Dalam sebuah diskusi, ketika
perbedaan dalam hal Aqidah sangat jelas, salah seorang mengatakan “sudah,
al-ikhtilafu rahmah, al-ikhtilafu rahmah, yang penting kita utamakan
persatuan!”
Ya, betapa menyedihkannya sebagian kawan Sunni di Indonesia ini,
yang entah dengan dasar apa menyambut seruan Syi’ah untuk bersatu, demi
persatuan? Ada apakah dengan sebagian Sunni di Indonesia? Apakah mereka sudah
mulai putus asa dari rahmat Allah? Dan tergiur dengan “revolusi Islam” yang
sukses di Iran? Entahlah!
Betapa kagetnya saya pernah membaca berita di
Eramuslim.com, tentang terbentuknya Majelis Ukhuwah Sunni-Syiah Indonesia
(Muhsin). Namun, Alhamdulillah, Majelis Ulama Indonesia tidak hadir dan menyatakan
Syi’ah di luar Islam. Alhamdulillah.
Sungguh, tidak ada satu orang pun yang menginginkan sebuah
perpecahan, namun sebagai kaum yang beriman tentulah kita harus percaya dengan
firman-Nya dan sabda rasul-Nya yang sahih.
Adanya perpecahan dalam tubuh umat Islam (dan juga umat-umat
yang lainnya) telah dinashkan melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahiihah
(banyak hadits yang menyatakan bahwa umat Islam akan berpecah menjadi 73
golongan).
Allah berfirman :
وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلا أُمَّةً وَاحِدَةً فَاخْتَلَفُوا
وَلَوْلا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ فِيمَا فِيهِ
يَخْتَلِفُونَ
“Manusia dahulunya hanyalah satu
umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang
telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara
mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu.” [QS. Yunus : 19].
Ini merupakan iradah kauniyyah dari Allah ta’ala. Namun Allah
tidak menghendaki adanya perselisihan itu. Allah mencintai agar hamba-hamba-Nya
selalu bersatu. Dan inilah yang disebut iradah syar’iyyah dari Allah ta’ala.
Allah berfirman :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
“Dan berpeganglah kamu semuanya
kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” [QS. Ali ‘Imran : 103].
Tali agama Allah, diperjelas lagi oleh nabi kita Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam, agar kita termasuk ke dalam golongan yang
selamat, siapakah golongan selamat itu? Nabi bersabda:
مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
”Ia adalah golongan yang
mengikuti jejakku dan jejak para shahabatku”
Dari Al-‘Irbadl bin Sariyyah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
وعظنا رسول الله صلى الله عليه وسلم يوما بعد صلاة الغداة موعظة
بليغة ذرفت منها العيون ووجلت منها القلوب فقال رجل إن هذه موعظة مودع فماذا تعهد
إلينا يا رسول الله قال أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبد حبشي فإنه من
يعش منكم يرى اختلافا كثيرا وإياكم ومحدثات الأمور فإنها ضلالة فمن أدرك ذلك منكم
فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam memberi nasihat kepada kami pada suatu hari setelah shalat Shubuh
dengan satu nasihat yang jelas hingga membuat air mata kami bercucuran dan hati
kami bergetar. Seorang laki-laki berkata : ‘Sesungguhnya nasihat ini seperti
nasihat orang yang hendak berpisah. Lalu apa yang hendak engkau pesankan kepada
kami wahai Rasulullah ?’. Beliau bersabda : ‘Aku nasihatkan kepada kalian untuk
bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat walaupun (yang memerintah kalian)
seorang budak Habsyiy. Orang yang hidup di antara kalian (sepeninggalku nanti)
akan menjumpai banyak perselisihan. Waspadailah hal-hal yang baru, karena semua
itu adalah kesesatan. Barangsiapa yang menjumpainya, maka wajib bagi kalian
untuk berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah Al-Khulafaa’ Ar-Raasyidiin
yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah ia erat-erat dengan gigi geraham”.
Maka, jelaslah bagi kita agar bersatu dan memang Allah menyuruh
kita bersatu dengan landasan kesamaan Aqidah yang sesuai Al-Qur’an dan As
Sunnah yang sahih! Kalau dengan yang berlainan Aqidah, maka tidak ada kata
persatuan dan toleransi terhadap Aqidah sesat yang mengaku-ngaku bagian dari
Islam!
Akankah berhasil dan mencapai kejayaan sebagaimana pada masa
Khilafah ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah jikalau Ahlus Sunnah bersekutu dengan Syi’ah
atau dengan golongan sesat lainnya yang sudah jelas kesesatannya?
Akankah bertambah mutu jika kita bersekutu dengan sesuatu yang
sesat? Sungguh itu justru upaya menghancurkan diri sendiri!
Dengan ini, saya mengajak kepada rekan-rekan Ahlus Sunnah di
tanah air, agar MENOLAK Syi’ah, dengan jalan yang paling mudah ialah
mengingkarinya di dalam hati! Lantas, apapun yang diupayakan oleh “Muhsin”
walapun ada embel-embel Sunni, maka itu sama sekali tidak merepresentasikan
Ahlus Sunnah! Malah, semua yang hadir dalam pendirian “Muhsin” dan mengaku
sebagai Sunni, perlulah dipertanyakan ke-sunni-annya!
Sebagaimana judul tulisan saya ini, Syi’ah No, Ahlul Bait “Yes”.
Barangkali ada yang bertanya, mengapa kata yes-nya ditandai dengan kutip?
Sungguh, Ahlus Sunnah menghormati, memuliakan, dan mencintai
Ahlul Bait Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan perlulah kiranya
dipahami Ahlul-Bait adalah orang-orang yang diharamkan menerima shadaqah/zakat,
yang terdiri dari : istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan
keturunannya serta seluruh muslim dan muslimah keturunan Bani Haasyim (termasuk
di dalamnya keluarga ‘Ali, keluarga ‘Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga
‘Abbas).
Ini adalah pendapat paling ‘adil yang mengambil semua hadits
sahih yang berkaitan dengan Ahlul-Bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Namun begitu,
sebagaimana kata Asy-Syaikh DR. Shaalih Al-Fauzan berkata : “…kita diperintahkan untuk
mencintai mereka (Ahlul-Bait), menghormati, dan memuliakan mereka selama mereka
ber-ittiba’ kepada sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang
shahihah, dan istiqamah di dalam memegang dan menjalankan syari’at agama.
Adapun jika mereka menyelisihi sunnah-sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam dan tidak istiqamah di dalam memegang dan menjalankan syari’at agama,
maka kita tidak diperbolehkan mencintai mereka, sekalipun mereka Ahlul-Bait
Rasul…” [Syarh Al-‘Aqidah Al-Washithiyyah, hal.
148].
Oleh karena
itu, orang-orang yang mengaku punya nasab dengan Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam namun ternyata mereka termasuk golongan penyeru bid’ah dan
penggalak kesyirikan (seperti kebanyakan habaaib di tanah air); kita tidak perlu mencintai mereka. Bahkan, mereka
menjadi ‘musuh’ kita dalam agama, karena pada hakekatnya mereka merongrong dan
ingin merubuhkan sendi-sendi agama dari dalam.
Syi’ah jelas pandai berkilah, dan sebagaimana kata Prof. Baharun
(beliau pemerhati Syi’ah) sebagaimana dilansir dalam berita Eramuslim.com,
bahwa katanya “Jalaluddin itu sedang taqiyyah…” Mereka (Syi’ah di Indonesia)
pun menamai dirinya Ikatan Jemaah Ahlulbait Indonesia (Ijabi).
Lihatlah, maka saya gunakan tanda kutip di kata Ahlul Bait,
sebab Syi’ah pandai berkilah lagi dusta! Mengaku Mazhab Ahlulbaitlah, namun
sungguh perbedaan nama tidak akan merubah hakikat kebusukan makna di dalamnya.
Bukankah sepandai-pandai menyembunyikan bangkai, pasti akan tercium juga?
Syi’ah BUKAN Islam! Bagaimana mungkin, mengaku bernabikan
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam namun jauh sekali dari sunnah beliau
shallallahu alaihi wa sallam? Bahkan, semoga Allah melaknat Imam Al-Khomainiy
yang berkata :
لقد جاء الأنبياء جميعاً من أجل إرساء قواعد العدالة في العالم؛
لكنَّهم لم ينجحوا حتَّى النبي محمد خاتم الأنبياء، الذي جاء لإصلاح البشرية
وتنفيذ العدالة وتربية البشر، لم ينجح في ذلك….
“Sungguh semua Nabi telah datang
untuk menancapkan keadilan di dunia, akan tetapi mereka tidak berhasil. Bahkan
termasuk Nabi Muhammad, penutup para Nabi, dimana beliau datang untuk
memperbaiki umat manusia, menginginkan keadilan, dan mendidik manusia – tidak
berhasil dalam hal itu….” [Nahju Khomainiy, hal
46].
Ya Allaah, betapa kurang ajar! Tidak hanya mencela lagi mencerca
Abu Bakr, Umar radlyallaahu anhu, Aisyah radlyallaahu anha, ataupun
mengkafirkan Mu’awiyyah! Dan beberapa sahabat rasul lainnya. Tapi Nabi Muhammad
pun dikorbankan demi ajaran dan untuk mensukseskan imaamah (versi Syi’ah)
padahal hal tersebut memang bukan berasal dari Al-Qur’an dan penjelasan Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Sebenarnya, tidak hanya masalah Aqidah saja yang kita beda jauh,
dalam hal fikih pun kalau kita mau menelusuri jelas banyak kesesatannya dalam
fikih Syi’ah. Misalnya, Syi’ah melazimkan perangai Jahiliyah seperti meratap,
lantas bolehnya meludah di Masjidil Haram, memakan tanah kuburan Al Husain,
bolehnya membaca Al-Qur’an di toilet, dan lainnya.
Saudaraku seaqidah, Kembalilah kepada urusan kalian yang pertama
! itulah yang ditegaskan rasulullah! Agar kita terhindar dari fitnah dan menuju
kejayaan yang telah dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya, yakni Al-Qur’an dan As
Sunnah! Allah ta’ala telah berfirman :
وَعَدَ اللّهُ الّذِينَ آمَنُواْ مِنْكُمْ وَعَمِلُواْ
الصّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الّذِينَ مِن
قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكّنَنّ لَهُمْ دِينَهُمُ الّذِي ارْتَضَىَ لَهُمْ
وَلَيُبَدّلَنّهُمْ مّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لاَ يُشْرِكُونَ
بِي شَيْئاً وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَـَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
”Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih
bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir
sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [QS. An-Nuur : 55].
Dicabutnya kekuasaan kaum muslimin oleh Allah dengan keruntuhan
Daulah ’Utsmaniyyah pada tahun 1924 adalah merupakan musibah yang diakibatkan
oleh kesalahan kaum muslimin sendiri ketika mereka mulai jauh dari syari’at
Allah. Allah berfirman :
وَمَآ أَصَابَكُمْ مّن مّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
وَيَعْفُواْ عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang
menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” [QS. Asy-Syuuraa : 30].
Bisa kita lihat di masa itu (bahkan hingga sekarang) aneka
kesyirikan dan bid’ah merajalela. Budaya taqlid terhadap kuffar sudah bukan hal
yang aneh jadi pemandangan.
Maka, Orientasi yang harus dilakukan oleh semua komponen dakwah
Islam adalah menegakkan Dakwah Tauhid dan juga dakwah kepada (Al-Qur’an dan)
As-Sunnah karena itu adalah sebab yang akan mengakibatkan keberhasilan Islam
sebagaimana pernah terjadi pada masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Segala sesuatu
hendaknya diletakkan secara proporsional, sehingga melahirkan pemahaman dan
pengamalan sesuai yang diinginkan syari’at. Dan telah terang dalam syari’at
kita yang lurus, Syi’ah bukan Islam.
Maka patutlah kita mengatakan tidak untuk Syi’ah!
Wa Allaahu
A’lam.
Usup Supriyadi