Oleh: Ust Zulfi Akmal
Siapapun orangnya bila ia muslim, lalu ditanya
apakah anda cinta Rasulullah? Pasti jawabannya: Iya, saya cinta Rasulullah.
Bahkan sekalipun dia hanya seorang muslim di KTP, atau muslim ahli maksiat.
Tapi bila pertanyaannya dibalik, kira-kira bila
anda bertemu dengan Rasulullah, apakah beliau akan cinta dan senang dengan
anda?
Saya yakin, pertanyaan ini susah untuk
menjawabnya dan tidak akan ada yang berani menjawab: Iya, pasti saya dicintai
oleh Rasulullah.
Secara umum memang, Rasulullah itu sangat
mencintai umatnya. Tapi secara khusus, bila beliau bertemu dengan kita secara
langsung, apakah beliau akan ridha dengan sifat, tingkah laku dan amalan kita?
Lain halnya dengan seorang tabi'in yang mulia,
yang bernama Rabi' bin
Khutsaim. Abdullah bin Mas'ud, salah seorang sahabat
terdekat dan terbanyak mengambil ilmu dari Rasulullah pernah berkata perihal
tabi'in yang satu ini: "Wahai Abu Yazid (kun-yah Rabi' bin Khutsaim),
andaikan Rasulullah melihat dirimu, pasti beliau akan mencintaimu. Setiap kali
aku melihat dirimu aku selalu teringat akan orang-orang yang tunduk patuh
kepada Allah (المخبتين)".
Para ulama hadits dan para pakar "jarh wa
ta'dil" seperti Imam Asy Sya'bi dan Yahya bin Ma'in berkata tentangnya:
"Manusia seperti Rabi' bin Khutsaim tidak perlu dipertanyakan lagi."
Apa keistimewaan Rabi' sehingga beliau mendapat
pengakuan dari sahabat Rasulullah bahwa beliau adalah orang yang pasti dicintai
Rasulullah?
Banyak riwayat tentang diri beliau yang perlu
kita teladani, supaya kita juga menjadi orang yang dicintai Rasulullah.
Sekalipun sulit, bahkan hampir mustahil untuk kita tiru sepenuhnya, akan tetapi
untuk perbaikan diri, sekalipun tidak akan sampai kederjat beliau, paling
kurang kita sudah berusaha untuk meniru sifat mulianya.
تشبهوا بالرجال إن لم تكونوا مثلهم إن التشبه بالرجال فلاح
"Tirulah para tokoh itu sekalipun kamu tidak
akan mungkin menyamainya. Sesungguhnya meniru para tokoh itu akan menjadikanmu
menang."
Di antara sifat Rabi' bin Khutsaim yang terukir
dalam sejarah hidupnya:
1. Orang yang pernah bergaul dengannya berkata:
"Aku mendampingi Rabi' selama 20 tahun, tidak pernah satu kalipun aku
mendengar kalimat yang tidak baik keluar dari mulutnya."
2. Yang lain berkata: "Aku bergaul dengan
Rabi bin Khutsaim selama bertahun-tahun, tidak pernah sekalipun beliau
membicarakan hal-hal yang biasa dipercakapkan manusia, kecuali satu kali ia
bertanya kepadaku, "Apakah ibumu masih hidup?"
3. Suatu kali beliau memberikan makanan yang
lezat kepada seorang yang kurang waras. Lalu orang yang melihat berkata:
"Tidak perlulah memberi dia makanan seperti itu, dia tidak akan tahu apa
yang ia makan." Rabi' menjawab: "Tapi Allah tahu." Ini perlu
kita renungkan dalam memberi.
4. Beliau selalu menyembunyikan amalannya. Suatu
kali seseorang masuk ke dalam kamarnya secara tiba-tiba, sementara di
pangkuannya ada mushaf al Qur'an. Dengan spontan beliau menutupinya. Yang lain
menceritakan: "Tidak pernah Rabi' kelihatan melakukan shalat sunnah di
mesjid kampungnya kecuali satu kali".
5. Anak perempuannya berkata, "Aku pernah
berkata: "Ayahnda, kenapa ayah tidak tidur di malam hari, padahal orang
lain tidur?" Beliau menjawab: "Ananda, neraka Jahannam tidak
membiarkanku untuk tidur".
6. Di akhir hayatnya beliau dibopong ke mesjid
untuk mengerjakan shalat karena beliau terkena penyakit stroke. Ada yang
berkata kepada beliau: "Kenapa anda tidak shalat di rumah saja, Allah kan
sudah memberi keringanan bagi orang yang sakit? Beliau menjawab: "Aku
mendengar panggilan "Hayya 'alashshalah" (marilah untuk shalat), bila
kalian sanggup datanglah sekalipun harus merangkak!"
7. Ketika beliau sakit ada orang yang
menyarankan untuk berobat. Tapi beliau menjawab: "Aku teringat kaum Ad,
kaum Tsamud, dan penduduk Rasy, serta umat-umat yang sudah banyak dihancurkan Allah,
mereka juga ditimpa penyakit, di antara mereka juga ada dokter, namun apa
kenyataannya? Tidak seorang pun yang kekal, baik itu yang diobati maupun yang
mengobati. Mereka semua mati". Yang ini tidak perlu kita tiru, karena
sudah di luar maqam kita.
8. Suatu kali kuda miliknya yang mempunyai harga
sampai 20 ribu dirham dicuri orang. Teman-temannya menyarankan supaya ia
mendo'akan pencuri itu agar celaka. Lalu ia berdo'a: "Ya Allah, bila yang
mencuri itu orang kaya maka ampunilah ia, dan jika yang mencuri itu adalah
orang miskin maka kayakanlah ia".
9. Di lain waktu beliau dilempar seseorang
dengan batu sampai kepalanya terluka dan berlumuran darah. Sambil membersihkan
darah yang mengalir sampai ke wajahnya ia berkata: "Ya Allah, ampunilah
ia, karena ia tidak sengaja melemparku".
10. Pada kesempatan lain unta kesayangan yang
menjadi tunggangannya dipukul oleh budaknya karena ia berlaku agak liar.
Pukulan itu tepat mengenai muka higga matanya pecah. Orang-orang sekelilingnya
berkata: "Saat ini kita akan melihat Rabi' marah". Namun tatkala
beliau melihatnya, ia hanya berkata: "Kenapa harus muka yang dipukul?
Pergilah kamu, saya sudah memerdekakanmu". Bukannya dimarahi atau dihukum,
justru budaknya dimerdekakan.
11. Nusair berkata: "Suatu malam aku menginap
bersama Rabi'. Lalu ia melakukan qiyamullail. Ketika beliau membaca ayat:
أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ
كَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ
سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
"Apakah orang-orang yang membuat kejahatan
itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan
kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu". (al Jatsiyah:
21)
beliau mengulang-ngulangnya sampai subuh. Dia
tidak berpindah kepada ayat berikutnya , terus membacanya sambil menangis
tersedu-sedu.
12. Suatu kali orang-orang sekelilingnya
mengajak untuk duduk-duduk sambil bergurau. Beliau menolak dengan halus:
"Kalau ingat kematian berpisah dari hatiku, itu akan merusak diriku".
13. Ketika ia ditimpa sakit stroke, ia ingin
makan ayam. Namun keinginan itu ia tahan sampai 40 hari. Setelah itu ia berkata
kepada istrinya: "Aku ingin makan daging ayam semenjak 40 hari, tapi aku
tahan. Sayangnya jiwaku enggan, ia tetap inginkan". Istrinya berkata:
"Subhanallah, apa-apaan ini, hingga kamu harus menahan dirimu dari makan
ayam? Padahal Allah sudah menghalalkan itu".
Istrinya segera pergi ke pasar dan membeli
seekor ayam kemudian memasaknya. Setelah dihidangkan di depannya, tiba-tiba ada
pengemis di depan pintu rumahnya. Langsung saja ia memerintahkan istrinya untuk
membungkus ayam yang sudah dimasak dengan enak itu dan memberikan kepada
peminta-minta.
Istrinya enggan melakukan itu. Namun dia tetap
ngotot memerintahkan istrinya untuk memberikan kepada pengemis yang ada di
depan rumah. Kata istrinya, "Makanlah ini, aku akan buat sesuatu yang
lebih baik dan ia sukai dari pada ini".
Rabi' bertanya: "Apa itu?". Istrinya
menjawab: "Kita beri ia uang seharga ayam ini, dan kamu lanjutkan makan
ayam itu". Beliau berkata: "Bagus sekali. Mana uangnya? Kemudian
istrinya mengeluarkan uangnya. Selanjutnya ia mengambil ayam yang sudah
dimasak, roti dan sayurannya, lantas menyerahkan semuanya kepada pengemis itu
bersama uang seharga ayam.
Itulah di antara sifat dan perbuatan Rabi' bin
Khutsaim, seorang tabi'in yang mulia, hingga bila Rasulullah melihatnya, beliau
akan mencintainya.
Ya Allah, rahmati kami dengan segala kekurangan
ini.