Pandangan Imam Asy Syafi’i
Terhadap Syi’ah Rafidhah
Imam Asy
Syafi’i rahimahullah mengatakan:
أَفْضَلُ النَّاسِ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ وَعَلِيٌّ
“Manusia paling
mulia setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, dan
Ali” (Ma’rifat Sunan wal Atsar, karya Imam Baihaqi 1/192)
Inilah akidah Imam Asy Syafi’i rahimahullah.
Adapun orang-orang Syi’ah, mereka malah mengkafirkan tiga sahabat
Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang paling mulia tersebut.
Sedangkan terhadap Ali radhiallahu’anhu, mereka terlalu berlebihan dalam
mengagungkannya.
Merekalah yang sepantasnya dijuluki orang-orang
ekstrem, karena mereka ekstrem dalam
mengagungkan Ali radhiallahu’anhu, dan juga ekstrem dalam
menghina dan merendahkan banyak sahabat Nabi lainnya.
Simaklah percakapan Imam Asy
Syafi’i dengan murid seniornya, Al Buwaithi:
البويطي يقول: سألت الشافعي: أصلي خلف الرافضي؟ قال: لا تصل خلف
الرافضي، ولا القدري، ولا المرجئ. قلت: صفهم لنا. قال: من قال: الإيمان قول، فهو
مرجئ، ومن قال: إن أبا بكر وعمر ليسا بإمامين، فهو رافضي، ومن جعل المشيئة إلى
نفسه، فهو قدري
Albuwaithi:
“Aku pernah bertanya kepada Imam Asy Syafi’i, apakah boleh aku shalat di
belakang orang berpaham (syi’ah) rafidhah?”
Imam Asy
Syafi’i menjawab: “Janganlah shalat di belakang orang
yang berpaham Syi’ah Rafidhah, atau orang berpaham Qadariyah, atau
orang berpaham Murji’ah!”.
Al Buwaithi mengatakan: “Sebutkanlah sifat mereka
kepada kami!”
Imam Syafi’i menjawab: “Barangsiapa mengatakan bahwa
iman itu perkataan saja, maka ia seorang Murji’ah. Barangsiapa mengatakan bahwa
Abu Bakar dan Umar bukan imam, maka ia seorang Syiah Rafidhah. Barangsiapa
menjadikan kehendak untuk dirinya, maka ia seorang Qadariyah”
(Siyaru
A’lamin Nubala, karya Imam
Dzahabi 10/31).
Subhanallah… shalat di belakang seorang Syiah Rafidhah
saja dilarang oleh Imam Asy Syafi’i rahimahullah, lalu bagaimana kita
boleh toleran dengan pemahaman mereka?! Semoga Allah menyelamatkan kita
dan masyarakat kita dari sesatnya pemahaman syiah ini, aamiin.
Yunus bin Abdul
A’la murid senior Imam Asy Syafi’i mengatakan: Aku pernah mendengar Imam
Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan:
أجيز شهادة أهل الأهواء
كلهم إلا الرافضة, فإنهم يشهد بعضهم لبعض
“Aku
membolehkan persaksiannya semua ahli bid’ah, kecuali Syi’ah Rafidhah, karena
mereka itu saling memberi ‘kesaksian baik’ antara satu dengan lainnya” (Manaqib Syafi’i, karya Imam Baihaqi
1/468).
Lihatlah bagaimana kerasnya sikap Imam Asy
Syafi’i rahimahullah kepada pemeluk Syiah Rafidhah. Sehingga apabila
ada pengikut beliau masih toleran kepada mereka, maka sungguh perlu
dipertanyakan pengakuannya sebagai pengikut Madzhab Syafi’i?!
Yunus bin Abdul
A’la juga mengatakan:
سمعت الشافعي إذا ذكر الرافضة عابهم أشد العيب, فيقول: شر عصابة
Aku pernah
mendengar Imam Syafi’i, bila menyebut kelompok Syiah Rafidhah, beliau mencela
mereka dengan celaan yang paling buruk, lalu beliau mengatakan: “mereka itu
komplotan yang paling jahat!” (Manaqib Syafi’i, karya Imam Baihaqi 1/468)
Alhamdulillah… Imam Asy Syafi’i rahimahullah, yang merupakan imamnya Ahlussunnah wal
jamaah telah memberikan contoh kepada kita, bagaimana harus menyikapi
‘komplotan’ Syiah Rafidhah. Beliau tidaklah mencela mereka dengan celaan
paling buruk, kecuali karena beliau tahu dan yakin akan kebusukan dan bahaya
laten yang mereka usung.
Sehingga
harusnya kita mengikuti jejak Imam Asy Syafi’i ini dengan menolak dan
melawan gerakan mereka, jangan sampai kita terkecoh oleh mulut manis
mereka, yang mengatakan: “Kita kan sama-sama Islam, sama-sama
sholat, sama-sama berhaji ke baitulloh, sama-sama…, sama-sama… dst“.
Padahal kita telah tahu, semua persamaan tersebut
tidaklah cukup, bukankah kaum munafikin juga punya persamaan-persamaan itu?
Namun tetap saja mereka berada di kerak neraka yang paling dalam.
Selama mereka (Rafidhah) menodai Al Qur’an, mencela
para sahabat Nabi, dan merendahkan kemuliaan ibunda kita kaum mukminin,
pantaskah kita toleran terhadap mereka?!
—
Penulis: Ustadz
Musyafa Ad Dariny
Artikel
Muslim.Or.Id
Syi’ah
Rafidhah Menurut Imam Asy-Syafi’i
Sebelum mendengarkan
perkataan Imam Asy-Syafi’i rahimahullahtentang kelompok Syi’ahRafidhah,
saya ingin menyebutkan biografi beliau rahimahullahsecara ringkas.
Beliau adalah Muhammad bin
Idris bin Al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’ bin As-Saib bin ‘Ubaid bin ‘Abdi
Yazid bin Hasyim bin Al-Muthallib bin ‘Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin
Murrah bin Ka’b bin Luay bin Ghalib, Abu ‘Abdillah Al-Qurasyi Asy-Syafi’I
Al-Makki.
An-Nawawi rahimahullah berkata:
“Asy-Syafi’i radhiyallahu
‘anhu adalah seorangQurasyi Muthallibi berdasarkan
kesepakatan para ulama dari seluruh kelompok, sedangkan ibunya berasal
dari Azdiyah” [Siyar A’lamin Nubala’5/10]
Diriwayatkan dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa suatu hari As-Saib
bin’Ubaid bersama anaknya –Syafi’ bin As-Saib- datang menemui beliau shallallahu
‘alaihi wasallam. Maka Nabi menatapnya lalu bersabda:
من سعادة المرء أن يشبه أباه
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah bergelar
(laqab)Nashirul Hadits karena kegigihan beliau dalam
mengikuti sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan
pembelaan beliau terhadap hadits-hadits Rasulullah.
Beliau lahir pada tahun 150 H bertepatan dengan tahun
wafatnya Imam Abu Hanifahrahimahullah. Sedangkan riwayat yang
menyebutkan tempat kelahiran beliau berlainan, ada riwayat yang menyatakan
bahwa beliau dilahirkan di Ghaza, dalam riwayat lain di ‘Asqalan dan dalam
riwayat yang lain di Yaman.
Dari Ibnu Abi Hatim, dari ‘Amr bin Sawad, ia bekata:
Asy-Syafi’i berkata padaku: “Aku dilahirkan di ‘Asqalan, setelah
aku berumur dua tahun, ibu membawaku ke Mekah.”[Adab Asy-Syafi’i 22-23]
Al-Baihaqi rahimahullah menyebutkan
dengan sanadnya dari Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdil Hakam, ia berkata: Aku
mendengar Asy-Syafi’i berkata: “Aku dilahirkan di Ghaza lalu
ibu membawaku ke ‘Asqalan”[Manaqib As-Syafi’i2/170]
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
“Tidak ada perselisihan diantara riwayat yang ada,
karena Ghaza pada asalnya dahulu berada di wilayah ‘Asqalan yakni
nama sebuah kota. Perkataan Asy-Syafi’i bahwa beliau dilahirkan diGhaza yakni
desa kelahiran beliau, dan perkataan Asy-Syafi’i ‘Asqalan maknanya
adalah kota kelahiran beliau. Untuk menjama’ riwayat yang ada, maka dikatakan
bahwa beliau dilahirkan di desa Ghaza, di kota ‘Asqalan.
Ketika Asy-Syafi’i berumur dua tahun, ibunya membawanya ke Hijaz...dan
ketika Asy-Syafi’i berumur 10 tahun, terbetik kekhawatiran jika nasab
beliau yang mulia akan disia-siakan dan terlupakan, maka ibunya membawanya ke
Mekah.”[Tawaali At-Ta’siis 51-52]
Diantara guru-guru beliau adalah Muslim bin Khalid
Az-Zanji, Malik bin Anas, Sufyan bin ‘Uyainah, Ibrahim bin Sa’d bin
‘Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’id bin Salim Al-Qaddah, ‘Abdulah Wahhab Ats-Tsaqafi,
Hatim bin Isma’il, Muhammad bin Khalid Al-Jundi, Hisyam bin Yusuf Ash-Shan’ani,
Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani rahimahumullah, dll.
Diantara murid-murid beliau yang terkenal adalah
Ar-Rabi’ bin Sulaiman, Yusuf bin Yahya Al-Buwaithi, Ahmad bin Hanbal, Abu
Tsaur, Ibrahim bin Al-Mundzir Al-Khizami, Ibrahim bin Khalid, Sulaiman bin
Dawud rahimahumullah, dll.
Adapun perkataan Imam Asy-Syafi’irahimahullah yang
mengandung celaan terhadap Syi’ah Rafidhah begitu banyak,
diantaranya adalah:
[Pertama] Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
أجيز شهادة أهل الأهوى كلهم إلا الرافضة فإنهم يشهد بعضهم على لبعض
“Aku memperbolehkan syahadah (persaksian)
seluruh Ahlul Bid’ah kecuali Rafidhah, karena
mereka sering (berdusta) dalam memberikansyahadah satu sama
lain.”[Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Manaqib 1/468
dan As-Sunan Al-Kubra 29/10]
[Kedua] Harmalah
berkata: “Ketika disebutkan di hadapan Asy-Syafi’i tentang Rafidhah maka
ia mencela mereka dengan celaan yang sangat keras, lalu Asy-Syafi’i
berkata:
شر العصابة
“Seburuk-buruk kaum”.[Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi
dalam Al-Manaqib 1/468]
[Ketiga] Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
لم أر أحدا أشهد بالزور من الرافضة
“Aku belum pernah melihat suatu kaum yang lebih
dusta dalam syahadah (persaksian) dariRafidhah.”[Dikeluarkan
oleh Al-Baihaqi dalamAs-Sunan Al-Kubra 29/10]
[Keempat] Beliau juga pernah berkata:
ما كلمت رجلا في بدعة قط إلا كان يتشيع
“Aku tidak pernah berbicara kepada seorang pun yang
terjatuh dalam bid’ah kecuali karena ia beraqidah Syi’ah.”[Adab Asy-Syafi’i 186
dan As-Sunan Al-Kubra 10/208]
[Kelima] As-Subki rahimahullah berkata:
Asy-Syafi’i berkata tentang Rafidhah yang hadir dalam
peperangan: “Mereka (Rafidhah) tidak diberikan bagian dari Fai’[2] sedikitpun.
Karena Allah ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَان
“Dan orang-orang yang
datang setelah mereka berkata, Wahai Rabb kami ampunilah dosa-dosa kami dan
saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam iman”[3].
Barangsiapa yang tidak meyakini ayat tersebut, maka ia tidak memperoleh hak
sedikitpun dari hartafai’.”[Tafsir Al-Qurthubi 18/32]
Allahua’lam
Disarikan oleh Abul-Harits
dari Manhaj Al-Imam Asy-Syafi’i fi Itsbatil ‘Aqidah karya
Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-‘Aqilhafidzahullah (Guru Besar
di Fakultas Dakwah, Universitas Islam Madinah)