Tuesday, June 30, 2015

Muhammad Al Imam Pengobar Fitnah Yaman

Negeri Yaman kita kenal sebagai negeri yang memiliki banyak ulama dan menjadi tujuan para penuntut ilmu dari berbagai negara untuk belajar agama. Markiz-markiz dakwah (pondok pesantren) banyak betebaran di berbagai tempat dengan ribuan thulab (pelajar) yang langsung dapat belajar di bawah bimbingan para ulama.
Namun tidak pernah kita sangka dalam beberapa waktu terakhir perubahan yang luar biasa telah terjadi. Para ulama Yaman yang selama ini kita kenal berdakwah di atas sunnah dan berjalan bersama para ulama khibar satu per satu berjatuhan diterpa fitnah.
Diawali dengan Muhammad Al Imam yang melakukan perjanjian damai dengansyiah Rofidhoh al-Hutsiyun, yang di dalam perjanjian tersebut terdapat pelanggaran-pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Islam, bahkan mengandung kekufuran. Fitnah Muhammad Al Imam bergulir bak bola salju yang terus menggelinding kian besar, menggulung banyak aktor dakwah berikut para mad’unya.
Kini terdapay sejumlah ulama yang berdiri di belakang Muhammad Al Imam dan menjadi pembela terhadap watsiqoh (perjanjian damai) yang dilakukannya. Padahal para ulama khibar di negeri saudi telah mentahdzir Muhammad al-Imam, yang tahdzir tersebut hingga kini belum dicabut. Di antara ulama yang telah mentahdzir Muhammad Al Imam adalah Syaikh Robi bin Hadi al-Madkholi, Syaikh Ubaid al-Jabiri, Syaikh Abdulloh Al-Bukhori, dan masyayikh lainnya.
Fitnah Muhammad Al Imam tidak hanya menimbulkan kekacauan dakwah di Yaman, namun merembet ke berbagai negeri, termasuk Indonesia. Orang-orang yang selama ini sudah terasuki virus mumayyi’ seolah mendapat darah segar dengan adanya fitnah Muhammad Al Imam. Apa yang dilakukan Muhammad Al Imam dan pembelaan para ulama Yaman kepadanya, dijadikan hujjah yang kokoh oleh para mumayyi’in untuk menyerang salafiyyin.
Mereka seolah menutup mata terhadap kesalahan besar dan sangat nyata, yang dilakukan Muhammad Al Imam. Mereka juga menutup mata terhadap tahdzir dari para ulama khibar terhadap Muhammad Al Imam. Allohul Musta’an.
Sumber: Majalah Fawaid, edisi ke-11/II/1436H-2015