Thursday, August 14, 2014

21 Kebohongan Jalaluddin Rakhmat Saat Membela "Keislaman" Abu Thalib

21 Kebohongan Jalaluddin Rakhmat Saat Membela "Keislaman" Abu Thalib


Al-Mushthafa; Manusia Pilihan yang Disucikan adalah salah satu buku pegangan Syiah di Indonesia yang ditulis Jalaluddin Rakhmat (JR) untuk melegalkan praktik caci-maki mereka kepada para sahabat Nabi saw.
Selain itu, di antara propaganda buku ini adalah usaha untuk menjatuhkan kitab-kitab hadis Kaum Muslimin. Membuat kaum Muslimin hilang kepercayaan terhadap sabda-sabda Nabi yang dikumpulkan oleh para ulama terutama Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Contoh kasus yang dia gunakan mengenai “keislaman” Abu Thalib, paman Nabi saw. Beberapa hadis dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim memuat keterangan dari Nabi Muhammad Saw, bahwa Abu Thalib meskipun banyak membela keponakannya dalam dakwah tetap saja ia termasuk penghuni Neraka karena sampai akhirnya hayatnya tidak mau mengucapkan kalimat Lailaha Illallah.
Untuk memahami masalah ini lebih dalam kita langsung masuk ke inti masalah. Dimulai dengan hadis yang terdapat dalam Shahih Muslim:
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الْحَارِثِ، قَالَ: سَمِعْتُ الْعَبَّاسَ، يَقُولُ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ أَبَا طَالِبٍ كَانَ يَحُوطُكَ وَيَنْصُرُكَ فَهَلْ نَفَعَهُ ذَلِكَ؟ قَالَ: «نَعَمْ، وَجَدْتُهُ فِي غَمَرَاتٍ مِنَ النَّارِ، فَأَخْرَجْتُهُ إِلَى ضَحْضَاحٍ».
Berikut ini komentar Jalaluddin Rakhmat:
Lalu mengapa ada hadis dhahdhah di atas? Mari kita telaah hadis-hadis tadi, secara kritis:
Jika kita perhatikan orang-orang yang meriwayatkan hadis (rijal), hampir semuanya termasuk rangkaian pendusta atau mudallis, atau tidak dikenal. Muslim menerima hadis ini dari Ibnu Abi Umar yang dinilai para ahli hadis sebagai majhul. Ibnu Abi Umar menerimanya dari Sufyan al-tsauri. Sufyan disebutkan oleh al-Dzahabi dalam Mizan al-‘Itidal sebagai “innahu yudallisu wa yaktubu min al-kadzdzabin”, ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta. Sufyan al-tsauri menerimanya dari Abdul Malik bin ‘Umayr, yang panjang usianya dan buruk hapalannya. Kata Abu Hatim: Tidak bisa dipercaya hapalannya. Sudah berubah daya hapalnya. Kata Imam Ahmad: lemah dan salah. Kata Ibnu Mu’in: Membingungkan. Syu’bah tidak senang  kepadanya. Menurut al-Kawsaj dari Ahmad: dha’if jiddan, sangat lemah. Kata Ibnu Hibban: mudallis (Lihat Mizan al-I’tidal 22: 690).
(al-Mushthafa, hal 138)
Selain hadis dalam Shahih Muslim, ia juga mengkritik hadis yang berada dalam Shahih Bukhari:
حَدَّثَنَا أَبُو اليَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ المُسَيِّبِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الوَفَاةُ، جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلٍ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ المُغِيرَةِ، فَقَالَ: " أَيْ عَمِّ قُلْ: لا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ " فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ؟ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ [ص:113]، وَيُعِيدَانِهِ بِتِلْكَ المَقَالَةِ، حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ: عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ، وَأَبَى أَنْ يَقُولَ: لا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ.
Berikut ini komentarnya terhadap hadis dalam Shahih Bukhari di atas:
Al-Hawzani, Kata al-Dzahabi ia dilemahkan oleh Ibnu Qathan karena hadisnya mursal (Mizan al-I’tidal 4: 589); Syu’aib, tidak dikenal dan al-Dzahabi banyak menyebut orang yang namanya Syu’aib. Kebanyak daif, pembohong, bodoh, dan hadisnya tidak diragukan (Mizan al-I’tidal 2: 275-8); Al-Zuhri, termasuk yang sangat membenci Imam Ali. Ibnu Abil Hadid memasukkannya dalam kelompok pencipta hadis maudhu’ (bikinan); Sa’id bin Musayyab, kata Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah, pernah meriwayatkan hadis ini, “Barangsiapa yang mati mencintai Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan menyayangi Muawiyah wajib bagi Allah untuk tidak memeriksanya pada hari kiamat.”
(al-Mushthafa, hal 145)
Belum puas dengan ini, manuvernya ia lanjutkan. Kritikan berikutnya kembali kepada Shahih Muslim:
وحَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى التُّجِيبِيُّ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ وَهْبٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِييُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيِّبِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلٍ، وَعَبْدَ اللهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا عَمِّ، قُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللهِ "، فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ، وَعَبْدُ اللهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: يَا أَبَا طَالِبٍ، أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ؟ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ، وَيُعِيدُ لَهُ تِلْكَ الْمَقَالَةَ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ: هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، وَأَبَى أَنْ يَقُولَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَمَا وَاللهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ»، فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ} [التوبة: 113]، وَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى فِي أَبِي طَالِبٍ، فَقَالَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ}
Berikut ini kritikannya:
Dalam hadis Muslim, kita menemukan rangkaian periwayat yang juga daif; Harmalah bin Abdullah al-Farhadani: daif (Mizan al-I’tidal 1:472); Abdullah bin Wahab, Imam Ahmad ditanya tentang dia, “Apakah ia suka salah mengambil hadis.” Ia menjawab, “Benar” (Mizan al-I’tidal: 2: 521-2); Yunus, ada banyak nama Yunus, di antaranya ada yang pendusta, hapalannya jelek, majhul, munkar al-hadits (Mizan al-I’tidal: 4: 477-485); Ibnu Syihab, tidak terdapat dalam kitab-kitab rijal; Muhammad bin hatim al-Samin, kata al-Fallas: tidak diperhitungkan, kata Ibnu Madini: Pendusta (Mizan al-I’tidal 3: 503); Yahya bin Sa’id, banyak orang dengan nama ini dan semuanya dikecam al-Dzahabi sebagai orang-orang mungkar dan daif. Kata al-Nasa’i: Ia meriwayatkan banyak hadis mawdhu’ dari al-Zuhri (Mizan al-I’tidal 4: 377-380).
(al-Mushthafa, hal 145)


Kebohongan yang Rapuh pun Terbongkar
Membaca kritikan Jalaluddin Rakhmat terhadap para perawi di atas membuat kita terperanjat. Sebegitu rendahkah kualitas para perawi Shahih Bukhari dan Shahih Muslim?
Mari kita coba kembali melihat kitab-kitab rujukan yang dia gunakan dalam mengkritik para perawi tersebut.
*Penomoran di bawah untuk mengurutkan jumlah kebohongannya. Baik itu berbohong atas nama perawi maupun berbohong atas nama Ulama ahl Jarh wa at-ta’dil.
Hadits pertama
1. Hadis tentang  dhahdhah, kita lihat satu persatu (sanadnya), dia (JR) katakan bahwa “Jika kita perhatikan orang-orang yang meriwayatkan hadis atau rijalnya hampir semua termasuk rangkaian para pendusta atau mudallis atau tidak dikenal” , Mari kita liat satu persatu (untuk membuktikan kebenaran pernyataannya).
2. dan 3. Perawi Pertama : Ibn Abi Umar, kata JR orang ini menurut “Para ahli hadis sebagai majhul”, ada dua pertanyaan untuk JR disini, Siapa para ahli hadis yang dimaksudkan? dan (kedua) majhulnya ini, majhul hal atau majhul ‘ain? Majhul hal artinya seorang perawi yang tidak diriwayatkan kecuali dua orang saja, dan majhul ‘ain seorang perawi yang cuma satu yang meriwayatkannya. Padahal siapa itu Ibn Abi Umar ? Buku-buku rijal hadis semuanya menyebutkan bahwa dialah Muhammad bin Yahya bin Abi Umar al Adani dan dia diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, Ibn majah, Baqi’ bin Makhlad, Abu Zur’ah ad Dimasyqi, Abu Zur’ah ar Razi, Abu Hatim ar Razi dan banyak sekali ulama, (kalo begitu) dari mana dikatakan bahwa dia seorang majhul? padahal begitu banyak sekali perawi hadis yang meriwayatkan dari dia. (Dua nomor karena berdusta atas Ibnu Abi Umar dan juga kepada para ahli hadis. Dan seterusnya seperti ini)
4., dan 5. Kemudian perowi yang kedua: Sufyan ats Tsauri. JR mengatakan, “Sufyan disebutkan oleh al-Dzahabi dalam Mizan al-‘Itidal sebagai “innahu yudallisu wa yaktubu min al-kadzdzabin”, ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta.” Padahal dalam Mizan al-I’tidal, Imam Al-Dzahabi menyebutkan seperti ini, “Wa la ‘ibrata liqauli man qala innahu yadallisu wa yaktubu min al-kadzdzabin” jangan percaya pada orang yang mengatakan bahwa ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta. Ucapan Imam Al-Dzahabi dipotong, sehingga maknanya berubah drastis. (Berbohong atas Sufyan ats Tsauri dan juga kepada Imam Al-Dzahabi, karena menyimpangkan perkataannya)
6., 7., dan 8. Perawi Ketiga adalah : Abdul Malik bin ‘Umair; di sini disebutkan beberapa perkataan rijal hadis atau ulama hadis yang melemahkannya karena usianya sudah tua dan akhirnya buruk hafalannya dan seakan-akan semuanya sepakat mengatakan seperti itu, di sini juga dikatakan bahwa imam dzahabi menukil perkataaan ibnu Mu’in, ini juga diantara kesalahan yang fatal dalam buku ini, yaitu salah dalam menyebutkan nama-nama perawi hadis menunjukkan bahwa tidak ditelaah dengan baik padahal seharusnya Ibnu Ma’in dan juga di sini dikatakan bahwa Ibn Hibban mengatakan bahwa Abdul Malik bin ‘Umair mudallis padahal dalam mizanul I’tidal yang disebutkan disini tidak ada sama sekali perkataan ibnu hibban bahkan imam dzahabi meyimpulkan dalam bukunya Mizanul I’tidal (yang katanya dikutip oleh Jalal) bahwa perawi ini Abdul Malik bin Umair ialah sama dengan Abu Ishak as Sabi’i dan Said al Maqbury yang mana setelah terjadi ikhtilath padanya dalam artian setelah tua dan hafalannya sudah buruk maka dia berhenti untuk meriwayatkan hadis. Artinya hadis-hadis yang telah disampaikan adalah hadis-hadis yang beliau riwayatkan ketika hapalannya masih kuat, jadi tidak ada persoalan. (Berbohong atas Abdul Malik bin Umair, Ibnu Hibban, dan Imam Adz-Dzahabi)
9. Dan sungguh sangat disayangkan dalam buku ini (al-Mustafa) Jalal mengatakan, “Lihat mizanul I’tidal jilid 22 hal 690”, buku mizanul I’tidal cetakan apa ini? Padahal Mizanul I’tidal cuma 5 jilid dalam semua cetakannya, lalu jilid 22 ini dari mana?
*nomor 2 sampai 8 membuktikan kebohongan ucapan Jalal di nomor 1.
Hadis yang kedua
10. Hadis yang diriwayatkan oleh imam bukhari, dia (JR) menyebutkan (hadits ini) sebagai contoh rangkaian rijal yang lemah untuk membantah hadits yang menyatakan Abu Thalib masuk neraka. Dia (JR) mengatakan dalam buku ini (almustafa, hal 144) dalam shahih bukhari perawinya orang-orang yang tidak bisa diambil hadisnya.
11. Perowi pertama: JR menyebut Abu Yaman adalah al Hawzani; padahal Abu Yaman al Hawzani tidak meriwayatkan sama sekali dalam Shahih bukhari, kalau kita lihat tahdzibut tahdzib saja; salah satu buku yang paling kecil dalam rijal hadis, Abu Yaman al Hawzani disebutkan ibn hajar dengan simbol: mim dal artinya dia ini cuma diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Marasil dan tidak disebutkan periwayatannya dalam shahih bukhari. Maka  diabukan sebagai Abu Yaman yang dimaksudkan shahih bukhari, tapi abu yaman di sini adalah al Hakam bin Nafi’ yang dikenal sebagai tsiqah tsabt (terpecaya dan sangat kuat) dan tidak ada khilaf didalamnya. Dan dia ini Hakam bin Nafi’ al Bahroni bukan al Hawzaini.
12. Perawi kedua: Kemudian dia (JR) katakan bahwa, “Syuaib tidak dikenal”, subhanallah.Padahal Syuaib ini dalam riwayat ini meriwayatkan dari az Zuhri dan Syuaib sebagiamana kata ulama adalah Syuaib bin Abi Hamzah dan dia adalah  autsaqun nas fi az zuhri (dia adalah murid azzuhri yang paling kuat yang meriwayatkan hadis-hadis dari azzuhri) dan jalal mengatakan “tidak dikenal”, bagaimana mungkin dikatakan tidak dikenal?  padahal dalam buku-buku hadis sangat-sangat banyak meyebutkan dan memuji Syuaib bin Abi Hamzah ini.
13. Perawi ketiga: Kemudian dikatakan (oleh JR) bahwa “al Zuhri termasuk orang yang sangat membenci imam Ali”, dari mana landasannya ini?. Kita lihat landasannya dari Ibnu Abil Hadid dan buku-buku syiah, sayang, dia (JR) tidak menyebutkan buku ahlussunnah dan ibn habi hadid sendiri sudah dijelaskan oleh uama kita bahwa buku-bukunya tidak ada yang bersanad, padahal sanad adalah sandaran dalam menilai benar tidaknya suatu perkataan. (JR telah menuduh al Zuhri) padahal ibnu hajar mengatakan siapa itu zuhri? dia adalah al hujjah ats tsabat muttafun ‘ala jalalatihi wa itqonihi (hujjah, sangat kuat hafalannya dan para ulama telah sepakat akan kemuliaan dan kekuatan hafalannya)
*Nomor 11 sampai 13 membuktikan kobohongan perkataan Jalaluddin Rakhmat pada nomor 10
Hadits Ketiga
Kemudian yang terakhir, dari sekian banyak contoh yang bisa disebutkan  setelah itu alinea terakhir dalam hal. 145. Riwayat muslim yang dia (JR) juga lemahkan tentang kisah kematian abu thalib dalam keadaan musyrik.
14. Dia (JR) katakan “Kita menemukan rangkaian riwayat yang juga dhaif
15., dan 16. Perawi pertama: (JR mengatakan), “Harmalah bin Abdullah al Farhadanidaif”(Mizan al I’tidal 1:472), siapa dia?, tidak disebutkan dalam buku-buku hadis (termasuk Mizanul I’tidal), ada yang namanya Harmalah bin Abdullah, yang ada adalah Harmalah bin Yahya at Tujibi dan inilah orang yang dimaksudkan oleh Imam Muslim dalam shahih  muslim dan dia ini seorang yang tsiqah dan tak ada kata-kata dhaif dalam mizanul I’tidal karya imam adzdzahabi. (Berbohong atas nama Imam Adz-Dzahabi dan juga Harmalah)
17., 18., dan 19. Perawi kedua: Kemudian Abdullah bin Wahhab; dia (JR) katakan, “Imam Ahmad ditanya tentang dia (Abdullah bin Wahhab), apakah ia suka salah dalam mengambil hadis? jawab imam ahmad; benar (Mizan al-Itidal 4:477-485)”, Ternyata kalau kita lihat di Mizanul I’tidal, Imam Ahmad rahimahumullahu ta’ala ketika ditanya, Alaysa kaana yusii’u al akhdz? (bukankan ia pernah salah dalam mengambil hadits), dia (imam Ahmad) mengatakan: “Bala, walakin idza nadzarta fi haditsihi wa ma rawa ‘anhu masyikhuhu wa jadtahu shahihan”(Benar, tapi jika kamu lihat hadisnya dan apa yang diriwayatkan oleh para gurunya kamu akan dapatkan shahih). Hal ini (perbuatan JR) mengingatkan kita dengan orang yang hanya mengatakan “fa wailullil mushallin” lalu ia tidak sambung, bahaya. Atau membaca “La taqrabush shalah”, lalu dia tidak sambung, ini bahaya. Dia mengutip perkataan imam ahmad dan memotong sampai kata “benar”, padahal imam ahmad melanjutkan; tetapi riwayat haditsnya shahih. (Berbohong atas kitab Mizan al-I’tidal, Abdullah bin Wahhab dan juga berbohong atas nama Imam Ahmad)
20. Perawi ketiga: Kemudian ini masih dalam rangkaian hadis. JR mengatakan, “Yunus, ada banyak nama Yunus diantaranya ada yang pendusta, hafalannya jelek, majhul, munkarul hadis”, Inilah persoalannya karena JR hanya mengambil dari kitab Mizanul I’tidal, sehingga Jalal tidak bisa menentukan ini Yunus siapa ini? padahal orang yang baru belajar hadits dan masih tingkat pemula bisa menyimpulkan bahwa dia adalah Yunus bin Yazid al Ayli, salah seorang periwayat dari shahih bukhari dan muslim, beliau ini menurut Imam Dzahabi seorang tsiqah dan hujjah.
21. Perawi keempat: Dan yang paling terkhir, walaupun sebenarnya masih banyak contoh dan inilah yang paling memilukan, ketika ia (JR) mengatakan, “Ibn Syihab, tidak terdapat dalam kitab-kitab rijal. Padahal tadi dia (JR) sudah menyebutkan az-Zuhri, padahal ibn syihab ini tidak lain dari Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdillah bin Syihab az Zuhri dan seandainya mahasiswa kami di stiba, masih tingkat awal ditanya tentang ibnu syihab az zuhri, dia bisa meyebutkan namanya secara lengkap. Ini sungguh sangat disayangkan kalau UIN akan menggolkan doktornya seorang seperti ini. Wallahu a’lam.
*nomor 15 sampai 21 membuktikan kebohongan ucapan Jalal pada nomor 14

21 Kebohongan JR ini dibongkar oleh Ust. H. Muh. Yusran Anshar, Lc., M.A, (Mudir STIBA Makassar) dalam dialog Sunni-Syiah di Gedung Pascasarjana UIN Alauddin pada 24 Februari 2011, pada kesempatan Tanya-Jawab dalam akhir dialog antara Dr. H. Rahmat Abd. Rahman, Lc., M.A, (Wakil Ketua LPPI Perwakilan Indonesia Bagian Timur) dengan Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, (Ketua Dewan Syuro IJABI)
Tanpa ada tendensi apapun, kami katakan beginilah kualitas sosok Ustadz besar Syiah di Indonesia. Menampilkan dirinya seakan-akan ahli hadis. Mengkritik Imam Bukhari, Imam Muslim, dan para perawi serta para ulama Hadis lainnya. Tak disangka, ternyata dia hanyalah pembual. Ulama Ahl Jarh wa at-Ta’dil biasa mengkritik orang yang suka berbohong dan manipulasi hadis dengan sebutan Ad-Dajjal.