Benarkah Abu Thalib Muslim? (Koreksi
Atas Ketergelinciran dewa Gilang)
Sengaja saya membuat judul dengan kata “tergelincir”,
sebab saya berprasangka baik, mungkin dewa gilang ketika menulis tulisannya itu dalam
keadaan lupa atau salah tulis atau ia sedang tak sadarkan diri ketika itu,
entah mengantuk berat atau sebab lainnya.
Baik, sebelum mengoreksi apa yang ditulis dewa gilang
dalam tulisannya, saya sebutkan dulu beberapa point keyakinan Ahlussunnah dalam masalah Akidah.
1. Sahabat nabi bukan munafik dan
munafik bukan shahabat
2. Seluruh sahabat Nabi adalah adil, maka tak boleh mencela
, melaknat dan mengkafirkan mereka.
3. Shahih Bukhari dan Muslim adalah kitab tersahihsetelah
Al-Quran. Semuanya adalah kitab pedomanagama bagi umat islam.
Sekarang, saatnya mengulik tulisan dewa gilang.
Hadits yang dimaksud adalah berikut ini:
Diriwayatkan dari Sa’id bin Al-Musayyab dari bapaknya,
ia berkata; “Tatkala kematian mendekati Abu Thalib, datanglah Rasulullah
kepadanya sedangkan di sisinya ada Abdullah Ibn Umayyah dan Abu Jahl. Maka
Rasulullah pun berkatanya, ‘Wahai Pamanku, ucapkanlah Laa ilaaha illallah.
Suatu kalimat yang akan aku jadikan bukti untuk membelamu di sisi Allah. ‘ Maka
Abdullah Ibn Umayyah dan Abu Jahl pun berkata kepada Abu Thalib, ‘Apakah engkau
membenci agamanya Abdulmuthalib? ‘ Nabi pun mengulangi lagi perkataan
sebelumnya, namun keduanya pun mengulangi pula perkataan mereka sebelumnya.
Akhirnya, ucapan terakhirnya adalah dia di atas agama Abdulmuthalib dan enggan
untuk mengucapkan Laa ilaaha illallah. Maka Nabi pun berkata, “Sungguh
aku akan memohonkan ampun untukmu selama tidak dilarang. ” Maka Allah pun
menurunkan ayat:
“Tiadalah
sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada
Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum
Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu
adalah penghuni neraka jahanam. ” (QS. At-Taubah: 113)
Dan Allah menurunkan perihal Abu Thalib:
“Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi
Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, ” (QS. Al-Qashshash:
56)
Dalam riwayat Muslim, Abu Hurairah berkata,
“Rasulullah bersabda kepada pamannya tatkala hendak meninggal, ‘Ucapkanlah Laa
ilaaha illallah. ‘ aku akan bersaksi untukmu dengan kalimat itu hari kiamat.
Akan tetapi Abu Thalib enggan mengucapkannya, maka Allah pun menurunkan ayat:
(Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi…)
(HR. Muslim)
2. Dewa
gilang menolak hadits di atas dengan alasan hadist riwayat Muslim di atas
diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah. Dan riwayat itu tertolak.
Kenapa? Abu Hurairah masuk
islam di akhir kehidupan Nabi yaitu tahun ke-7 Hijriyyah sedangkan peristiwa
Abu Thalib wafat adalah satu atau dua tahun sebelum Rasul shallallahu ‘alaihi
wasallam hijrah ke Madinah
Dewa gilang berkata: “Yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana Abu Hurairah dapat
meriwayatkan hadist tentang wafatnya Abu Thalib sementara ia tak hadir di
sana?, bahkan jika kita meniilik dari bahasa hadist, seakan Ia -Abu Hurairah-
turut hadir dan menyaksikan peristiwa wafatnya Abu Thalib. Bukankah ia belum
masuk Islam pada waktu itu?”
Koreksi:
1.Seandainya (ingat, seandainya) hadits riwayat muslim
itu tidak bisa diterima, bukankah masih ada riwayat lain yang bisa diterima
yaitu yang diriwayatkan dalam shahih bukhari yang menyebutkan tentang kisah abu
thalib tersebut? Itu seandainya kita mau menolak riwayat muslim tersebut.
2. Termasuk yang disepakati oleh mayoritas ulama dalam
periwayatan hadits yaitu
diterimanya marasiil
ash-shahabah. Apa itu marasil ash-shahabah? Yaitu periwayatan sahabat
bahwa Rasulullah berkata atau berbuat demikian dan demikian sedangkan ia tak
menyaksikannya.
Berkata Imam Ash-Shan’ani:
مراسيل الصحابة مقبولة عندنا وعند المحدثين وعند الأكثرين من طوائف
العلماء
“Marasil Ash-Shahabah itu diterima menurut kami dan
menurut ahli hadits dan menurut kebanyakan ulama. ” (Taudhihu alafkar lima’ani
tanqihi alanzhar juz 1 hal. 287 (maktabah syamilah)) bahkan Ibnu Abdilbarr
menyebutkan ijma’ (kesepakatan ) ulama tentang diterimanya marasil ash shahabah
(Taudhihu alafkar lima’ani tanqihi alanzhar juz 1 hal.287 (maktabah syamilah))
Lihat juga:
http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?idfrom=49&idto=49&bk_no=82&ID=44
Kalau
memang Marasil Ash-Shahabah itu bisa diterima, bukankah kita bisa menerima
marasil Abu Hurairah dalam riwayat muslim itu?
3. Akan tetapi kalau yang
dimaksudkan dewa gilang dengan tidak diterimanya Abu Hurairah dalam riwayat ini
karena ia orang yang tidak dipercaya, pendusta dll…innaa lillahi wainnaa ilaihi
raji’un…lihat:
http://almanhaj.or.id/content/3093/slash/0
http://almanhaj.or.id/content/3094/slash/0
3. dewa
gilang menolak hadits tentang Abu Thalib di atas dengan alasan bahwa:
1- QS: At-Taubah 113 ayat terakhir yang turun
di Madinah sedangkan QS: Al-Qashash turun pada waktu perang Uhud.
2- Dan juga karena QS: At-Taubah 113
ialah ayat yang turun di Madinah, sementara Abu Thalib wafat di Makkah
(sebelum hijrah).
Ia berkata:
“Dari sini
kita telah mendapatkan kejanggalan, yaitu jarak bertahun2 yang menjadi selisih
antara turunnya kedua ayat tersebut. Jadi ayat tersebut tidak turun pada satu
kesempatan untuk menjelaskan peristiwa yang sama, yaitu wafatnya Abu Thalibb.”
Ia juga
berkata: “Bukankah suatu kejanggalan bahwa ayat yang turun di Madinah menjadi
penjelasan terhadap peristiwa yang turun di Makkah? “
Koreksi:
1. Imam Ath-Thabari dalam tafsir Ath-Thabari telah
menyebutkan 3 pendapat ulama tentang turunnya QS: At-Taubah 113 yaitu:
Pertama: ayat itu turun tentang Abu Thalib
Kedua: ayat itu turun tentang ibu Nabi kita (Aminah)
Ketiga: ayat itu turun tentang sebagian para sahabat
yang mendoakan orang tua mereka yang mati di atas kekufuran
2. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata menjelaskan
hadits di atas dalam Fathulbari:
أَمَّا نُزُول هَذِهِ الْآيَة الثَّانِيَة فَوَاضِح فِي قِصَّة أَبِي
طَالِب ، وَأَمَّا نُزُول الَّتِي قَبْلهَا فَفِيهِ نَظَر ، وَيَظْهَر أَنَّ
الْمُرَاد أَنَّ الْآيَة الْمُتَعَلِّقَة بِالِاسْتِغْفَارِ نَزَلَتْ بَعْد أَبِي
طَالِب بِمُدَّةٍ ، وَهِيَ عَامَّة فِي حَقّه وَفِي حَقّ غَيْره ، وَيُوَضِّح
ذَلِكَ مَا سَيَأْتِي فِي التَّفْسِير بِلَفْظِ ” فَأَنْزَلَ اللَّه بَعْد ذَلِكَ
( مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَاَلَّذِينَ آمَنُوا ) الْآيَة . وَأَنْزَلَ فِي أَبِي
طَالِب ( إِنَّك لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْت ) وَلِأَحْمَد مِنْ طَرِيق أَبِي
حَازِم عَنْ أَبِي هُرَيْرَة فِي قِصَّة أَبِي طَالِب ” قَالَ فَأَنْزَلَ اللَّه (
إِنَّك لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْت ) وَهَذَا كُلّه ظَاهِر فِي أَنَّهُ مَاتَ
عَلَى غَيْر الْإِسْلَام .
“Adapun turunnya ayat yang kedua (QS. Al-Qashshash:
56) maka itu jelas turun tentang Abu Thalib. Adapun terkait turunnya ayat yang
sebelumnya (QS: At-Taubah
113) perlu ditinjau. Dan yang nampak adalah bahwasanya ayat yang terkait
dengan permohonan ampun Nabi untuk pamannya ini (QS: At-Taubah 113) turun beberapa waktu setelah
kematian Abu Thalib, dan ayat ini berlaku umum untuk Abu Thalib dan selainnya.
Dan yang memperjelas demikian adalah apa yang akan datang di tafsir dengan
lafazh: “Maka Allah pun menurunkan ayat setelah itu (kematian Abu
Thalib): “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan
ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik…. ” (QS. At-Taubah: 113)
Dan Allah menurunkan perihal Abu Thalib:
“Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi… ”
(QS. Al-Qashshash: 56) dan keterangan ini seluruhnya merupakan sesuatu
yang jelas menunjukkan bahwa Abu Thalib mati di atas selain islam. “
Demikianlah
penjelasan seorang faqih’, alim, muhaddits, Ibnu Hajar Al-Atsqalani.
4. Dewa gilang menolak hadits yang lagi-lagi diriwayatkan dalam Shahih
Bukhari dan Muslim
Haditsnya
yaitu: Bersumber dari Abdullah bin Al Harits, beliau berkata, “Aku
mendengar Al Abbas berkata, Aku bertanya kepada Rasullulah saw., ‘Ya
Rasulullah! Abu Thalib dulu merawatmu dan menolongmu. Lalu apakah itu ada
manfaatnya baginya?” Rasullulah saw. Bersabda: “Ya! Aku menemukannya berada
diluapan neraka, lalu aku mengeluarkannya ke kedangkalan.” Bersumber dari Ibnu
Abbas, bahwa Rasullulah saw. Bersabda:
“Ahli neraka yang paling ringan adalah Abu Thalib. Dia memakai sepasang
terompah yang menyebabkan otaknya mendidih.”
Dewa gilang menolak hadits ini dengan alasan bahwa di
dalam riwayat ini terdapat rangkaian para pendusta dan mudallis.
Ia berkata: “Jika kita perhatikan orang-orang yang
meriwayatkan hadis (rijal), hamper semuanya termasuk rangkaian para pendusta
dan mudallis, atau tidak dikenal. Muslim menerima hadis ini dari Ibnu Abi ‘Umar yang dinilai para ahli sebagai majhul.
Ibnu Abi ‘Umar menerimanya dari Sufyan al-Tsauri. Syufan disebutkan oleh
Al-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal sebagai “innahu yudallis wa yaktubu mi
al-kadzdzabin”, ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta.
Syufan menerimanya dari Abdul Malik bin ‘Umayr, yang panjang usianya dan buruk
hafalannya. Kata Abu Hatim: Tidak bisa dipercaya hafalannya. Dengan demikian
hadis ini wajib kita pertanyakan kembali kevaliditasannya. “
Koreksi:
1. Seandainya (ingat, seandainya) hadits riwayat
muslim ini tidak bisa diterima, bukankah masih ada beberapa riwayat lain di
shahih bukhari yang menceritakan kisah abu thalib ini? Itu kalau kita mau
menolak shahih muslim ini.
2. Dari
perkataan dewa gilang ini ada 3 orang dalam riwayat hadits di SHAHIH MUSLIM
ini yang dikritik (menurut dewa gilang) sehingga dengan sebab itu
tertolaklah riwayat tentang kisah Abu Thalib tersebut.
3
orang itu adalah:
1. Sufyan
al-Tsauri. Dewa gilang berkata, ” Syufan disebutkan oleh Al-Dzahabi
dalam Mizan al-I’tidal sebagai “innahu yudallis wa yaktubu mi al-kadzdzabin. “
Koreksi:
subhanallah! Sufyan ats-tsauri, seorang tabi’in alim yang kata imam
Sufyan bin ‘Uyainah:
أصحاب الحديث ثلاثة: ابن عباس في زمانه، والشعبي في زمانه، والثوري في
زمانه.
“Para
ahli hadits ada 3: ‘Ibnu Abbas di zamannya, Asy-Sya’bi di zamannya dan
Ats-Tsauri di zamannya. ” (juz 11 hal.166 tahdzibul kamal karya imam Al-Mizzi
(maktabah syamilah))
Lantas
apakah imam Adz-Dzahabi sampai lupa kedudukan imam Sufyan ats-Tsauri?
Saya sudah mencari di Mizan al-I’tidal, dan saya tidak menemukan
ucapan iman Al-Dzahabi seperti yang disebutkan oleh dewa gilang. Karena itu saya harap dewa
gilang mau menyebutkan di juz berapa dan hal berapa dalam kitab itu. Dan untuk
mempermudah itu bisa disebutkan dari maktabah syamilah; di halaman berapa dan
juz berapa kitab tersebut. Agar saya bisa mengeceknya. Saya akan
tunggu. Kalau dia tak bisa menyebutnya, berarti ini fitnah yang sangat nyata
terhadap tabi’in yang alim ini.
Dan
bagaimana mungkin Adz-Dzahabi menyebutkan demikian, padahal beliau sendiri
dalam kitab Siyar ‘alam annubala (juz 7 hal 246(maktabah syamilah) menyebutkan
perkataan imam Yahya Al-Qathan:
سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ فَوْقَ مَالِكٍ فِي كُلِّ شَيْءٍ.
“Sufyan Ats-Tsauri di atas (imam) Malik dalam
segala hal. “
2. Ibnu Abi ‘Umair (Abdulmalik bin Abi ‘Umair)
Dewa gilang
berkata: “Ibnu Abi ‘Umar yang dinilai para ahli sebagai majhul. “
ia
juga berkata: “Syufan menerimanya dari Abdul Malik bin ‘Umayr, yang
panjang usianya dan buruk hafalannya. Kata Abu Hatim: Tidak bisa dipercaya hafalannya.
Dengan demikian hadis ini wajib kita pertanyakan kembali kevaliditasannya. “
koreksi: Siapa maksud para ahli ini? Ahli hadits?
Atau ulama syiah yang memang tak menerima hadits-haditsselain
yang diriwayatkan ahlulbait?
Kalau
memang maksudnya ahli hadits, tolong sebutkan dalam kitab apa.
Tapi kalau maksudnya adalah ulama-ulama syiah, ya
tak perlu dia jelaskan. Jangankan Ibnu Abi ‘Umair mereka tolak, para shahabat
nabi pun mereka tolak, cela bahkanmereka
kafirkan.
Dan dewa gilang juga menyebutkan bahwa abu hatim
berkata tentang Abdulmalik ibnu Abi ‘Umair ini: “Tidak bisa dipercaya
hafalannya. “
Dari kitab apa ini dan di hal berapa? Saya akan
mengeceknya langsung dari maktabah syamilah..saya tunggu.
Teman-teman,
hadits tentang Abu Thalib
di atas sekali lagi diriwayatkan dalam 2 kitab tersahih setelah Al-Quran,
yang telah disepakati oleh umat islam akan kesahihannya. Lantas apakah kita
akan menolak hadits ini lalu membuangnya ke belakang punggung kita.
Kalau masalah kebaikan Abu Thalib terhadap Nabi
kita dan juga dakwah islam, jelas tidak diragukan lagi akan hal itu. Siapa yang
mengingkarinya jelas layaknya orang yang buta di siang hari. Namun, masalahnya,
apakah dengan begitu kita akan mengingkari keterangan yang jelas dalam Al-Quran
dan hadits yang SHAHIH tentang kematiannya di luar islam? Bukankah itu secara
tidak langsung menolak firman-Nya dan juga sabda rasul-Nya? Dan bukankah itu
secara tidak langsung mendustakan para sahabat Nabi yang mengakuinya?
---------------------------------------------------------------------------------
Buka
:
Pengakuan: Saya Memang
Seorang Syiah!
[ Dewa Gilang ]
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/06/kafirkah-kedua-orang-tua-nabi-sebuah.html.
[komen terakhir 10 Januari 2014 20.48]
http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2013/04/akidah-kedua-orang-tua-nabi-muhammad_6041.htmlf
dakwahquransunnah.blogspot.com/2013/04/akidah-kedua-orang-tua-nabi-muhammad_6041.htm
085331111119.blogspot.com/2013/05/dalil-kafirnya-paman-nabi-abu-tholib.html+&cd=7
&hl= en& ct=clnk
http://www.konsultasisyariah.com/apakah-abu-thalib-paman-nabi-mati-kafir/
---------------------------------------------------------------------------------
Dewa Gilang Vs. Abdullah Al-Jakarti
01 July 2012 | 15:49
Sebenarnya saya sangat menikmati diskusi yang
bernas, terutama kajian agama di Kompasiana dari para alim ulama. Maklum, saya
sendiri tidak sampai tamat mengaji karena keburu menikah di usia muda dan sibuk
untuk memberi nafkah lahir dan batin.
Walau di Kompasiana ini
tidak ada kolom agama, namun rupanya orang-orangnya masuk katagori “bengal” dan
pintar mensiasatinya dengan masuk pada kolom filsafat an edukasi. Toh pelajaran
agama masih pantas masuk kolom edukasi ya. Akibatnya, selalu ada saja artikel
dan diskusi tentang agama. Menurut saya, debat agama tidak masalah selama
masing-masing menampilkan argumentasi yang punya dasar. Hal tersebut yang
ditampilkan oleh Dewa Gilang dan Abdullah Al-Jakarti.
Namun dari mengikuti
diskusi dan berbalas antara Dewa Gilang dan Abdullah Al-Jakarti, rasanya Dewa Gilang lebih banyak tidak menjawab sanggahan dari Abdullah
Al-Jakarti. Beberapa pertanyaan dari Abdullah terkait kesahihan dasar
argumentasi Dewa Gilang yang sering kali menukil kitab-kitab penulis Islam,
ternyata tidak dijawab secara langsung. Saya melihat Abudllah Al-Jakarti
mencoba untuk fokus mengupas apa yang ditulis oleh Dewa Gilang, namun justru
Dewa Gilang memberikan tanggapan yang melebar dan terkesan tidak ilmiah.
Jawabannya lebih cenderung curhat ala ABG walau sudah berjenggot ala mullah.
Berikut kronologi diskusi dan berbalas artikel antara Dewa Gilang dan
Abdullah Al-Jakarti.
Diskusi dimulai saat Dewa Gilang menampilkan artikel berjudul Benarkah Abu Thalib Kafir? yang memberikan penilai negatif kepada sahabat sekaligus paman Rasulullah SAW, Abu Hurairah. Abdullah
Al-Jakartipun membuat tulisan yang mengkritisi tulian Dewa Gilang tersebut
dengan judul Benarkah Abu Thalib Muslim? (Koreksi
Atas Ketergelinciran Dewa Gilang).
Dewa Gilang menampilkan Syiah Memandang Kemaksuman Nabi. Tulisan inilah yang menguatkan
bila Dewa Gilang itu syiah yang bertaqiyah dengan menyebut dirinya “seorang
santri muda, Sunni dan NU”. Abdullah Al-Jakarti kemudian menjawabnya dengan
artikel Dewa Gilang Mendustakan Hadits Nabi! karena menurutunya, tulisan Dewa
Gilang banyak menafikan hadist Bukhari-Muslim.
Tulisan berikutnya Dewa Gilang hanya berisi curhat dan tidak menjawab
pertanyaan dan argumentasi dari Abdullah Al-Jakarti seperti pada
tulisannya Ciri-ciri yang Benar yang tulisannya lebih pada sikap emosional belaka. Abdullah Al-Jakarti
mencoba untuk menarik diskusi kembali ke track semula dengan menanyakannya pada
tulisan Pertanyaan Yang Belum Dijawab Dewa
Gilang.
Berikutnya saya tidak tertarik lagi dengan diskusi mereka karena Dewa
Gilang seperti lari dari ring dan lebih memperlebar diskusi ke banyak hal
seperti menulis tentang dirinya sendiri di Siapa Sosok di Balik Akun Dewa Gilang? dan menulis Hati2 Ada yang Merubah Ayat Alquran hanya berdasarkan persepsi dangkal.
Rupanya Dewa Gilang memang terbukti tidak bisa memberikan referensi
argumentasi yang diminta oleh Abdullah Al-Jakarti. Padahal dalam sebuah
diskusi ilmiah, argumentasi tidak hanya berdasarkan asumsi dangkal tanpa
referensi. Andai kata mengutip atau menggunakan pendapat orang lain, maka
referensi dari kitab apa atau buku apa harus jelas dan benar. Jangan sampai si
A tidak pernah berkata atau menulis suatu pendapat, namun kemudian dibuat
sebuah kebohongan seolah-olah si A tersebut berpendapat yang mendukung karena
berlindung di balik alasan ilmiah yang dipaksakan.
Anda boleh tidak setuju dengan pendapat saya ini, namun tetap harus cerdas
menyikapinya. Silahkan kunjungi kedua lapak dan baca secara utuh dialog mereka.
Salam cerdas penuh semangat belajar.
---------------------------------------------------------------------------------
Pertanyaan Yang Belum
Dijawab Dewa Gilang
OPINI | 29 June 2012 | 14:37
http://filsafat.kompasiana.com/2012/06/29/pertanyaan-yang-belum-dijawab-dewa-gilang-474141.html
Segala puji bagi Allah yang telah menjaga agama-Nya dari kesalahan dan
penyimpangan. Segala puji bagi Allah yang telah menjaga agama-Nya dari celaan
dan hinaan orang yang membencinya. Segala puji bagi Allah yang telah menjaga
agama-Nya dari orang yang berusaha meruntuhkannya dengan berbagai tipuan.
Teman-teman kompasianer yang saya hormati, sebelum saya membuka tulisan
ini, izinkan saya hamba yang lemah, menjelaskan dulu beberapa point
akidah ahlussunnah wal jama’ah:
1. Sahabat nabi bukan munafik dan munafik bukan shahabat
2. Seluruh sahabat
Nabi adalah adil, maka tak boleh mencela , melaknat dan mengkafirkan
mereka.
3. Shahih Bukhari dan Muslim adalah kitab tersahihsetelah Al-Quran. Semuanya adalah kitab pedoman agama
umat islam menurut kesepakatan umat .
Baik, sebelum saya menanggapi ’curhatan’nya di postingan terbarunya,
saya jelaskan dulu point-point yang belum ditanggapi dewa gilang sampai
sekarang.
1. Dewa gilang menolak hadits dalam SHAHIH MUSLIM yang
menerangkan bahwa Abu Thalib meninggal dalam keadaan belum bersyahadat dengan
alasan bahwa hadits itu diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang tidak menyaksikan
kejadian itu.
Pertanyaannya:
1. Jika memang mayoritas ulama ahli hadits (bahkan
ibnu Abdill Bar menyatakan sluruh ulama/ijma’) sepakat bahwa marasil shahabat
(periwayatan seorang sahahabat tentang suatu hadits yang tidak ia lihat dan ia
dengar) itu diterima, apa yang akan dewa gilang katakan?
2. Jika seandainya hadits di SHAHIH MUSLIM ini tidak
diterima, lantas apakah riwayat lain di SHAHIH BUKHARI yang menerangkan
tentang itu juga ditolak?
3. Jika memang Abu Hurairah tertolak di riwayat
Muslim ini, apakah ia juga tertolak dalam berbagai riwayatnya yang lain,
padahal hampir semua riwayat Abu Hurairah adalah dalam bentuk marashil?
Sedangkan Ahlussunnah sepakat bahwa Abu Hurairah adalah sahabat Nabi yang
terpercaya.
2. Dewa gilang menolak hadits dalam SHAHIH BUKHARI dan
SHAHIH MUSLIM tentang Abu Thalib itu, dengan beralasan bahwa 2 ayat yang
disebutkan saling berjauhan masanya.
Pertanyaannya: lantas apa tanggapannya terhadap pernyataan seorang ahli
hadits Al-Hafizh Ibnu Hajar yang menerangkan tentang hadits itu ?
3. Dewa gilang menolak hadits dalam SHAHIH BUKHARI dan
SHAHIH MUSLIM tentang keadaan Abu Thalib di akhirat nanti dengan alasan di
riwayat Muslim terdapat rangkaian para pendusta dan mudallis, atau tidak
dikenal yaitu Sufyan Ats-Tsauri dan Abdulmalik bin Abi ‘Umair.
Dewa gilang menyebutkan bahwa Syufan disebutkan oleh Al-Dzahabi dalam Mizan
al-I’tidal sebagai “innahu yudallis wa yaktubu mi al-kadzdzabin”, ia melakukan
tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta. Syufan menerimanya dari Abdul
Malik bin Abi ‘Umair, yang panjang usianya dan buruk hafalannya. Kata Abu
Hatim: Tidak bisa dipercaya hafalannya.
Pertanyaannya:
1. Seandainya (ingat, seandainya) hadits di SHAHIH
MUSLIM ini ia tolak, lantas apakah ia juga menolak hadits lain yang ada dalam
SHAHIH BUKHARI yang sama kandungannya dengan yang ada dalam SHAHIH MUSLIM yang
ia dustakan itu?
2. Dari kitab mana dewa gilang mendapatkan pernyataan
Imam Adz-Dzahabi bahwa Sufyan Ats-Tsauri, seorang tabi’in yang alim dan faqih
adalah seorang mudallis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta? Saya
telah melakukan pencarian di kitab Mizan al-I’tidal karya Al-Dzahabi dan
saya tidak menemukannya. Yang saya dapati justru Al-Dzahabi memuji beliau dalam
siyar alam annubala. Lantas dari mana dewa gilang mendapatkan ucapan itu?
Dari Imam Adz-Dzahabi atau dari imam Syiah?
3. Dari kitab mana dewa gilang memvonis bahwa Abdul
Malik bin Abi Umair panjang usianya dan buruk hafalannya? Dan dari kitab mana
dewa gilang mendapatkan perkataan Abu Hatim tentang Abdul Malik bin Abi Umair:
Tidak bisa dipercaya hafalannya? Dari kitab ahli hadits atau dari imam
Syiah?
4. Dewa gilang menolak hadits dalam SHAHIH BUKHARI dan
SHAHIH MUSLIM yang menerangkan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
pernah terkena sihir dengan alasan bahwa hadits itu bertentangan dengan
kemaksuman Nabi, padahal hadits itu diriwayatkan dalam SHAHIH BUKHARI no. 3175
dan SHAHIH MUSLIM no. 5703! Bahkan diriwayatkan pula dalam MUSNAD AHMAD, SUNAN
IBNU MAJAH dan lainnya!
Pertanyaannya:
1. Apakah para imam yang menghabiskan umur mereka
untuk berkhidmat terhadap agama dengan menjaga hadits-hadits nabi, seperti IMAM
BUKHARI, MUSLIM, AHMAD, IBNU MAJAH dan para ahli hadits lainnya, telah
melakukan kesalahan karena telah menshahihkan hadits ini?
2. Apa tanggapan dewa gilang terhadap Al-Hafizh Ibnu
Hajar dan Imam An-Nawawi, Al-Khotobi dan Al-Baghawi dan yang lainnya yang
membantah keras orang yang menolak hadits tentang sihir yang terdapat dalam
SHAHIH BUKHARI, SHAHIH MUSLIM, MUSNAD AHMAD, SUNAN IBNU MAJAH dan lainnya ini?
5. Dewa gilang mendustakan Hadits shahih yang
diriwayatkan Tirmidzi yang menerangkan sebab turunnya surat ‘Abasa, padahal itu
telah disepakati (ijma’) akan kesahihannya oleh para ulama. Sebagaimana itu
dinukilkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam tafsir Fathulqadir, Imam Qurthubi dalam
tafsir beliau dan ulama mufassir lainnya.
Pertanyaannya:
Apakah ia akan menolak pula ijma’ para ulama dalam hal ini? Ataukah ia
tetap mengikuti syiah yang tetap menolak hadits-hadits kecuali apa yang
diriwayatkan oleh ahlulbait?
Baik itu sementara yang perlu saya jelaskan. Berikutnya, saya akan tanggapi
‘curhatan’nya di tulisannya yang terbaru dalam kesempatan mendatang insya
Allah.
Lihat komen black
horse 29 June 2012 10:49:17 dijawab
Totok Kusmardiyant 29 June 2012 17:19:11
---------------------------------------------------------------------------------
Apakah
Abu Thalib Paman Nabi Mati Kafir?
January 28, 2014
http://www.konsultasisyariah.com/apakah-abu-thalib-paman-nabi-mati-kafir/
Tanya:
Saya membaca buku tentang Ali bin Abi
Thalib.
Dalam Bab 5 tentang Keluarga Hasyim,
penulis menyampaikan kontroversi tentang keislaman Abu Thalib. Dia mengutip Dr.
Muhammad at Tawanjik,yang menulis, mengumpulkan dan mempelajari syair-syair Abu
Talib dalam antologi Diwan Abi Talib. di hal 23 penulis menyatakan,
“Ada tiga pendapat tentangkeislaman Abu
Talib. Satu golongan menganggap ia mati sebagai musyrik; golongan kedua
meyakinkan ia meninggal sebagai Muslim; yang lain mengatakan ia sudah Islam dan
beriman tetapi menyembunyikan keimanannya.” (cetakan miring untuk menandai
kutipan sesuai asli)
Lebih lanjut, pada hlm yang sama penulis
mengutip keterangan Ibn Abi al-Hadid dalam ulasannya mengenai Nahjul Balagah
menengaskan:
“Secara ringkas, berita-berita tentang
dia sudah menganut Islam banyak sekali, dan sumber yang mengatakan dia
meninggal masih dalam kepercayaan masyarakatnya juga tidak sedikit.”
“Golongan yang mengatakan dia sudah Islam
berpendapat, bahwa ketika Muhammad sallallahu’alaihi wasallam diutus sebagai
nabi, Abu Talib sudah masuk Islam sudah percaya, tetapi dia tidak mau berterus
terang menyatakan keimanannya. Bahkan menyembunyikannya suoaya dapat mengadakan
pembelaan kepada Rasullullah sallallahu ‘alaihi wasallam. Alasannya kalu ia
menyatakan keislamannya, ia akan sama seperti Muslimin yang lain, Quraisy akan
menjauhi dan membencinya. Mereka mengemukakan bukti-bukti keislamannya itu,
antara lain, perlindungannya terhadap terhadap kemenakannya itu, ia mau
menderita bersama-sama, pernyataannya dalam syair-syairnya dengan sumber yang
kuat dan saat ia dalam sekarat Abbas mendengar ia mengucapkan kalimat syahadat,
La ilaha illa Allah.” (dikutip sesuai asli)
Mohon pencerahannya.
Terima kasih
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala
rasulillah, amma ba’du,
Sebelumnya kami perlu sampaikan bahwa
pembahasan tentang status islam dan tidaknya Abu Thalib, bukan dalam rangka main vonis
takfir atau kapling-kapling neraka untuk orang lain. Apalagi jika
dianggap membenci ahlu bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jelas ini
tuduhan yang sangat jauh. Kita
beriman bahwa Abu Lahab mati kafir, karena Allah mencela habis di surat
al-Lahab, meskipun Abu Lahab adalah paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Dan jelas kita
tidak boleh mengatakan, mengkafirkan Abu Lahab berarti membenci ahlul bait
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kita membahas status kekafiran Abu
Thalib, dalam rangka meluruskan pemahaman, agar sesuai dengan dalil hadis dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bukan mengikuti klaim kelompok
tertentu yang tidak bertanggung jawab.
Terkait
status Abu Thalib, terdapat banyak dalil yang menunjukkan bahwa dia mati kafir,
Pertama,
peristiwa kematian Abu Thalib,
Dari Musayib bin Hazn, beliau
menceritakan,
أَنَّهُ
لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ، وَعَبْدَ
اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ المُغِيرَةِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي طَالِبٍ: ” يَا عَمِّ، قُلْ: لاَ إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ، كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ ” فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ،
وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: يَا أَبَا طَالِبٍ أَتَرْغَبُ عَنْ
مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ؟ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ، وَيَعُودَانِ بِتِلْكَ المَقَالَةِ حَتَّى قَالَ
أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ: هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ،
وَأَبَى أَنْ يَقُولَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَمَا وَاللَّهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ
أُنْهَ عَنْكَ» فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِ: {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ}
[التوبة: 113] الآيَةَ
Ketika Abu Thalib hendak meninggal dunia,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya. Di dekat Abu Thalib,
beliau melihat ada Abu Jahal bin Hisyam, dan Abdullah bin Abi Umayah bin
Mughirah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepada pamannya,
”Wahai paman, ucapkanlah laa ilaaha illallah, kalimat yang aku jadikan saksi
utk membela paman di hadapan Allah.” Namun Abu Jahal dan Abdullah bin Abi
Umayah menimpali, ’Hai Abu Thalib, apakah kamu membenci agama Abdul Muthalib?’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam terus mengajak pamannya untuk mengucapkan kalimat tauhid, namun dua
orang itu selalu mengulang-ulang ucapannya. Hingga Abu Thalib memilih ucapan
terakhir, dia mengikuti agama
Abdul Muthalib dan enggan untuk mengucapkan laa ilaaha illallah.
Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bertekad, ”Demi Allah, aku akan memohonkan ampunan
untukmu kepada Allah, selama aku tidak dilarang.”
Lalu Allah menurunkan firman-Nya di surat
at-Taubah: 113. dan al-Qashsas: 56. (HR. Bukhari 1360 dan Muslim 24)
Firman Allah di surat at-Taubah:
مَا
كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ
وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ
أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
”Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang
yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun
orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka,
bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS.
At-Taubah: 113).
Firman Allah di surat al-Qashsas:
إِنَّكَ
لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat
memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk
kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang
mau menerima petunjuk. (QS. Al-Qashsas: 56)
Kedua,
kesedihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan kematian Abu Thalib
yang tidak masuk islam.
Terkait sikap Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam terhadap kematian Abu Thalib, turun dua ayat di atas.
1. Firman Allah di surat at-Taubah:
مَا
كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ
وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ
الْجَحِيمِ
”Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan
orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang
musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah
jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka
jahanam.” (QS. At-Taubah: 113).
2. Firman Allah di surat al-Qashas:
إِنَّكَ
لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat
memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk
kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang
mau menerima petunjuk. (QS. Al-Qashsas: 56)
Ibnu Katsir mengutip
keterangan beberapa ulama tafsir sahabat dan Tabiin,
قال
ابن عباس، وابن عمر، ومجاهد، والشعبي، وقتادة: إنها نزلت في أبي طالب حين عَرَضَ
عليه رسولُ الله صلى الله عليه وسلم أن يقول: “لا إله إلا الله” فأبى عليه ذلك.
وكان آخر ما قال: هو على ملة عبد المطلب.
Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Mujahid,
as-Sya’bi, dan Qatadah mengatakan, ayat ini turun berkaitan dengan Abu Thalib,
ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak dia untuk mengucapkan laa
ilaaha illallah, namun dia enggan untuk mengucapkannya. Dan terakhir yang dia
ucapkan, bahwa dia mengikuti agama Abdul Muthalib. (Tafsir Ibn Katsir, 6/247).
Adanya dua ayat di atas, merupakan bukti
sangat nyata bahwa Abu Thalib mati dalam kondisi tidak islam.
Ketiga,
beberapa hadis yang menegaskan Abu Thalib mati kafir
1. Hadis dari Abbas bin Abdul
Muthalib radhiyallahu ‘anhu, beliau bertanya kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
مَا
أَغْنَيْتَ عَنْ عَمِّكَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَحُوطُكَ وَيَغْضَبُ لَكَ؟
“Apakah anda tidak
bisa menolong paman anda?, karena dia selalu melindungi anda dan marah karena
anda.”
Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
هُوَ
فِي ضَحْضَاحٍ مِنْ نَارٍ، وَلَوْلاَ أَنَا لَكَانَ فِي الدَّرَكِ الأَسْفَلِ مِنَ
النَّارِ
”Dia berada di
permukaan neraka. Andai bukan karena aku, niscaya dia berada di kerak
neraka.” (HR. Ahmad 1774 dan Bukhari 3883).
2. Dari Abu Said
al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّهُ
سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَذُكِرَ عِنْدَهُ
عَمُّهُ أَبُو طَالِبٍ، فَقَالَ: «لَعَلَّهُ تَنْفَعُهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ
القِيَامَةِ، فَيُجْعَلُ فِي ضَحْضَاحٍ مِنَ النَّارِ يَبْلُغُ كَعْبَيْهِ،
يَغْلِي مِنْهُ أُمُّ دِمَاغِهِ»
Suatu ketika ada orang yang menyebut
tentang paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Abu Thalib di
samping beliau. Lalu beliau bersabda,
“Semoga dia mendapat syafaatku pada hari kiamat, sehingga beliau
diletakkan di permukaan neraka yang membakar mata kakinya, namun otaknya
mendidih.” (HR. Bukhari 6564, Muslim 210, dan yang lainnya).
3. Hadis dari Jabir bin
Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
سُئِلَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَبِي طَالِبٍ هَلْ تَنْفَعُهُ
نُبُوَّتُكَ؟
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam ditanya tentang Abu Thalib, apakah status kenabian anda bisa
bermanfaat baginya?
Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
نَعَمْ،
أَخْرَجْتُهُ مِنْ غَمْرَةِ جَهَنَّمَ إِلَى ضَحْضَاحٍ مِنْهَا
”Bisa bermanfaat, aku keluarkan dia dari
kerak jahanam ke permukaan neraka” (HR. Abu Ya’la al-Mushili dalam
Musnadnya no. 2047).
4. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَهْوَنُ
أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا أَبُو طَالِبٍ، وَهُوَ مُنْتَعِلٌ بِنَعْلَيْنِ يَغْلِي
مِنْهُمَا دِمَاغُهُ
”Penduduk neraka yang paling ringan
siksanya adalah Abu Thalib. Dia diberi dua sandal yang menyebabkan otaknya
mendidih.” (HR. Ahmad 2636, Muslim 212, dan yang lainnya).
Mengapa Abu Thalib malah disiksa?
Jika Abu Thalib mati muslim, berhasil
mengucapkan laa ilaaha illallah, maka status Abu Thalib adalah sahabat yang husnul khotimah. Namun
Mengapa Abu Thalib malah disiksa?
Jika dia muslim, tentu beliau tidak akan
mendapatkan hukuman dengan kondisi mengerikan seperti itu. Karena ketika orang
masuk islam, semua dosa kekufuran di masa silam akan menjadi diampuni Allah. Sehingga jawabannya, dia disiksa karena dia
meninggal dalam kondisi kafir.
Dia Penolong Dakwah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Kita sepakat hal
ini. Abu Thalib memiliki jasa besar, membantu dan melindungi Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam selama dakwah di Mekah. Inipun diakui para sahabat. Dan
karena jasa besar Abu Thalib, para sahabat bertanya kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah beliau bisa menyelamatkan Abu
Thalib?.
Ini menunjukkan
bahwa para sahabat telah memahami bahwa Abu Thalib mati kafir. Karena jika Abu
Thalib mati muslim, tentu para sahabat tidak akan menanyakan hal itu. Kita tidak jumpai, sahabat bertanya,
apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi syafaat kepada
Khadijah, Hamzah, Ruqayah atau Ummu Kultsum?, para keluarga beliau yang
meninggal mendahului beliau.
Karena mereka semua
mati muslim. Berbeda dengan
Abu Thalib, para sahabat mempertanyakan apakah posisi beliau bisa memberikan
pertolongan kepada Abu Thalib yang membantu sewaktu dakwah di Mekah.
Kesaksian Abbas?
Anda bisa perhatikan
hadis dari Abbas bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu, ketika beliau
bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا
أَغْنَيْتَ عَنْ عَمِّكَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَحُوطُكَ وَيَغْضَبُ لَكَ؟
“Apakah anda tidak
bisa menolong paman anda?, karena dia selalu melindungi anda dan marah karena
anda.”
Kita bisa memahami, Abbas bertanya
demikian, karena Abbas juga meyakini bahwa Abu Thalib mati kafir.
Jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
هُوَ
فِي ضَحْضَاحٍ مِنْ نَارٍ، وَلَوْلاَ أَنَا لَكَانَ فِي الدَّرَكِ الأَسْفَلِ مِنَ
النَّارِ
”Dia berada di
permukaan neraka. Andai bukan karena aku, niscaya dia berada di kerak
neraka.” (HR. Ahmad 1774 dan Bukhari 3883).
Hadis ini
diriwayatkan Imam Ahmad, Bukhari, dan yang lainnya. Inilah keterangan yang
lebih meyakinkan tentang sikap Abbas terhadap kematian Abu Thalib. Lalu dimana
riwayat yang menyebutkan keterangan Abbas bahwa Abu Thalib telah mengucapkan
laa ilaaha illallaahdi detik kematiannya?
Tidak lain,
keterangan ini adalah kedustaan Syiah, untuk menguatkan klaim mereka tentang
keislaman Abu Thalib.
Keempat, tentang kitab Nahjul Balaghah
Penulis kitab ini Muhamad bin Husain as-Syarif ar-Ridha,
tokoh syiah abad 5 H. Kitab
ini berisi khutbah, nasehat, dan pesan-pesan sahabat Ali bin Abi Thalib. Namun
uniknya, semuanya disampaikan tanpa sanad. Bahkan banyak ulama yang menegaskan bahwa isi buku Nahjul
Balaghah adalah kedustaan atas nama Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
Berikut beberapa keterangan mereka,
1.
Keterangan Imam ad-Dzahabi dalam al-Mizan,
ومن
طالع كتابه ” نهج البلاغة ” ؛ جزم بأنه مكذوب على أمير المؤمنين علي (ع)، ففيه
السب الصراح والحطُّ على أبي بكر وعمر، وفيه من التناقض والأشياء الركيكة
والعبارات التي من له معرفة بنفس القرشيين الصحابة، وبنفس غيرهم ممن بعدهم من
المتأخرىن، جزم بأن الكتاب أكثره باطل
Orang yang membaca kitab ‘Nahjul
Balaghah’ dia bisa memastikan bahwa itu kedustaan atas nama Amirul Mukminin,
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Dalam kitab ini terdapat celaan dan
penghinaan terang-terangan kepada Abu Bakr dan Umar. Kemudian terdapat
pertentangan dan berbagai macam pendapat sangat lemah, serta ungkapan yang jika
dinilai oleh orang yang memahami karakter sahabat Quraisy, karakter ulama
lainnya setelah mereka, maka dia bisa menyimpulkan bahwa kitab ini umumnya
adalah kebatilan. (Mizan al-I’tidal, 3/124).
2. Keterangan
Syaikhul Islam,
فأكثر
الخطب التي ينقلها صاحب “نهج البلاغة “كذب على علي، الإمام علي (ع) أجلُّ وأعلى
قدرا من أن يتكلم بذلك الكلام، ولكن هؤلاء وضعوا أكاذيب وظنوا أنها مدح، فلا هي
صدق ولا هي مدح
Umumnya khutbah yang disebutkan penulis
‘Nahjul Balaghah’ adalah kedustaan atas nama Ali bin Abi Thalib. Imam Ali
terlalu mulia untuk menyampaikan khutbah demikian. Namun mereka (syiah) membuat
kedustaan dan mereka yakini sebagai bentuk pujian. Khutbah ini tidak jujur dan
bukan pujian. (Minhajus Sunah, 8/28).
3.
Keterangan dalam kitab Mukhtashar at-Tuhfah al-Itsna Asyarah,
ومن
مكائدهم – أي الرافضة – أنهم ينسبون إلى الأمير من الروايات ما هو بريء منه
ويحرفون عنه، فمن ذلك “نهج البلاغة” الذي ألفه الرضي وقيل أخوه المرتضى، فقد وقع
فيه تحريف كثير وأسقط كثيرا من العبارات حتى لا يكون به مستمسك لأهل السنة
Termasuk penipuan mereka – orang syiah –,
mereka mengklaim berbagai riwayat atas nama Amirul Mukminin Ali, yang beliau
sendiri berlepas diri darinya, sementara mereka menyimpangkannya. Diantaranya
kitab ‘Nahjul Balaghah’ yang ditulis oleh ar-Ridha, ada yang mengatakan
saudaranya, yaitu al-Murtadha. Dalam buku ini terdapat banyak penyimpangan
riwayat dan banyak ungkapan yang tidak layak, sehingga kitab ini tidak
dijadikan rujukan dalam ahlus sunah. (Mukhtashar at-Tuhfah al-Itsna Asyarah,
hlm 36).
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina KonsultasiSyariah.com)
---------------------------------------------------------------------------------
Islamkah
Abu Thalib?
Ditulis
Oleh: Abu Nu’aim Al Atsari
Comment terakhir by Ali Al-Mujtaba on July 17,
2013 3:08 am
Siapa yang tidak kenal dengan Abu Thalib? Beliau adalah orang yang
banyak membantu perjuangan dakwah Islam. Menjadi tameng dari orang-orang
jahiliyah yang ingin menghancurkan Islam dan mencelakai Nabinya shallallahu
‘alaihi wa sallam. Alhamdulillah, anak-anak kaum muslimin pun mengenalnya dalam
sejarah Islam. Dalam sejarah Islam, Abu Thalib juga disebut sebagai orang yang
paling ringan siksanya di Neraka. Dengan kata lain, beliau meninggal dalam
keadaan kafir. Padahal, terdapat riwayat, sebagaimana yang sering dibawakan
oleh orang-orang Syi’ah, bahwa (sebnarnya) Abu Thalib telah mengucapkan
syahadat. Benarkah demikian?
Termasuk aqidah Syi’ah adalah mencintai Ahlul Bait, menurut
kriteria mereka walaupun kelewat batas dan menolak hadits yang diriwayatkan
kalangan Ahlus Sunnah. Muhammad Husein Ali
Kasyif Ghitha’, ulama syi’ah masa kini berkata,
“Sesungguhnya Syi’ah
tidak mengakui sunnah (hadits-hadits nabi) kecuali yang diriwayatkan secara
shahih dari Ahlu Bait. . . adapun riwayat semisal Abu Hurairah, Samurah bin
Jundab, Amr bin Ash dan orang semacam mereka maka menurut Syi’ah Imamiyah tidak
ada nilainya. ”1
Lantaran itu mereka meyakini keimanan Abu Thalib dan membuang hadits-hadits
shahih yang menginformasikan tentang kekufuran Abu Thalib. Seperti diocehkan
tokoh Syi’ah Indonesia, O. Hashem dalam
bukunya Saqifah Awal
Perselisihan Umat hal 19-27,
“Anak cucu Ali dan Fathimah serta keluarga Rasulullah tidak pernah
meragukan keimanan Abu Thalib. Selain madzhab Imamiah, juga kebanyakan penganut
Madzhab Zaidiyah dan Madzhab Mu’tazilah menganggap Abu Thalib seorang Mukmin.
Dari madzhab ahlu sunnah dapat dibilang satu-satunya hadits shahih yang
meriwayatkan kekafiran Abu Thalib adalah dari Abu Hurairah. Tetapi, bagaimana
ia dapat menyaksikan peristiwa meninggalnya Abu Thalib sedang pada waktu itu ia
berada di desa Daus, Yaman dan baru mencul di Madinah dan masuk islam sepuluh
tahun kemudian?2
kemudian menukil dari Tarikh
Abi Al Fida’ I/120 dan Kasyf Al Ghummah,
Sya’rani, 2/144 bahwa ketika ia akan meninggal ia mengucapkan syahadat. Abbas
bin Abdul Muthalib berkata, ” Demi Allah wahai anak saudaraku, ia telah
mengucapkan kalimat yang engkau perintahkan untuk diucapkan! Dan Rasulullah
bersabda, ”Segala syukur bagi Dia yang memberi hidayat kepadamu, wahai paman!”.
”Asy-Syaikh As Suhaimi
berkata dalam bukunya Syarh Jauhara serta lain-lain berkata bahwa hadits Abbas
memperkuat keyakinan sebagian peneliti (Ahlul Kasyf) bahwa ia (Abu Thalib)
adalah seorang muslim. ”
Itulah ocehan O. Hashem. Untuk membantah kedustaan tersebut akan
kita nukilkan hadits-hadits yang shahih yang menginformasikan kekafiran Abu
Thalib. Takhrij hadits ini kami ambil dari goresan Syaikh Abu Ubaidah Masyhur
Hasan Alu Salman dalam Muqodimah Adillatu
Mu’taqodi Abi Hanifah Al A’dham Fi Abawai Rasul Alaihis Shalatu Wa Salam hal.
17-23 karya Al Allamah Ali bin Sulthan yang terkenal dengan Mula Ali Al Qori Al
Hanafi. Tetapi perlu diingat bahwa para ulama Ahlu Sunnah mengatakan bahwa,
Rafidhah adalah
kelompok yang peling berdusta dan mendustakan kebenaran. 5
Diantara contoh kedustaan mereka adalah klaim keimanan Abu Thalib
ini dan mendustakan hadits-hadits shahih tentangnya.
Memang didapati suatu haditas yang mengisahkan bahwa Abu Thalib
mengucapkan syahadat ketika akan mati, melalui Ibnu Abbas, berkata;
”Ketika Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam mendatangi Abu
Thalib tatkala sakit beliau berkata kepadanya :”Wahai pamanku, ucapkan Laa
Ilaaha Illallah, suatu kaliamt yang akan menghalalkan syafaat bagimu pada hari
kiamat”. Jawab Abu Thalib, ” Wahai keponakanku, kalaulah bukan karena celaan
kepadaku dan kepada keluargaku sepeninggalku, dimana mereka (Quraisy) memandang
bahwa aku mengucapkan kalimat itu karena mendekati mati niscaya aku ucapkan.
Aku ucapkan kalimat itu untuk menyenangkanmu “, Ketika Abu Thalib mengalami
sekarat, terlihat bibirnya bergerak-gerak. Al Abbas mendekatkan telinganya, dia
mendengarkan ucapan Abu Thalib, lantas mengangkat kepalanya dan berkata, “Demi
Allah, dia telah mengucapkan kalimat yang engkau minta”. Jawab Nabi, Aku tidak
mendengarnya”. 6
Al Hafidz Ibnu Katsir dalam Sirah Nabawiyyah 2/125 berkata, ” Pada
sanad hadits ini terdapat rawi mubham, tidak diketahui jati dirinya yaitu
“sebagian kelurganya”. Ini termasuk mubham nama dan identitas. Orang seperti
ini tidak bisa ditetapkan hukumnya jika dia bersendiri”.
Imam Baihaqi berkata, ”Hadits ini sanadnya terputus, Al Abbas
ketika itu belum masuk islam”,
Ibnu Abbas berkata, Abu Thalib sakit, lalu
datanglah orang-orang Quraisy dan juga nabi kesana. Disisi Abu Thalib banyak
orang laki-laki. Berdirilah Abu Jahl menghalangi nabi. Mereka mengadukan kepada
Abu Thalib tentang Nabi. Maka berkatalah Abu Thalib. ”Wahai keponakanku, apa
yang engkau inginkan dari kaummu? Jawab Nabi,
“Wahai paman, aku ingin mereka mengucapkan
satu kalimat, yang mana orang-orang Arab akan mengikuti agama mereka dan
orang-orang ajam (selain Arab) akan membayar jizyah (semacam pajak) kepada
mereka”,
Tukas Abu Thalib, ”Satu kalimat!” Jawab Nabi,
”Hanya satu kalimat, yaitu hendaknya mereka mengucapkan Laa Ilaha Illallah. ”
Orang-orang Quraisy berkata, “Satu tuhan?! Kami tidak pernah mendengar hal ini
dalam agama yang terakhir”, Ibnu Abbas berkata, ” lalu turunlah ayat tentang
mereka
”Shaad, demi Al qur’an
yang mempunyai keagungan. Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam
kesombongan dan permusuhan yang sengit. ” Sampai firman Nya “Kami tidak pernah
mendengar hal ini dalam agama yang terakhir, ini (mengesakan Allah), tidak lain
adalah dusta yang diada-adakan”. 9
Sanad
lain, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad I/362, Ibnu Jarir dalam Tafsir
23/79, Nasa’i dalam Tafsir 2/218 no. dari jalur Abu Usamah dari Al A’masy dari
Abbad bin Ja’far dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas.
Perbedaan nama Al A’masy tidak membuat hadits ini cacat. 10 Karena
bisa jadi Al A”masy meriwayatkan dari keduanya. Hanya saja pada gurunya yang
pertama (sanad pertama-pen) terjadi perbedaan. Satu kali mengatakan dari Abdun
bin Humaid, tapi pada riwayat Tirmidzi, Yahya bin Umarah. Al Bukhari memastikan
bahwa yang benar adalah Yahya bin Umarah. Namun Yahya bin Umarah ini majhul
karena hanya Al A’masy yang meriwayatkan darinya. Tapi hadits ini shahih
lantaran ada Abbad bin Ja’far.
Hadits ini memastikan bahwa Abu Thalib tidak
mengucapkan syahdat. Hal ini dikuatkan karena ada kata tambahan pada riwayat
Ibnu Jarir pada Tafsirnya 23/80-81 dengan sanad mu’dhal11;
Ketika orang-orang Quraisy keluar, Rasulullah mengajak
pamannya untuk mengucapkan Laa Ilaha Illallah Tetapi Abu Thalib tetap menjawab:
”Aku tetap pada agama sesepuh”. Turunlah ayat, ” Sesungguhnya kamu tidak dapat
memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi “(Al Qoshosh : 56).
Dari Al Musayyib bin Hazn berkata,
Ketika Abu Thalib hampir
mati, Rasulullah mengunjunginya dan mendapati Abu Jahl dan Abdullah bin Abi
Umayyah di sisi Abu Thalib. Rasulullah berkata, ”Wahai paman, ucapkan Laa Ilaha
Illallah suatu kalimat yang aku akan membelamu karena ucapan itu dihadapan
Allah.”
Abu Jahl dan Abdullah bin
Abi Umayyah berkata, “Apakah kamu membenci agama Abdul Muthalib?” Beliau terus
menerus menawarkan kepada pamannya untuk mengucapkannya, tetapi kedua orang itu
terus mengulang-ulang. Hingga akhir ucapan Abu Thalib adalah tetap berada pada
agama Abdul Muthalib dan enggan mengucapkan Laa Ilaha Illallah. Rasulullah
bersabda,
“Aku benar-benar akan
memintakan ampunan bagimu selama tidak dilarang “.
Lalu Allah menurunkan
ayat,
Tiadalah sepatutnya bagi
Nabi dan orang-orang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang
musyrik, Walaupun ornag-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah
jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik adalah penghuni neraka
jahanam. (At Taubah : 113).
Ayat ini diturunkan Allah berkenaan dengan Abu
Tholib. Dan Allah berfirman kepada Rasullulah
Sesungguhnya kamu
tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah
memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (Al-Qoshosh :
56).12
Dari Abu
Hurairah, berkata ;
Rasulullah berkata
pada pamannya, “ Ucapkan Laa Ilaaha Illallah, aku akan bersaksi untukmu pada
hari kiamat “, Abu Thalib menjawab, “ Seandainya orang Quraisy tidak mencelaku
dengan mengatakan “ Abu Thalib mengucapkan itu karena hampir mati ”. Lalu Allah
menurunkan ayat kepada Rasulullah.13
Dari Al
Abbas bin Abdul Muthalib, berkata,
“Wahai Rasullulah,
apakah engkau bisa memberi manfaat kepada Abu Thalib, sebab dia dulu
memeliharamu dan membelamu?” Jawab beliau, “Benar, dia berada di neraka yang
paling dangkal, kalau bukan karenaku niscaya dia berada di neraka yang paling bawah.“14
Dari Abu Sa`id Al Khudri, berkata,
Disebutkan
disisi Rasulullah pamannya Abu Thalib, maka beliau bersabda, ” Somoga
syafa’atku bermanfaat baginya kelak di hari kiamat. Karena itu dia ditempatkan
di neraka yang paling dangkal, api neraka mencapai mata kakinya lantaran itu
otaknya mendidih. 15
Dari Ali bin Abi Thalib, berkata ;
Ketika Abu Thalib mati,
aku mendatangi Nabi, kukatakan, “Wahai Rasulullah, pamanmu orang tua yang sesat
itu telah mati. Jawab beliau, “Pergilah, kuburkan dia! Aku berkata, “Dia mati
dalam keadaan musyrik”, jawab beliau, “Pergilah, kuburkan dia! dan kamu jangan
berbuat sesuatu sampai datang kepadaku”. Lantas aku kuburkan kemudian a ku
mendatangi Nabi dan beliau memerintahkan aku mandi lalu aku mandi, kemudian
beliau berdo`a dengan beberapa do`a yang mana aku tidak suka apabila do`a itu
diganti dengan seluruh apa yang ada di permukaan bumi.16
Dari
Anas bin Malik, pada kisah islamnya Abu Quhafah. Anas berkata,
”Ketika Abu Quhafah
menjulurkan tangannya untuk baiat, Abu Bakar menangis, maka Nabi berkata, ”Apa
yang menyebabkan kamu manangis? Jawab Abu Bakar, “Lebih aku sukai jika tangan
pamanmu (Abu Thalib) menggantikan tangannya (Abu Quhafah), lalu dia masuk Islam
dan dengan begitu Allah membuat engkau rela”, 17
Al
Hafidz dalam Al Ishobah 4/1117 berkata,
”Maksud ucapan Abu bakar adalah keislaman
Abu Thalib lebih saya sukai ketimbang keislaman bapak saya”,
Jika
Abu Thalib Islam (tetapi dia mati kafir -pen). Lanjut Al Hafidz hal. 118,
”Saya berharap Abdul Muthalib dan
keluarganya termasuk orang-orang yang masuk islam dengan taat sehingga selamat.
Tetapi berita yang shahih tentang Abu Thalib membantah semua itu. Yaitu apa
yang disebutkan dalam suatu ayat di surat Al Bara’ah dan hadits shahih dari Al
Abbas . . . ”,
Lantas
menyebutkan haditsnya dan berkata,
”Ini adalah keadaan orang yang mati dalam
keadaan kafir, seandainya dia mati dalam keadaan bertauhid niscaya dia akan
selamat dari api neraka. Hadits-hadits yang shahih dan berita yang meluas sudah banyak”.
Dalam Fathul Bari 7/195 beliau berkata,
”Saya
mendapati satu kitab yang disusun oleh orang-orang Syi’ah Rafidhoh, mereka
banyak memuat hadits-hadits dha’if yang menunjukan keislaman Abu Thalib. Namun
tidak ada satupun yang shahih. Taufiq hanya milik Allah”.
Ayat yang dipakai oleh Syi’ah Rafidhoh adalah ;
Maka
orang orang yang beriman kepadanya memuliakannya, menolongnya dan mengikuti
cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah
orang-orang yang beruntung. (Al A’raf : 157).
Mereka mengatakan,
”Abu
Thalib memuliakan Nabi sebagaimana yang telah masyhur dan diketahui. Dia
melawan orang-orang Quraisy dan memusuhi mereka karena membela keponakannya.
Hal itu tidak pernah dilakukan oleh seorangpun, jadilah dia orang yang
beruntung”.
Al Hafidz mengomentari,
“Sebatas inilah tingkat keilmuan mereka. Saya
akui Abu Thalib membela Nabi bahkan membela dengan mati matian. tetapi dia
tidak mengikuti cahaya yang diturunkan kepada beliau, yaitu Al Qur’an yang
mulia, penyeru kepada tauhid. Tidak akan memperoleh keberuntungan kecuali
dengan memperoleh sifat sifat yang tadi”18 (sifat Al Qur’an tadi-pen).
Syaikh Muhammad Baqir Al Mahmudi telah
mengerahkan segala upaya namun sia-sia untuk menolak kekafiran Abu Thalib dalam
ta’liqnya (komentar) terhadap kitab Khoshois Ali hal. 266-273. Dia berdalil
dengan beberapa hal, dimana orang yang sedang berduka karena kematian anaknya
pun akan menertawakannya. Dia juga berdalil dengan riwayat-riwayat yang tidak
berdasar dan bertentangan dengan riwayat yang shahih. Ini menunjukan kejahilan
dan kedangkalan pemahamannya. Dia memberikan komentar dengan memfasikkan Abu
Bakar dan Umar bahkan mengkafirkan keduanya!!
Sebagian orang Syi’ah Rafidhoh mengarang kitab
yang dinamakan Asna Matholib Fi Najati Abi Thalib, mereka penuhi kitab-kitab
tersebut dengan kata-kata yang buruk, kedustaan, dan cerita dusta kepada Ahlus
Sunnah. Untuk membantahnya memerlukan karangan tersendiri. Kesimpulannya,
riwayat-riwayat shahih menetapkan bahwa Abu Thalib mati kafir. Inilah pendapat
Ahlus Sunnah. Ibnu Asakir ketika menuliskan sejarahnya, berkata,
”Ada
yang berpendapat Abu Thalib masuk Islam, (dijawab) keislamannya tidak benar”.
Usai memastikan Abu Thalib mati kafir dalam
sirahnya 2/132, Al Hafidz Ibnu Katsir berkata,
”Seandainya
Allah tidak melarang kita memintakan ampunan bagi orang-orang musyrik, niscaya
kita akan memintakan ampunan kepada Abu Thalib dan mendo’akan agar mendapatkan
rahmat”.
Faedah yang dapat diambil
dari kisah ini :
Bantahan kepada orang-orang
yang berpendapat bahwa Abu Thalib beriman, seperti Syi’ah Rafidhoh.
Yang mampu memberikan
hidayah dan taufiq itu hanya Allah bukan selainnya. Jika Nabi memiliki hidayah
taufiq ini, menghilangkan kesusahan, menghapuskan dosa, menyelamatkan dari
adzab dan semacamnya niscaya orang yang paling pantas mendapatkan adalah Abu
Thalib karena dia banyak berkorban bagi Nabi, memelihara dan membela dakwahnya.
Bantahan terhadap orang
orang yang meminta, Istighotsah dan bertawassul kepada Rasulullah, karena
Rasulullah tidak mampu menolong pamannya ketika beliau masih hidup. Lantas
bagaimana mungkin beliau menolong orang orang yang meminta kepadanya sedangkan
beliau telah wafat.
Diharamkan meminta ampunan
kepada orang kafir walaupun keluarga dekat.
Catatan Kaki
…1
Ashlu
Syi’ah Wa Ushuluha, hal, 79 , seperti dalam Ushul Madzhab Syi’ah Imamiyah Itsna Asy’ariyah, I/343,
Dr. Nashir Al Qifari.
…2
Kedustaan O. Hashem
terhadap sahabat mulia, Abu Hurairah lihat (Majalah Al-Furqon) edisi 6 th. 3.
…3
(Dia adalah -red.
vbaitullah) orang yang sangat membenci dakwah tauhid dan banyak membuat
kedustaan terhadap imam Muhammad Abdul Wahhab, semoga Allah memberi balasan yang
setimpal. Lihat (majalah Al Furqon -red. vbaitullah) edisi 3 tahun
4.
…4
Al halbiyyaah, jilid 1/194.
…5
Minhajus Sunnah, Ibnu Taimiyah 4/51 dan mukhtasarnya, Imam Dzahabi, hal
21-23 seperti dalam Ushul Madzhab Syi’ah, 1/366.
…6
Dikeluarkan oleh Ibnu Ishaq dalam Sirahnya, Al Baihaqi
dalam Dalail Nubuwwah 2/346 dengan sanad yang sama (dengan sanad Ibnu Ishaq)
dari Al Abbas bin Abdillah bin Ma’bad dari sebagian keluarganya dari Abbas.
…7
Rawi mubham
adalah rawi yang tidak diketahui nama dan jati dirinya.
…8
Hadits mungkar
adalah hadits dha’if yang menyelisihi hadits shahih.
…9 Diriwayatkan oleh Nasa’i dalam Sunan Kubra, kitab tafsir dalam no. 456, seperti disebutkan dalam Tuhfatul Asyraf 4/456, Tirmizi 3232, Ibnu Jarir dalam Tafsir 23/79, Al Hakim dalam Mustadrak 2/432, Baihaqidalam Dalail Nubuwwah 2/345 dan Sunan Kubra 9/188, dari
jalan Sufyan dari Al A’masy, dia berkata,
”menceritakan kepada kami
Yahya Bin Umarah dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas dengan tidak menyebut
tambahan redaksi islamnya Abu Thalib-berkata. . .
Tirmidzi berkata, ”Ini hadits hasan”. Tetapi
Al Mizzi dalam Tuhfah menukil ucapan Tirmidzi, ”Hasan shahih”. Kata Al Mizzi pula, ”Yahya bin Sa’id meriwayatkan hadits
semisal ini dari Sufyan dari Al A’masy. Yahya bin Umarah berkata, ”Menceritakan
kepada kami Bandar, dia berkata, ” Menceritakan kepada kami, ” Yahya bin Sai’d
dari Sufyan Hadits semisal ini dari Al A’masy.
…10 Maksudnya pada hadits pertama Al A’masy meriwyatkan dari
Yahya bin Umarah tetapi pada hadits kedua (riwayat Ahmad dan lainnya) Al A’masy
meriwayatkan dari Abbad bin Ja’far-pen. …11 Mu’dhal adalah
gugurnya dua orang rawi atau lebih di tengah sanad secara berurutan. …12 Dikeluarkan oleh Bukhari dalam
Shahihnya, kitab tafsir No. 4675 dan 4772, Muslim 24,Nasa`i dalan
Sunan Kubro 250, 403 (seperti disebutkan dalam Tuhfatul Asyraf, Al Mizzi 8/387)
dan Al Mujtaba 4/90-91, Abu
Awanah dalam Musnad I/14-15, Ahmad 5/433, Ath-Thahawi dalam
Musykilul Atsar 3/187,Ibnu
Mandah dalam Al Iman No. 37, Ibnu Hibban dalam
Shahihnya no. 978, Ibnu
Jarir dalam tafsirnya 11/30, 20, Baihaqi dalam
Dalail Nubuwwah 2/342-343, Al Baghawi dalam
Syarhu Sunnah 5/55-56, Ibnul
Banna`dalam Fadhlul Tahlil no.
47, Al
Wahidi dalam Asbabun Nuzul 177,
dari berbagai jalan dari Az-Zuhri dari Sa`id Al Musayyib dari bapaknya (Al
Musayyib bin Hazn). Ini redaksi bukhari no. 4772.
Al
Hakim dalam Mustadraknya
2/335-336 meriwayatkan hadits tersebut dari jalur Sufyan bin Husen dari Az
Zuhri dari Sa`id bin Musayyid dari Abu Hurairah, lalu berkata, “Sanadnya Shahih“ dan
disetujui Adz Dzahabi.
Sufyan bin Husen ini tsiqoh (terpercaya),
tetapi kalau meriwayatkan dari Az Zuhri tidak demikian lantaran berlawanan
dengan banyak perawi yang lebih terpercaya dan lebih banyak dari para murid Az
Zuhri. Mereka menjadikan hadits ini dari Al Musayyib bin Hazn bukan dari Abu
Hurairah. Memang benar didapati juga hadits shahih yang semakna dengan hadits
ini dari Abu Hurairah namun sanadnya lain.
…13 Dikeluarkan oleh Muslim 25, Abu Awanah dalam
Musnad 1/15,Ahmad 2/434, Tirmidzi dalam Al
Jami` 5/341 no. 3188, Ibnu
Hibbandalam Shahi no. 6237, Ibnu Mandah dalam Al
Iman no. 38 dan 39, Ibnu
Jarir dalam Tafsir 20/58, Baihaqi dalam
Dalail Nubuwwah 2/344 -345, dan dari jalur Yazid bin Kaisan dari Abi Hazin Al
Asyja`i dari Abu Hurairah. …14Dikeluarkan
oleh Bukhari no. 3883,
6208, 6572, Muslim 209, AhmadI/206,
207, 210, Al
Humaidi dalam Musnad I/219, no.
460, Ibnu
Abi Syaibah dalam Mushonnaf 13/165, Abdur Razaq dalam
Mushonnaf no. 9939, Ibnu
Mandah dalam Al Iman no. 958, 961, Abu Ya`la 12/53,
54, 78, no. 6694, 6695, 6715, Ibnu Asakir dalam
Tarikh Dimasyq I05, Al
Jauroqonidalam Al Abathil wal
Manakir was shihah wal masyahir I/237-238, Baihaqidalam
Dalail Nubuwwah 2/346 dan dalam Al Ba`tsu wan Nusyur no. 10-12 dari hadits Al
Abbas bin Abdul Muthalib.
Hadits ini menjelaskan kebathilan yang disandarkan kepada Al
Abbas di muka bahwa dia mendengar Abu Thalib mengucapkan kalimat Tauhid. Jika dia mendengar
tentunya dia tidak akan bertanya kepada Nabi. Perkara ini sangat gamblang. Al
Hafidz Ibnu Hajar dalam Al Ishobah 4/117 berkomentar,
”Inilah yang benar,
membantah riwayat yang dituturkan oleh Ibnu Ishaq. Seandainya Abu Thalib
mengucapkan kalimat Tauhid niscaya Allah tidak akan melarang Nabi-Nya
memintakan ampun baginya. Jawaban ini lebih pas ketimbang jawaban lain yaitu
bahwa Al Abbas belum menunaikan syahadat ini yang karenanya dia muslim. Tetapi
dia menyebutkan syahadat ini sebelum keislamannya lantaran itu syahadat Al
Abbas tidak diterima”.
…15 Dikeluarkan Bukhari 3885, 6564, Muslim 210, Ahmad 3/9, 50, 55,Ibnu Hibban dalam shahihnya 6238, Baihaqi dalam Dalail Nubuwwah 2/347, dan dalam Al Ba`tsu wan
Nusyur no. 9, Al jauroqoni dalam Al Abathil I 238 dari hadits Abu Sa`id Al Khudri.
…16 Dikeluarkan oleh Ibnu
Abi Syaibah 3/269, 347, Abdur
Rozzaq dalam Mushonnaf 6/39, Ibnu Sa’d dalam
Thobaqot kubra 1/124, Ahmad 1/97,
131, Nasa’i dalam
sunan kubra 1/110, Al Mujtaba 1/110,
4/79-80, danKhoshois Ali no.
149, Ath-Thoyalisi no.
122, Abu Dawud no.
3214,Syafi’i dalam
Musnad 1/209, Ibnul Jarud dalam
Al Muntaqo no. 550, Abu Ya’la dalam
Musnad 1/334-335no. 423, Ibnu khuzaimah seperti
yang disebutkan dalamdalam Al Ishobah 1/117, Ibnu Hazm dalam
Al Muhalla 5/123, Baihaqi dalam
Sunan Kubro 1/110, dan dalam Dalail Nubuwwah 2/102, Al Khatib dalam
Talkhishul Mutasyabih 2/832, Ibnu Sayidinasdalam
Uyun Atsar 1/132 dari jalur Abu Ishaq As Sabi’l dari Najiyah bin Ka’b Al Asadi
dari Ali bin Abi Tholib.
Sebagian Ulama menyangka
hadits ini dha’if kareana beberapa sebab, diantaranya kedha’ifan Najiyah bin
Ka’b, Baihaqi dalam Sunan Kubra mendha’ifkannya, dia menukil dari Ibnul Madini
yang mengatakan bahwa tidak ada yang meriwayatkan dari Najiyah selain Abu
Ishaq, ‘Adalah (kredibilitas) Najiyah tidak diakui Bukhari dan Muslim dan tidak
ada penyebutan di dalam Shahih bukhari dan Muslim bahwa Ali memandikan
bapaknya. An Nawawi dalam Al Majmu’ 5/144, juga mendha’ifkannya.
Cacat lainnya Abu Ishaq
adalah seorang Mudallis dan Mukhtalath (hafalannya telah goyah), lebih-lebih
lagi dia bersendiri dalam riwayat.
Tetapi semua cacat tadi
ternyata terbantah. Tentang dha’ifnya Najiyah, Ibnu Ma’in berkata “ Shalih”,
Abu Hatim dalam Jarh wa Ta’dil berkata, ” Dia seorang syaikh”. Ucapan Ibnul
Madini bahwa Abu Ishaq hanya sendirian meriwayatkan dari Najiyah, ini tidak
benar. Sebab ada Rawi lain yang meriwayatkan darinya yaitu Abu Hassan Al A’raj,
seperti disebutkan Bukhari dalam Tarikhnya 4/2/107.
Selain Abu Hassan,
periwayat dari Najiyah adalah Amr bin Yunus. Ibnu Hajar menukil perkataan
Baihaqi dalam Talkhis Habir 2/114, namun dia tidak setuju dengan mengatakan, “
Inti ucapan Baihaqi bahwa Najiyah adalah dha’if, namun tidak nampak nyata
kedha’ifannya. Bahkan Ar Rafi’i mengatakan bahwa Najiyah bin Ka’b seorang yang
Tsabit (kokoh) dan terkenal. Selain itu dia ditsiqohkan oleh Ibnu Hibban dalam
kitab Ats tsiqoh dan Al Ijli dalam Tarikh Tsiqoot.
Adapun Bukhari dan Muslim
tidak berhujjah denganya, ini tidak mencacatnya, sebab keduanya tidak mesti
mengeluarkan hadits dari setiap orang yang Tsiqoh (terpercaya). Tuduhan Abu
Ishaq adalah seorang Mudallis, memang benar. Tetapi dia meriwayatkannya dengan
“Tahdist” (Haddatsana / haddatsani mengabarkan kepada kami/ku pen).
Diriwayatkan lagi bahwa
Syu’bah meriwayatkan darinya. Telah shahih bahwa Syu’bah mengatakan, “Aku jamin
bagi kalian tadlisnya tiga orang; A’masy, Qotadah, dan
CateAbu Ishaq As Sabi’i”, Tuduhan bahwa Abu Ishaq telah rusak hafalannya, dijawab bahwa Sufyan Ats Tsauri telah meriwayatkan darinya dan dia adalah orang yang terpercaya dalam meriwayatkan dari Abu Ishaq. Tambahan lagi, Ibrohim bin Thohman juga meriwayatkan dari Abu Ishaq. Bahkan lebih dahulu dibanding Sufyan. Adapun sendirinya dalam meriwayatkan dari Najiyah, ini tidak mengapa, apalagi kalau ada riwayat penguat! Yaitu:
kategories: Manhaj, Sirah Sahabat . . Author: abu ghonam
Riwayat imam Ahmad 1/103 dan anaknya Abdullah dalam Zawaid Musnad 1/129, Abu Ya’la 1/335-336 no. 424, Ibni Adi dalam Al Kamil 2/738-739, Al Bazzar dalam Al Bahri Az Zikhor 2/207 no. 592, Baihaqi dalam Sunan Kubro 1/304 dan 305, dari jalur Al Hassan bin Yazid Al Ashom dari Ismail bin Abdurahman As Suddi dari Sa’d bin Ubaidah dari Ali, Daruquthni dalam Al ‘Illal no. 484 menilai bahwa sanad petama lebih benar, sebab tambahan nama Sa’d bin Ubaidah adalah kekeliruan. Sanad ini dishahihkan oleh syaikh kami Al Albani dalam Ahkam Janaiz hal. 134, dan dalam penshahihan beliau benar.
…17 Al Hafidz berkata, ”Sanadnya Shahih“ diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad 3 /120,Abu Ya’la 5/216-217 no. 2831; Al Bazzar 3/373-374 no. 2981 seperti dalam Kasyful Atsar, Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 1476, Al Hakim 3/244-245 dengan sanad sama seperti diatas namun mereka tidak menyebutkan ucapan Abu Bakar tersebut.
Al Hakim berkata, ”Shahih menurut syarat Bukhari Muslim”, disetujui Adz dzahabi. Tetapi ini salah, sebab Muhammad bin Salamah Al Bahili tidak dipakai oleh Bukhari. Jadi hadits ini menurut syarat Muslim saja.
Al Haitsami berkata dalam Majma’ zawaid 5/159-160, ” Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Ya’la, Al Bazzar dan rijal (perawi) Ahmad adalah perawi kitab shahih”.
…18 Al Ishobah 4/118
Related
May 5, 2007
29 Comments
Comment by abu thalib on December 10, 2008 7:02 pm
bila abu thalib selaku paman nabi yang telah mencurahkan hampir
seluruh hidupnya untuk keponakannya bahkan rela untuk menempatkan posisi
anaknya ditempat tidur nabi ketika posisi nabi terancam dikatakan kafir
bagaimana dengan anda????
Comment by abu on October 6, 2010 4:24 am
sesungguhnya tidak ada kaitan dalam hal ini antara amalan dan
keimanan, jika amalan itu boleh tanpa keimanan maka berarti engkau juga
menganggap orang2 selain islam bisa masuk surga setelah diutusnya nabi
muhammad? karena mereka juga banyak beramal baik walau tidak beriman??
permasalahannya bukan banyak membantu atau hubungan kekeluargaannya, tetapi
orang yang tidak mengakui dan mengucap syahadat secara jelas telah kafir
terhadap Allah..
setuju atas pernyataan antum,laknatulloh bagi pembenci ahlul
bait nabi suci saww
Comment by Dirga on June 19, 2009 5:16 am
PERLU HATI2 MENGKAFIRKAN KELUARGA DAN SAHABAT NABI AS
Tuan, Sungguh ngeri mendengar pengkafiran terhadap salah seorang kerabat Nabi
saw. Sementara disatu sisi kita begitu menjauhkan diri untuk mengkafirkan
sahabat nabi. Apalagi, sudah lazim salah seorang ulama dari mazhab A menganggap
lemah hadis yang disampaikan oleh Ulama dari lain atau mazhab B.
Sebagai sebuah pertimbangan, (semuga pembaca tidak apriori, belum-belum hadis
yang saya paparkan dalam tulisan ini akan dianggab lemah atau dhoif), beberapa
hadis kita (ahlusunnah) yang menguatkan keimanan Abu Thalib.
SYARH NAHJU AL-BALAGHAH, Ibnu Abil Hadid, juz 14 hal 69, cet Dar Ihya al-Kutub
al-Arabiyyah, menyatakan bahwa Nabi saw bersabda, “Saya dan orang yg menanggung
anak yatim seperti dua orang ini akan masuk sorga.”
Yang dimaksud adalah Abu Thalib ra yang menanggung Nabi sjk kecil sbg anak
yatim.
Dalam kitab yg sama, juz 14 hal 67 disebutkan bahwa Rasulullah bersabda,
“Jibril mengatakan kepadaku, ‘Sesungguhnya Allah memberi kesempatan kpdmu utk
memberi syafaat kpd 6 org: yg mengandungmu (Aminah binti Wahhab, yg memiliki
tulang sulbi dmn engkau diturunkan), Abdullah bin Abdul Muthalib (yg menanggung
hidupmu), Abu Thalib (yg sll melindungi dan beri pengayoman), Abdul Muthalib,
dan saudaramu yg diperuntukkan bgmu pd masa jahiliyah….’
DALAM KITAB YG SAMA, juz 14 hal 70 Ibnu Abil Hadid menyatakan bahwa hadis
tentang dibakarnya Abu Thalib di Neraka adlh diriwayatkan oleh banyak org namun
ujungnya adalah Mughirah bin Syu’bah. Dimana bkn rahasia lagi bahwa Mughirah
dikenal sbg org yang berlebihan kebenciannya kpd Imam Ali dan kpd keluarga Bani
Hasyim.
DALAM KITAB YG SAMA, juz 14 hal 71-81, Ibn Abil Hadid menuliskan syair2 Abu
Thalib sbb: “Saya berlindung kpd pemilik rmh ALLah ini dr setiap org yg
bermaksud jahat dan dr org kafir yg mengadu domba kami, dan dr org2 yg murtad
pd agamanya. Demi Allah, sdh ada dlm pundakku kecintaanku pd Ahmad. Aku
mcintainya bagai seorang yg saling mencinta. Aku yakin akan kebenaran dirinya.
Nampak jelas agamanya yg haq, tak tersentuh sedikitpun oleh kebatilan”
Syair Abu Thalib lainnya adalah, “Wahai saksi Allah, Saksikanlah! Sesungguhnya
diriku berada pd agama Nabi Muhammad. Siapa sj dpt mjd sesat dlm agama, namun
sesungguhnya diriku telah diberi petunjuk”
DALAM AL-TADZKIRA, Sabath Ibn al-Jauzi, hal 18 cet Beirut, kumpulan syair Abu
Thalib. dari sini akan didapati bagaimana keimanan Abu Thalib pd Agama Muhammad
saw.
DALAM YANABI’UL MAWADDAH, Hafizh Sulaiman Qunduzi, bab 52, mengutip Abu Usman
Amru bin Bahrul Jahizh, “Dia (Abu Thalib) adalah pembela Nabi, penolongnya,
pengasihnya, pendidiknya, peengasuhnya. Dia jg mengimani kenabiannya….”
Lalu, setelah itu…
coba kita pelajari sejarah hitam umat Islam pd masa Muawiyah yg telah
menghitamkan sejarah kerabat Nabi saw, terutama ketika adanya caci maki yg
diperintahkan oleh Bani Umayah itu atas Imam Ali dan kedua putranya (hasan dan
Husain) cucu kesayangan Rasul.
Ada indikasi kuat bahwa pd zaman Muawiyah banyak berkeliaran hadis2 palsu. Dan coba pelajari pula tentang diperintahkannya (dan itu
tlh terjadi) pembakaran kitab2 selain al-Quran.
Karenanya, mengkafirkan kerabat nabi (yg tdk disepakati oleh semua ulama)
adalah hal yg miris. Sementara, kita begitu hampir-hampir mengharamkan mencaci
para sahabat..
Bagi penulis, jg pembaca budiman, Abu Thalib adalah tokoh yg msh dlm perdebatan
apakah dia menjadi kafir atau tetap mukmin.
Comment by abu on October 6, 2010 4:31 am
mungkin klo tentang masalah abu thalib anda masih ragu, pertama
kali lebih baik anda mempelajari apa2 yang anda sebut dgn org2 wahabi dan
ajarannya, apakah memang sesat atau sebenarnya itu cuma doktrin dari kaum syiah
yang memang terlalu mengagungkan sahabat ali sampai mengkafirkan sahabat2 yang
lain??
Comment by Daud on July 2, 2009 4:43 am
KALO HADITSNYA PALSU BUAT APA DIPERCAYA….
APALAGI KALO DIAMBIL DARI ORANG-ORANG RAFIDHOH AL KADZABBBBB…………………
Comment by arsyad al-farisi on December 4, 2010 11:22 pm
@mas daud jangan smbrangan bilang hadist palsu klo cma dhoif.. anda mw termasuk dalam golongan kafir.
@mas abu coba anda fikir klo seandainya
tidak ada abu tholib, bagaimana dgn dakwah rasul tentu tidak akn bisa bukan..
ijin copas..
koq berani membantah tanpa dalil ya?
Comment by abu imam on April 14, 2013 9:03 am
ANDA MAU TAHU DALILNYA :
lihat coment saya 14 april 2013.
dan tambahan lagi
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengangkat bapak-bapakmu dan
saudara-saudaramu sebagai pemimpin jika mereka lebih mencintai kekafiran dari
pada keimanan. Barangsiapa diantara kamu mengangkat mereka menjadi pemimpin,
mereka adalah orang-orang zalim. (QS. at-Taubah : 23).
Engkau memintakan ampunan atau tidak memintakan ampunan bagi
mereka, meskipun engkau memintakan ampunan sebanyak 70 kali, Allah tidak akan
mengampuni mereka. Hal yang demikian itu karena mereka kafir kepada Allah dan
Rasul-Nya, dan Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang yang fasik.
(QS. at-Taubah: 23 dan 80)
Kedua ayat ini turun sebelum at-Taubah 113 (ayat yang digunakan
untuk memusuhi Abu Thalib), dan-kami akan menyimpulkan diskusi ini dengan
memberi pernyataan kepada orang-orang yang Menuduh Abu Thalib. Pertama,
mungkinkah bahwa Nabi memohon ampunan bagi Abu Thalib (Semoga Allah meridhainya)
terutama apabila 2 ayat ini menyatakan bahwa hal itu sia – sia ia, dengan
menganggap bahwa Abu Thalib wafat dalam keadaan kafir? Jika ya, tindakan tersebut bertentangan dengan Quran dan
kehendak Allah Yang Maha Besar. Kedua, kenyataannya adalah bahwa ayat 113 hanya
perintah kepada Nabi Muhammad secara umum, dan bukan keprihatinan untuk sesuatu
yang tidak dilakukan Nabi.
Pembaca sejarah Islam mengetahui bagaimana
suku Quraisy memberikan peringatan kepada Abu Thalib untuk menghentikan
kemenakannya yang merendahkan nenek moyang mereka, menghinakan tuhan-tuhan
mereka dan mengejek pendapat mereka. Jika tidak, Nabi Muhammad akan berhadapan
dengan mereka di medan perang hingga salah satu dari mereka hancur. Abu Thalib
tidak ragu bahwa menerima tantangan suku Quraisy akan mengakibatkan kemusnahan
sukunya. Namun ia tidak menekan kemenakannya untuk menghentikan kampanyenya. la
hanya memberitahu tentang peringatan suku Quraisy dan dengan lembut berkata
padanya, “Selamatkanlah aku dan dirimu, wahai kemenakanku, dan janganlah engkau
bebani aku dengan sesuatu yang, tidak dapat aku pikul !”
Ketika Nabi Muhammad SAW menolak peringatan
tersebut, dungan mengatakan pada pamannya bahwa ia tidak akan mengubah pesan
pemilik semesta alam, Abu Thalib langsung mengubah sikapnya dan memutuskan
untuk bergabung dengan Nabi Muhammad hingga akhir hayat. Hal. ini merupakan
bukti pernyataan yang ia sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, “Kembalilah,
kemenakanku, lanjutkanlah, katakanlah semua yang engkau sukai. Aku tidak akan
pernah meninggalkanmu setiap saat.”
(i: Sirah Nabi Muhammad, Ibnu Hisyam, jilid 1, hal. 266; Tabaqat ibn Sa’d,
jilid 1, hal. 186, Tarikh at-Thabari, jilid 2, hal. 218; Diwan Abu Thalib, hal.
24; Syarh ibn al-Hadid, jilid 3, hal. 306; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 2, hal.
258; Tarikh, Abu Fida, jilid l, hal. 117; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal.
306)
masih belum juga membuka mata hati antum ?
Comment by abu imam on April 14, 2013 9:08 am
Abu Thalib memenuhi janji besarnya dengan cara yang berbeda.
Ketika seorang Mekkah melemparkan kotoran kepada Nabi Muhammad ketika ia tengah
shalat, Abu Thalib sambil mengacungkan pedang, pergi mengamit tangan
kemenakannya hingga ia sampai ke Mesjid Suci. Sekelompok musuh sedang duduk di
sana dan ketika beberapa orang berusaha untuk membela Abu Thalib ia berkata
kepada mereka, “Demi Dia yang diyakini Muhammad, jika ada dari kalian yang
berdiri, aku akan memukulnya dengan pedangku!”
Perhatikanlah beberapa baris berikut dari referensi hadis Sunni:
Ketika seseorang bersumpah, ia bersumpah dengan sesuatu yang memiliki kesucian
bagi dirinya, dan bukan sesuatu yang tidak ia yakini. Pernyataan diplomatis
tadi membuktikan kepada orang-orang berakal bahwa ia meyakini Tuhannya
Muhammad, Yang Maha Esa dan Maha Besar. Kemudian Abu Thalib meminta Nabi
Muhammad, orang yang dipermalukan. Dan sebagai jawabannya, Hamzah diperintahkan
oleh Abu Thalib untuk mengotori orang yang menunjukkan kebencian kepada Nabi
Muhammad dengan tanah. Pada peristiwa inilah Abu Thalib berkata, “Aku meyakini
bahwa agama Muhammad adalah agama yang paling benar dari semua agama yang ada
di alam semesta.”
( Khazanatal Adab, Khatib Baghdadi, jilid 1, ,hal. 261; Tarikh, Ibnu Katsir,
jilid 3, hal. 42; Syarh, Ibnu Hadid, jilid 3, hal. 306; Tarikh, Abu Fida, jilid
l, hal. 120; Fathul BRri (syarah Shahih al-Bukhari), jilid 7, hal. 153;
al-Ishabah, jilid 4, hal. 116; as-Sirah alHalabiyyah, jilid l, hal. 305; Talba
tul Thalib, hal. 5.)
Abu Thalib yang mempercayai kemenakannya sebagai penerima wahyu
dari langit, tanpa ragu pergi menemui orang-orang Quraisy dan mengatakan kepada
mereka apa yang telah diceritakan Muhammad kepadanya. Percakapannya dicatat
sebagai berikut. -
Muhammad telah memberitahu kami dan aku ingin bertanya kepada
kalian untuk membuktikannya kepada kalian. Karena apabila benar, maka aku
meminta kalian untuk memikirkan kembali daripada menyengsarakan Muhammad atau
munguji kesabaran kami. Percayalah kepada kami, kami lebih suka mempertaruhkan
nyawa kami daripada menyerahkan Muhammad kepada kalian. Dan jika Muhammad
terbukti salah dalam ucapannya, maka kami akan menyerahkan Muhammad kepada
kalian tanpa syarat. Dan kalian bebas memperlakukannya sebagaimana yang kalian
kehendaki, membunuhnya atau membiarkannya tetap hidup.
Mendengar tawaran Abu Thalib, suku Quraisy sepakat untuk
memeriksa dokumen tersebut, dan mereka terkejut ketika melihat dokumen itu
telah dimakan ular, hanya nama Allah saja yang masih tertulis di sana. Mereka
berkata bahwa hal itu adalah sihir Muhammad. Abu Thalib berang kepada suku
Quraisy dan mendesak mereka agar menyatakan bahwa dokumen tersebut digugurkan
dan pelarangan itu dihapuskan. Kemudian ia (abu thalib) menggenggam ujung kain
Kabah lalu mengangkat tangan lainnya ke atas lalu berdoa, “Ya Allah! Bantulah
kami menghadapi orang-orang yang telah menganiaya kami…!”
(Tabaqat ibn Sa’d, jilid 1, hal. 183; Sirah ibn Hisyam, jilid l, hal. 399 dan
404; Awiwanui Ikbar, Qutaibah, jilid 2, hal. 151; Tarikh, Ya’qubi, jilid 2,
hal. 22; al-Istiab, jilid 2, hal. 57; Khazantul Ihbab, Khatib Baghdadi, jilid
1, hal. 252; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 84; al-Khasais al-Kubra, jilid
1, hal. 151; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 286.)
Comment by abu imam on April 14, 2013 9:14 am
Ketika Nabi Muhammad masih kecil, di saat hujan jarang turun,
Abu Thalib membawanya ke Rumah Suci Kabah. la berdiri dengan punggung menyentuh
dinding Kabah dan mengangkat Nabi Muhammad dengan memangkunya. la menjadikan
perantara dalam doanya kepada Allah meminta hujan. Nabi Muhammad juga berdoa bersamanya
dengan wajah menghadap ke atas. Belum lagi doa usai, awan hitam muncul di
langit dan hujan turun dengan deras. Peristiwa ini ia sebutkan dalam syair yang
disusun oleh Abu Thalib:
Tidakkah kalian lihat?
Kami mengetahui bahwa Muhammad adalah seorang Nabi sebagaimana
Musa
la telah diramalkan pada kitab-kitab
sebelumnya
Wajahnya yang memancarkan cahaya merupakan
perantara tururmya hujan
la adalah mata air bagi para yatim piatu
dan pelindung para janda.
(Syarah al-Bukhari, Qastalani, jilid 2, hal. 227; as-Sirah al-Halabiyah, jilid
1, ha1.125)
Menjelang ajalnya, Abu Thalib berkata
kepada Bani Hasyim:
Aku perintahkan kepada kalian untuk berbuat
baik kepada Muhammad. la adalah orang yang paling terpercaya di antara suku
Quraisy dan paling benar di kalangan bangsa Arab. la membawa ayat yang diterima
oleh hati dan disangkal oleh bibir karena takut permusuhan. Demi Allah
barangsiapa yang mengikuti petunjuknya ia akan mendapat kebahagiaan di masa
datang. Dan kalian Bani Hasyim, masuklah kepada seruan Muhammad dan percayailah
dia. Kalian akan berhasil dan diberi petunjuk yang benar. Sesungguhnya ia
adalah penunjuk ke jalan yang benar.”
(al-Muhabil Bunya, jilid 1, hal. 72; Tarikh alKhantis, jilid 1, hal. 339;
Balughul Adab, jilid 1, hal. 327; as-Sirah alHalabiynh, jilid 1, hal. 375;
Sunni al Muthalib, jilid 5; Uruzul Anaf, jilid 1, hal. 259; Tabaqat ibn Sa’d,
jilid l, hal. 123.)
Diriwayatkan dalam kitab Bayhaqi, Dalail
Nubuwwah, bahwa menjelang lepas jiwa Abu Thalib dari raganya, bibirnya terlihat
bergerak-gerak. Abbas (paman Nabi Muhammad) mendekatkan diri untuk mendengar
apa yang ia katakan. Kemudian ia mengangkat kepalanya dan berkata, “Demi Allah
ia telah mengucapkan kalimat yang engkau minta, ya Rasulullah!”
(Daiail Nubuzuwah, Baihaqi, jilid 2,
ha1.101; Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146, sebagairnana yang dikutip pada
buku Siraturt Nabi, Syilbi Numani, jilid 1, hal. 219-220)
Pada hadis lain, Imam Jafar Shadiq berkata:
Ketika Imam Ali sedang duduk di Ruhbah di
Kufah, dikelilingi oleh sekelompok orang, seorang lelaki berdiri dan berkata,
“Wahai Amirul Mukminin! Engkau memiliki kedudukan yang teramat tinggi yang
Allah anugerahkan kepadamu tetapi ayahmu menderita di neraka.” Imam menjawab,
“Tutup mulutmu! Semoga Allah membuat mulutmu buruk. Demi Allah yang telah
mengutus Muhammad dengan kebenaran, sekiranya ayahku memberi syafaat kepada
setiap orang berdosa di muka bumi ini, Allah akan menerima syafaatnya
( al-Ihtijaj, Thabarsi, jilid 1, hal. 341)
kalo semua bukti sudah diberikan dan antum
masih menutup mata silahkan saja antum bawa keyakinanmu itu sampai mati dan
tetaplah antum seperti itu semoga saja antum tidak ditanya allah diakhirat
nanti. atau jangan2 Allah ridho atas ucapan antum yg memvonis abu thalib mati
dalam keadaan kafir. …..
Comment by abu imam on April 14, 2013 8:56 am
apa pendapat antum dengan perkataanahli sejarah seperti ibnu
ishaq dan ibnu hisyam dalam sirah nabawiyah yg menyatakan abu thalib mati dalam
keadaan muslim hal itu terlihat sebelum mati bibir abu thalib bergerak dan
mengucapkan 2 kalimat sahadat. berikut pernyataan ibnu hisyam yg mengutip
perkataan ibnu ishaq :
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Abu Thalib menjelarag ajal,
bibirnya bergerak-gerak. Abbas yang hingga saat itu masih menjadi orang
non-Muslim, mendekatkan telinganya ke bibir Abu Thalib dan berkata bahwa ia
tengah mengucapkan 2 kalimat syahadat sebagaimana yang Rasulullah inginkan.
(Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146.)
Kami juga menemukan penafsiran yang sangat mengherankan, dari
penafsir Sunni yang dihormati, Fakhruddin Razi dalam tafsirnya dengan sumber
surah Qashash ayat 56. la menyebutkan ayat ini tentang Abu’ Thalib, ‘bukan’
karena pendapat pribadinya, tetapi dari beberapa ulama lainnya. Anehnya, ia
mengakui bahwa ayat ini tidak dapat dikait-kaitkan kepada keimanan Abu Thalib (
Tafsir al-Kabir, jilid 25, hal. 3.)
Hai orang – orang yang beriman ! Jangan kamu memilih orang –
orang kafir menjadi pelindung dengan mengesampingkan orang – orang beriman.
Apakah kamu memberikan bukti yang jelas kepada Allah yang menentangmu? (QS.
an-Nisa : 144).
Surah ini adalah surah Makkiyah, yang menganjurkan orang-orang
beriman untuk tidak mengangkat orang-orang kafir sebagai pelindung dan penolong
mereka. Bagaimana bisa Nabi meminta pertolongan dari orang-orang kafir jika
kita anggap Abu Thalib adalah orang kafir?’ Tentunya ayat ini turun sebelum
surah at-Taubah yang menjadi fokus perhatian kami.
( Tafsir, Qurthubi, jilid 5, hal. 1)
fakta menyatakan abu thalib sebagai pelindung dan penolong nabi
saw saat awal kenabian bahkan abu thalib rela mengorbankan dirinya, keluarga
bahkan bani muthalib dan bani hasyim dia korbankan untuk melindungi nabi saw
dari kaum kafir qurasy. Padahal kita tahu dalam sejarah ketika embargo
dilakukan kepada bani hasyim karena keenganan abu thalib menyerahkan nabi saw.
beliau memilih lapar, kehausan pemutusan kekeluargaan mungkinkah dengan
pengorbanan beliau tsb akan sia-sia hanya karena hadist palsu siabu hurairah
dan ibnu musayyab tersebut ? pikir dan renungkan wahai orang yg berakal.
Bahkan sejarah mencatat sahabat 2 utama seperti abu bakar, umar
dan usman yg telah memeluk islam tidak pernah membantu mensuplay makanan atau
berusaha menyakinkan kaumnya seperti bani adiy, bani bakar utk menyetop embargo
tersebut.
HANYA ORANG GILA YG MENYATAKAN ABU YHALIB MATI DALAM KEADAAN
KAFIR.
penulis bloq berkata:
Imam Baihaqi berkata, ”Hadits ini sanadnya terputus, Al Abbas ketika itu belum
masuk islam”,
jawab
memang antum licik sekali dan kelihatan betul antum itu seorang nashibi (
pembenci keluarga nabi). kalo dalil dari abas antum katakan tidak bisa diterima
karena pada saat itu abas bin abdulmuthalib belum memeluk islam, LALU MENGAPA
ANTUM TERIMA RIWAYAT DARI ABU HURAIRA DAN MUSAYYAB DIMANA MEREKA BERDUA JUGA
BELUM MEMELUK ISLAM. BAHKAN ABAS JAUH LEBIH DAHULU MEMELUK ISLAM KETIMBANG
MEREKA BERDUA.
JADI TERBUKTI HUJJAH ANTUM DALAM MEMOJOKAN ABU THALIB ADALAH
PEKERJAAN YG SIA-SIA. ANTUM TAHU APA KATA PEPATAH TTG PEKERJAAN YG SIA2 DAN APA
CONTOHNYA : ” YAITU KENTUT BUKA CELANA” HEHEHEHEHEHEHEH. ITULAH YG ANTUM
LAKUKAN DALAM MEMUSUHI KELUARGA NABI SAW.
Penulis bloq berkata :
Dalam sejarah Islam, Abu Thalib juga disebut sebagai orang yang paling ringan
siksanya di Neraka. Dengan kata lain, beliau meninggal dalam keadaan kafir.
jawab:
ITU SEJARAH VERSI SIAPA BRO ? ITU SEJARAH VERSI NASHIBI SEPERTI ANTUM DAN ULAMA
JAHAT.atau siapa ?
Walaupun saya org suni tapi sulit akal saya untuk menerima abu thalib mati
dalam keadaan kafir. Hal ini sangat bertentangan dengan fakta.:
1. Jika abu thalib mati dalam keadan kafir, mengapa sejarahwan seperti ibnu
ishaq, ath-thabari, dll tidak pernah mencatat bahwa abu thalib menyembah
berhala ?
jika anda percaya sama saja anda percaya seorang petani yg menghabiskan waktu
muda dan tuanya dlm bertani lalu anda melihatnya mahir memegang senjata modren,
tank tempur dan mengoperasikan peluru kendali lewat komputer
2. Kenapa anda lebih percaya ucapan abu
hurairah dan musayyab ? Dari
segi apa antum begitu mempercayai mereka ?
Apakah karena mereka berstatus sahabt nabi ? Bukankah anda
membaca sejarah bahwa mereka berdua tidak pernah berjasa kepada nabi saw semasa
beliau saw hidup. bahkan abu hurairah banyak mendapat pertolongan dari
rasulullah. Lalu bagaimana bs antum mendahului dan mempercayai mereka daripada
ucapan2 abu thalib yg lewat lisannya (puisi-puisi ungkapan hati) dia banyak
menyebut nama Allah, dia banyak menolong nabi saw, bahkan sampai matipun jasa
beliau belum bisa dibalas oleh rasulullah dari segi perlindungannya, penolong nabi
saw, memberi nabi pakaian, makanan, memberi nabi tempat berteduh, mengutamakan
nabi dari anak-anaknya, dan mempercayai ucapan pendeta nasrani Buhaira bahwa
muhammad adalah seorang nabi dan rasul. lalu abu thalib meyakini dan menuriuti
perkataan pendeta nasrani tersebut agar beliau jangan keluar dari tempat
tinggalnya karena akan dibunuh oleh yahudi jika mereka melihat tanda kenabian.
Apakah bukti-bukti ini belum juga bs membuka mata dan hati antum
? terlalu……kata bang roma
penulis bloq berkata :
4 Hadits-hadits Shahih Yang Menyatakan Kekafiran Abu Thalib
1. Dari Al Musayyib bin Hazn berkata,Ketika Abu Thalib hampir
mati, Rasulullah mengunjunginya dan mendapati Abu Jahl dan Abdullah bin Abi
Umayyah di sisi Abu Thalib. Rasulullah berkata, ”Wahai paman, ucapkan Laa Ilaha
Illallah suatu kalimat yang aku akan membelamu karena ucapan itu dihadapan
Allah…….turunlah surah at-taubah 113……….lalu turun surah al-qashash 56
2. Dari Abu Hurairah, berkata ;Rasulullah berkata pada pamannya,
“ Ucapkan Laa Ilaaha Illallah, aku akan bersaksi untukmu pada hari kiamat “,
Abu Thalib menjawa…..lalu turun surah al-qashash 56
jawab:
sebelum sy bahas saya ingin mencantumkan hadist yg serupa dengan
kondisi hadist abu hurairah dan mussayab tersebut
3. Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh Al Muhajir telah mengabarkan
kepada kami Laits dari Yahya bin Sa’id dari Abu Zubair dari Jabir bin Abdullah
ia berkata: Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah saw. di Ji`ranah sepulang
dari perang Hunain. Pada pakaian Bilal terdapat perak. Dan Rasulullah saw.
mengambilnya untuk diberikan kepada manusia. Orang yang datang itu berkata: Hai
Muhammad, berlaku adillah! Beliau bersabda: Celaka engkau! Siapa lagi yang
bertindak adil, bila aku tidak adil?…………..dst
(Shahih Muslim No.1761)
Kalo kita perhatiakan dari ketiga hadist tersebut ada beberapa
persamaannya sbb:
A. perawi hadist (jabir bin abdullah) adalah saksi peristiwa
dimana rasulullah terlibat didalamnya baik dari perkataan dan perbuatan. karena
hadist ini dimulai dengan menceritakan kejadian bukan perawi berkata kepada
saya.
B. perawi menceritakan kondisi terjadi dengan rinci. Hal ini menandakan
perawi pada saat itu berada ditempat kejadian dan bukan diceritakan oleh orang
lain.
ANALISA HADIST INI PALSU
BENARKAH ABU HURAIRAH DAN MUSAYYAB BERADA DIRIMH ABU THALIB SAAT KEMATIANNYA ?
ketiga hadist ( abu hurairah, mussayyab dan jabir ) adalah
pelaku sejarah (sumber utama informasi ) yg hadir dan melihat langsung kejadian
tersebut dimana dalam kejadian tersebut rasulullah terlibat didalamnya.
Pertanyaannya adalah :
1. APAKAH BENAR MUSSAYAB , ABU HURAIRAH HADIR PADA SAAT KEMATIAN ABU THALIB ?
SEJARAH MEMBUKTIKAN ABU HURAIRAH MASUK ISLAM ABAD 7 H. pada saat
selesai perang khaibar dan musayyab masuk islam setelah fathu mekah. Dari dari
ilmu logika (manthik ini tertolak dan hanya orang yg kurang waras saja yg
mempercayai hadist ini disaksikan oleh abu hurairah dan musayyab).
2. Jika ada yg mengklaim mereka hadir pada saat itu ketika
kematian abu thalib maka pertanyaannya adalah :
A. Apa kapasitas mereka berdua menghadiri pertemuan kepala2 suku atau kepala
kabilah atau kepala kaum arab yg mendatangi abu thalib ?
bukankah kita mengetahui mereka bukan orang yg penting dikalangan kaum quraisy.
tidak ada sejarah yg legkap ttg mereka.bahwa mereka mengikuti dan salah seorang
pengambil keputusan antara kaum kuffar quraisy dan keluarga nabi saw ?
3. Tolong kaum nashibi yg ngotot mengkafirkan abu thalib memberi
alsannya yg logis ttg hadist abu hurairah dan mussayyab JANGAN BERDALIL DGN
ASUMSI DAN PERSEPSI.
Barang siapa yang memanggil seseorang dengan “kafir” atau
berkata “musuh Allah” padahal tidak demikian maka perkataan itu berbalik
kepadanya [Shahih Muslim 1/79 no 61]
: Cukuplah seorang dianggap pendusta karena menceritakan
perkataan yang ia dengar” [HR. Muslim]
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”
VERSI-VERSI ULAMA TENTANG TURUNYA SURAH
AT-TAUBAH 113 DAN AL-QASHASH 56. Tapi anehnya ayat keduannya diklaim memang
turun beberapa kali dan yg lebih mengherankan anda adalah ayat yg lain tersebut
juga ditujukan kepada ahlu bait yaitu ibu rasulullah (keluarga nabi saw) dan jg
orang lain juga ketika org tersebut dilarang berdoa maka dia berkata ibrahim
juga memohon doa kepada orangtuannya.
perhatikan asbabun nuzul surah at-taubah 113
1. Buraidah menceritakan, bahwa ketika saya sedang bersama
dengan Nabi saw. dalam suatu perjalanan, tiba-tiba beliau berhenti di Asfan.
Lalu Rasulullah saw. melihat kuburan ibunya untuk itu beliau berwudu terlebih
dahulu kemudian membacakan doa dan terus menangis. Setelah itu beliau bersabda,
“Sesungguhnya aku telah meminta izin kepada Rabbku supaya diperkenankan
memintakan ampun buat ibuku, akan tetapi Dia melarangku.” Maka pada saat itu
turunlah firman-Nya, “Tiada sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman
memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik…” (Q.S. At-Taubah 113)
2. Musnad Ahmad 732: (Bab musnad ali ra) Telah menceritakan
kepada kami Yahya Bin Adam Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Ishaq
dari Abu Al Khalil dari Ali, dia berkata; aku mendengar seseorang memohonkan
ampunan untuk kedua orang tuanya yang musyrik, maka aku berkata; “Apakah boleh
seseorang memohonkan ampunan untuk kedua orang tuanya yang musyrik?” Kemudian
dia menjawab; “Bukankah Ibrahim memohonkan ampunan untuk kedua orang tuanya?”
Maka aku ceritakan hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga
turunlah ayat; (Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan
ampunan kepada (Allah) bagi orang-orang musyrik), sampai ayat; (Maka Ibrahim
berlepas diri darinya.) (Q S At Taubah: 113-114)
3. Musnad Ahmad 1031: Telah menceritakan kepada kami Waki’ dan
Sufyan, menurut jalur yang lain; telah menceritakan kepada kami Abdurrahman
berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Ishaq dari Abu Al
Khalil dari Ali Radhiallah ‘anhu berkata; Saya mendengar seseorang memintakan
ampun untuk kedua orang tuanya yang masih musyrik, maka saya bertanya; “Kamu
memintakan ampun untuk kedua orang tuamu padahal keduanya adalah musyrik?” Dia
menyanggahnya; “Bukankah Ibrahim juga memintakan ampun untuk bapaknya padahal
dia musyrik.” Hal itu saya sampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
maka turunlah ayat: (Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman
memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, …” sampai akhir ayat
dan ayat setelahnya. Abdurrahman berkata; Maka Allah menurunkan ayat: (Dan
permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah
Karena suatu janji yang Telah diikrarkannya kepada bapaknya itu.)
bisakah anda tentukan atau memastikan DIMANA ayat at-taubah 113
turun ?
Apakah pada masa abu thalib meninggal, apakah saat rasulullah menziarahi KUBUR
ibunya atau ketika peristiwa ali melaporkan PADA RASULULLAH TTG orang muslim yg
mendokannya kedua orang tuanya yg masih musryik . ketika nabi saw dimadinah ?
PUTUSKANLAH WAHAI NASHIBI JIKA KAU PUNYA ILMU !!!!!!
tambahan lagi tentang asbabun nuzul surah at-taubah bahwa surat
at-taubah turun dimadinah sedangkan abu thalib wafat dimekah. masuk akalkah ayat
ditujukan kpd orang yg sudah wafat ? lihat hadist dibawah ini
Musnad Ahmad 376: Telah menceritakan kepada kami Yahya Bin Sa’id
Telah menceritakan kepada kami ‘Auf Telah menceritakan kepada kami Yazid yaitu
Al Farisi. Telah berkata bapakku Ahmad Bin Hanbal; dan Telah menceritakan
kepada kami Muhammad Bin ja’far Telah menceritakan kepada kami ‘Auf dari Yazid
dia berkata Ibnu Abbas berkata kepada kami; aku bertanya kepada Utsman Bin
Affan; “Apa yang menyebabkan kalian sengaja meletakkan surat Al Anfal padahal
dia termasuk dari al matsani (surat yang ayatnya kurang dari seratus) dan surat
Bara’ah (At Taubah) padahal dia termasuk dari mi`in (surat yang ayatnya sampai
seratus) kemudian kalian gabungkan antara keduanya dan tidak kalian tulis”
-Ibnu ja’far berkata- “dan belum kalian tulis antara keduanya dengan batas
“bismillaahir rahmaanir rahiim” dan kalian letakkan pada surat surat yang
termasuk tujuh surat panjang, apa yang menyebabkan kalian melakukan hal itu?”
Utsman berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika suatu masa
datang kepada beliau dan turunlah kepadanya surat surat yang mempunyai jumlah
ayat banyak, dan apabila diturunkan kepadanya wahyu beliau memanggil beberapa
orang yang menuliskan di sisinya, kemudian beliau berkata: “Letakkan oleh
kalian ini dalam surat yang disebutkan di dalamnya begini dan begini, ” dan
ketika turun beberapa ayat kepadanya, beliau berkata: “Letakkanlah ayat ini dan
ayat ini ke dalam surat yang disebutkan di dalamnya begini dan begini, ” dan
ketika turun suatu ayat kepadanya, beliau berkata: “Letakkanlah ayat ini ke
dalam surat yang disebutkan di dalamnya begini dan begini, ” dan surat Al Anfal
adalah termasuk surat yang pertama diturunkan di Madinah, sedangkan Bara’ah (At
Taubah) adalah termasuk surat yang terakhir diturunkan di Madinah, dan
kandungannya adalah mirip dengan kandungan yang ada dalam surat Al Anfal,
kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, sementara belum
menjelaskan kepada kami bahwa dia (Bara’ah) termasuk surat dari surat Al Anfal,
maka aku menganggapnya dia termasuk darinya sehingga aku menggabungkan antara
keduanya dan tidak menulis pembatas antara keduanya dengan” Bismillaahir
rahmaanir rahiim” – Ibnu ja’far berkata; – “dan aku letakkan pada kelompok
tujuh surat panjang.”
penulis bloq berkata:
Al Hafidz ibnu katsir mengomentari,
“Sebatas inilah tingkat keilmuan mereka. Saya akui Abu Thalib MEMBELA NABI
bahkan MEMBELA dengan mati matian. tetapi dia tidak mengikuti cahaya yang
diturunkan kepada beliau, yaitu Al Qur’an yang mulia, penyeru kepada tauhid.
Tidak akan memperoleh keberuntungan kecuali dengan memperoleh sifat sifat yang
tadi”18 (sifat Al Qur’an tadi-pen).
jawab
kalo antum nanti mati dan ketemu dengan ibnu katsir tolong ditanya peristiwa yg
dimuat oleh ahli sejarah ( khususnya sirah nabawiyah) tentang ucapan nabi saw
kepada abu thalib dan abu thalib mempercayainya (apakah perbuatan abu thalib
hanya sebagai pembela nabi atau abu thalib percaya (beriman) atas apa yg
diucapan nabi saw mengenai SHAHIFAH(nota perjanjian) yg dilakukan kafir quraisy
dlm mengembargo bani hasyim, muthalib dan nabi saw: SILAHKAN DISIMAK JANGAN
MANYOMAK :
Abu Thalib yang mempercayai kemenakannya sebagai penerima wahyu
dari langit, tanpa ragu pergi menemui orang-orang Quraisy dan mengatakan kepada
mereka apa yang telah diceritakan Muhammad kepadanya. Percakapannya dicatat
sebagai berikut. -
Muhammad telah memberitahu kami dan aku ingin bertanya kepada kalian untuk
membuktikannya kepada kalian. KARENA APABILA BENAR, MAKA AKU MEMINTA KALIAN
UNTUK MEMIKIRKAN KEMBALI DARIPADA MENYENGSARAKAN MUHAMMAD ATAU MUNGUJI
KESABARAN KAMI. Percayalah kepada kami, kami lebih suka mempertaruhkan nyawa
kami daripada menyerahkan Muhammad kepada kalian. Dan JIKA MUHAMMAD TERBUKTI
SALAH DALAM UCAPANNYA, MAKA KAMI AKAN MENYERAHKAN MUHAMMAD KEPADA KALIAN TANPA
SYARAT. Dan kalian bebas memperlakukannya sebagaimana yang kalian kehendaki,
membunuhnya atau membiarkannya tetap hidup.
Mendengar tawaran Abu Thalib, suku Quraisy sepakat untuk
memeriksa dokumen tersebut, dan mereka terkejut ketika melihat dokumen itu
telah dimakan ular, hanya nama Allah saja yang masih tertulis di sana. Mereka
berkata bahwa hal itu adalah sihir Muhammad. Abu Thalib berang kepada suku
Quraisy dan mendesak mereka agar menyatakan bahwa dokumen tersebut digugurkan
dan pelarangan itu dihapuskan. Kemudian ia (abu thalib) menggenggam ujung kain
Kabah lalu mengangkat tangan lainnya ke atas lalu berdoa, “Ya Allah! Bantulah
kami menghadapi orang-orang yang telah menganiaya kami…!”
(Tabaqat ibn Sa’d, jilid 1, hal. 183; Sirah ibn Hisyam, jilid l, hal. 399 dan
404; Awiwanui Ikbar, Qutaibah, jilid 2, hal. 151; Tarikh, Ya’qubi, jilid 2,
hal. 22; al-Istiab, jilid 2, hal. 57; Khazantul Ihbab, Khatib Baghdadi, jilid
1, hal. 252; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 84; al-Khasais al-Kubra, jilid
1, hal. 151; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 286.)
Coba tanggalkan baju nashibi antum lalu pake otak yg telah Allah
berikan kepadamu walau hanya sebentar saja tentang coment diatas ( tentang
shahifah/nota perjanjian embargo kafir quraisy)
apakah antum mengatakan hal diatas semata-mata pembelaan abu
thalib kepada nabi saw dan bukan membuktikan abu thalib beriman kepada nabi saw
? jika antum katakan YA….YA… itu hanya pembelaan seperti kukuhnya ibnu katsir
dkk nya memvonis abu thalib mati muysrik, maka hal otu bertolak belakang dengan
akal dengan alasan sbb:
1. Jika abu thalib hanya pembela dan bukan beriman kepada nabi
saw maka tidak mungkin abu thalib mau menyerahkan nabi saw untuk dibunuh
setelah puluhan tahun abu thalib menjaga dan berkorban harta, diri dan
keluarganya demi nabi saw lalu begitu gampang menyerahkannya kepada kafir
quraisy hanya karena ucapan nabi saw yg mengatakan bahwa “nota perjanjian telah
dimakan rayap atas izin Allah.” sedangkan abu thalib tdk mengetahui ttg nota
perjanjian tersebut
2.Jika abu thalib hanya pembela dan bukan beriman kepada nabi
saw maka tidak mungkin abu thalib berkata :”Muhammad telah memberitahu kami dan
aku ingin bertanya kepada kalian untuk membuktikannya kepada kalian. KARENA
APABILA BENAR, MAKA AKU MEMINTA KALIAN UNTUK MEMIKIRKAN KEMBALI DARIPADA
MENYENGSARAKAN MUHAMMAD ATAU MUNGUJI KESABARAN KAMI. Percayalah kepada kami,
kami lebih suka mempertaruhkan nyawa kami daripada menyerahkan Muhammad kepada
kalian. Dan JIKA MUHAMMAD TERBUKTI SALAH DALAM UCAPANNYA, MAKA KAMI AKAN
MENYERAHKAN MUHAMMAD KEPADA KALIAN TANPA SYARAT. Dan kalian bebas
memperlakukannya sebagaimana yang kalian kehendaki, membunuhnya atau
membiarkannya tetap hidup”.
jika bukti-bukti ini belum cukup benarlah kata Allah dalam
Al-Quran : KAMI telah mengunci hati dan pendengaran mereka dan memandang baik
perbuatan mereka..
penulis bloq berkata :
Dari Abu Hurairah, berkata ;
Rasulullah berkata pada pamannya, “ Ucapkan Laa Ilaaha Illallah, aku akan
bersaksi untukmu pada hari kiamat “, Abu Thalib menjawab, “ Seandainya orang
Quraisy tidak mencelaku dengan mengatakan “ Abu Thalib mengucapkan itu karena
hampir mati ”. Lalu Allah menurunkan ayat kepada Rasulullah.13
Dari Al Abbas bin Abdul Muthalib, berkata,
“Wahai Rasullulah, apakah engkau bisa memberi manfaat kepada Abu Thalib, sebab
dia dulu memeliharamu dan membelamu?” Jawab beliau, “Benar, dia berada di
neraka yang paling dangkal, kalau bukan karenaku niscaya dia berada di neraka
yang paling bawah.“14
Dari Abu Sa`id Al Khudri, berkata,
Disebutkan disisi Rasulullah pamannya Abu Thalib, maka beliau bersabda, ”
Somoga syafa’atku bermanfaat baginya kelak di hari kiamat. Karena itu dia
ditempatkan di neraka yang paling dangkal, api neraka mencapai mata kakinya
lantaran itu otaknya mendidih.
JAWAB:
ijma ulama menyatakan jika ada suatu hadist yg bertentangan dengan Al-quran
maka hadist tersebut adalah palsu atau dhoif.
bahkan nabi saw bersabda jika ada hadist yg bertentangan dengan
Al-Quran maka lemparlah ia kedinding
Begitu juga jika kaum nashibi membenarkan kisah diatas maka dia
harus menolak Al-quran sebab ayat2 Al-quran bertentangan dengan hadist palsu
tersebut. karena dalam cerita hadist tersebut bahwa abu thalib mati dalam
keadaan musryik atau kafir. dan orang yg mati dalam keadaan musryik adalah mati
dalam keadaan mendustai nabi saw, dan menentang ayat2 Allah sedangkan yg
menentang ayat2 Allah adalah musuh Allah dan NabiNYA. konsekwensinya adalah
Rasulullah tidak boleh menjadikannya sebagai penolong, pemimpin, berkasih
sayang kepada abu thalib karena dia tidak pernah beriman kepada Allah. Dan
Allah telah menetapkan bahwa “tidak ditemukan didunia ini orang yg beriman dan
orang yg menentang Allah dan rasulNYA saling berkasih sayang, berlemah lembut
dan saling membantu perkara agama hal ini tercantum dalam Al-quran :
Allah SWT berfirman:
“Kamu tidak akan dapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipunorang-orang itu adalah bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara
ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah Allah tanamkan
keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang
daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam sorga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridho terhadap mereka
dan mereka pun merasa puasterhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah
golongan Allah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan
yang beruntung.” (al-Mujadalah: 22)
Firman-Nya lagi: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil musuhKu dan musuhmu sebagai teman-teman setia yang kamu sampaikan
kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa kasih-sayang. Padahal
sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu…”
(Al-Mumtahanah: 1)
Hai orang – orang yang beriman Jangan kamu memilih orang – orang
kafir menjadi pelindung dengan mengesampingkan orang – orang beriman. Apakah
kamu memberikan bukti yang jelas kepada Allah yang menentangmu? (QS. an-Nisa :
144).
Surah ini (QS. an-Nisa : 144) adalah surah Makkiyah, yang
menganjurkan orang-orang beriman untuk tidak mengangkat orang-orang kafir
sebagai pelindung dan penolong mereka. Bagaimana bisa Nabi meminta pertolongan
dari orang-orang kafir jika kita anggap Abu Thalib adalah orang kafir?’
Tentunya ayat ini turun sebelum surah at-Taubah yang menjadi fokus perhatian
kami.
( Tafsir, Qurthubi, jilid 5, hal. 1)
Mari kita analisa secara akal sehat dan jadikanlah dirimu netral
(tidak memihak suni dan syiah) karena yg kita bahas adalah ayat Al-Quran yang
tidak perlu lagi ditafsir atau dita’wil lagi:
FAKTANYA:
1. Nabi menjadikan abu thalib sebagi penolong, pelindung dalam dakwah beliau
dan keselamatan jiwa beliau dari gangguan dan pembunuhan yg dilakukan kafir
quraisy
2. Rasulullah tidak menjadikan abu thalib sebagai musuh beliau
bahkan faktanya abu thalib sebagai pelindung beliau pembela beliau dari
siapapun yang menyakiti rasulullah. Bukankah siapa yg menyakiti rasulullah
berarti menyakiti allah ?
3. Semua perkataan, perbuatan rasulullah semasa hidupnya
terhadap abu thalib bertentangan dengan ayat diatas.
4. Apakah antum dan kaum nashibi akan mentakwilkan ayat tersebut
untuk membenarkan doktrin mereka ? Atau kaum nashibi akan mengatakan rasulullah
tidak mengerti ayat tersebut ? Ataukah kaum nashibi mencari-cari alasan dengan
mengatakan itu ayat turun dimadinah jadi belum berlaku pada masa itu ? Bukankah
dengan mengatakan itu adalah alasan yg sangat lemah dengan tidak langsung
menuduh allah memberikan kompensasi kepada nabi saw untuk mengambil penolong yg
menjadi musuh allah ?
5. Bukankah Allah kuasa menciptakan 1000 abu thalib yg beriman
atau menjaga rasulullah tanpa abu thalib ? Lalu mengapa allah membiarkan
musuhnya bermesraan dengan kekasihnya rasulullah ( salaing berkasih sayang dan
saling membantu dalam agamanya) bukankah hal ini bertentangan dengan akal sehat
? Lalu kenapa allah membiarkan abu thalib menjadi pelindung dan pembela nabinya
? Dan mengapa nabi ridho dengan abu thalib yg membantunya dan menjadi
penolongnya menghadapi kafir quraisy ? Mengapa nabi sangat bersedih ketika abu
thalib meninggal ? Mengapa nabi sangat kehilangan sosok abu thalib sehingga
nabi bersabda ketika kepala nabi saw ditebarkan tanah oleh kafir quraisy dengan
berkata : andaikata abu thalib masih hidup mereka tidak akan melakukan ini
padaku atau dengan ucapan yg serupa yg disabdakan beliau : aku tidak pernah
mengalami seperti ini semasa abu thalib masih hidup.
6. Bukankah sabda beliau ini aneh (jika kita menganggap abu
thalib mati dalam keadaan kafir /musryik= musuh allah dan nabi saw). Bukankah
ini adalah bentuk ucapan yang sangat jelas bahwa nabi mengakui abu thalib
sebagai pelindungnya. Dan
jika ini benar berarti nabi mengingkari firman allah diatas. Bisakah
kalian wahai kaum nashibi memberikan jawabannya ?
Mari kita analisa hadist abu hurairah ini yg memvonis abu thalib
mati dalam keadaan musryik dengan mengutip ayat al-qashash 56
Andaikan benar ayat al-qashash 56 turun dimekahpun itu juga belum bisa
dialamatkan kpd kematian abu thalib. sebab hadist ini yg dibawa oleh abu
hurairah adalah jenis Hadist yg menceritakan bahwa abu hurairah berada dirumah
abu thalib (abu hurairah sbg saksi sejarah). Hal ini terlihat jelas jika anda
jeli melihatnya awal hadist ini abu hurairah mengatakan kondisi kejadian
tersebut (perhatikan baik2: “Dari Abu Hurairah berkata ;Rasulullah bersabda
pada pamannya, “ Ucapkan Laa Ilaaha Illallah….dst)…..jadi rasulullah bukan
berkata pada abu hurairah untuk menceritakan kematian abu thalib tetapi abu
hurairah ingin menceritakan kondisi dan situasi ketika kematian abu thalib
dimana dia (abu hurairah) saksikan sendiri dengan mata kepalanya..…..sampai
disini antum sudah paham ?
Dan bukan pula dikatakan bahwa nabi bersabda kepadaku (abu
hurairah). Sedangkan semua ahli sejarah sepakat abu hurairah masuk islam dan
dikenal oleh sahabat dan Rasulullah pasca perang khaibar yaitu 7 H.
Pertanyaanya adalah : MASUK DIAKALKAH ABU HURAIRAH BERADA
DIRUMAH ABU THALIB DIMEKAH SEDANGKAN KEMUNCULANNYA DIKENAL OLEH RASULULLAH
PERTAMA SEKALI DIMADINAH YAITU 9-10 THN SETELAH WAFAT ABU THALIB?
DIMANA NILAI KEBENARANNYA ABU HURAIRAH DAPAT MENYAKSIKAN
PERISTIWA ABU THALIB WAFAT DIMAKAH SEDANGKAN abu hurairah tidak pernah
menginjak kakinya dibumi Madinah sebelum masuk islam ?
Andaipun kami menyetujui/menerima pendapat dikalangan nashibi yg
tak masuk akal demi perdebatan maka pertanyaanya adalah : SEBAGAI APA ABU
HYRAIRAH DISANA DAN SIAPA YG MENGAJAK DIA ATAU SIAPA YG DIKENALNYA SEHINGGA DIA
BISA LELUASA BERADA DIRUMAH ABU THALIB ?
ANDA TIDAK AKAN BISA MENJAWABNYA DENGAN BENAR KECUALI DENGAN
JAWAB DOKTRIN DAN TAQLID BUTA PADA SHEIKH-SHEIKH ANDA DIARAB SAUDI SANA
SUNGGUH HERAN SAYA:
SIAPA YANG MENGAJARI CARA BELAJAR YANG BODOH INI KEPADA ANDA USTAD !!!!!!!
DARIMANA ANDA BELAJAR HAL-HAL BODOH YANG
TIDAK LOGIS INI DAN MEMPERTAHANKANNYA PULA !!!!
KASIHANILAH DIRIMU SEBELUM ANTUM MELIHAT
AZAB ALLAH KETIKA MATI.
Selama antum berpegang pada paham nashibi
selama itu antum tidak memfungsikan akal yg diberikan oleh Allah dengan baik.
Lalu Antum buang akal tersebut lalu antum ambil doktrin dan taqlid buta pada
para kaum nawashib sehingga jadilah tulisan seperti ini.
Alasan inipun ditiupkan bukan karena mereka
meneliti semua kitab hadist bukhari dan muslim dll tapi lebih kepada doktrin
dan taqlid buta saja, dan dibelakang mereka ada arab saudi negara kaya minyak
yg siap menggelontorkan jutaan real kepada siapa yg bersemangat mempertahankan
doktrin (abu thalib mati dalam keadaan kafir) ini dgn tujuan menghina keluarga
nabi saw atas nama agama dengan mengatakan abu thalib mati dalam keadaan kafir.
Jika racun BERBISA ini bisa diterima sebagian kaum muslim, apakah kaum nashibi
ini puas, gembira ? Apakah kaum nashibi ini berhenti hanya sampai pengkafiran
abu thalib ? JAWABNYA TIDAK.
ABU THALIB HANYA TESTIMONI AWAL SAJA, JIKA
INI DITERIMA (BERHASIL) MAKA MEREKA AKAN LEBIH KURANG AJAR LAGI DENGAN
MENGATAKAN ORANG TUA NABI DAN ABDUL MUTHALIB KAKEK NABI PUN TIDAK LUPUT DARI
PENGKAFIRAN. PEMIRSA TIDAK PERCAYA ? LIHAT PERKATAAN PENULIS BLOQ INI
Jika Abu Thalib Islam (tetapi dia mati kafir -pen). Lanjut Al Hafidz hal. 118,
”Saya berharap ABDUL MUTHALIB DAN
KELUARGANYA termasuk orang-orang yang masuk islam dengan taat sehingga selamat.
Tetapi berita yang shahih tentang Abu Thalib membantah semua itu. Yaitu apa
yang disebutkan dalam suatu ayat di surat Al Bara’ah dan hadits shahih dari Al
Abbas . . . ”,
Lantas menyebutkan haditsnya dan berkata,
”Ini adalah keadaan orang yang mati dalam keadaan kafir, seandainya dia mati
dalam keadaan bertauhid niscaya dia akan selamat dari api neraka. Hadits-hadits
yang shahih dan berita yang meluas sudah banyak”
http://www.voa-islam.com/islamia/konsultasi-agama/2011/02/17/13367/status-ayah-dan-ibu-rasulullah-muslim-atau-kafir/
Jawab
silahkan anda lihat kekurangajaran mereka menghina nabi dan keluarganya yg
menyatakan orang tua nabi mati dalam keadaan musryik atau kafir disini :
APA MAKSUD PERKATAAN ANTUM “”Saya berharap ABDUL MUTHALIB DAN
KELUARGANYA termasuk orang-orang yang masuk islam dengan taat sehingga selamat.
TETAPI BERITA yang shahih….dst
perhatikan : perkataan antum yg sy cetak kapital “ bukankah artinya antum
mevonis juga keluarga abdul muthalib ( baca: keluarga abdul muthalib termasuk
orang tua nabi saw) mati dalam kekafiran ? walaupun bahasa yg antum cantumkan
kelihatan agak samar tapi antum tidak bisa menyembunyikannya kebencian antum
kepada ahlul bait dengan kaliamat “ABDUL MUTHALIB DAN KELUARGANYA”
YANG MENGATAKAN ABDULMUTHALIB DAN KEDUA ORANG TUA NABI MATI
DALAM KEADAAN MENSYIRIKKAN ALLAH ADALAH CERITA DUSTA
perhatikan ayat ini
HAI ORANG-ORANG YG BERIMAN SESUNGGUHNYA ORANG-ORANG YANG MUSRYIK ITU ADALAH
NAJIS (QS AT-TAUBAH 28)
Apakah kaum nashibi menganggap Rasulullah dilahirkan oleh orang
tua yang NAJIS (berdasarkan ayat orang musryik = Najis. maka logikanya jika
orang tua nabi diklaim sebagai najis (musryik) maka konsekwensinya Rasulullah
adalah keturunan dari orang2 najis. ? nauzubillah
Apakah masuk diakal anda orang yg paling suci, paling mulia dari
semua manusia yg hidup dimuka bumi ini dilahirkan dari seorang wanita NAJIS
atau keturunan NAJIS ? Memang ndak ada otak kalian nih. benar2 kelewatan dan
melampaui batas kezholiman dan penghinaan kpd nabi saw. Setelah habis antum
caci maki nabi saw dan keluarganya, setelah itu tanpa berdosa kalian mengaku
umat nabi saw dan mengharapkan pula syafaatnya diakhirat. Dasar kaum munafik
kalian ini
Astaqfirullah al adzim 3x. Wahai hamba Allah takutlah engkau
mengutip suatu perkataan yg kamu sendiri tidak mengetahui dan yakin. Rasulullah
bersabda : cukuplah seseorang itu dianggap pendusta jika dia
mengabarkan/mengatakan dari apa yg dia dengar
Hai orang-orang beriman mengapa kamu mengatakan sesuatu yg tidak kamu ketahui.
Amat besar murka Allah kepada orang yg mengatakan yg tidak dia ketahui atau
tidak diperbuat ( QS 61:2-3)
Mengapa antum mengatakan abdul muthalib + orang tua nabi mati dalam keadaan
kafir ( baca : Abdul Muthalib dan keluarganya……dst). Tidak engkau mendengar
ayat Allah didalam kitabnya bahwa Allah tidak menghukumi suatu kaum yg diluar
beban mereka dan apa2 yg bukan menjadi kesalahan mereka. Coba anda renungi :
1. bukankah abdul thalib dan orang tua nabi meninggal ketika
nabi masih kecil dan bapak nabi saw bahkan tidak pernah melihat nabi saw. Lalu
bagaimana antum mengatakan mereka mati kafir ? bukankah itu sama saja antum
mengatakan semasa mereka hidup mereka hidup dengan kekafiran ? apakah antum
sadar dengan berkata seperti itu artinya antum MELECEHKAN NABI SAW secara
langsung dengan memvonis bahwa nabi saw dilahirkan dari orang tua yg ingkar
kepada Allah (kafir) ?Naudzubillah summa nauzubillah. Apakah ada perkataan yg
lebih keji dan lebih melecehkan rasulullah dengan mengatakan orang tua nabi saw
dan keturunan rasulullah adalah keturunan-keturanan orang yg ingkar kepada
Allah ?
2. Apa pendapat antum wahai kaum nashibi dengan ayat ini :
dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.
(QS 26:219)
Mengenai maksud pengertian ayat suci ini Sheikh Sulayman Balkhi
Hanafi di dalam Yanabiu’l-Mawadda, jilid II, dan banyak yang lain lagi dari
ulama ahlul sunah wal jema’ah, telah menyampaikan dari ibn Abbas, yang berkata:
‘Allah pindahkan benih kejadian nabi yang suci dari Adam kepada para nabi
berikutnya, dari satu kepada yang lain, kesemuanya adalah yang beriman,
sehingga dia dijadikan dari bapanya melalui pernikahan yang halal dan bukannya
haram.’
Terdapat juga hadith yang diketahui ramai yang mana semua ulama
kamu telah sebutkan. Bahkan Imam Thalabi, yang dikenali sebagai Imam hadith,
menulis di dalam ulasannya dan Sulayman Balkhi Hanafi di dalam
Yanabiu’l-Mawadda, jilid II, disampaikan dari Ibn Abbas, bahawa nabi telah
berkata, ‘Allah menhantar saya kedunia melalui Adam dan dipindahkan kepada
Ibrahim. Dia terus memindahkan saya dari tempat peranakan yang mulia dan yang
suci sehinggalah dia menjadikan saya dari bapa dan ibu saya, yang tidak pernah
berjumpa secara haram.’
Di dalam hadith yang lain dia dikatakan telah berkata, ‘Allah
tidak pernah mencampurkan kepada saya sebarang benih yang jahil.’
Di dalam bab yang sama Sulayman Balkhi menyampaikan dari Ibkaru’l-Afkar oleh
Sheikh Salahu’d-din Bin Zainu’d-din Bin Ahmad yang di kenali sebagai
Ibnu’s-Sala Halbi dan dari Sharh-e-Kibrit-e-Ahmar oleh Sheikh Abdu’l-Qadir
telah menyampaikan dari Ala’u’d-Dowlat Semnani, hadith yang mendalam dari Jabir
Ibn Abdullah bahawa nabi telah ditanya apa yang Allah jadikan dahulu [yang
mula-mula]. Nabi menjawab soalan itu dengan khusus, yang mana saya tidak dapat
mengatakannya pada ketika ini. Pada penghujung hadith itu nabi berkata:
‘Begitulah Allah berterusan memindahkan cahaya saya dari yang suci kepada yang
suci sehingga dia meletakkan saya kepada bapa saya, Abdullah bin
Abdul-Muttalib. Dari sana Dia membawa saya kepada tempat peranakan ibu saya,
Amina. Kemudian Dia menjadikan saya hadir didunia ini dan menganugerahkan
kepada saya gelaran Sayidul-Mursalin [ketua para rasul] dan Khatamu’n-Nabiyyin
[penutup para nabi]
Kenyataan nabi bahawa dia berterusan dipindahkan dari yang suci
kepada yang suci, membuktikan bahawa tiada dari datuknya yang terdahulu dari
kalangan yang kafir. Menurut dari al-Quran yang mengatakan, ‘Sesungguhnya kafir
adalah yang kotor.’ [9:28] setiap musyirik dan kafir adalah kotor. Dia
mengatakan bahawa dia telah dipindahkan dari tempat peranakan yang suci
ketempat peranakan yang suci, oleh kerana penyembah berhala kotor, maka tidak
ada dari keturunannya yang menyembah berhala.
3. hadith Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam yang menyatakan :
والذي نفس بيده
لا يوءمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده و ولده والناس أجمعين
رواه البخاري و
أحمد
“Demi zat yang diriku berada di dalam genggamanNya, tidak
beriman (sempurna) seseorang dari kalian sampai aku lebih ia cintai daripada
ibubapanya, anaknya dan manusia seluruhnya
(Hadith riwayat Ahmad, Musnad Ahmad, vol 3 hlm 177 dan Bukhari, Sohih BUkhari,
vol 1, hlm 14)
Tidak diragukan lagi bahawa cinta berlawanan dengan hasrat
menyakiti terhadap orang yang dicintai,. Demikian juga tidak diragukan bahawa
membicarakan yang tidak baik tetang kedua ibubapa Baginda sallaLlahu ‘alaihi
wasallam menyakiti Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam. Allah subahanahu wa ta’ala
berfirman :
ۚ وَٱلَّذِينَ
يُؤۡذُونَ رَسُولَ ٱللَّهِ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ۬ (٦١)
“Dan orang-orang yang menyakiti RasuluLlah sallaLlahu ‘alaihi
wasallam itu, bagi mereka adalah azab yang pedih
(Surah At Taubah ayat 61)
إِنَّ ٱلَّذِينَ
يُؤۡذُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥ لَعَنَہُمُ ٱللَّهُ فِى ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأَخِرَةِ
وَأَعَدَّ لَهُمۡ عَذَابً۬ا مُّهِينً۬ا (٥٧)
“Dan orang-0rang yang menyakiti Allah subahanahu wa Ta’ala dan
RasulNya, Allah subahanahu wa Ta’ala akan melaknatinya di dunia dan di akhirat,
dan menyediakan baginya seksa yang menghinakan.
(surah Al Ahzab ayat 57)
Al Qadhi (Qadhi Husain radiyaLlahu ‘anhu) berkata,
“Dengan demikian, kita tidak boleh mengatakan sesuatu kecuali apa yang membuat
redha Tuhan kita dan membuat redha Rasul kita Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam.
Kita tidak boleh memberanikan diri terhadap kedudukannya yang mulia dan
menyakiti Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam dengan perkataan yang tidak membuat
Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam redha”.
Ketahuilah bahawa ibu bapa dan nenek moyang Nabi sallaLlahu
‘alaihi wasallam jika sebahagian mereka jatuh dalam sesuatu yang secara zahir
merupakan kesyirikan, maka mereka bukanlah orang-orang yang musyrik. Mereka
bersikap demikian sebab mereka tidak mendapatkan adanya Rasul yang diutus
kepada mereka. Golongan Ahlu Sunnah Waljamaah seluruhnya meyakini siapa yang
terjatuh ke dalam kemusyrikan, sedangkan dia berada di dalam masa penggantian
syariat-syariat Tauhid dalam rentang masa kosong (fatrah) di antara satu Nabi
dengan Nabi selanjutnya, maka dia tidak diseksa.
Dalil-dalil yang menunjukkan hal itu cukup banyak, antara lain
berdasarkan Firman Allah subahanahu wa ta’ala :
وَمَا كُنَّا
مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبۡعَثَ رَسُولاً۬ (١٥)
Artinya : Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutuskan
seorang Rasul
(Surah al Isra’ ayat 15)
ذَٲلِكَ أَن
لَّمۡ يَكُن رَّبُّكَ مُهۡلِكَ ٱلۡقُرَىٰ بِظُلۡمٍ۬ وَأَهۡلُهَا غَـٰفِلُونَ (١٣١)
Artinya : Yang demikian itu adalah kerana Tuhanmu tidaklah
membinasakan kota-kota secara aniaya, sedang penduduknya dalam keadaan yang
lengah (maksudnya : penduduk suatu kota tidak akan diazab sebelum diutuskan
seorang Rasul yang akan memberikan peringatan kepada mereka.)
(Surah al An’am ayat 131)
وَمَآ
أَهۡلَكۡنَا مِن قَرۡيَةٍ إِلَّا لَهَا مُنذِرُونَ (٢٠٨)
Artinya : Dan Kami tidak membinasakan suatu negeripun, melainkan
sesudah ada baginya orang-orang yang memberikan peringatan.
(Surah Asy Syu’ara ayat 208)
Al-Qunduzi juga meriwayatkan dalam bab-2 kitab abkaru al afkar,
karya syeihk salahudin bin zainuddin yg terkenal dengan sebutan ibnu shalah,
dan juga lihat pada al-kibritu al-ahmar karya sheikh Abdul kadir dengan riwayat
yg sama dari jabir. ( dalam hadist yg panjang ) yaitu berbunyi:
dari jabir bin Abdullah al-anshori. saya bertanya kepada
Rasulullah tentang yg pertama sekali diciptakan Allah.Rasulullah bersabda : ia
adalah cahaya nabimu wahai jabir……..Beginilah Allah memindahkan cahayaku dari
orang baik-baik keorang baik-baik lainnya. dan dari orang yg suci keorang suci
lainnya, Sehingga sampailah kepada ABDUL MUTHALIB.Dan dari dialah Allah
memindahkan pada ibuku AMINAH kemudian dia mengeluarkanku kedunia dan menjadikan
aku orang yg paling muliadiantara para rasul yg diutus kepada seluruh alam dan
menjadi pempinan yg berwibawa serta kharismatik. begitulah awal penciptaan
nabimu wahai jabir
SUNGGUH ANEH CINTA KALIAN KEPADA NABI SAW DENGAN CARA MENCACI
KAKEK DAN ORANG TUA NABI saw MATI DALAM KEADAAN KAFIR SEDANGKAN KITA TAHU
MEREKA MENINGGAL SEBELUM RASULULLAH MENJADI RASUL , BAHKAN AYAH RASULULLAH
BELUM SEMPAT MELIHAT WAJAH SUCI NABI SAW. DAN TIDAK ADA BUKTI MEREKA MENYEMBAH BERHALA SEMASA HIDUP
MEREKA. SUNGGUH LUAR BIASA KEBENCIAN KAUM NASHIBI INI DENGAN KELUARGA NABI SAW
….LALU DENGAN TANPA MALU SETELAH PUAS MENCACI KELUARGA NABI ( ABU THALIB, ABDUL
MUTHALIB DAN ORANG TUA NABI SAW) MEREKA BERHARAP NABI SAW MEMBERIKAN SAFAATNYA
DAN MEMOHON KEPADA ALLAH BAHWA MEREKA (KAUM NASHIBI) INI ADALAH MENJALANKAN
SUNAH NABI. DEMI ALLAH YG JIWAKAU DALAM GENGGAMANNYA KALIAN ADALAH PEMBOHONG
DAN MENYAKITI HATI NABI SAW.
SAYA MAU TANYA BAGAIMANA JIKA ADA ORANG YG
MENGATAKAN BAHWA IBUMU ADALAH SEORANG PELACUR ? BAGAIMANA SIKAPMU ? SEDANGKAN
KAMU DAN KELUARGA MENGETAHUI BAHWA MRK BERKATA BOHONG.
DAN BAGAIMANA PULA SIKAPMU JIKA YG
MENGATAKAN IBUMU SEORANG PELACUR ITU BUKAN SATU ATAU DUA ORANG TAPI SATU KECAMATAN
? APAKAH ENGKAU BAHAGIA ? APAKAH ENGKAU MAU BERSAHABAT DENGAN MEREKA YG
MENGATAKAN IBU PELACUR ?
ANDAIKAN PERKATAAN MEREKA ITU BENAR
SEKALIPUN PASTI ANTUM AKAN MEMBENCI MEREKA KARENA DIDALAM KATA TERSEBUT ADA
PELECEHAN DAN PENGHINAAN KEPADAMU. LALU PIKIRKALAH JIKA HAL INI DIALAMATKAN
KEPADA NABI SAW. SEDANGKAN ENGKAU TAHU PENZINA/PELACUR MASIH BISA KELUAR DARI
NERAKA SEDANGKAN ORANG KAFIR KEKAL DIDALAM NERAKA.
BUKANKAH PENGHINAAN ATAU
MENYEMATKAN/MENUDUH ORANG TUA NABI KAFIR LEBIH KEJI DARIPADA MENUDUH IBUMU
SEORANG PENZINA/PELACUR ? PIKIRKANLAH JIKA ENGKAU TAKUT PADA TUHANMU ?
BAGAIMANA JIKA SATU KECAMATAN ITU ENGKAU
YAKINKAN BAHWA IBUMU SUCI BUKAN PELACUR DAN ENGKAU MENGAMBIL SUMBER DARI
KELUARGAMU ( KAKEKMU, ANAKMU, PAMANMU, BIBIMU ATAU AHLI KELUARGAMU SEDANGKAN
IBUMU SUDAH WAFAT. ) LALU MEREKA YG MENUDUH TERSEBUT TIDAK PERCAYA TAPI LEBIH
PERCAYA DARI SUMBER LAIN YG TIDAK BEGITU MENGENAL BAHKAN MEREKA TERBUKTI
MEMBENCI KELUARGAMU. BAGAIMANA PERASAANMU ? APAKAH ENGKAU SENANG ?
ITULAH YG TERJADI KALIAN LEBIH PERCAYA
KEPADA ULAMA YG TIDAK JELAS YG MEMUSUHI KELUARGA NABI SAW LALU KALIAN
TINGGALKAN PENDAPAT AHLUL BAIT (KELUARGA NABI) YG MANA MEREKALAH YG PALING TAHU
TENTANG KETURUNAN MEREKA BAPAK-BAPAK DAN KAKEK MEREKA. LALU KENAPA KALIAN
DUSTAI PERNYATAAN MEREKA ?
SAYA BERHARAP ENGKAU MAU MENERIMA DENGAN
LAPANG DADA APA YG DIKATAKAN ORANG LAIN TENTANG IBUMU ADALAH SEORANG PELACUR
TIDAK USAH MARAH SEBAGAIMANA ENGKAU TELAH MENUDUH KELUARGA NABI SAW MATI DALAM
KEADAAN KAFIR.
ITULAH JAWABAN SAYA. JIKA KAMU MERASA SAKIT
HATI DAN MARAH ATAS TUDUHAN IBUMU SEORANG PELACUR BEGITU JUGALAH KELUARGA NABI
SAW DAN TERMASUK NABI SAW SENDIRI JUGA AKAN MARAH. DAN INGAT MARAHNYA NABI SAW
DIJAMAH SAMA ALLAH SEDANGKAN MARAHNYA ANTUM BELUM TENTU DILIRIK SAMA ALLAH.
CAMKANLAH INI BAIK2. DAN LEBIH BAIK MENDIAMKAN PERSOALAN YG MASIH
DIPERSELISIHKAN. DIA BISA BENAR DAN BISA
JUGA SALAH MENURUT ORANG LAIN.
DAN PENDAPAT PRIBADI SAYA JELAS KELUARGA
NABI ADALAH TERJAGA DARI KEMUSRIKAN DAN KEKAFIRAN BERDASARKAN DALIL DIATAS
KECUALI ADA DALIL LAIN YG JELAS DALAM AL-QURAN YG MENYEBUTKAN NAMA MEREKA DARI
KELUARGA NABI SAW YG INGKAR. SELAMA TIDAK ADA, TIDAK PANTAS KITA KITA
MENTAFSIRKAN INI DAN ITU MENURUT ILMU KITA YG MINIM.
Rafidhah adalah kelompok yang peling
berdusta dan mendustakan kebenaran. 5
Diantara contoh kedustaan mereka adalah klaim keimanan Abu Thalib ini dan mendustakan
hadits-hadits shahih tentangnya.
jawab
itulah kalo orang bodoh mengeluarkan pendapat (fatwa) mereka sesat dan
menyesatkan orang banyak (orang awam) tanpa ilmu, tanpa hujjah yg benar.
yang saya tahu hampir semua ulama syiah dan
sebagian ulama ahlul sunah wal jemaah keturunan Rasulullah menolak abu thalib
mati dalam keadaan kafir. kalo mengikuti perkataan antum maka semua ulama
keturunan nabi tersebut adalah pendusta. anda tahu bahwa ada ratusan bahkan
mungkin ribuan keturunan Rasulullah yg hidup dari dulu s/d sekarang yg meyakini
abu thalib tidak mati kafir tapi mati sebagai seorang mukmin.
LOGIKA DARI PERKATAAN ANTUM KARENA MEREKA
BERBEDA DGN ANTUM MAKA MEREKA SEMUA (KETURUNAN NABI SAW ATAU AHLUL BAIT )
ADALAH KUMPULAN ORANG2 PENDUSTA. BUKANKAH BEGITU BRO. sedangkan antum dan ulama
yg bukan keturunan ahlul bait adalah sidik, terpercaya ucapanya dalam kasus abu
thalib. HEBAT BENAR ANTUM INI.SUNGGUH LUAR BIASA KEBERANIAN ANTUM MENGKLAIM
LEBIH BAIK DARI AHLUL BAIT NABI SAW.
SILAHKAN PEMIRSA YG MEMUTUSKAN APAKAH AHLUL
BAIT YG PENDUSTA ATAU SIUSTAD DZOLIM INI : SILAHKAN LIHAT DALIL INI :
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, HAI AHLUL
BAIT dan MEMBERSIHKAN KAMU SEBERSIH-BERSIHNYA.( QS: 33:33)
…….“Ketahuilah wahai manusia sesungguhnya
aku hanya seorang manusia. Aku merasa bahwa utusan Tuhanku (malaikat maut) akan
segera datang dan Aku akan memenuhi panggilan itu. Dan Aku tinggalkan padamu
dua pusaka (Ats-Tsaqalain). Yang pertama Kitabullah (Al-Quran) di dalamnya
terdapat petunjuk dan cahaya,maka berpegang teguhlah dengan Kitabullah”.
Kemudian Beliau melanjutkan, “dan AHLUL BAIT-KU, kuperingatkan kalian kepada
Allah akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku,
kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku (Shahih Muslim juz II hal
279 bab Fadhail Ali
Rasulullah SAW bersabda. “Kutinggalkan
kepadamu dua peninggalan (Ats Tsaqalain), kitab Allah dan AHLUL BAITKU.
Sesungguhnya keduanya tak akan berpisah, sampai keduanya kembali kepadaKu di Al
Haudh“)(Hadis shahih dalam Mustadrak As Shahihain Al Hakim juz III hal 148
…..Kemudian Beliau SAW berkata” Wahai
manusia, Aku tinggalkan kepadamu dua hal atau perkara, yang apabila kamu
mengikuti dan berpegang teguh pada keduanya maka kamu TIDAK AKAN TERSESAT yaitu
Kitab Allah (Al Quranul Karim) dan AHLUL BAITKU, ITRAHKU……( Hadis
shahih dalam kitab Mustadrak As Shahihain Al Hakim, Juz III hal 110..
‘Sesungguhnya aku tinggalkan padamu sesuatu yang jika kamu
berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat sepeninggalku, yang
mana yang satunya lebih besar dari yang lainnya, yaitu Kitab Allah, yang
merupakan tali penghubung antara langit dan bumi, dan ‘ITRAH AHLUL BAITKU.
Keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga datang menemuiku di telaga. Maka
perhatikanlah aku dengan apa yang kamu laksanakan kepadaku dalam keduanya”( Hadis
dalam Sunan Tirmidzi jilid 5 halaman 662 – 663)
Bahwa Rasulullah SAW bersabda “Wahai manusia sesungguhnya Aku
meninggalkan untuk kalian apa yang jika kalian berpegang kepadanya niscaya
KALIAN TIDAK AKAN SESAT ,Kitab Allah dan ITRATI AHLUL BAITKU”.(Hadis riwayat
Tirmidzi,Ahmad,Thabrani,Thahawi dan dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al
Albany dalam kitabnya Silsilah Al Hadits Al Shahihah no 1761).
Comment by Ali Al-Mujtaba on July 17,
2013 3:08 am
Ente dengan bangga menyakiti rosul dengan meyakini kekafiran Abu
Thalin ra (juga kekafiran kedua orang tua Rosulullah saww) dan dengan bangga
pula meyakini hadist kekafiran Muawiyah yang merupakan musuh ahlulo bayt as.
Ane dengan bangga menyatakan bahwa Abu Thalb dan kedua orang tua rosul (Sayyid
Abdullah ra dan Sayyidah Aminah ra) itu kesemuanya muslim!