Monday, May 11, 2015

Ahlul-Bait Tidak Mengakui Wasiat Estafet Imamah dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam – ‘Aliy – Al-Hasan – Al-Husain – ‘Aliy bin Al-Husain – Muhammad bin ‘Aliy

                                                      
Ibnu Sa’d rahimahullah berkata :
أخبرنا شبابة بن سوار قال أخبرنا فضيل بن مرزوق قال سألت عمر بن علي وحسين بن علي عمي جعفر قلت هل فيكم أهل البيت إنسان مفترضة طاعته تعرفون له ذلك ومن لم يعرف له ذلك فمات مات ميتة جاهلية فقالا لا والله ما هذا فينا من قال هذا فينا فهو كذاب قال فقلت لعمر بن علي رحمك الله إن هذه منزلة تزعمون أنها كانت لعلي إن النبي صلى الله عليه و سلم أوصى إليه ثم كانت للحسن إن عليا أوصى إليه ثم كانت للحسين إن الحسن أوصى إليه ثم كانت لعلي بن الحسين إن الحسين أوصى إليه ثم كانت لمحمد بن علي إن عليا أوصى إليه فقال والله لمات أبي فما أوصى بحرفين قاتلهم الله والله إن هؤلاء إلا متأكلون بنا هذا خنيس الخرؤ ما خنيس الخرؤ قال قلت المعلى بن خنيس قال نعم المعلى بن خنيس والله لفكرت على فراشي طويلا أتعجب من قوم لبس الله عقولهم حين أضلهم المعلى بن خنيس

Telah menceritakan kepada kami Syabaabah bin Sawwaar, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Fudlail bin Marzuuq, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada ‘Umar bin ‘Aliy dan Husain bin ‘Aliy, paman Ja’far. Aku berkata : “Apakah ada pada kalian Ahlul-Bait, seseorang yang wajib ditaati, yang kalian akui/ketahui hal itu (kewajiban ditaati) ada padanya[1]. Dan barangsiapa yang tidak mengetahui/mengakui kewajiban taat kepada orang tersebut, jika ia mati, maka matinya seperti mati jahiliyyah ?”. Mereka berdua berkata : “Tidak, demi Allah. Hal ini tidak ada pada kami. Barangsiapa yang mengatakan hal ini ada pada kami, maka ia adalah pendusta”. Fudlail bin Marzuuq berkata : Aku bertanya kepada ‘Umar bin ‘Aliy : “Semoga Allah merahmatimu. (Dan dikatakan juga), sesungguhnya kedudukan ini (yaitu imamah), kalian katakan hal itu untuk ‘Aliy, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat kepadanya. Kemudian beralih ke Al-Hasan karena ‘Aliy telah berwasiat kepadanya. Kemudian beralih ke Al-Husain, karena Al-Hasan telah berwasiat kepadanya. Kemudian beralih ke ‘Aliy bin Al-Husain, karena Al-Husain telah berwasiat kepadanya. Kemudian beralih ke Muhammad bin ‘Aliy, karena ‘Aliy (bin Al-Husain) telah berwasiat kepadanya”. Maka ia (‘Umar bin ‘Aliy) berkata : “Demi Allah, sungguh ayahku meninggal tanpa berwasiat apapun. Semoga Allah memerangi mereka. Demi Allah, sesungguhnya mereka (yang mengatakan hal itu) hanyalah menjadi beban/menyusahkan kami saja. Ini adalah perbuatan Khunais Al-Kharu’. Tahukah engkau Khunais Al-Kharru’ ?”. Fudlail berkata : Aku menjawab : “Al-‘Mu’allaa bin Khunais”. Ia (‘Umar bin ‘Aliy) berkata : “Benar, Al-Mu’allaa bin Khunais. Demi Allah, sungguh aku telah menghabiskan waktu lama di atas tempat tidurku memikirkan satu kaum yang Allah kacaukan akal-akal mereka, yaitu ketika Al-Mu’allaa bin Khunais menyesatkan mereka” [Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat, 5/158].
Sanad hadits ini hasan.
Syabaabah bin Sawwaar adalah seorang yang tsiqah lagi haafidh, dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya. Adapun Fudlail bin Marzuuq, maka ia adalah orang yang shaduuq, hasan haditsnya.[2]
‘Umar bin ‘Aliy bin Al-Husain bin ‘Aliy bin Abi Thaalib adalah salah seorang ulama dari kalangan Ahlul-Bait. Seorang yang shaduuq lagi mempunyai keutamaan.
Al-Husain bin ‘Aliy bin Al-Husain bin ‘Aliy bin Abi Thaalib adalah salah seorang ulama dari kalangan Ahlul-Bait. Juga seorang yang shaduuq.
Keduanya adalah dua orang anak dari imam keempat Syi’ah, ‘Aliy bin Al-Husain bin ‘Aliy bin Abi Thaalib rahimahumullah.
Diriwayatkan juga oleh Muhammad bin ‘Aashim Ats-Tsaqafiy dalam Juz-nya no. 41 dan dari jalannya Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh 41/392-393. Ibnu Hajar membawakan riwayat Muhammad ‘Aashim dalam Al-Lisaan (8/111 no. 7843).
Diriwayatkan juga oleh Ad-Daaruquthniy dalam Al-Fadlaail no. 65 dari sanad lain dari Fudlail bin Marzuuq, namun sangat lemah (karena As-Sarriy bin ‘Aashim, muttaham bil-kidzb).
Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Khaitsamah dalam As-Safaruts-Tsaaniy no. 3190 dan Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2695; dari jalan Mush’ab, dari ‘Umar bin ‘Aliy bin Al-Husain. Sanad ini munqathi’ (terputus), karena Mush’ab tidak pernah bertemu ‘Umar.
Ibnu Hajar rahimahullah menuliskan identitas Al-Mu’allaa bin Khunais ini dalam Lisaanul-Miizaan(8/111 no. 7843) sebagai salah seorang gembong Raafidlah.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – ngagelik, sele-man, yogyakarta, 1432 H].


   [1]Ja’far bin Muhammad rahimahullah, salah seorang yang dianggap imam oleh Syi’ah, pun mengingkari hal itu ada pada dirinya :
إنكم إن شاء الله من صالحي أهل مصركم، فأبلغوهم عني: من زعم أني إمام معصوم مفترض الطاعة، فأنا منه برئ، ومن زعم أني أبرأ من أبي بكر وعمر، فأنا منه برئ
“Sesungguhnya kalian termasuk di antara orang shalih di antara penduduk negeri kalian, Mesir. Maka sampaikanlah kepada mereka perkataanku : ‘Barangsiapa yang mengatakan bahwa aku seorang imam ma’shuum yang wajib ditaati, maka aku berlepas diri terhadap mereka. Dan barangsiapa yang berkata bahwa aku berlepas diri terhadap Abu Bakr dan ‘Umar, maka aku berlepas diri terhadapnya (orang yang mengatakan itu)” [Diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy dalam Al-Fadlaail no. 71 dan dari jalannya Adz-Dzahabiy dalam As-Siyar,dengan sanadnya, 6/259. Sanad riwayat ini lemah, karena Makhlad bin Abi Quraisy Ath-Thahhaan, majhuul].
Berlepas dirinya Ja’far dan Ahlul-Bait yang lainnya dapat dibaca dalam artikel : 
  [2]Baca keterangan Fudlail bin Marzuuq ini dalam artikel: 
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/05/ahlul-bait-menyepakati-keputusan-abu.html.