanan terhadap Barat.
“Khomeini mengaku anti-Zionis tetapi mencari suaka politik ke Perancis,” ucapnya heran.